• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Belajar Matematika. Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Belajar Matematika. Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi Belajar Matematika 1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu “movere” yang berarti menggerakkan (to move). Setiap tindakan manusia pasti didorong oleh sesuatu hal, baik yang datang dari dalam diri individu itu sendiri maupun faktor yang berasal dari luar individu. Dorongan untuk melakukan sesuatu inilah yang biasa disebut sebagai motivasi. Jadi, Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku (Santrock, 2004).

Suryabrata (2006) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan mengarahkan kegiatan belajar yang dapat timbul di dalam dirinya maupun di luar dirinya. Motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi tercapai suatu tujuan (Winkel, 1996).

Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bemanfaat, serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut.

McCown dkk (1996) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah suatu disposisi yang dimiliki oleh siswa, ditandai dengan kesediaan mereka untuk

(2)

memulai aktivitas belajar, kemudian dilanjutkan dengan keterlibatan mereka dalam suatu tugas pelajaran, serta komitmen jangka panjang mereka untuk belajar.

Harackiewicz (1985), menyebutkan bahwa penetapan tujuan belajar siswa mempengaruhi motivasi intrinsik siswa, jika siswa memiliki penetapan tujuan belajar yang baik maka siswa memiliki motivasi belajar intrinsik yang tinggi, begitupun sebaliknya.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri individu yang dapat menimbulkan gairah berupa perasaan senang dan semangat belajar dan menyelesaikan tugas. Motivasi berasal dari dua sumber yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

2. Pengertian Matematika

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal yang memegang peran penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta berkemampuan bekerjasama (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007).

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Purwodarminto, 2012) Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang bilangan, hubungan antar bilangan dengan prosedur operasional yang kemudian digunakan dalam menyelesaikan permasalahan tentang bilangan. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya.

(3)

Uno (2007) mengatakan bahwa karakteristik Matematika adalah logis, sistematis, objektif dan eksak. Matematika bersifat logis karena merupakan ilmu yang menyandarkan pada kebenaran logika, kesimpulan hasil kerja Matematika harus dapat dijelaskan, dipahami, dan diterima secara akal sehat. Matematika juga bersifat sistematis, maksudnya adalah hasil kerja Matematika yang logis itu haruslah diperoleh dengan langkah – langkah yang runtut berdasarkan tata kerja tertentu. Matematika juga dikenal sebagai ilmu yang terstruktur, dimana konsep – konsepnya tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.

Soedjadi (2000) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu :

a. Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistemik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan fakta – fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur – struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan – aturan yang ketat.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa hakekat matematika adalah ilmu pengetahuan eksak yang berisi kumpulan objek kajian yang berhubungan dengan angka dan kalkulasi, terstruktur dan hubungannya diatur menurut aturan logis, sistematis serta konsisten dalam sistemnya.

(4)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar Matematika adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri individu yang mendorong individu mengadakan perubahan seluruh sikap dan perilaku untuk belajar ilmu pengetahuan eksak yang berisi kumpulan objek kajian yang berhubungan dengan angka dan kalkulasi, terstruktur dan hubungannya diatur menurut aturan logis, sistematis serta konsisten dalam sistemnya.

3. Aspek-aspek Motivasi Belajar

Aspek-aspek motivasi belajar menurut McCown dkk (1996) adalah sebagai berikut :

a. Keinginan atau inisiatif sendiri untuk belajar

Keinginan atau inisiatif untuk belajar merupakan kekuatan atau energi dalam diri siswa. Energi tersebut merupakan salah satu hal yang paling mendasar pada motivasi. Kekuatan yang bersifat internal pada individu inilah yang berfungsi mendorong siswa sehingga memiliki keinginan untuk belajar. Semakin tinggi kekuatan dari dalam diri siswa, maka semakin tinggi pula keinginan untuk belajar. Siswa memiliki motivasi belajar bila mempunyai kesadaran untuk mau melibatkan diri dalam belajar.

b. Keterlibatan secara sungguh-sungguh dalam proses belajar dan tugas yang diberikan

Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar yang ditandai dengan keterlibatan secara bersungguh-sungguh dalam proses belajar. Selain itu, keterlibatan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru merupakan wujud interaksi antara kekuatan internal siswa dengan situasi dari luar siswa. De

(5)

Caco dan Crowford (Dimyati, 2000) menunjukkan siswa yang termotivasi untuk belajar akan melibatkan diri baik secara mental maupun fisik dalam proses belajar.

