• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIBAH PENULISAN BUKU NASKAH BUKU AJAR PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA. Penulis:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIBAH PENULISAN BUKU NASKAH BUKU AJAR PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA. Penulis:"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA

Penulis:

Dr. Rika Ratna Permata, S.H., M.H. Dr. Tasya Safiranita Ramli, S.H., M.H.

Biondy Utama, S.H., M.Kn.

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS HUKUM

(3)

i

KATA SAMBUTAN

DIREKTUR JENDERAL PENYELENGGARAAN POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI

PROF. Dr. AHMAD M. RAMLI, SH., MH., FCB.Arb.

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan diterbitkannya Buku Ajar dengan judul “ Pelanggaran Merek di Indonesia” yang merupakan hasil dari Penelitian Dr. Rika Ratna Permata, SH., MH., Dr. Tasya Safiranita Ramli, SH., MH, dan Biondy Utama, SH., Mkn. Yang merupakan kalangan Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

Merek merupakan suatu ciri khas dan pembeda yang dikenal sebagai suatu tanda pengenal, sejalan dengan praktik dan konvensi internasional merek merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga persaingan usaha, memberikan kepastian hukum, khususnya dalam industri perdagangan yang semakin hari berkembang pesat dengan adanya perkembangan teknologi informasi saat ini yang sangat progresif. Hak Eksklusif yang melekat pada hak merek merupakan suatu hak yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar atau kepada pihak lain yang sudah diberikan izin untuk menggunakannya. Merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial.

Di dalam buku ini juga terdapat beberapa hal yang dapat dipelajari diantaranya tentang pentingnya sebuah merek dalam pemasaran suatu produk barang dan/atau jasa akan melatarbelakangi perlunya suatu perlindungan terhadap merek. Merek dapat mempengaruhi konsumen untuk memutuskan membeli suatu produk tersebut. Buku Ajar ini layak untuk dibaca dan dipelajari baik oleh Kalangan Akademisi, Mahasiswa, bahkan oleh Praktisi yang bergerak di dalam bidangnya sebagai bahan acuan referensi terkait Pelanggaran Merek di Indonesia.

(4)

Jakarta, 7 Juli 2020 Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI

Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, SH., MH., FCBArb.

(5)

iii

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Sejarah Merek ... 1

B. Pengaturan Merek di Indonesia dan Internasional ... 2

1. Perlindungan Merek Secara Internasional ... 2

2. Perlindungan Merek di Indonesia ... 9

a. Pengertian Merek ... 9

b. Fungsi Merek ... 11

c. Tujuan Perlindungan Merek ... 13

d. Pendaftaran Merek ... 15

e. Merek yang Tidak Dapat Didaftar ... 17

f. Alasan Ditolaknya Pendaftaran Merek ... 23

g. Jangka Waktu Perlindungan dan Perpanjangan Merek Terdaftar ... 24

h. Pengalihan Hak dan Lisensi Merek ... 25

i. Merek Kolektif ... 26

j. Permohonan Pendaftaran Merek Internasional ... 27

k. Merek Terkenal... 31

l. Komisi Banding Merek ... 38

BAB II TEORI DAN ASAS-ASAS HUKUM TERKAIT PELANGGARAN MEREK ... 48

(6)

A. Filosofi Perlindungan Kekayaan Intelektual ... 48

B. Teori Hukum yang Terkait dengan Perlindungan Pemilik Merek ... 49

1. Prinsip-Prinsip Dasar Perlindungan Kekayaan Intelektual ... 49

a. Prinsip Keadilan ... 49

b. Prinsip Ekonomi ... 50

c. Prinsip Kebudayaan ... 50

d. Prinsip Sosial ... 51

2. Teori-Teori Justifikasi Perlindungan Kekayaan Intelektual ... 51

a. Reward Theory ... 51

b. Recovery Theory ... 51

c. Incentive Theory... 51

d. Risk Theory ... 51

3. Asas Iktikad Baik ... 52

a. Iktikad Baik Secara Umum ... 52

b. Iktikad Baik dalam Hukum Merek ... 53

BAB III MACAM-MACAM PELANGGARAN MEREK ... 55

A. Persamaan Pada Pokoknya dan Persamaan Pada Keseluruhan ... 55

1. Persamaan Pada Pokoknya ... 55

2. Persamaan Pada Keseluruhan ... 57

B. Passing Off... 58

C. Dilusi Merek ... 61

D. Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek ... 66

1. Penghapusan Merek ... 66

(7)

Gugatan Atas Pelanggaran Merek ... 70

Tindak Pidana di Bidang Merek ... 71

BAB IV KASUS-KASUS PELANGGARAN MEREK ... 75

A. Kasus di Indonesia ... 75

1. Kasus Aki GS vs Akis GiSi ... 75

2. Kasus IKEA vs IKEMA ... 82

3. Kasus HOLIDAY INN vs HOLIDAY RESORT LOMBOK ... 84

4. Kasus KOPITIAM vs KOK TONG KOPITIAM ... 84

B. Kasus di Luar Negeri ... 89

1. Kasus Kp Permanent Make-Up, Inc vs Lasting Impression Inc ... 89

2. Kasus STARBUCKS vs STARBUNG ... 92

BAB V HARMONISASI PERLINDUNGAN MEREK ... 95

A. Standar Minimum Perlindungan Merek berdasarkan TRIPs ... 95

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Sejarah Merek

Tujuan instruksional: mahasiswa dapat memahami sejarah merek.

Indikator Capaian Tujuan Pembelajaran : Sejarah Merek dapat dipahami oleh mahasiswa dengan baik.

Dari sejarahnya, merek digunakan dalam pengertian yang sangat sempit, yaitu hanya digunakan sebagai “badge of origin”1 dari si penjual barang. Peran penting merek semakin dirasakan dari waktu ke waktu dalam setiap bidang kehidupan. Merek mengalami evolusi sehingga menjadi bagian dari budaya komersial yang pada awalnya belum mengenal perlindungan kekayaan intelektual. Pada zaman modern dewasa ini, dengan perkembangan industri dan perdagangan peranan tanda pengenal menjadi sangat penting. Hal ini didahului oleh peranan para Gilda pada abad pertengahan yang memberikan tanda pengenal atas hasil kerajinan tangannya dalam rangka pengawasan barang-barang sebagai hasil pekerjaan anggota Gilda sejawatnya.2 Tanda pengenal tersebut kemudian dikenal dengan hak merek yang merupakan tanda pembeda dari suatu produk dengan produk lainnya.

Merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial. Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai

1 Menunjukkan hubungan antara barang atau jasa yang diperdagangkan dengan orang yang menjual.

2 Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Bandung :Citra Aditya Bhakti, 1993, hlm. hlm. 320.

(9)

dibandingkan dengan asset riil perusahaan tersebut.3 Merek sebagai sarana pemasaran dan periklanan (a marketing and advertising device) memberikan suatu tingkat informasi tertentu kepada konsumen mengenai barang dan/atau jasa yang dihasilkan pengusaha. Lebih-lebih dengan perkembangan periklanan, baik nasional maupun internasional dewasa ini dan dalam rangka pendistribusian

barang dan/atau jasa membuat merek semaking tinggi nilainya.4 Merek

merupakan aset bisnis yang berharga dan merupakan bagian dari goodwill sebuah perusahaan.5

Pentingnya sebuah merek dalam pemasaran suatu produk barang dan/atau jasa melatarbelakangi perlunya suatu perlindungan terhadap merek. Merek dapat mempengaruhi konsumen untuk memutuskan membeli suatu produk karena mereka mengasosiasikan merek tersebut dengan kualitas yang sudah dikenal.6Alasan-alasan di atas menyebabkan, banyak pihak yang melakukan tindakan pemalsuan merek, pendomplengan merek dan tindakan curang lainnya yang berkaitan dengan merek. Oleh karenanya diperlukan suatu pengaturan yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemilik merek.

