• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. tahun ini merupakan usia memasuki usia pensiun. Individu-individu yang akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. tahun ini merupakan usia memasuki usia pensiun. Individu-individu yang akan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pensiun merupakan kondisi di mana individu sudah tidak lagi bekerja pada lembaga tempat ia bekerja sebelumnya. Di Indonesia batasan usia pensiun yaitu 56 tahun untuk PNS umum sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1979. Sedangkan usia memasuki usia pensiun yaitu dari umur 51 hingga 55 tahun. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (2011) terdapat lebih dari sembilan ratus ribu PNS yang berusia diatas 51 tahun. Usia di atas 51 tahun ini merupakan usia memasuki usia pensiun. Individu-individu yang akan menghadapi pensiun ini mereka yang sudah bekerja sekurang-kurangnya selama 20 tahun. Pensiun merupakan suatu tahapan kehidupan yang pasti akan dihadapi oleh individu dalam rentang kehidupan dalam konteks dunia kerja. Teori life cycle menyebutkan terdapat tiga tahapan dalam siklus masa kerja yaitu early years (masa awal), middle years (masa pertengahan), dan retirement years (masa pensiun) (Boyes, 1984). Masa awal merupakan tahapan di mana individu mulai meniti karir pekerjaan, masa pertengahan merupakan masa yang mana seseorang sudah mulai mengalami kemapanan dalam karir, sedangkan retirement years merupakan masa ketika seseorang mulai masuk masa-masa pensiun.

Setiap transisi dari satu tahapan ke tahapan berikutnya akan mengalami suatu masa krisis. Sebagaimana dalam teori rentang kehidupan manusia (life span) bahwa setiap masa transisi dari satu tahapan perkembangan akan terdapat tugas

(2)

perkembangan yang menghadapkan individu pada krisis tertentu. Tidak terkecuali suatu tahapan dari middle years ke masa pensiun. Pada masa pertengahan, seseorang mempunyai kemapanan karir, mempunyai status, sumber keuangan yang jelas. Ketika akan menghadapi pensiun semua hal yang dimliki pada masa pertengahan akan mulai ditinggalkan. Bradford (1979) menyebutkan bahwa individu pada masa pensiun akan merasa kehilangan beberapa hal antara lain penerimaan, penghargaan, kekuasaan, pengaruh, rutinitas dan waktu. Kehilangan hal-hal yang penting ini dapat berdampak terhadap kesehatan mental bagi mereka yang tidak siap dalam menghadapi kenyataan yang ada.

Salah satu gangguan kesehatan mental yang sering dialami oleh individu yang akan menghadapi pensiun adalah kecemasan. Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran umum mengenai suatu peristiwa yang tidak jelas, tidak pasti terhadap perstiwa yang akan datang. Adanya perubahan dari masa kerja ke masa pensiun dan perasaan akan merasa kehilangan apa yang dimiliki semasa bekerja mungkin menjadi penyebab mengapa orang merasa cemas ketika akan menghadapi masa pensiun. Kecemasan pada tingkatan tertentu bisa dianggap wajar, namun ketika kecemasan tersebut sudah berlebihan maka dapat menjadi masalah. Masalah tersebut muncul pada saat seseorang mengalami terlalu banyak kecemasan, yaitu kecemasan yang tidak sesuai dengan situasinya. Kecemasan yang berlebihan dapat menyebabkan produktivitas kerja menjadi menurun, tingkat ketidakhadiran kerja meningkat, mudah marah dan lain-lain. Maka dari itu perlu dilakukan upaya-upaya antisipasi agar kecemasan yang mengarah pada menurunnya produktivitas kerja dan efek negatif lainnya dapat dikurangi.

(3)

PT.Perkebunan Nusantara (PTPN) III wilayah Medan merupakan salah satu organisasi perusahaan BUMN yang bergerak di bidang perkebunan. Berdasarkan data yang didapat dari Departemen Sumber Daya PTPN III, diketahui karyawan yang akan mengalami masa pensiun pada tiga tahun ke depan (2013-2015) berjumlah sekitar 518. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada beberapa karyawan yang akan mengalami masa pensiun menunjukkan bahwa mereka mengalami kekhawatiran terkait masa pensiun yang akan mereka hadapi. Salah satu kekhawatiran terkait masa pensiun adalah masalah keuangan. Pada masa pensiun pendapatan akan berkurang dibandingkan pada masa bekerja, sementara kebutuhan yang harus dipenuhi semakin meningkat. Selain itu yang menjadi alasan mereka merasa khawatir dengan masa pensiun adalah terkait dengan masalah mengisi waktu. Beberapa karyawan yang akan mengalami masa pensiun merasa khawatir terkait bagaimana mereka mengisi waktu ketika sudah pensiun. Perasaan yang sudah terbiasa bekerja dan kemudian akan mengalami banyak diam dan tidak bekerja merupakan suatu yang tidak diinginkan dan dikhawatirkan oleh karyawan yang akan menghadapi masa pensiun tersebut.