c. Komitmen untuk terus belajar sehingga bertahan dalam pelajaran

Pilihan terhadap suatu perilaku menjadi bertahan setelah memiliki komitmen atau keyakinan yang kuat terhadap nilai dan arah yang positif terhadap perilaku tersebut. Siswa yang memiliki komitmen atau keyakinan yang kuat, pada dasarnya sangat sulit dipengaruhi untuk beralih pada perilaku lain yang bertentangan. Menurut Baron dkk (Kuncoro, 2000), konsisten atau keajegan ini timbul karena adanya keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sehingga individu sulit meninggalkan perilaku yang dipilihnya. Saat seorang siswa mempunyai keinginan untuk belajar, maka ia akan bertahan pada situasi tersebut. Dengan adanya motivasi belajar membuat siswa bisa mempertahankan perilakunya tersebut dalam waktu lama sehingga siswa tidak akan merasa bosan dalam mengikuti setiap proses belajar.

Menurut Santrock (2008) dimensi dalam motivasi belajar meliputi : a. Aktivitas

Ketika seseorang termotivasi mereka akan melakukan sesuatu, perilaku yang mereka tunjukkan diaktivasi atau dibangkitkan. Bila mereka termotivasi untuk memperoleh nilai yang baik, mereka akan belajar rajin. b. Arah

Jika seseorang termotivasi, perilaku mereka terarah pada apa yang ingin mereka tuju.

(6)

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa aspek-aspek dari motivasi belajar menurut McCown dkk (1996) adalah sebagai berikut : 1) keinginan atau inisiatif sendiri untuk belajar; 2) keterlibatan secara bersungguh-sungguh dalam proses belajar dan tugas yang diberikan; 3) komitmen untuk terus belajar sehingga bertahan dalam pelajaran yang akan dijadikan sebagai alat ukur motivasi belajar.

Ada pertimbangan peneliti menggunakan teori motivasi belajar dari McCown (1996) adalah aspek-aspek motivasi belajar yang ada dinilai dapat mengukur motivasi belajar siswa dalam melakukan aktivitas belajar, komitmen jangka panjang mereka untuk belajar.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Mudjiono dan Dimyati (2006), motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a. Cita-cita atau aspirasi siswa

Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar. Keinginan yang ingin dicapai dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar. Segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita. Keinginan berlangsung sesaat atau dalam jangka waktu singkat, sedangkan kemauan dapat berlangsung dalam waktu lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita seorang siswa akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar.

(7)

b. Kemampuan siswa

Keinginan seseorang anak perlu diimbangi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangan.

c. Kondisi siswa

Kondisi siswa juga berpengaruh terhadap motivasi belajar. Kondisi siswa tersebut meliputi kondisi jasmani dan rohani. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar. d. Kondisi lingkungan siswa

Lingkungan siswa berupa keadaan alam, tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan sosial.

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

Siswa yang masih berkembang jiwa raganya, lingkungan yang semakin bertambah baik berkat dibangun, merupakan kondisi yang dinamis dan bagus dalam pembelajaran.

f. Upaya guru membelajarkan siswa

Upaya pembelajaran di sekolah dilakukan dengan menyelenggarakan, membina disiplin belajar, pemanfaatan waktu dan pemeliharaan fasilitas sekolah.

Santrock (2008) mengungkapkan faktor-faktor motivasi belajar terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain :

(8)

Perumusan tujuan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai maka akan timbul gairah

untuk terus belajar.

b. Persepsi siswa mengenai kecerdasannya

Cara berfikir siswa mengenai kecerdasan dapat mempengaruhi keinginan untuk menguasai materi akademik.

c. Keyakinan akan kemampuannya

Siswa yang yakin akan kemampuannya akan menunjukkan usaha-usaha dalam belajar sehingga yakin bahwa mereka dapat menguasai materi pelajaran.

Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain :

a. Persaingan

Saingan atau kompetisi dapat dipergunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Persaingan ini sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.

b. Tingkat kesulitan tugas

Siswa yang berorientasi pada tugas akan terfokus pada kemampuan mereka dan memperhatikan strategi belajarnya. Siswa akan mengarahkan diri mereka sendiri untuk memperhatikan, berfikir dengan hati-hati, dan mengingat strategi yang dalam situasi sebelumnya telah membuat mereka berhasil. Siswa seringkali merasa tertantang oleh tugas yang sulit, daripada terancam oleh tugas tersebut.