B. Pengaturan Merek Di Indonesia Dan Internasional

Tujuan instruksional: Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Pengaturan Merek di Indonesia dan luar negeri.

Indikator Capaian Tujuan Pembelajaran : Pengaturan Merek di Indonesia dan Luar Negeri dapat dipahami oleh mahasiswa dengan baik

3 Tim Lindsey, (ed.), Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: P.T. Alumni, 2013, hlm. 5

4 Rahmi Jened, Hukum merek (Trademark Law) Dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, hlm. 4

5 Uche U. Ewelukwa, “Comparative Trademark Law: Fair Use Defense in The United States and Europe-The Changin Landscape of Trademark Law”, Widener Law Review, volume 13, 2006, hlm. 101

6 Julie C. Frymark, "Trademark Dilution: A Proposal to Stop the Infection from Spreading", Valparaiso University Law Review, Volume 38, 2003, hlm. 170

(10)

1. Perlindungan Merek Secara Internasional

Hukum tentang Kekayaan intelektual khususnya merek yang sejak awal tidak tumbuh dan berkembang dalam kultur (legal culture) Bangsa Indonesia, tentu saja harus ditelusuri asal muasal serta keterkaitannya dengan berbagai instrumen hukum internasional tersebut.7 Penelusuran yang tak kalah pentingnya adalah dalam kaitannya dengan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization).8 Salah satu agenda WTO yang termuat dalam Annex 1C adalah

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs). Indonesia telah dua dasawarsa lamanya mengesahkan Agreement on Establishing the World Trade Organization melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).9

TRIPs adalah suatu perjanjian internasional. Kelahirannya telah sempurna dan didukung oleh mayoritas Negara di dunia ini. Walaupun demikian, hingga sekarang TRIPs masih terus dalam sorotan termasuk oleh negara-negara berkembang berkenaan dengan beberapa isu tertentu. Sebagai bagian dari WTO Agreement, TRIPs merupakan perjanjian internasional yang mempunyai peranan penting. Artinya, suatu Negara tidak dapat menerapkan system hak kekayaan intelktual tanpa ada referensi kepentingan khusus bagi perekonomiannya atau secara umum pembangunan Negara tersebut. Sementara itu, tidak dapat dilupakan bahwa TRIPs sebagai instrument hukum dalam hukum internasional tidak luput dari pertentangan antara Negara anggotanya, teramat khusus antara Negara-negara maju di satu pihak dan Negara-negara berkembang.10

TRIPs mengharuskan agar Negara-negara yang turut dalam kesepakatan itu untuk menyesuaikan peraturan Kekayaan Intelektual dalam negerinya dengan

7 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015, hlm. 47

8 H. OK. Saidin, Op Cit, hlm. 47

9 Rahmi Jened, Hukum merek, Op Cit, hlm. v

10 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Bandung: P.T. Alumni, 2011, hlm 8

(11)

ketentuan TRIPs Agreement dan berbagai konvensi ikutannya.11 Indonesia tidak dapat dan tidak diperkenankan membuat peraturan yang extra-territorial yang menyangkut tentang perlindungan Kekayaan Intelektual, dan Indonesia harus mengakomodir atau paling tidak harus memenuhi (pengaturan) standar minimum semua isu yang terdapat dalam kerangka WTO. Dengan demikian Indonesia harus menyesuaikan kembali semua peraturan yang berkaitan dengan perlindungan Kekayaan Intelektual dan menambah beberapa peraturan yang belum tercakup dalam peraturan yang sudah ada.12

Di samping peraturan perundang-undangan nasional tentang merek, masyarakat juga terikat dengan peraturan merek yang bersifat internasional seperti pada Konvensi Paris Union yang diadakan pada tanggal 20 Maret 1883. Konvensi ini khusus diadakan untuk memberikan perlindungan pada hak milik perindustrian (Paris Convention for the Protection of Industrial Property). Mula-mula konvensi ini ditandatangani oleh 11 negara peserta. Kemudian anggotanya bertambah hingga pada tanggal 1 Januari 1976 berjumlah 82 negara, termasuk Indonesia. Teks yang berlaku untuk RI adalah Revisi dari teks Paris Convention yang dilakukan di London pada tahun 1934.13

Perjanjian Internasional dapat menjadi hukum Nasional apabila telah ditransformasikan ke dalam hukum Nasional yaitu dapat dilakukan melalui beberapa cara. Cara-cara yang dapat dilakukan oleh suatu Negara untuk mengikatkan dalam perjanjian Internasional adalah:

a. Ratifikasi. b. Aksesi.

c. Penandatanganan.

Dalam praktiknya, bentuk pengesahan terbagi dalam empat kategori, yaitu (a). ratifikasi (ratification) apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian (b). aksesi (accesion) apabila negara yang mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak

11 Sampai saat ini Indonesia baru hanya meratifikasi dua konvensi yakni Paris

Convention (1967) dan Bern Convention (1971)

12 H. OK. Saidin, Op Cit, hlm. 51 13 H. OK. Saidin, Op Cit, hlm. 449

(12)

turut menandatangani naskah perjanjian. (c). penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) adalah pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian-perjanjian internasional berlaku setelah penandatanganan.

Ratifikasi dilakukan terhadap perjanjian Internasional dalam bidang merek. Merek akan berkaitan dengan masalah kondisi geographic, sehingga akan membawa akibat bahwa perdagangan Internasional akan memerlukan perlindungan secara Internasional dan juga mengenai pendaftaran Internasional. Salah satu bentuk sebagai jaminan maka dilakukan ratifikasi terhadap perjanjian Internasional.

Dasar hukum Pengesahan Perjanjian Internasional adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (selanjutnya disebut UU PI). Pasal 9 UU PI mengatur bahwa pengesahan perjanjian internasioanl dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

(1) Pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut. (2) Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.

TRIPs telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

Perjanjian Internasional dalam bidang merek: a. TRIPs-WTO

(13)

Pada tahun 1980-an Negara-negara industri mulai menginginkan dikuatkannya rezim perlindungan HKI dengan membuat kesepakatan yang berlaku di semua negara.14

Secara umum beberapa alasan lain yang mendorong negara maju berupaya

mengkaitkan perlindungan HKI dengan rezim perdagangan Internasional adalah:15

1) Teknologi telah menjadi salah satu faktor penting dalam produksi barang dan jasa. Hal ini terlihat dari meningkatnya dan penemuan produk-produk baru. Karena itu dirasakan perlu adanya perlindungan yang semakin ketat untuk menghindari pemalsuan sehingga modal yang dikeluarkan untuk biaya riset dapat kembali dengan cepat.

