• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori-teori Teori Subsidi. Subsidi adalah suatu bentuk bantuan yang diberikan pemerintah dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori-teori Teori Subsidi. Subsidi adalah suatu bentuk bantuan yang diberikan pemerintah dengan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Teori Subsidi

Subsidi adalah suatu bentuk bantuan yang diberikan pemerintah dengan tujuan mensejahterakan masyarakat (Zarkasih, 2010). Menurut Handoko dan Patriadi (2005) subsidi merupakan pembayaran yang diberikan pemerintah kepada badan usaha maupun rumah tangga dengan harapan tercapainya kondisi yang lebih baik.

Subsidi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Subsidi langsung dapat berbentuk uang tunai, pinjaman bebas bunga dan sebagainya sedangkan subsidi tidak langsung berbentuk pembebasan penyusutan, potongan sewa dan semacamnya. Menurut Rini (2006) subsidi dapat berbentuk:

1. Subsidi produksi, dimana pemerintah menutup sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan output produk tertentu dan dimaksudkan untuk menekan harga dan memperluas penggunaan produk tersebut.

2. Subsidi ekspor, yang diberikan pada produk ekspor yang dianggap dapat membantu neraca perdagangan negara.

3. Subsidi pekerjaan, yang diberikan untuk membayar sebagian dari beban upah perusahaan agar dapat diserap lebih banyak pekerjaan dan mengurangi pengangguran.

(2)

4. Subsidi pendapatan, yang diberikan melalui sistem pembayaran transfer pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok tertentu seperti tunjangan hari tua dan lainnya. Sesuai dengan uraian diatas maka subsidi uang tunai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subsidi produksi, dimana peningkatan output produknya ditanggung oleh pemerintah dengan cara menanggung sebagian biaya produksi yaitu pupuk organik dan benih unggul agar harga jual kepada masyarakat dapat dicapai.

2.1.2 Analisis Usaha Tani

Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan petani dalam berusahatani adalah menggunakan seefisien mungkin sumberdaya yang dimiliki. Prinsip analisis biaya merupakan prinsip terpenting karena petani hanya dapat mengatur biaya produksi dalam usahataninya namun mereka tidak mampu mengatur harga komoditi yang dijualnya atau memberikan nilai kepada komoditi tersebut. Jika tidak ada peningkatan harga komoditi yang dihasilkan maka petani harus mengurangi biaya per satuan komoditi yang dihasilkan bila petani ingin meningkatkan pendapatan bersih usahataninya (Soekartawi et al, 1986).

Berdasar pada Soekartawi (1986) penggolongan biaya produksi dilakukan berdasarkan sifatnya yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap ialah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Petani harus tetap membayarnya berapapun jumlah komoditi yang

(3)

dihasilkan usahataninya. Biaya tetap menjadi sangat penting apabila petani memikirkan tambahan investasi seperti alat pertanian, tenaga kerja, mesin pertanian atau bangunan. Tiap tambahan investasi dapat dilakukan jika petani mampu membelinya dan dapat memberikan keuntungan dalam jangka panjang. Biaya tidak tetap yaitu biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah dan ada jika terdapat suatu barang yang diproduksi oleh petani.

Usahatani yang baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efisien dengan produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Soekartawi (2006) menjelaskan secara garis besarnya organisasi usahatani terdiri dari unsur-unsur pokok produksi usahatani yang terdiri dari lahan, bibit, pupuk, obat-obatan pertanian dan tenaga kerja, dimana unsur-unsur produksi tersebut mempunyai peranan yang cukup penting dalam usahatani.

Menurut Soekartawi (1986) pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual serta sebagai ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar dalam menaksir pendapatan kotor. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, pertama pendapatan atas seluruh biaya tunai yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, kedua pendapatan atas biaya total dimana semua input milik petani juga diperhitungkan sebagai biaya dan dihitung dengan analisis rasio penerimaan dan biaya serta analisis rasio pendapatan dan biaya.

Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, pengeluaran tunai usahatani yaitu

(4)

jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda sehingga nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi et al, 1986).

Pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. Penerimaan kotor usahatani yaitu nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. Dalam menaksir pendapatan total usahatani semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar (Soekartawi et al, 1986).

Keberhasilan usahatani ditentukan oleh hasil analisis pendapatan usahatani. Gambaran keadaan aktual usahatani didapatkan dari analisis pendapatan usahatani sehingga evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang dapat dilakukan. Informasi yang dibutuhkan dalam perhitungan pendapatan usahatani yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan (Purba, 2005).

(5)

Analisis pendapatan usahatani dirasa kurang cukup untuk menyatakan apakah usahatani tersebut memberikan keuntungan atau tidak. Perhitungan lebih lanjut yaitu perhitungan rasio R/C dan rasio B/C. Rasio pendapatan dan biaya (R/C) merupakan perbandingan pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Sedangkan, rasio manfaat dan biaya (B/C) merupakan perbandingan manfaat yang didapat dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi (Purba, 2005).

Nilai rasio R/C dan B/C lebih dari satu artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya sebaliknya jika nilai rasio R/C dan B/C lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut mengalami kerugian karena untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya yang dikeluarkan (Purba, 2005).

2.1.3 Teori Adopsi

Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluh (Suharyanto, 2001). Adopsi teknologi disektor pertanian merupakan hasil dari kegiatan suatu komunikasi pertanian sehingga terkait dengan pengaruh interaksi antar individu, antar kelompok, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat (Rangkuti, 2007).

Adopsi teknologi sebagai hasil atas penerimaan teknologi oleh pemakai akhir didasarkan pada persepsi kemanfaatan serta kemudahan dalam

(6)

penggunaan teknologi tersebut menghasilkan perilaku dan perhatian untuk menggunakan teknologi baru (Bahmanziari, 2003). Persepsi akan manfaat serta kemudahan yang dihasilkan oleh teknologi baru tersebut menjadi penting agar petani mau mengadopsinya seperti halnya pupuk organik.

Menurut Pattanayak (1983) terdapat lima faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pertanian dan kehutanan, yaitu :

1. Preferensi petani, secara eksplisit efek dari preferensi petani sulit untuk diukur maka digunakan pendekatan berdasarkan faktor sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan status sosial. 2. Resource endowment digunakan untuk mengukur ketersediaan

sumberdaya pada adopsi teknologi untuk diimplementasikan pada teknologi baru. Umumnya resource endowment memiliki korelasi positif dengan adopsi teknologi.

3. Insentif pasar merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya biaya atau tingginya penerimaan dari adopsi teknologi. Insentif pasar fokus pada faktor-faktor ekonomi seperti harga, ketersediaan pasar dan pendapatan potensial. Faktor ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap adopsi teknologi.

4. Faktor biofisik diharapkan mampu mempengaruhi proses produksi yang berhubungan dengan pertanian dan kehutanan seperti kualitas lahan. Umumnya jika kondisi biofisik rendah akan berkorelasi positif dengan kesediaan mengadopsi teknologi pertanian.

(7)

5. Resiko dan ketidakpastian memperlihatkan ketidaktahuan pasar dan pemerintah terhadap kebijakan yang dibuat. Dalam jangka pendek contoh dari resiko dan ketidakpastian adalah fluktuasi harga komoditi, output dan curah hujan. Pada jangka panjang contohnya adalah hak sewa menyewa yang tidak aman. Adopsi teknologi akan menurunkan resiko dan ketidakpastian pada investasi pertanian dan kehutanan selama periode pertumbuhan.