(9)

c. Pola asuh

Pola asuh yang diberikan kebebasan pada anak untuk eksplorasi sehingga mereka terbiasa untuk menghadapi tugas yang menantang dan belajar menangani masalah sendiri akan membuat anak mempunyai motivasi belajar yang tinggi.

Dari pendapat para ahli di atas faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain tujuan belajar, cita-cita atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa, persepsi siswa mengenai kecerdasannya, keyakinan akan kemampuannya. Faktor eksternal antara lain persaingan, tingkat kesulitan tugas, dan pola asuh.

B. Pelatihan Motivasi Berprestasi (AMT) 1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Menurut McClelland (1987) mengungkapkan motivasi berprestasi adalah dorongan untuk meraih sukses pada penyelesaian tugas-tugas yang diberikan dan berbuat lebih baik dari orang lain guna mencapai kesuksesan dengan standar kemampuan yang ditetapkan sendiri.

Menurut Donald (Hamalik, 1999) merumuskan bahwa, ”Motivation is on energy change within the person characterized by affective arounsal and anticipatory goal reaction”, yang dapat diartikan, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Winkel (1996) menegaskan bahwa motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi akademik yang setinggi mungkin demi penghargaan kepada diri sendiri. Dalam mencapai

(10)

prestasi yang setinggi mungkin, setiap individu harus memiliki keinginan yang kuat demi mencapai tujuannya. Dimana hal itu sangat tergantung pada usaha, kemampuan dan kemauan dari individu itu sendiri.

2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi

Ciri-ciri seseorang dengan motif berprestasi yang tinggi antara lain adalah (McClelland dalam Sukadji, 2001) :

1. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai sukses maupun dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standar bagi prestasinya 2. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas

rutin, tetapi mereka biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugaas khusus yang memiliki arti bagi mereka

3. Dalam melakukan sesuatu tidak didorong atau dipengaruhi oleh reward (hadiah, uang)

4. Cenderung mengambil resiko yang wajar (bertaraf sedang) dan diperhitungkan. Mereka tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu mudah ataupun terlalu sulit

5. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatannya 6. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang 7. Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman

8. Menyenangi situasi menantang, di mana mereka dapat memanfaatkan kemampuannya

9. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu masalah

(11)

11. Dalam bekerja atau belajar seakan-akan dikejar waktu

3. Pelatihan Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi (AMT) pertama kali diperkenalkan tahun 1962 oleh McClelland (guru besar Psikologi Harvard University). Pelatihan ini merupakan penemuan terbesar oleh McClelland dalam penelitiannya yang membahas mengenai motivasi individu. Pelatihan ini mengamplikasikan terhadap penerapan belajar secara experience learning kepada peserta pelatihan yang hal ini diharapkan mampu menciptakan situasi dan mengembangkan motif berprestasi di dalam diri individu dan menjadikan perilaku prestatif sebagai target perilaku dari pelatihan tersebut akan dapat terwujud.

Pelatihan motivasi berprestasi ini merupakan sebuah program pelatihan untuk pengembangan diri, khususnya dalam hal peningkatan motivasi berprestasi/belajar bagi para pesertanya. AMT pertama kali dikembangkan oleh McClelland (1987). Ini merupakan suatu pelatihan pengembangan individu yang dapat membuka wawasan baru pada individu tersebut, dimana pelatihan ini berimplikasi terhadap penerapan belajar secara experience learning kepada peserta pelatihan, sehingga diharapkan mampu menciptakan situasi dan mengembangkan motif berprestasi/belajar dalam diri individu dan menjadikan perilaku prestatif sebagai targetnya (Koentjoro, 1990).

Pada pelatihan ini lebih menenkankan pada suatu konsep pengelolaan diri pribadi, sehingga individu lebih menghayati terhadap sesuatu yang telah dimiliki dan apa yang menjadi kebutuhannya.

Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan keasadaran akan pentingnya achievement motivation, sehingga dapat menimbulkan perubahan pandangan

(12)

dalam diri peserta. Peserta pelatihan diharapkan mampu memahami akan pentingnya motivasi berprestasi/belajar pada sekolah. Atkinson menyatakan bahwa kekuatan motivasi diasumsikan sebagai multifungsi kekuatan motif pada individu, kemungkinan untuk mencapai kesuksesan dan persepsi individu mengenai nilai sebuah tugas.