Kekhawatiran sebagaimana ditemukan pada studi awal di atas merupakan suatu hal yang sering terjadi pada individu yang akan menghadapi masa pensiun. Beberapa teori terkait dengan pensiun mencoba menjelaskan mengapa kecemasan terjadi pada individu yang akan memasuki usia pensiun. Menurut teori peran, pekerjaan merupakan peran yang fundamental dan suatu yang penting bagi identitas diri (Kim & Moen, 2001). Bagi individu yang akan pensiun cenderung mengalami perasaan bahwa mereka akan kehilangan peran yang penting, sehingga

(4)

perasaan ini dapat menjadi distress yang menyebabkan kecemasan. Sedangkan menurut perspektif teori kontinuitas menjelaskan bahwa individu yang akan menghadapi pensiun cenderung cemas dikarenakan individu mempertahankan gaya hidup, harga diri, dan nilai sebelumnya meskipun sudah tidak lagi berada pada kondisi sebelumnya (Kim & Moen, 2001).

Kedua teori di atas berpandangan bahwa pensiun dapat berdampak negatif pada individu yang akan mengalaminya. Namun tidak semua individu yang mengalami pensiun mengalami tekanan. Bagi individu-individu yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan atau dari kondisi bekerja ke kondisi pensiun, dapat menyikapi pensiun sebagai suatu hal yang lebih positif. Teori aktivitas (dalam Beehr, 1986) menjelaskan bahwa pensiun mempunyai dampak yang kecil terhadap kesehatan mental individu. Teori ini beranggapan bahwa pada masa pensiun, individu akan mempunyai lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas yang tidak sempat mereka lakukan pada saat mereka sibuk bekerja. Sehingga mereka dapat lebih merasa senang dengan menikmati hal-hal yang tidak sempat mereka lakukan pada saat sebelumnya.

Perbedaan perspektif teori dalam menjelaskan dampak pensiun terhadap keseahatan mental ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antara pensiun dan kecemasan. Hal ini sejalan dengan temuan berbagai penelitian terkait dampak pensiun terhadap individu yang menunjukkan hasil yang berbeda-beda (Kim & Moen, 2001). Menurut Beehr (1986) penelitian tentang dampak pensiun terhadap individu harus mempertimbangkan jenis pensiun dan faktor-faktor yang memediasi. Jenis

(5)

pensiun tertentu mungkin tidak menimbulkan kecemasan terlalu tinggi daripada jenis pensiun yang lainnya. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan Butterworth, Gill, Rodgers, Anstey Villamil, dan Melzer (2006) yang melakukan survey tentang keterkaitan pensiun dengan kesehatan mental menunjukkan terdapat tingkat kecemasan yang berbeda antara individu yang mengalami pensiun pada usia muda dan individu yang mengalami pensiun tepat waktu sesuai batasan umur pensiun.

Di PTPN III Medan jenis pensiun yang terjadi pada karyawan umumnya adalah jenis pensiun involuntary-complete-ontime. Keputusan pensiun bukan karena pilihan individu, tapi dikarenakan faktor diluar individu (involuntary). Faktor batasan umur merupakan faktor diluar kendali individu yang menyebabkan individu tersebut harus pensiun dari pekerjaan. Setelah pensiun individu tidak lagi mempunyai jam kerja atau fungsi jabatan pada organisasi (complete). Individu benar-benar tidak mempunyai aktivitas di tempat ia bekerja sebelumnya. Individu yang akan pensiun memasuki batasan umur pensiun (BUP). Berdasarkan PP No. 32 tahun 1979 batasan usia pensun untuk PNS umum adalah 56 tahun. Umur 56 merupakan usia dimana individu akan memasuki tahapan dewasa akhir. Usia ini merupakan usia yang memang sudah saatnya individu untuk berhenti bekerja (ontime).