2.1.4 Model Pilihan Binary

Penggunaan pupuk anorganik jangka panjang akan menyebabkan degradasi mutu lahan. Sifat khas yang senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya tanpa memperhatikan sisi lingkungan (Purba, 2005). Degradasi mutu lahan dapat diatasi dengan penggunaan pupuk organik. Kekurangan dari pupuk organik dibanding pupuk anorganik adalah volume penggunaannya yang lebih banyak. Pendugaan peluang apakah petani akan menggunakan pupuk organik atau tidak dengan menggunakan model Pilihan Binary. Pilihan Binary mengasumsikan individu-individu dihadapkan pada suatu pilihan diantara dua alternatif dan pilihan mereka tergantung pada karakteristik masing-masing individu tersebut. Masalah yang sifatnya pilihan binary menurut Pindyck and Rubinfeld (1991) dapat dijawab dengan tiga model yaitu linear probability model, probit model dan logit model.

Model linier mempunyai kelemahan karena terdapat kemungkinan nilai peluang berada di luar kisaran (0-1) sehingga sulit dilakukan pendugaan.

(8)

Model probit dan model logit memilki nilai peluang selalu berada pada kisaran (0-1), namun model probit lebih rumit perhitungannya dan sukar diduga dibandingkan model logit. Model logit mempunyai nilai peluang selalu berada pada kisaran 0-1 maka dari itu memiliki ragam relatif kecil (Juanda, 2009). Sehingga, model logit digunakan dalam penelitian ini untuk menghitung faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi pupuk organik non-subsidi.

Model logit didasari oleh Fungsi Peluang Logit Kumulatif dan model ini dirumuskan sebagai berikut (Pindyck and Rubinfeld, 1991) :

P = (α + βX ) = ... (1) Jika ruas kanan dan ruas kiri persamaan (1) dikalikan dengan (1 + ), sehingga diperoleh :

(1 + e )P = 1...(2) persamaan (2) dibagi dengan Pidan kemudian dikurangi 1, maka diperoleh : e = − 1 = ...(3) Berdasarkan definisi = 1/ , diperoleh :

e = ...(4) Dengan menggunakan logaritma dikedua sisi, sehingga:

Z = log ...(5) Sehingga didapat persamaan regresi:

(9)

Dimana :

Pi : Peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk orang ke-i

β : Nilai koefisien yang didapatkan dari regresi. Xi: Variabel bebas (i = 1,2,3,...,n)

ei : Galat acak

Penjabaran rumus diatas

penting dari model logit bahwa model ini mentransformasi masalah prediksi peluang dalam selang (0 atau 1) ke masalah prediksi

(Y=1) dalam selang bilangan riil

Sumber : Wonnacot, 1979

Gambar 2.4 Model Probabilitas Linear dan Logit

Model Probabilitas linear dan logit dapat dilihat pada

Kurva linear yang berbentuk garis lurus menjelaskan bahwa pada model probabilitas linear dengan penambahan nilai X secara konstan akan menin

eluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk

ilai koefisien yang didapatkan dari regresi. Variabel bebas (i = 1,2,3,...,n)

Penjabaran rumus diatas menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit bahwa model ini mentransformasi masalah prediksi peluang dalam selang (0 atau 1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil - ~ ≤ logit(Pi) ≤ ~ (Juanda, 2009).

Sumber : Wonnacot, 1979

2.4 Model Probabilitas Linear dan Logit

Model Probabilitas linear dan logit dapat dilihat pada Gambar 2.4

Kurva linear yang berbentuk garis lurus menjelaskan bahwa pada model linear dengan penambahan nilai X secara konstan akan menin

eluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk

menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit bahwa model ini mentransformasi masalah prediksi

tentang kejadian

Gambar 2.4 berikut. Kurva linear yang berbentuk garis lurus menjelaskan bahwa pada model linear dengan penambahan nilai X secara konstan akan meningkatkan

(10)

nilai P secara konstan. Dalam kenyataannya, bertambahnya X secara konstan tidak menghasilkan pertambahan dalam P secara konstan. Salah satu solusinya adalah memotong model probabilitas linear dengan cara membelokkan garis horizontal ketika mencapai 0 atau 1 (Wonnacot, 1979). Sehingga, terdapat model logit dengan bentuk kurva seperti huruf “S”.