Pelatihan ini memiliki beberapa materi yang menjadi landasan dalam pelaksanaan materi. McClelland dan Winter (Koenjoro, 1990) mengelompokkan materi motivasi berprestasi ke dalam empat kelompok besar, yang dimana keempat faktor tersebut merupakan aspek penting dalam materi pelatihan motivasi berprestasi yaitu:

1) Achievement Syndrome (AS)

Acvievement syndrome merupakan pengenalan konsepsi mengenai motif, yang didefinisikan sebagai sekumpulan asosiasi yang diwarnai afeksi dan telah tersusun berdasarkan kekuatan dan kepentingannya dalam diri individu. Kemudian setelah mengenali dan memahami apa yang dimaksud motif dan motivasi berprestasi, maka peserta pelatihan akan dibiasakan untuk menggunakan pemahaman ini dalam perilakunya di setiap pelatihan, maka motif berpretasi akan terjangkit dalam diri peserta, yang kemudian akan mengakibatkan munculnya perilaku yang berorientasi prestasi (McCleland dalam Koentjoro, 1990).

Menurut McClelland asumsi yang mendasari achievement syndrome adalah sebagai berikut :

1) Semakin individu memahami dan mengembangkan asosiasi yang menerangkan suatu motif, maka motif akan berkembang semakin besar

(13)

2) Jika individu dapat mengkaitkan sekumpulan asosiasi baru dengan tindakan-tindakan yang berhubungan, maka kemungkinan perubahan dalam berpikir dan tindakan akan besar

3) Jika individu dapat mengkaitkan tindakan asosiasi yang kompleks dikembangkan dengan peristiwa sehari-hari, maka kompleks motif tersebut akan mempengaruhi cara berpikir dan tindakan pada situasi di luar pelatihan

Dalam pengembangan achievement syndrome, terdapat empat macam ciri yang merupakan inti latihan pengembangan tersebut, yaitu :

1) Menentukan sasaran yang moderat bagi diri sendiri, dan bekerja lebih giat apabila kemungkinan sukses adalah moderat/haluan yang lunak

2) Menyenangi situasi kerja yang menuntut tanggung jawab pribadi bagi pekerjaan yang dibutuhkan dalam mencapai sasaran

3) Ditumbuhkan keinginan untuk memperoleh umpan balik hasil kerja dan tanggap akan umpan balik yang dimaksud

4) Ditumbuhkan inisiatif dalam menjajaki lingkungan dan berani mencoba hal yang baru

2) Self Study (SS)

Materi self study ini peserta akan diberikan banyak kesempatan untuk mempelajari diri mereka sendiri dengan cara menghubungkan AS dengan perjalanan hidup, pengalaman diri, pengenalan diri dan tujuan hidup. Peserta juga harus mengetahui apa yang dibutuhkan pada diri sendiri, apa yang dimiliki dan bagaimana keadaan lingkungan sekitarnya, peserta harus dapat menemukan potret diri mereka dengan mengkaji

(14)

pada kelemahan dan kekuatan yang ada pada dirinya, apa yang menjadi tujuan hidupnya dan norma, nilai-nilai hidup dalam lingkungannya.

Dengan materi self study yang ada pada program AMT, dimana peserta dituntut untuk belajar sendiri, untuk mempelajari dan mengolah terhadap materi yang disampaikan untuk dapat lebih memahami potret diri yang akan menjadi pandangan baru terhadap tujuan diri ke depan.

Terdapat tiga asumsi yang mendasari kelompok materi ini adalah (McClelland dan Winter dalam Koentjoro, 1990) :

1) Jika individu merasa bahwa pengembangan motif dibutuhkan dalam karier maupun dalam kehidupan sehari-harinya, maka penelitian yang dirancang mengembangkan motif akan cenderung berhasil 2) Jika individu menganggap bahwa motif yang dikembangkan

konsisten dengan gambaran dari ideal, maka motif akan mempengaruhi cara berpikir dan tindakan di masa yang akan datang

3) Jika individu menganggap dan mengalami bahwa motif yang dikembangkan konsisten dengan nilai-nilai dan norma-norma budayanya, maka motif akan cenderung mempengaruhi cara berpikr dan tindakannya di masa yang akan datang

3) Goal Setting

Asumsi dasar dalam materi ini McClelland dan Winter (Koentjoro, 1990) mengungkapkan bahwa :

1) Semakin jelas alasan individu untuk meyakini bahwa dirinya itu mampu dan merasa harus mengembangkan motif, maka pelatihan yang dirancang akan cenderung lebih sukses

(15)

2) Jika individu memutuskan untuk mencapai tujuan yang konkrit dalam hidup dengan motif yang baru dikembangkan, maka motif ini akan mempengaruhi cara berpikir dan tindakannya di masa datang 3) Jika individu menyimpan catatan tentang kemajuannya untuk