Selain jenis pensiun, sumber pribadi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan individu yang akan mengalami pensiun. Setiap individu mempunyai kualitas pribadi yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi yang menekan. Individu-individu yang mempunyai perencanaan dan

(6)

persiapan dalam menghadapi situasi pensiun yang akan datang cenderung lebih bisa menghadapi keadaan. Berbagai program sering dibentuk dalam rangka menyiapkan individu ketika akan menghadapi pensiun. seperti program perencanaan keuangan (Hersey, Lawson, McArdle, & Hamagami, 2007), perencanaan kesehatan ataupun perencanaan hidup secara keseluruhan (Field, 2006). Program ini biasanya dirancang untuk mempersiapkan individu dalam rangka menghadapi pensiun dan mengurangi berbagai dampak psikologis yang terjadi pada individu yang akan menghadapi pensiun. Program-program persiapan ini beranggapan bahwa perencanaan pensiun dapat membantu individu menyesuaikan diri terhadap masa pensiun yang akan dihadapi. Menurut Siegel dan Rives (1980) perencanaan pensiun dianggap dapat mempengaruhi tingkat kecemasan yang ditimbulkan karena dengan anggapan bahwa perencanaan dapat membantu memperkirakan dan mengontrol kondisi pada saat pensiun. Dengan perasaan mampu mengontrol kondisi, inividu akan merasa lebih baik dalam menghadapi situasi. Selain itu, temuan Shouksmith (1983) menunjukkan bahwa pelatihan perencanaan pensiun dapat berpengaruh pada sikap terhadap pensiun. Sikap yang positif terhadap pensiun akan meningkatkan rasa penerimaan dan penyesuaian, sehingga perasaan cemas terhadap pensiun dapat berkurang.

Individu yang memasuki tahapan usia dewasa akhir, religiusitas merupakan kualitas diri yang cenderung meningkat. Selain masa transisi dari dunia kerja ke dunia pensiun, individu yang akan menghadapi pensiun juga dalam masa transisi menunju tahapan perkembangan dewasa akhir. Pada masa dewasa akhir individu akan menghadapi permasalahan-permasalahan seperti fisik mulai

(7)

menurun, kesehatan dan kematian. Pada masa dewasa akhir individu lebih cenederung religius daripada usia-usia sebelumnya. Karena pada usia ini individu sudah tidak lagi terlalu berambisi untuk mencapai kehidupan duniawi dan lebih menekankan pada persiapan kehidupan selanjutnya. Penelitian Lowis, Edwards, dan Burton (2009) menunjukkan bahwa agama menjadi salah satu bentuk coping yang digunakan individu yang pada masa dewasa akhir dan masa pensiun. Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan terkait pensiun, individu menggunakan penyesuaian-penyesuaian yang bersifat religius seperti menerima keadaan, bahwa hidup ada yang mengatur, dan ajaran-ajaran agama lainnya. Selain itu penelitian Doris, Mackenzie, Bailey, dan Mourey (2002), sejalan dengan asumsi ini yang menemukan bahwa intervensi berdasarkan spiritualitas efektif dalam mengurangi tingkat kecemasan pada individu usia lanjut. Dari sini, religiusitas dapat menjadi kualitas diri yang dapat berpengaruh pada seberapa besar dampak pensiun terhadap kecemasan.

Kecemasan merupakan salah satu bentuk gangguan emosi yang umum dialami oleh individu ketika menghadapi situasi yang menekan. Setiap individu mempunyai reaksi emosi yang berbeda dalam menyikapi suatu kondisi. Individu mempunyai karakteristik tertentu terkait emosi. Salah satu bentuk pengklasifikasian keperibadian berdasarkan jenis emosi adalah afek positif (PA) dan afek negatif (NA) (Khrone, 2003). PA dan NA adalah aspek-aspek dari kepribadian yang berkaitan dengan keadaan emosi individu.

PA dan NA dapat membedakan respon emosi individu dalam menghadapi situasi tertentu. Watson, Clark, dan Tellegan (1988) menjelaskan bahwa PA

(8)

mencerminkan kondisi emosi seseorang yang merasakan antusias, aktif dan waspada. Sedangkan NA adalah dimensi umum dari stress yang subyektif dan hal-hal yang tidak menyenangkan yang memasukkan variasi dari keadaan emosi yang aversif. PA yang tinggi adalah keadaan yang dicirikan dengan energi yang berlimpah, konsentrasi penuh, dan perasaan senang. PA yang rendah ditandai dengan kesediah dan kelesuan. NA yang tinggi adalah keadaan yang menggambarkan kemarahan, mood aversif, dan lain-lain, sebaliknya NA yang rendah menunjukkan keadaan tenang dan tentram. NA dan PA bukan merupakan satu konstruk yang berlawanan, tapi merupakan dua konstruk yang berbeda rendah dan PA rendah pada saat yang bersamaan.