2.2 Dinamika Subsidi Pupuk Organik di Indonesia

Pembangunan pertanian untuk mewujudkan pertanian tangguh dan efisien memerlukan kebijakan yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan pembangunan ekonomi. Salah satu caranya melalui peningkatan produksi pertanian yang berkelanjutan dengan mendorong petani untuk menerapkan teknologi pertanian (Manaf, 2000). Teknologi pertanian yang dimaksud adalah teknologi modern, tanpa penggunaan teknologi modern, maka hasil panen tidak akan sebesar yang diharapkan. Salah satunya berupa penggunaan pupuk dan benih unggul sebagai salah satu input dalam usahatani (PSP3, 2010). Pemerintah selalu berupaya mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk secara tepat waktu dan tepat dosis agar dapat meningkatkan produksi pertanian. Konsekuensinya adalah pemerintah juga harus berupaya meningkatkan produksi pupuk, sehingga tercapai cukupnya pasokan dengan harga yang dapat dijangkau oleh petani (Manaf, 2000).

Pupuk sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 42/Permentan/OT.140/09/2008 adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk anorganik yaitu pupuk hasil proses rekayasa secara

(11)

kimia, fisika dan atau biologi yang merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Petani Indonesia memiliki kecenderungan untuk menggunakan pupuk anorganik yang tinggi untuk mengejar hasil yang tinggi pada lahan sawah tanpa mempertimbangkan kandungan bahan organik tanah yang menurun, baik jumlah maupun kualitasnya. Menurut Rachman (2009) hal tersebut disebabkan terjadinya penimbunan hara dalam tanah, terkurasnya hara mikro dari tanah yang tidak pernah diberikan melalui pupuk anorganik, terganggunya keseimbangan hara dalam tanaman, lebih pekanya tanaman terhadap serangan hama dan penyakit serta terganggunya perkembangan jasad renik yang menguntungkan dalam tanah.

Presiden RI menyatakan bahwa potensi sektor pertanian dapat ditingkatkan jika kendala-kendala seperti produktivitas, efisiensi usaha, konversi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana pertanian serta terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian dapat teratasi dengan baik. Usaha pemerintah dalam menangani masalah produktivitas yaitu membantu petani dengan memberikan bantuan input produksi berupa pemberian subsidi pupuk. Menurut Anjak (2006) pemberian subsidi pupuk masih sangat diperlukan petani Indonesia. Hal tersebut dilandasi dengan dua argumentasi yaitu sebagai kewajiban pemerintah untuk membantu petani yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kapasitas produksi pertanian, dan juga sebagai pelindung petani miskin dari ancaman eksternal akibat ketidakadilan perdagangan dalam rangka memberdayakan mereka menjadi masyarakat yang mandiri mampu menghidupi dirinya dan juga menjaga eksistensi sektor pertanian di masa depan.

(12)

Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian. Jenis pupuk bersubsidi yaitu, pupuk anorganik (urea, superphose, ZA, NPK) dan pupuk organik (granul dan cair). Pupuk yang umum dipakai pada tanaman pangan adalah pupuk urea dan NPK. Pupuk urea digunakan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, sedangkan pupuk NPK sebagai penambah unsur N pada tanah agar tanah tetap subur (Manaf, 2000).

Kebijakan subsidi pupuk bersifat dinamis sesuai dengan kondisi lingkungan strategis. Subsidi pupuk untuk pupuk urea diberikan sejak tahun 1969 guna mendorong produktivitas dan produksi pangan nasional. Sejak itu, subsidi pupuk urea terus diberikan dalam bentuk Harga Eceran Tertinggi (HET) sampai terjadinya krisis pada tahun 1998. Krisis multidimensional dan tekanan dari IMF memaksa pemerintah harus mencabut subsidi pupuk urea selama 1 tahun yakni tahun 1999 sampai 2000. Selama penghapusan subsidi pupuk urea kompensasi yang diberikan yaitu peningkatan harga Gabah Kering Giling (GKG) dari Rp. 1000 menjadi Rp. 1400-1500 per kg yang berlaku sejak tanggal 1 Desember 1998 (Ilham, 2001).