2) Perusahaan manufaktur dari negara maju yang selama ini memimpin pasar mulai tersaingi dengan kehadiran produk-produk sejenis dari negara-negara industri baru di Asia dan Jepang. Produk sejenis yang membanjiri pasar tampil dengan kualitas berbeda jauh dan dengan harga yang lebih kompetitif, mencakup misalnya obat-obatan, elektronik, komputer, semi konduktor dan jasa konstruksi. Menurunnya supremasi perusahaan dari negara maju terutama AS diyakini terjadi akibat banyaknya pembajakan, pemalsuan dan pencurian inovasi perusahaan AS. Meningkatnya defisit perdagangan AS semakin menguatkan perdagangan HKI perlu diperkuat di tingkat Internasional.

3) Negara-negara maju berkepentingan untuk tetap mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin pasar. Penguatan perlindungan HKI yang dikaitkan dengan perdagangan akan mempertahankan posisi tersebut dan memperlambat negara-negara lain untuk mengejar ketinggalannya dalam bidang teknologi.

4) Monopoli teknologi melalui penguatan perlindungan HKI memberikan peluang bagi bagi perusahaan multinasional untuk memperluas pasar di negara-negara berkembang. Karena perlindungan atas teknologi untuk

14 Hira Jhamtani, Lutfiyah Hanim, Globalisasi dan Monopoli Pengetahuan, telaah tentang TRIPs

dan Keragaman Hayati, Jakarta: INFID KONPHALINDO, 2002, hlm. 8.

(14)

memproduksi suatu produk akan menghambat negara importir atau negara tujuan untuk menjiplak dan memproduksi barang yang sama. Apabila negara pengimpor mampu memproduksi barang yang sama, maka kesempatan multinasional untuk mengekspor langsung hasil produksinya ke negara bersangkutan semakin berkurang.

5) Bagi negara maju, seperti AS HKI sudah menjadi komoditi perdagangan Internasional. Pemerintah dan perusahaan AS berupaya keras menginternasionalisasi hukum Nasional di bidang perlindungan HKI melalui berbagai forum Internasional.

TRIPs merupakan tonggak penting dalam perkembangan standar-standar Internasional dalam sistem HKI. TRIPs memiliki karakteristik yang berbeda, antara lain:16

1) Pengertian bahwa perlindungan HKI yang seimbang dan efektif merupakan suatu masalah perdagangan dan untuk diarahkan kepada perdagangan multilateral.

2) Lingkup pengaturan hukum yang lebih menyeluruh, mencakup hak cipta, hak terkait dan kekayaan industri dalam suatu perjanjian Internasional.

3) Pengaturan-pengaturan yang terperinci mengenai penegakan dan administrasi HKI dalam hukum nasional.

4) Mekanisme penyelesaian sengketa WTO dan

5) Pembuatan proses-proses transparan secara terstruktur untuk mendorong pemahaman yang lebih rinci dari hukum HKI Nasional negara-negara anggota.

6) Dalam TRIPs juga diatur tentang merek terkenal yaitu dalam Pasal 16.2.

b. Paris Convention for the Protection of Industrial Property

(15)

Konvensi Paris diadakan pada tanggal 20 Maret 1883, yang khusus untuk memberikan perlindungan pada hak milik perindustrian. Konvensi ini ditandatangani oleh 11 negara peserta, kemudian bertambah hingga tanggal 1 Januari 1976 berjumlah 82 negara, termasuk Indonesia. Beberapa catatan penting mengenai isi dari Paris Union Convention sebagai berikut:17

1) Kriteria pendaftaran.

Pasal 6 menetapkan, bahwa persyaratan pengajuan dan pendaftaran merek dagang ditentukan oleh Undang-undang setempat masing-masing negara anggota. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing-masing-masing negara anggota dapat menggunakan patokan-patokan sendiri sebagaimana ditetapkan dalam undang-undangnya untuk menetapkan masa berlaku suatu merek dagang, akan tetapi, permohonan pendaftaran tidak boleh ditolak oleh sebuah negara anggota hanya semata-mata karena belum didaftar di negara asal.

2) Hilangnya merek dagang karena tidak digunakan.

Konvensi ini juga menetapkan suatu ketentuan bahwa hak-hak merek dagang dapat hilang sebagai akibat tidak digunakannya selama jangka waktu tertentu, jika masalah tidak digunakannya selama jangka waktu tertentu.

3) Perlindungan khusus bagi merek-merek dagang terkenal.

Merek-merek dagang terkenal dapat didaftar untuk barang-barang yang sama atau serupa oleh pihak lain selain pihak pemegang merek dagang asli. Permohonan pendaftaran tersebut harus ditolak atau dibatalkan oleh anggota, baik ex officio ataupun atas permohonan pemegang pendaftaran merek dagang asli.

c. Trade Mark Law Treaty.

Trademark law Treaty diadopsi di Geneva pada tanggal 27 Oktober 1927. Perjanjian ini mempunyai tujuan mempersingkat prosedur pandaftaran trademark

17 O.K.Saidin, Op.cit, hlm. 338.

(16)

secara nasional dan regional. Penyedarhanaan dilakukan dengan cara harmonisasi beberapa keistemewaan dari prosedur dengan membuat aplikasi merek dan pendaftaran administrasi.

d. Madrid Protokol.

Madrid protokol merupakan protokol yang memberikan peluang bagi perlindungan merek secara Internasional.18 Dengan pendafaran ini maka pemilik merek dapat melakukan pendaftaran secara simultan dibeberapa negara dengan hanya satu aplikasi, satu bahasa dan satu nilai mata uang. Indonesia sampai saat ini belum meratifikasi Madrid Protokol. Perjanjian ini diawali dari Konvensi Paris yang telah ditanda tangani pada Tahun 1983 yang merupakan tonggak pendaftaran secara Internasional. Upaya ini dilanjutkan pada Tahun 1981 dengan adanya Madrid agreement. Setelah Madrid Agreement dilanjutkan oleh WIPO dengan membentuk Vienna Trademark registration Treaty tahun 1973 dan kemudian diperluas menjadi Madrid Protokol yang telah mengalami beberapa kali perubahan sampai pada tahun 2006.

2. Perlindungan Merek di Indonesia a. Pengertian Merek

Definisi merek Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis adalah

“tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

18 Protocol Relating To The Madrid Agreement Conserning the International Registration of Marks <www.wipo.int/treaties/en/registration/madrid>, (23/03/2012)

(17)

Sedangkan definisi merek Menurut para ahli, yaitu:

a. H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., memberikan rumusan bahwa:

“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.19

b. R. Soekardono memberikan rumusan bahwa:

“Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain”.20

c. Rahmi Jened memberikan rumusan bahwa:

“Merek ialah tanda untuk mengindentifikasikan asal barang dan jasa (an indication of origin) dari suatu perusahaan dengan barang dan/atau jasa perusahaan lain. merek merupakan ujung tombak perdagangan barang dan jasa. Melalui merek, pengusaha dapat menjaga dan memberikan jaminan akan kualitas (a guarantee of quality) barang dan/ atau jasa yang dihasilkan dan mencegah tindakan persaingan (konkurensi) yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beriktikad buruk yang bermaksud

membonceng reputasinya.”21

d. Thomas Mc Carthy memberikan rumusan bahwa:22

19 H.M.N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1984, hlm. 82

20 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8, Jakarta: Dian Rakyat, 1983, hlm. 149

21 Rahmi Jened, Hukum merek, Op Cit, hlm. 3

22 Thomas Mc Carthy, Trademark and Unfair Competition, dikutip dari Michael B. Weitman, “Fair Use in Trademark in the Post-KP Permanent World: How Incorporating Principles from Copyright Law Will Lead to Less Confusion in Trademark Law”, Brooklyn Law Review, Volume 71, Issue 4, hlm. 1669