Tingkat PA dan NA yang dimiliki individu dapat membedakan tingkat kecemasan individu dalam menghadapi situasi yang menekan. Karena kedua konstruk ini membedakan bentuk respon emosi yang diberikan individu terhadap situasi. Clark, Watson, dan Mineka (1994) menjelaskan bahwa temperamen yang diwakili oleh konstruk PA dan NA dapat menjadi prediktor kecemasan dan gangguan psikiatri lainnya. Di mana hal ini sejalan dengan penelitian Watson, dkk. (1988) yang menemukan bahwa NA dapat berkorelasi dengan gangguan kecemasan. Individu yang mempunyai tingkat NA yang tinggi mempunyai kecenderungan mengalami kecemasan yang tinggi ketika dihadapkan pada situasi yang menekan.

Paparan di atas menggambarkan bahwa seberapa tinggi tingkat kecemasan yang ditimbulkan oleh situasi pensiun dapat dipengaruhi oleh jenis pensiun itu sendiri dan faktor-faktor personal yang dimiliki individu. Penelitian ini mencoba

(9)

untuk melihat tingkat kecemasan individu yang akan menghadapi masa pensiun. Dalam rangka mengurangi kecemasan dalam mengadapi pensiun perlu ada pemahaman tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan dan mengurangi kecemasan pensiun. Penelitian ini mencoba untuk melihat seberapa besar pengaruh perencanaan pensiun, religiusitas, afek negatif, dan afek positif terhadap kecemasan pensiun.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh perencanaan pensiun terhadap kecemasan pensiun? 2. Apakah ada pengaruh religiusitas terhadap kecemasan pensiun?

3. Apakah ada pengaruh afek positif terhadap kecemasan pensiun? 4. Apakah ada pengatuh afek negatif terhadap kecemasan pensiun?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh perencanaan pensiun terhadap kecemasan pensiun.

2. Untuk mengetahui pengaruh religiusitas terhadap kecemasan pensiun. 3. Untuk mengetahui pengaruh afek positif terhadap kecemasan pensiun. 4. Untuk mengetahui pengaruh afek negatif terhadap kecemasan pensiun.

(10)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbagan pada pengembangan ilmu psikologi khususya psikologi industri dalam konteks dunia kerja dan menambah perbedaharaan hasil-hasil penelitian tentang pensiun.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para konselor pada dunia kerja yang mengenai permasalahan psikologis tenaga kerja yang akan menghadapi masa pensiun.

b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan pertimbangan dalam rangka menyusun berbagai program atau pelatihan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang akan pensiun agar mereka mampu meyesuaikan diri dengan masa pensiun yang akan dihadapi.

Referensi

Dokumen terkait

Di samping data primer didukung pula dengan data sekunder yang diperoleh dari pembacaan yang berkaitan dengan kedua objek penelitian, yaitu konteks

Dengan adanya gempa di wilayah Sumatra Utara dapat dilakukan analisa pola bidang sesarnya yang nantinya akan mempermudah dalam mengetahui pola geometri dari patahan

Dan pada pasien psikotik gelandang dapat dipengaruhi karena perilaku kekerasan dan dapat Dan pada pasien psikotik gelandang dapat dipengaruhi karena perilaku kekerasan dan

Pendederan adalah suatu kegiatan pemeliharaan benih gurame setelah priode larva sampai dihasilkan ukuran benih tertentu yang siap didederkan kembali atau siap ditebarkan

Demikian juga halnya dengan perguruan tinggi yang sangat bertumpu pada human capital, perlu mengelola organisasi yang mendorong terbentuknya budaya knowledge creation,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan status hara K akibat aplikasi pupuk kandang ayam, mengkaji respon pertumbuhan dan produksi jagung pada berbagai status hara kalium

Gambar 3.53 Sequence untuk hitung rute dengan Dual Genetic Algorithm 131 Gambar 3.54 Sequence untuk hitung rute dengan Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm 132 Gambar 3.55

Apabila dalam agenda amandemen UUPK tidak dimasukkan mengenai pemberlakuan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), maka kewajiban bagi para perancang