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, maka motif yang baru cenderung mempengaruhi cara berpikir dan pola tindakannya

Moran (Sukadji, 2001) mengajukan prinsip goal setting yang disebut dengan SMART yaitu :

1) S = Spesific (Spesifik)

Makin jelas dan spesifik sasaran belajar yang dibuat, maka akan lebih besar kemungkinan untuk mencapainya. Misalnya mengahafalkan kata kerja “saya ingin hafal kata kerja tak beraturan, dan setiap hari harus hafal 20 kata” akan lebih besar pengaruhnya terhadap motivasi dari pada “saya mungkin akan menghafalkan kata kerja bila memiliki waktu”.

2) M = Measurable (Terukur)

Terukur, apabila tidak mampu mengukur kemajuan terhadap sasaran, maka seseorang cenderung akan kehilangan minat dalam mencapai sasaran. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu menyimpan dokumen kemajuan. Misalnya bila sasaran belajar di atas, maka perlu memiliki dokumen mengenai peningkatan pelaksanaan. Apabila kemarin hanya hafal 20 kata, maka setelah tiga hari akan hafal 60 kata.

(16)

Agar tidak dibingungkan oleh urutan langkah yang perlu dilakukan, perlu menentukan sejumlah langkah yang yang berurutan semakin dekat dengan pencapaian sasaran. Langkah-langkah tersebut harus berada dibawah kendali. Misalnya pagi hari setelah bangun tidur menghafal 10 kata, dan sore hari lima kata, kemudian menjelang tidur lima kata.

4) R = Realistic (Realistis)

Sasaran belajar harus realistik dan dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber yang dapat diperoleh. Misalnya, mempertimbangkan kemampuan dalam menghafal, tidak menetapkan target terlalu sulit maupun terlalu mudah.

5) T = Time-based (Waktu)

Seringkali kita bekerja saat mendekati batas akhir penyampaian tugas tertentu. Tekanan waktu menimbulkan kepentingan yang membuat kita termotivasi, meskipun kepanikan seringkali ikut mengiringi penyelesaian tugas demikian. Oleh karena itu, sebaiknya mengatur waktu dan menetapkan waktu dalam mencapai tujuan. Berdasarkan beberapa pendapat Locke, dkk (1981), lima komponen utama goal setting, yaitu :

a. Clarity/kejelasan yaitu bahwa tujuan itu harus yang spesifik, menantang dan sulit sehingga membawa pada hasil yang lebiih tinggi dari pada tujuan yang samar-samar atau tidak jelas. Tujuan yang spesifik juga membawa pada kinerja yang lebih tinggi dari pada tujuan yang umum seperti “kerjakan sebaik mungkin”.

(17)

b. Challenge/tantangan, bahwa target yang sulit menghadirkan suatu tantangan yang membangkitkan dorongan untuk mencapai tujuan dalam diri siswa, tetapi target ini dalam batas masih dapat dicapai

c. Task complexity/kompleksitas tugas yaitu jika menggunakan tugas yang relatif simpel dan tujuan dapat ditetapkan dengan mudah.

d. Commitment yaitu mengimplikasikan bahwa seseorang telah setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan. Komitmen penerimaan tujuan dan keterikatan tujuan merupakan hal yang hampir sama, meskipun secara konseptual dapat dibedakan. Tujuan tersebut bisa merupakan tujuan yang telah ditetapkan (assigned goal), atau ditetapkan secara partisipatif, atau tujuan yang ditetapkan oleh dirinya sendiri. Sedangkan penerimaan tujuan mengimplikasikan bahwa seseorang telah setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan atau diusulkan orang lain

e. Feedback/umpan balik, seseorang akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik jika diberi umpan balik yang menunjukkan seberapa hasil atau kemajuan yang dicapai terhadap tujuan, karena umpan balik menolong untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian antara apa yang mereka kerjakan dan apa yang mereka akan capai, maka umpan balik bertindak sebagai penunjuk (guide) tingkah laku, sehingga umpan balik membawa pada kinerja yang lebih tinggi dari pada umpan balik

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan goal setting harus memiliki tujuan yang spesific, measurable, action, realistic, time, komitmen, dan umpan balik.