Peningkatan harga pupuk urea dunia akibat peningkatan harga gas sebagai komponen terbesar pembuatan pupuk urea sejak tahun 2000 memaksa pemerintah untuk mengendalikan harga pupuk urea domestik dalam rangka membantu petani dan mencegah dampak negatifnya terhadap kinerja sektor pertanian. Subsidi pupuk urea tahun 2001-2002 diberikan dalam bentuk insentif gas domestik dan tahun 2003 pemerintah meningkatkan serta memperluas subsidi, tidak saja subsidi

(13)

gas untuk urea tetapi juga subsidi harga untuk pupuk lainnya yaitu SP-36, ZA dan NPK (Rachman, 2009).

Pada tahun 2008 pemberian subsidi pupuk organik mulai dilaksanakan melalui program Bantuan Langsung Pupuk Organik (BLP Organik) bertujuan mendukung petani dengan cara memberikan pupuk organik secara cuma-cuma. Program BLP Organik yang dimulai pada tahun 2008 telah mencakup 159 kabupaten yang tersebar di 17 provinsi dan memakan biaya sangat besar yaitu Rp. 383,4 miliar (PSP3, 2010). Di tahun 2010 wilayah cakupan program BLP Organik telah mencakup 199 kabupaten yang tersebar di 30 provinsi (Kementerian Pertanian, 2010). Pemberian BLP Organik selalu dibarengi dengan pemberian BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul). Program BLBU dimulai tahun 2007 kepada petani di 29 provinsi yang tersebar di 249 kabupaten dan pada tahun 2010 program ini terlaksana di 21 Provinsi yang tersebar di 261 kabupaten.

Pada Tabel 2.1 alokasi subsidi pupuk terbesar di tahun 2011 yaitu pupuk urea sebesar 5,1 juta ton atau sebesar 52,28 persen dari total volume pupuk bersubsidi. Pupuk NPK menempati urutan terbesar kedua yaitu 2,3 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 2006-2011 44 persen. Kedua pupuk anorganik tersebut memang memiliki kontribusi yang baik bagi peningkatan hasil produksi, namun pemakaian pupuk anorganik dalam jangka panjang akan memberi dampak negatif bagi lingkungan seperti degradasi mutu lahan. Penggunaan pupuk organik untuk mengatasi dampak tersebut adalah hal yang tepat, sehingga mulai tahun 2008 mulai diberlakukan subsidi pupuk organik.

(14)

Tabel 2.1 Perkembangan Subsidi Pupuk Tahun 2006-2011

Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Growth

(persen) Subsidi Pupuk (triliun

rupiah) 3,2 6,3 15,2 18,3 18,4 18,8 52,25

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

a. Volume (ribu ton) 5.674 6.353 6.891 7.612,5 7.355 9.753,9 12,03

- Urea 3.962 4.249 4.558 4.624,9 4.279 5.100 6 - SP-36 711 765 558 582,1 644 750 2 - ZA 601 702 751 751,3 713 850 8 - NPK 400 637 956 1.417,7 1.473 2.349,9 44 - Organik 68 236,5 246 704 146 b. Harga Pokok Produksi (Rp000/ton) - Urea 1.352 1.803 2.153 2.729,1 2.729,1 3.132,4 19 - SP-36 1.654 2.432 2.655 2.525,6 2.525,6 3.138,9 15 - ZA 1.182 1.815 3.573 2.498 2.498 2.421,8 23 - NPK 2.227 3.104 5.134 5.164,8 5.164,8 5.099,8 21 - Organik 1.582 1.508,1 1.525,5 1.665,1 2 c. Harga Eceran Tertinggi (Rp000/ton) - Urea 1.200 1.200 1.200 1.200 1.600 1.600 7 - SP-36 1.550 1.550 1.550 1.550 2.000 2.000 6 - ZA 1.050 1.050 1.050 1.050 1.400 1.400 7 - NPK 1.750 1.750 1.750 1.722 2.300 2.300 6 - Organik 1.000 500 700 700 -3