(18)

“A rademark is a designation that identifies and distinguishes a seller’s goods from those of its competitors. By attaching a trademark to its goods, a seller alerts the public that goods bearing this trademark come from that seller and are of a certain quality.”

e. Definisi merek Berdasarkan Undang-Undang merek Amerika Serikat (Lanham Act) adalah:23

“any word, name, symbol, or device, or any combination thereof—(1) used by a person, or (2) which a person has a bona fide intention to use in commerce . . . to identify and distinguish his or her goods, including a unique product, from those manufactured or sold by others and to indicate the source of the goods, even if that source is unknown.”

b. Fungsi merek

Pada tahap awal, penggunaan merek dagang adalah pemberian branding kepada hewan ternak khususnya sapi, branding tersebut dimaksudkan untuk membedakan kepemilikan satu sapi milik individu yang satu dari sapi yang lainnya dengan cara memberi tanda pada sapi dengan warna tertentu atau tanda-tanda atau dengan memotong telinga ternak dalam bentuk tertentu. Praktik ini digambarkan di Batu awal Gambar gua zaman dan di lukisan dinding dan para sarjana menyebut tanda tersebut sebagai hak milik atau tanda kepemilikan. Dari sejarah inilah istilah "branding" berasal.

Pada abad pertengahan penggunaan tanda untuk mengidentifikasi sumber dan asal mengalami perkembangan, dikarenakan perkembangan perdagangan dan pengenalan tanda guild. peraturan mengharuskan setiap kelompok serikat untuk membubuhkan tanda tertentu pada semua contoh tertentu produk. Tujuan praktik ini adalah untuk mengidentifikasi sumber dan asal barang sehingga

(19)

memungkinkan untuk mendeteksi dan meminta pertanggung jawaban kepada

produsen yang membubuhkan tanda tersebut.24

Umumnya, produsen akan menggunakan suatu tanda yang unik sehingga konsumen mengetahui bahwa tanda itu memberikan informasi bahwa produk tersebut bersumber dan berasal dari produsen tersebut. Sebagai ilustrasi, Produsen sepatu Moonlight memproduksi sepatu yang ditempelkan tanda berupa bulan sabit, yang menunjukkan bahwa sepatu tersebut diproduksi olehnya. Masyarakat ketika melihat produk sepatu dengan tanda bulan sabit berwarna emas akan berpikir bahwa produk tersebut merupakan produk dari Produsen sepatu Moonlight. Hal ini akan membingungkan masyarakat ketika ada produsen sepatu lain yang memakai tanda bulan sabit berwarna emas tetapi ternyata tanda tersebut bukan berasal dari produsen sepatu Moonlight melainkan produsen sepatu HALFMOON. Untuk mencegah kebingungan masyarakat maka perlu kepastian hukum yang menjamin hanya pihak yang berhak atas tanda tertentu tersebut yang dapat menggunakan dan mencegah pihak lain untuk memakai tanda tertentu tersebut

Menurut P.D.D.Dermawan sebagaimana dikutip oleh H. OK. Saidin, fungsi merek itu ada tiga yaitu: 25

a) Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional;

b) Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi;

c) Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor produk tersebut.”

Secara tradisional merek bertujuan untuk memungkinkan konsumen membedakan satu produsen dari produsen lainnya, memungkinkan konsumen mampu membuat pilihan pembelian berdasarkan pengalaman sebelumnya. Di

24 Mohammad Amin Naser, "Reexamining The Functions Of Trademark Law, Chicago-Kent Journal Of Intellectual Property, Volume 8, Issue 1, Hlm. 100.

(20)

samping itu, merek menyediakan insentif bagi perusahaan untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang berkualitas dan juga untuk melindungi investasi

perusahaan dalam rangka membangun reputasi.26

Seiring berkembangnya zaman, saat ini merek mempunyai fungsi penting lainnya. Fungsi dari merek berkembang menjadi suatu sarana periklanan. Merek mempunyai suatu nilai ekonomis dan nilai ekonomis tersebut harus dilindungi oleh hukum sehingga para pihak tidak dapat menggunakan atau memanfaatkan merek tersebut tanpa seizin pemiliknya.27 Dasar pemikiran tersebut berasal dari pendapat Frank I. Schecter yang menyatakan bahwa nilai dari sebuah merek modern bukanlah terletak pada fungsinya sebagai indikator sumber dari suatu produk barang dan/ atau jasa tetapi terletak pada selling power merek tersebut.28

c. Tujuan Perlindungan Merek

Perlindungan hukum terhadap merek awalnya hanya melindungi sebuah merek sebagai tanda untuk mengidentifikasi sumber dan asal suatu produk. Seiiring berjalannya waktu, perlindungan hukum terhadap merek juga bertujuan untuk melindungi reputasi perdagangan yang dimiliki oleh pemilik merek yang telah menciptakan asosiasi dari sebuah produk barang dan/atau jasa dengan mereknya. Ketika seseorang selain pemilik merek menggunakan mereknya tanpa seizin pemilik merek yang sah, maka pemilik merek berhak mengajukan gugatan terhadap pengguna merek tersebut dikarenakan penggunaan merek tersebut dapat mengakibatkan kebingungan bagi konsumen. Hal ini sejalan dengan tujuan utama dari perlindungan merek yaitu untuk menciptakan persaingan yang lebih kompetitif.29

Menurut Suyud Margono, perlindungan hukum terhadap merek pada dasarnya merupakan bagian dari perlindungan hukum terhadap persaingan curang yang merupakan perbuatan melanggar hukum di bidang perdagangan. Secara

26 Rahmi Jened, hukum merek, Op Cit, hlm. 312 27 Uche U. Ewelukwa, Op Cit, hlm. 102

28 Frank I. Schecter, “The Rational Basis of Trademark Protection”, Harvard Law

Review, Volume 40, 1927, Hlm. 818-19

29 Stacey Dogan, “Bullying and Opportunism in Trademark and Right of Publicity Law”,

(21)

menyeluruh, kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi oleh hukum merek adalah:30

1. Kepentingan pemilik merek

Perlindungan hak eksklusif merek akan memberikan manfaat bagi pemilik merek dengan cara melindungi segala investasi yang telah dikeluarkan oleh produsen dalam mengembangkan goodwill dari sebuah merek. Melindungi goodwill dari sebuah merek akan memberikan dorongan bagi pemilik merek untuk berinvestasi dalam mengasosiasikan sebuah merek dengan reputasi dan identitas terhadap kehadiran sebuah merek di pasaran. Nilai sebuah merek bergantung kepada kemampuan pemilik merek dalam menjaga kualitas produk-produk secara konsisten dan memancarkan sinyal kepercayaan kepada konsumen terhadap produk-produknya.

Melindungi Goodwill dari sebuah merek juga ikut menunjang terciptanya kompetisi yang sehat di antara produk-produk yang beredar di pasaran. Seorang pelaku usaha baru yang mencoba memasuki pasar produk barang dan/atau jasa harus menciptakan suatu brand yang dikenal oleh masyarakat. Pelaku usaha baru tersebut dapat menginformasikan kepada konsumen mengenai produknya untuk bersaing dengan pelaku usaha lama untuk memenuhi permintaan konsumen. Informasi tersebut dapat disampaikan dan diingat oleh konsumen dengan menggunakan suatu tanda yang mempunyai daya pembeda yaitu merek. Singkat kata, ketika sebuah merek mendapat jaminan perlindungan hukum maka goodwill dan juga kompetisi akan ikut terlindungi.