Sumber : Kementrian Pertanian, 2012

Bahan dasar pupuk organik dapat berasal dari berbagai sumber limbah pertanian seperti sisa tanaman, sisa panen, pangkasan tanaman pagar, sisa media tanam jamur, pupuk hijau seperti orok-orok, serta kotoran hewan. Umumnya, kohe (kotoran hewan) dibiarkan oleh para peternak atau dibuang ke sungai. Tercampurnya kohe dengan tanah dan air sungai menghasilkan polusi tanah dan air, hal ini dapat merusak kesehatan orang menggunakan air yang telah terkontaminasi oleh kohe. Mengolah kohe menjadi pupuk organik secara langsung mengurangi masalah polusi air, tanah dan udara (PSP3, 2010). Bahan-bahan

(15)

tersebut dapat dijadikan pupuk organik melalui teknologi pengomposan sederhana maupun dengan penambahan mikroba perombak bahan organik serta pengkayaan dengan hara lain (Rusastra et al, 2005). Pupuk kandang mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan pupuk alam yang lain maupun pupuk buatan (Rochmah, 2009).

Kekurangan bahan organik dan pemakaian pupuk anorganik yang intensif dalam periode waktu panjang membuat tanah-tanah pertanian kehilangan kemampuannya untuk menyerap dan menyimpan air. Sebagai konsekuensinya, setiap turun hujan aliran air permukaan tanah menjadi berlebihan yang mengakibatkan longsor dan banjir. Pemberian pupuk organik secara berkelanjutan akan memperbaiki daya serap dan daya simpan air oleh tanah sehingga akan mengurangi terjadinya banjir dan longsor. Hal ini akan berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman serta peningkatan pendapatan petani (PSP3, 2010).

Pupuk organik dalam Permentan RI nomor 42/Permentan/OT.140/09/2008 adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk granul atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pengembangan pupuk organik merupakan langkah strategis untuk meningkatkan produksi pertanian yang berkelanjutan. Pemberian pupuk organik

(16)

bersubsidi dinilai sesuai dengan kondisi sebagian besar petani yang meminimumkan biaya.

Berdasarkan alokasi program BLP Organik yang ditetapkan Menteri Pertanian, Direktur Jendral Prasarana dan Sarana menugaskan kepada PT Pertani (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Berdikari (Persero) untuk menyalurkan BLP Organik kepada kelompok tani penerima di masing-masing wilayah tanggung jawabnya dengan memperhatikan penetapan calon petani dan calon lokasi penerima BLP Organik oleh Gubernur.

Tabel 2.2 Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun 2011 Menurut Sub Sektor

Sub Sektor

Jenis dan Jumlah Pupuk Bersubsidi (Ton)

Urea SP-36 ZA NPK Organik Tanaman Pangan 3.266.794 432.531 361.700 1.432.237 542.750 Hortikultura 463.226 36.725 147.506 201.888 76.961 Perkebunan 1.108.892 225.867 338.777 615.875 184.233 Peternakan 14.842 1.012 2.017 - 2.466 Perikanan Budidaya 172.083 53.865 - - 28.590 Cadangan Nasional 74.163 - - 100.000 -Jumlah 5.100.000 750.000 850.000 2.350.000 835.000 Sumber : Kementrian Pertanian, 2011

BLP Organik difokuskan pada tanaman pangan. Pemberian pupuk organik bersubsidi lebih banyak di subsektor tanaman pangan karena sesuai dengan salah satu tujuan BLP Organik yaitu meningkatkan produksi tanaman pangan khususnya padi, jagung dan kedelai (PSP3, 2010). Pada tahun 2011 alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi untuk subsektor tanaman pangan sebesar 542.750 ton

(17)

(Tabel 2.2) atau sebesar 65 persen dari jumlah alokasi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian.