2. Kepentingan para produsen

Perlindungan hukum terhadap merek menjamin para produsen untuk bebas memasarkan barang-barangnya dengan memakai tanda-tanda umum yang dapat dipakai oleh siapa saja, dan yang seharusnya tidak boleh dimonopoli oleh

30 Risa Amrikasari, Hukumnya menggunakan brand ternama dalam produk olahan

sendiri, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt57d16932b9230/hukumnya-menggunakan-brand-ternama-dalam-produk-olahan-sendiri diakses pada tanggal 30-03-2017 pukul 10.00 WIB

(22)

siapapun sehingga tidak merugikan kebebasan mereka untuk menjual barang-barangnya dalam persaingan yang jujur dan sah.

3. Kepentingan para konsumen

Perlindungan hukum terhadap merek menjamin para konsumen untuk dilindungi terhadap praktik-praktik yang cenderung hendak menciptakan kesan-kesan yang dapat menyesatkan dan menipu atau membingungkan mereka. Hal ini dilatarbelakangi bahwa konsumen mendasarkan kualitas dan karakteristik dari suatu produk melalui suatu merek dan oleh karenanya turut menciptakan persaingan usaha yang sehat.

4. Kepentingan umum

Perlindungan hukum terhadap merek bertujuan untuk memajukan perdagangan yang jujur di pasar-pasar, serta untuk mencegah timbulnya praktik-praktik yang tidak jujur dan pula bertentangan dengan norma-norma kepatutan dalam perdagangan.

d. Pendaftaran merek

Pendaftaran merek di Indonesia menganut sistem konstitutif. Dalam sistem konstitutif, hak atas merek baru akan timbul ketika merek telah didaftarkan. Dalam sistem ini pendaftaran adalah suatu keharusan.31 Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu: “Hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut terdaftar”.

Menurut para ahli sistem konstitutif lebih memberikan kepastian hukum dibandingkan sistem deklaratif.32 Emmy Pangaribuan dalam hal ini berpendapat bahwa sistem konstitutif lebih memberi kepastian hukum mengenai hak atas merek kepada seseorang yang telah mendaftarkan mereknya itu. Sudargo

31 H. OK. Saidin, op cit, ,hlm. 474

32 Sistem ini tidak mewajibkan adanya suatu pendaftaran merek untuk mendapatkan suatu hak atas merek.

(23)

Gautama juga sependapat dengan Emmy Pangaribuan bahwa sistem konstitutif

lebih memberikan kepastian hukum.33

Syarat dan Tata Cara Permohonan Pendaftaran Merek diatur di dalam Pasal 4 UU Merek yaitu:

(1) Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri secara elektronik atau non-elektronik dalam bahasa Indonesia.

(2) Dalam Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan:

a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alarnat Pemohon;

c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

d. warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna;

e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan

f. kelas barang darn/ atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/ atau jenis jasa.

(3) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.

(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pacta ayat (1) dilampiri dengan label Merek dan bukti pembayaran biaya.

(5) Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas barang dan/ atau jasa.

(6) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa bentuk 3 (tiga) dirnensi, label Merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari Merek tersebut.

(7) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa suara, label Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara.

33 H. OK. Saidin, op cit, ,hlm. 475

(24)

(8) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan pendaftarannya

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Adapun Syarat Permohonan Pendaftaran Merek diatur lebih rinci dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (selanjutnya disebut Permenkumham Pendaftaran Merek), yaitu:

"(1) Permohonan diajukan dengan mengisi formulir rangkap 2 (dua) dalam bahasa Indonesia oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa; d. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal

Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; e. label Merek;

f. warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna; dan

g. kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.

(3) Dalam mengajukan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan dokumen:

a. bukti pembayaran biaya Permohonan;

b. label Merek sebanyak 3 (tiga) lembar, dengan ukuran paling kecil 2 x 2 cm (dua kali dua sentimeter) dan paling besar 9 x 9 cm (sembilan kali sembilan sentimeter);

(25)

d. surat kuasa, jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

e. bukti prioritas, jika menggunakan Hak Prioritas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

(4) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, label Merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari Merek tersebut yang berupa visual dan deskripsi klaim pelindungan. (5) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e berupa suara,

label Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara.

(6) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e berupa suara yang tidak dapat ditampilkan dalam bentuk notasi, label Merek yang dilampirkan dalam bentuk sonogram.

(7) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e berupa hologram, label Merek yang dilampirkan berupa tampilan visual dari berbagai sisi.

(8) Format formulir Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal."

Setelah semua syarat terpenuhi, maka Permohonan merek tersebut akan diumumkan, mekanisme pengumuman tersebut diatur dalam Pasal 4 Permenkumham Pendaftaran Merek, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

"(1) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sampai dengan ayat (3) huruf a dan huruf b diberikan Tanggal Penerimaan.

(2) Menteri mengumumkan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Berita Resmi Merek.

(3) Pengumuman Permohonan dalam Berita Resmi Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung selama 2 (dua) bulan."

Terhadap pengumuman merek tersebut, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri atas Permohonan Merek tersebut. Mekanismen

(26)

pengajuan keberatan tersebut diatur dalam Pasal 5 Permenkumham Pendaftaran Merek, yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri atas Permohonan yang bersangkutan.

(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

(3) Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan secara tertulis kepada Menteri. (4) Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dalam waktu paling

lama 2 (dua) bulan terhitung sejak Tanggal Pengiriman salinan keberatan yang disampaikan oleh Menteri.

Dalam pendaftaran merek, perlu diperhatikan mengenai kelas barang atau jasa. Setiap permohonan merek memuat kelas barang dan/atau jasa. Permohonan pendaftaran merek dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kelas barang dan/atau jasa dalam satu Permohonan. Kesalahan dalam pengisian kelas dan jenis barang yang tidak sesuai dengan klasifikasi barang dan/atau jasa mengakibatkan Menteri dapat mencoret jenis barang dan/atau jasa dalam formulis yang dimohonkan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 15 Permenkumham Pendaftaran Merek, yang isi Pasalnya sebagai berikut:

"(1) Dalam hal pengisian kelas dan jenis barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan klasifikasi barang dan/atau jasa, Menteri dapat mencoret jenis barang dan/atau jasa dalam formulir yang dimohonkan.

(2) Dalam hal terjadi kesalahan penulisan kelas barang dan/atau jasa, Menteri melakukan pembetulan penulisan kelas barang dan/atau jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(27)

(3) Pencoretan dan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan.

(4) Terhadap jenis barang dan/atau jasa yang telah dicoret, Pemohon dapat mengajukan Permohonan baru."

e. Merek Yang Tidak Dapat Didaftar

Sebuah merek agar dapat didaftarkan maka harus memenuhi syarat-syarat agar merek tersebut dapat didaftarkan. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur syarat-syarat apa saja yang menyebabkan merek tidak dapat didaftar yaitu:

a. bertentangan dengan ideologi negara,peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

e. tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

f. merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum

Penjelasan mengenai syarat-syarat di atas akan dibahas sebagai berikut:

1) Bertentangan dengan ideologi Negara, peraturan

perundang-undangan,moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum

Merek tidak dapat didaftarkan jika bertentangan undang-undang yang berlaku, contohnya, merek bergambar Daun Canibus atau Ganja karena menyangkut materi yang dilarang dalam UU No. 5/1997 tentang Psikotropika.