Sumber : Kementrian Pertanian, 2012

Gambar 2.1 Perkembangan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2008-2010

Volume bantuan langsung yang diberikan pemerintah berupa pupuk organik tercatat mengalami peningkatan 146 persen dari tahun 2008-2011 (Tabel 2.1). Tahun 2008 merupakan tahun pertama diberikannya subsidi pupuk organik dengan volume hanya sebesar 68 ribu ton dan terus berkembang hingga tahun 2011 volume subsidi pupuk organik sebesar 704 ribu ton. (Kementrian Pertanian, 2012). Pada gambar 2.1 subsidi pupuk organik pun terus mengalami peningkatan. Peningkatan yang cukup tinggi terjadi di tahun 2010 sebesar 39,97 persen dari Rp 961 miliar di tahun 2009 menjadi Rp 1,6 triliun.

15.2 18.3 18.4 0.82626 0.96152 1.6 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2008 2009 2010 Triliun Rupiah Th ou san d s Pupuk Total Pupuk Organik

(18)

2.4 Penelitian-penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan subsidi pupuk telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah studi Osario et al (2008) menganalisis subsidi pupuk urea di Indonesia dengam metode 2SLS. Implikasi dari kebijakan subsidi pupuk adalah penggunaan pupuk Urea dan SP-36 diatas takaran yang disarankan dimana hal tersebut berdampak negatif bagi unsur hara dalam tanah. Tujuan dari pemberian subsidi tersebut adalah mengurangi harga pupuk di pasaran agar petani kecil dapat tetap menggunakan pupuk. Pemberian subsidi pupuk dikatakan tidak tepat sasaran karena sebagian besar yang menikmati subsidi tersebut adalah kalangan petani kaya bahkan sebesar 60 persen dari total alokasi subsidi pupuk dinikmati oleh 40 persen petani besar.

Penelitian Marisa (2011) tentang Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk di Kabupaten Bogor. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah dengan adanya HET untuk pupuk bersubsidi dari pemerintah maka petani dapat menghemat pengeluaran pupuk sebesar 44,72 persen dari pengeluaran seharusnya. Namun, kebijakan subsidi pupuk belum dapat dikategorikan efektif dikarenakan hasil presentase ketepatan yang kurang dari 80 persen dimana subsidi pupuk dinilai tidak efektif pada prinsip tepat harga, tepat tempat dan tepat jumlah. Prinsip tepat waktu menjadi satu-satunya prinsip yang terpenuhi. Hasil regresi berganda menyatakan variabel luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk, dummy benih dan dummy efektivitas harga mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari taraf nyata (10 persen) berarti variabel independen tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi padi.

(19)

Studi yang dilakukan oleh Kasiyati (2004) di Jawa Tengah menunjukkan hasil positif dari subsidi pupuk terhadap produksi output petani yang meningkat sebesar Rp. 3.455.333 juta. Selain itu, pengadaan pupuk bersubsidi mampu memberikan insentif bagi produsen pupuk untuk menambah produksi pupuk sebesar Rp. 2.122.497 juta. Adanya subsidi pupuk juga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga petani sebesar Rp. 107.589,87 juta.

Dampak penghapusan subsidi pupuk menjadi penelitian Andari (2001) yang menghubungkan permintaan pupuk dan produksi padi di Jawa Barat. Hasil pendugaan koefisien input dalam fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukan penghapusan subsidi pupuk tidak akan menurunkan produksi padi karena petani lebih mementingkan usaha untuk memaksimalkan produksi dibanding keuntungan yang didapat. Hasil lainnya yang berkaitan dengan permintaan pupuk menunjukkan kenaikan harga pupuk tidak menurunkan permintaan pupuk sendiri.