(28)

Merek yang berupa atribut Komunis atau NAZI karena menyangkut materi yang dilarang dalam UU No. 25/1966 tentang larangan partai Komunis Indonesia (PKI) dan Organisasi Massanya.

Merek juga tidak dapat didaftarkan jika bertentangan dengan moralitas agama, contoh merek yang menyerupai nama Allah atau Rasulnya. Merek juga tidak dapat didaftarkan jika bertentangan dengan kesusilaan, contohnya adalah merek yang berisi kata-kata porno atau tidak sopan. Merek yang bertentangan dengan ketertiban umum, contohnya gambar yang bersifat serangan yang tidak beralasan (gratuitous offensive) hal-hal yang bersifat rasial (racist).

Alasan tidak dapat didaftarkannya merek tersebut menyangkut public policy suatu negara yang penerapannya melihat norma dan nilai-nilai moral yang diterima masyarakat setempat. Namun kesulitannya jika terjadi perbedaan norma dan nilai moral tersebut, sehingga mungkin saja suatu tanda dapat didaftarkan di satu Negara, tetapi ditolak pendaftarannya di Negara lain, seperti di Indonesia pernah terjadi penolakan untuk pendaftaran merek Lasso dari Perancis berdasarkan keberatan yang diajukan kelompok masyarakat dari Indonesia Timur karena kata tersebut mengandung pengertian negatif.34

2) Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya

Tidak pula dapat didaftarkan sebagai merek, jika merek tersebut Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Adapun penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa merek tersebut berkaitan atau hanya menyebutkan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, contohnya merek Kopi atau gambar kopi untuk produk kopi. Contoh lainnya misalnya “kecap” untuk barang kecap, merek “sabun” untuk sabun dan sebagainya.35

34 Rahmi Jened, Hukum merek, Op Cit, hlm. 100 35 Sudargo Gautama, Op Cit, hlm. 38

(29)

3) Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

Penjelasan Pasal 20 Huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan yang dimaksud dengan "memuat unsur yang dapat menyesatkan" misalnya merek "Kecap No. 1" tidak dapat didaftarkan karena menyesatkan masyarakat terkait dengan kualitas barang, merek "netto 100 gram" tidak dapat didaftarkan karena menyesatkan masyarakat terkait dengan ukuran barang.

4) memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

Penjelasan Pasal 20 Huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan Yang dimaksud dengan "memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi" adalah mencantumkan keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, khasiat, dan/atau risiko dari produk dimaksud. Contohnya: obat yang dapat menyembuhkan seribu satu penyakit, rokok yang aman bagi kesehatan.

5) Merek Tidak Memiliki Daya pembeda

Syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembeda yang cukup.36 Alasan dipersyaratkan daya pembeda dalam merek adalah definisi hukum untuk membedakan barang dan/atau jasa dari perusahaan satu terhadap barang dan/ atau jasa dari perusahaan lainnya. Jadi tujuan merek adalah untuk membedakan barang dan/atau jasa dari perusahaan satu terhadap barang dan/atau jasa dari perusahaan lainnya.37 Oleh karenanya setiap

36 H. OK. Saidin, Op Cit, hlm. 460

(30)

merek harus mempunyai daya pembeda antara satu merek dengan merek yang lainnya sehingga konsumen tidak mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi barang dan atau jasa.38

Tanda dengan daya pembeda untuk dapat dilindungi sebagai merek secara teoretis dapat dikategorikan:39

a) Inherently distinctives: eligible for immediate protection upon use. (tanda yang secara inheren memiliki daya pembeda, segera mendapat perlindungan melalui penggunaan). Tanda yang secara inheren memiliki daya pembeda (inherently distinctives) sangat bagus didaftarkan sebagai merek, karena setiap konsumen pada umumnya memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanda tersebut. Konsumen mengerti fungsi merek untuk pembeda, sehingga ini menyangkut reaksi langsung dari konsumen terhadap tanda tersebut. b) Capable of becoming distinctive: eligible for protection only after

development of consumer association (secondary meaning). (Tanda yang memiliki kemampuan untuk menjadi pembeda, dapat dilindungi hanya setelah pengembangan asosiasi konsumen yang disebut pengertian kedua). c) Incapable of becoming distinctive: not eligible for trademark protection

regardless of length of use. (tanda yang tidak memiliki kemampuan untuk membedakan tidak dapat dilindungi sebagai merek meskipun dalam waktu yang panjang telah digunakan). Artinya harus selamanya ditolak pendaftarannya sebagai merek dan tidak akan pernah menikmati perlindungan hukum sebagai merek.

Berkaitan dengan daya pembeda suatu merek, Sudargo Gautama mengemukakan bahwa:

“Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: Bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube dan botol.

38 Barton Beebe, “Search And Persuasion In Trademark Law”,Michigan Law Review Volume 103, hlm. 2028-2029

(31)

Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembeda untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.”40

Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda atau yang dianggap kurang kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek. Sebagai contoh misalnya dapat diberitahukan disini; lukisan suatu sepeda untuk barang-barang sepeda atau kata-kata yang menunjukkan suatu sifat barang-barang, seperti misalnya “istimewa”, “super”, “sempurna”. Semua ini menunjukkan pada kualitas sesuatu barang. Nama barang itu sendiri juga tidak dapat dipakai sebagai merek, misalnya “kecap” untuk barang kecap, merek “sabun” untuk sabun dan sebagainya. Contoh lainnya perkataan “super”, perkataan tersebut menunjukkan suatu kualitas atau mempropagandakan kualitas barangnya maka tidak

mempunyai cukup daya pembedaan untuk diterima sebagai merek.41

Alasan yang melatarbelakangi bahwa suatu merek harus memiliki daya pembeda adalah pendaftaran merek berkaitan dengan pemberian hak eksklusif atas nama atau simbol (atau dalam bentuk lain), para pejabat hukum di seluruh dunia enggan memberikan hak eksklusif atas suatu merek kepada pelaku usaha. Keengganan ini disebabkan karena pemberian hak eksklusif tadi akan menghalangi orang lain untuk menggunakan merek tersebut. Oleh karena itu, sebuah merek harus mengandung daya pembeda yang dapat membedakan barang atau jasa dari pelaku usaha tersebut dengan barang atau jasa pelaku usaha lain yang sejenis.42

Macam-macam merek berdasarkan daya pembedanya, dibagi menjadi:43

1. Generic marks

Kata-kata umum yang berasosiasi dengan suatu produk atau jasa tidak akan pernah bisa dilindungi sebagai merek, karena hal ini akan menyebabkan kecurangan bagi para competitor. Sebagai contoh, mengizinkan suatu perusahaan

40 Sudargo Gautama, Op Cit, hlm. 34 41 Sudargo Gautama, Op Cit, hlm. 38 42 Tim Lindsey, (ed.), Op Cit, hlm. 136.

43 Ann Bartow, "Likelihood Of Confusion", San Diego Law Review, Vol. 41: 1, 2004, Hlm. 18-23.

(32)

memonopoli kata “ice cream” ketika produk tersebut adalah ice cream akan menyebabkan monopoli merek ice cream yang mencegah kompetitor lain untuk menggunakan merek ice cream yang secara harafiah memang berarti ice cream.