Studi Yuliarmi tahun 2006 tentang faktor-faktor penentu adopsi teknologi pemupukan berimbang, di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Hasil yang didapat adalah rata-rata poduksi petani peserta pemupukan berimbang lebih tinggi 976 kg dibandingkan produksi yang diperoleh petani non peserta pemupukan berimbang. Hasil dari metode logit memperlihatkan bahwa variabel harga gabah, biaya pupuk dan luas lahan berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Variabel lainnya yaitu resiko produksi, keuntungan usahatani, pendidikan petani dan pengalaman usahatani bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata.

Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan pada tujuh Provinsi tahun 2010 menyatakan bahwa pemberian BLP

(20)

(Bantuan Langsung Pupuk) dan BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) terhadap produktivitas usahatani padi meningkat 17,56 persen dari sebelumnya. Dampak terhadap kesempatan kerja pun meningkat 7,5 persen. Target penurunan penggunaan pupuk anorganik seperti Urea, TSP dan KCl tercapai karena terjadi peningkatan penggunaan pupuk organik sebesar 52,9 persen. Secara keseluruhan, pendapatan usahatani padi meningkat sebesar 34,56% antara sebelum dan sesudah menggunakan BLBU dan BLP, yakni dari Rp. 6.800.000/ha menjadi Rp. 9.100.000/ha. Keuntungan bukan hanya dirasakan petani, Perusahaan yang memproduksi POG mengalami peningkatan produksi dan pendapatan. Perekonomian Nasional pun meningkat dengan adanya BLP dan BLBU tersebut.

2.5 Kerangka Pemikiran

Penggunaan pupuk organik dinyatakan mampu meningkatkan produktivitas sehingga pemberian subsidi pupuk organik diharapkan dapat memotivasi petani untuk mengadopsi pupuk organik dengan cara mengurangi biaya produksi. Perhitungan pendapatan petani pada penelitian ini menggunakan analisis usahatani atas dasar biaya tunai dan biaya total. Setelah mengetahui pendapatan petani maka dilakukan pendugaan model logit untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi pupuk organik. Setelah didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi diharapkan terjadi pengadopsian pupuk organik di level petani agar terciptanya pertanian yang berkelanjutan.

(21)

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran

Gambar

Gambar 2.4 Model Probabilitas Linear dan Logit
Tabel 2.1 Perkembangan Subsidi Pupuk Tahun 2006-2011
Tabel  2.2  Alokasi  Kebutuhan  Pupuk  Bersubsidi  untuk  Sektor  Pertanian Tahun  2011 Menurut Sub Sektor
Gambar 2.1 Perkembangan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2008-2010
+2

Referensi

Dokumen terkait

Laporan perubahan ekuitas menyajikan laba atau rugi entitas untuk suatu periode, pos pendapatan dan beban yang diakui secara langsung dalam ekuitas untuk periode tersebut,

Evaluasi pembelajaran digunakan sebagai tolak ukur proses kegiatan pembelajaran di kelas, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menerima materi

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi dari buah merah, menentukan kandungan fenolik dan flavonoid total, serta menentukan

Kegiatan pengamatan atau observasi dilakukan bersama-sama dengan pelaksanaan tindakan berlangsung dibantu oleh orang tua dan pengurus Yayasan Project Jyoti Bali

Departemen Agama Repub lik Indonesia , selanjutnya di sebut sebagai DEPAG, Dan Yayasan Makkah Almukarramah yang didi rikan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri

(2) Mengetahui bagaimanakah pengaruh pemanasan bahan bakar campuran premium dan etanol melalui pipa tembaga yang terpasang di antara sirip-sirip blok silinder

Komponen yang menyusun subsidi terdiri dari subsidi energi dan non- energi. Subsidi energi terdiri dari subsidi listrik dan subsidi BBM, sementara subsidi non-energi terdiri

Penelitian ini juga akan menganalisis implikasi kebijakan dari hasil simulasi yang dihubungkan kembali pada tujuan pemerintah menerapkan kebijakan kenaikan TDL dan respon