2. Descriptive Marks

Merek yang mendeskripsikan suatu produk barang dan/atau jasa. Membutuhkan secondary meaning

3. Suggestive Marks

Merek yang lebih mensugestikan daripada menjelaskan suatu atribut barang dan/atau jasa. Tidak membutuhkan secondary meaning.

4. Arbitrary dan Fanciful Marks

Merek Arbitrary selalu didefinisikan sebagai merek yang

mengadaptasikan kata umum kepada barang dan/atau jasa yang tidak ada kaitan sama sekali dengan kata umum tersebut. Sebagai contoh kata otomobil untuk produk tissue, atau produk lainnya yang tidak ada kaitannya dengan otomotif. Sedangkan Fanciful Marks adalah merek yang sama sekali tidak mempunyai arti lain selain daripada arti sebagai merek. Contohnya adalah merek KODAK yang merupakan sebuah merek KAMERA, XEROX yang merupakan merek mesin fotokopi.

6) Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum

Tanda yang telah menjadi milik umum tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Contoh, merek berupa tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya, tanda produk daur ulang, tanda produk fragile (mudah pecah), tanda lalu lintas (Traffic Light), tanda farmasi

Tanda-tanda tersebut merupakan tanda milik umum yang terdiri dari tanda atau indikasi yang menujukkan kelaziman atau kebiasaan terkait dengan Bahasa yang dikenali secara nasional atau internasional digunakan dalam praktik

(33)

perdagangan yang jujur. Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik umum (public domain). Merek yang menggunakan tanda semacam ini harus tidak dapat diterima pendaftarannya, meskipun telah dicoba untuk dibangun secondary meaning. Hal ini mengingat tidak adil untuk memberikan monopoli sesuatu yang menjadi milik umum (public domain) karena menyangkut hak masyarakat yang lebih luas.44

f. Alasan Ditolaknya Pendafataran merek

Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memuat ketentuan mengenai penolakan pendafataran merek yaitu permohonan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; c. merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak

sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau d. Indikasi Geografis terdaftar

Selain hal-hal tersebut di atas, permohonan juga ditolak jika merek tersebut melanggar ketentuan Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 yaitu:

a. merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau

(34)

c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik

g. Jangka Waktu Perlindungan dan Perpanjangan Merek Terdaftar

Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan. Jangka waktu pelindungan tersebut dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Permohonan perpanjangan tersebut diajukan secara elektronik atau non-elektronik dalam bahasa Indonesia oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu pelindungan bagi Merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya. Permohonan perpanjangan tersebut masih dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu pelindungan Merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya dan denda sebesar biaya perpanjangan.45

Permohonan perpanjangan disetujui jika melampirkan surat pernyataan tentang: a. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana dicantumkan dalam sertifikat Merek tersebut; dan b. barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan/atau diperdagangkan.46

Permohonan perpanjangan ditolak jika tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36. Penolakan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan permohonan banding kepada Komisi Banding Merek. Ketentuan

45 Pasal 35 UU Merek 46 Pasal 36 UU Merek

(35)

mengenai permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan pasal 30 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penolakan permohonan perpanjangan.47

h. Pengalihan Hak dan Lisensi Merek

Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena: a. pewarisan;

b. wasiat; c. wakaf; d. hibah;

e. perjanjian; atau

f. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.

Pengalihan Hak atas Merek terdaftar oleh Pemilik Merek yang memiliki lebih dari satu Merek terdaftar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis hanya dapat dilakukan jika semua Merek terdaftar tersebut dialihkan kepada pihak yang sama. Pengalihan Hak atas Merek terdaftar tersebut dimohonkan pencatatannya kepada Menteri. Permohonan pengalihan tersebut disertai dengan dokumen pendukungnya. Pengalihan Hak atas Merek terdaftar yang telah dicatat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Perlu diperhatikan bahwa Pengalihan Hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Pencatatan pengalihan Hak atas Merek tersebut dikenai biaya. Pengalihan Hak atas merek tersebut dapat dilakukan pada saat proses Permohonan pendaftaran merek.48

Pengertian Lisensi berdasarkan Pasal 1 angka 18 UU Merek adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan Merek terdaftar.

47 Pasal 37 UU Merek 48 Pasal 41 UU Merek

(36)

Pemilik merek terdaftar dapat memberikan Lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan Merek tersebut baik sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa. Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain. Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya kepada Menteri dengan dikenai biaya.Perjanjian Lisensi tersebut dicatat oleh Menteri dan diumumkan dalam Berita Resmi. Harap diperhatikan bahwa Pedanjian Lisensi yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan

bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi.49

Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) UU Merek tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali diperjanjikan lain.50

Penggunaan Merek terdaftar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh penerima Lisensi dianggap sama dengan penggunaan Merek tersebut di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh pemilik Merek.51

i. Merek Kolektif

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Merek, Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk

membedakan dengan barang dan/ atau jasa sejenis lainnya.

Pasal 46 mengatur mengenai pendaftaran merek kolektif yaitu (1) Permohonan pendaftaran Merek sebagai Merek Kolektif hanya dapat diterima jika dalam Permohonan dengan jelas dinyatakan bahwa Merek tersebut akan

49 Pasal 42 UU Merek 50 Pasal 43 UU Merek 51 Pasal 44 UU Merek

(37)

digunakan sebagai Merek Kolektif. (2) Selain penegasan mengenai penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Permohonan wajib disertai dengan salinan ketentuan penggunaan Merek tersebut sebagai Merek Kolektif. (3) Ketentuan penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat pengaturan mengenai:

a. sifat, ciri umum, atau mutu barang dan/atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan;

b. pengawasan atas penggunaan Merek Kolektif; dan

c. sanksi atas pelanggaran ketentuan penggunaan Merek Kolektif.

Untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pemerintah dapat mendaftarkan Merek Kolektif yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik.

Terhadap Permohonan pendaftaran Merek Kolektif dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 dan Pasal 46.52 Pemeriksaan substantif terhadap Permohonan Merek Kolektif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 dan Pasal24.53

Pengalihan hak Merek Kolektif terdaftar wajib dimohonkan pencatatannya

kepada Menteri dengan dikenai biaya.54 Pencatatan pengalihan hak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.55

j. Permohonan Pendaftaran Merek Internasional

Permohonan pendaftaran merek internasional diatur dalam Pasal 52 UU Merek yaitu:

(1) Permohonan pendaftaran Merek internasional dapat berupa:

a. Permohonan yang berasal dari Indonesia ditujukan ke biro internasional melalui Menteri; atau

b. Permohonan yang ditujukan ke Indonesia sebagai salah satu negara tujuan yang diterima oleh Menteri dari biro internasional

52 Pasal 47 UU Merek 53 Pasal 48 UU Merek 54 Pasal 49 ayat (1) UU Merek 55 Pasal 49 ayat (2) UU Merek

(38)

(2) Permohonan pendaftaran Merek internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat dimohonkan oleh:

a. Pemohon yang memiliki kewarganegaraan Indonesia;

b. Pemohon yang memiliki domisili atau tempat kedudukan hukum di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau

c. Pemohon yang memiliki kegiatan usaha industri atau komersial yang nyata di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mengajukan Permohonan atau memiliki pendaftaran Merek di Indonesia sebagai dasar Permohonan pendaftaran Merek internasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Merek internasional berdasarkan Protocol Relating to the Madrid Agreement Conceming the International Registration of Marks diatur dengan Peraturan Pemerintah.

k. Merek Terkenal

Tidak ada definisi merek terkenal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek dan Indikasi Geografis, namun dalam penjelasan Pasal 21 Ayat (1) Huruf b terdapat kriteria merek terkenal yaitu:

“Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek dimaksud di beberapa negara. Jika hal tersebut belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan.”

(39)

1) The countries of the Union undertake, ex officio if their legislation so permits, or at the request of an interested party, to refuse or to cancel the registration, and to prohibit the use, of a trademark which constitutes a reproduction, an imitation, or a translation, liable to create confusion, of a mark considered by the competent authority of the country of registration or use to be well known in that country as being already the mark of a person entitled to the benefits of this Convention and used for identical or similar goods. These provisions shall also apply when the essential part of the mark constitutes a reproduction of any such well-known mark or an imitation liable to create confusion therewith.

2) A period of at least five years from the date of registration shall be allowed for requesting the cancellation of such a mark. The countries of the Union may provide for a period within which the prohibition of use must be requested.

3) No time limit shall be fixed for requesting the cancellation or the prohibition of the use of marks registered or used in bad faith.

Artikel 6 bis Konvensi Paris menetapkan bahwa Negara anggota Konvensi Paris harus mengambil tindakan secara ex-officio jika diizinkan oleh peraturan perundang-undangan atau atas dasar permintaan suatu pihak yang berkepentingan untuk menolak atau membatalkan pendaftaran dan untuk melarang penggunaan merek yang mengakibatkan kebingungan. Aturan ini juga berlaku manakala bagian esensial dari merek menimbulkan suatu reproduksi dari setiap merek yang dikenal atau suatu tiruan yang menyebabkan kebingungan.56

Dalam periode paling sedikit lima tahun sejak tanggal pendaftarannya harus dimungkinkan untuk pembatalan merek tersebut di atas Negara anggota konvensi dapat menyediakan suatu periode di mana larangan penggunaan dapat dimintakan mengenai merek terkenal diberlakukan terhadap barang atau jasa yang tidak sama dengan barang yang mereknya didaftar, dengan ketentuan bahwa penggunaan merek dagang ada kaitannya dengan barang atau jasa sehingga

(40)

menunjukkan adanya hubungan antara barang dan jasa tersebut serta merek dagangnya terdaftar dengan ketentuan bahwa kepentingan pemilik terdaftar terganggu oleh penggunaan itu. Dalam menetapkan apakah suatu merek well-known, harus diperhitungkan pengetahuan akan merek terkenal di sekitar publik tertentu termasuk pengetahuan di Negara anggota sebagai akibat promosi merek dagang tersebut.57

Merek terkenal mengandung makna “terkenal” menurut pengetahuan umum masyarakat. Merek terkenal yaitu merek yang dikenal luas oleh sektor-sektor relevan di dalam masyarakat. Promosi merupakan sarana paling efektif untuk membangun reputasi (image). Reputasi tidak harus diperoleh melalui pendaftaran, melainkan dapat diperoleh melalui actual use in placing goods or service into the market (penggunaan secara aktual dengan cara meletakkan barang dan jasa di pasar).58

World Intellectual Property Organization (WIPO) saat ini sedang memprakarsai persetujuan baru di bidang merek yang dirancang bagi perlindungan merek terkenal yang di dalamnya terdapat norma baru:59

a. Upaya memperjelas pengertian relevant sector of the public dengan unsur penentu.

b. Hanya sebatas pada konsumen potensial

c. Jaringan distribusi dan lingkungan bisnis yang biasa dengan merek terkenal pada umumnya.

d. Upaya penentuan elemen merek terkenal meliputi: 1. Jangka waktu, lingkup dan wilayah penggunaan merek. 2. Pasar.

3. Tingkat daya pembeda. 4. Kualtias harus baik (image).

57 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Bandung: Alumni, hlm. 74.

58 Rahmi Jened, Hukum merek (Trademark Law) Dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, hlm. 242

59 Tetsuo Katsube, “Protection of Wellknown/Famous Trademark”, pada Rahmi Jened, Hukum merek, Op Cit, hlm. 242-243

(41)

5. Luas sebaran pendaftaran di dunia, sifat ekslusifitas pendaftaran yang dimiliki.

6. Luas sebaran penggunaan di dunia. 7. Sifat eksklusifitas penggunaan di dunia. 8. Nilai perdagangan merek tersebut di dunia. 9. Rekor perlindungan yang berhasil diraih.

10. Hasil litigasi dalam penentuan terkenal atau tidaknya merek tersebut. 11. Intensitas pendaftaran merek lain yang mirip dengan merek yang

bersangkutan.

Merek terkenal mengandung makna “terkenal” menurut pengetahuan umum masyarakat. Merek terkenal yaitu merek yang dikenal luas oleh sektor-sektor relevan di dalam masyarakat. Promosi merupakan sarana paling efektif untuk membangun reputasi (image). Reputasi tidak harus diperoleh melalui pendaftaran, melainkan dapat diperoleh melalui actual use in placing goods or service into the market (penggunaan secara aktual dengan cara meletakkan barang dan jasa di pasar).60

merek terkenal yang merupakan merek yang sangat penting bagi pemasaran yang diedarkan di luar negeri juga oleh orang-orang luar negeri untuk membeli barang-barang karena mempercayai merek-merek tertentu yang sudah dikenal. Menurut Sudargo, di dalam pasaran luar negeri, merek-merek seringkali adalah satu satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan goodwill dengan konsumen di luar negeri. Merek-merek ini adalah simbol dimana seorang pedagang memperluas pasarannya di luar negeri dan juga mempertahankan pasaran ini.61 Merek terkenal merupakan aspek yang penting dalam merek. Kepentingan ekonomi dari merek-merek terkenal diakui oleh WIPO. Definisi merek terkenal yang diambil oleh WIPO. Merek terkenal adalah merek yang sudah dikenal dalam periode yang cukup lama dan dianggap terkenal oleh pemegang otoritas yang berkompeten dari sebuah negara yang dimintakan perlindungan untuk merek tersebut.

60 Rahmi Jened, Hukum Merek… Op.Cit, hlm. 242

Referensi

Dokumen terkait

Direktorat Jenderal dibsebagaimana dimaksud dalam UU no 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang merek. melakukan

Bahwa alasan tersebut juga tidak dapat dibenarkan, karena pertimbangan hukum hukum Judex Facti yang kemudian dibenarkan oleh Judex Juris adalah bahwa pendaftaran merek

Perlindungan Aroma Sebagai Merek Dalam Hukum Merek Di Indonesia Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam

Kedua , penegakan hukum atas pendaftaran merek dengan itikad tidak dilakukan dengan model : (a) penolakan merek sejak proses pendaftaran jika terdapat persamaan

UU No.15 Tahun 2001?; (2)Bagaimanakah upaya hukum yang dapat ditempuh serta sanksi yang diberikan berkaitan dengan pelanggaran hak atas merek terkenal berdasarkan Paris

Penolakan pendaftaran tersebut, membuat pihak PT Acer Incorporate melakukan upaya hukum ke Komisi Banding Merek, meski hasil yang diperoleh akhirnya ditolak berdasarkan Putusan

Direktorat Jenderal dibsebagaimana dimaksud dalam UU no 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang merek. melakukan

Pemilik merek selain mempunyai hak melakukan gugatan ganti rugi, penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek, juga dapat melalui upaya hukum dengan cara