(18)

Goal setting adalah konsep penetapan tujuan yang dikenalkan kepada peserta dengan maksud agar peserta merasakan betapa pentingnya tujuan dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi jangka panjang dan tujuan jangka pendek, selain itu memahami arti penting suatu tujuan, faktor penghambat serta faktor pendukungnya dan diajarkan tentang hubungan antara motif dan tingkah laku.

Akan tetapi untuk lebih mudah memahami tujuan seseorang terlebih dahulu harus menggali “potret diri” orang tersebut, kemudian disusun tujuannya yang realistis, sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki supaya peserta dapat mengenali kembali dan memperbaiki harapan hidupnya menjadi lebih pasti dan spesifik. Dengan demikian goal setting yang terbentuk akan semakin jelas dan lebih realistik dalam perwujudannya.

6) Interpersonal Support (IS)

Dalam interpersonal support, adalah kondisi yang diciptakan dalam pelatihan ini, dimana peserta dianggap sebagai subjek yang dinamis, dapat saling mempengaruhi dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Pematangan proses belajar sangat dipengaruhi oleh kontak antar peserta dan juga trainer. Maka keterbukaan serta kehangatan perlu diciptakan sejak awal dalam kelompok pelatihan ini, agar semua proses dapat terlaksana dengan baik.

Tiga asumsi yang mendasari materi ini (McClelland dan Winter dalam Koentjoro, 1990) adalah :

1) Perubahan motif akan cenderung terjadi dalam suasana interpersonal, yang akan menyebabkan individu merasa

(19)

mendapatkan dukungan yang hangat dan jujur, serta penghargaan dari orang lain sebagai pribadi yang mampu mengarahkan perilakunya di masa depan

2) Perubahan motif cenderung terjadi dan menetap bila motif baru ini menjadi tanda keanggotaan pada kelompok referensi yang baru dan berkelanjutan

Konsep belajar dalam pelatihan motivasi berprestasi dikenal dengan sebutan belajar pengalaman secara terstruktur (experience learning) dengan siklus dari proses pengalaman (experinece), kemudian mengungkapkan (publishing), kemudian memikirkannya (processing) dan kemudian menyimpulkannya (generalizing) yang terakhir dengan mengaplikasikannya. Siklus ini terus mengalami perputaran untuk kembali ke awal, dengan maksud agar setelah dari pelatihan ini peserta memilki pandangan yang berbeda dan motivasi yang lebih, yang telah tertanam pada diri peserta tersebut.

C. Pengaruh Pelatihan Motivasi Berprestasi (AMT) untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa

Matematika merupakan mata pelajaran yang utama dalam jurusan AK (Akuntansi) dan juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional (UN) memiliki ketentuan nilai standar sebagai syarat siswa dinyatakan lulus sekolah. Oleh karena itu, siswa harus memiliki motivasi belajar siswa Matematika yang tinggi agar mampu memenuhi tuntutan prestasi. Siswa yang tidak memiliki motivasi belajar Matematika, akan berdampak buruk pada hasil belajarnya. Keadaan yang terjadi diketahui banyak siswa yang

(20)

menganggap bahwa belajar Matematika itu sulit dan siswa cenderung tidak menyukai pelajaran tersebut. Hal ini berpengaruh pada motivasi belajar siswa yang rendah dalam menekuni pelajaran Matematika dan berdampak pada nilai belajarnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Miru (2009) dengan judul hubungan antara motivasi belajar terhadap pretasi belajar mata diklat instalasi listrik siswa SMK Negeri 3 Makasar, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan berarti antara motivasi belajar dengan prestasi belajar. Motivasi belajar diyakini mampu memberikan dampak pada proses dan hasil belajar sehingga, perlu diupayakan suatu intervensi yang mampu meningkatkan motivasi belajar.

McClelland (Koentjoro, 1990) mengatakan bahwa pelatihan motivasi berpretasi/AMT merupakan metode pelatihan yang menitik beratkan kepada konsep pengelolaan pribadi dan lebih berorientasi kepada perubahan individu dalam menghadapi tugas. Hal ini akan mempengaruhi perilaku motivasi belajar pada diri siswa dimana perilaku tersebut muncul karena faktor eksternal dan faktor internal yaitu keadaan psikis.

Program pelatihan motivasi berprestasi ini terdapat berbagai materi program untuk meningkatkan berbagai potensi diri yang akan menjadikan pribadi yang baru dan memiliki motivasi dan rasa optimis dalam melihat goal ke depan. Berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh McClelland (Koenjoro, 1990) yaitu AS (achievement syndrome) dimana dalam sifat tugas dalam materi ini peserta diajak untuk mengenali motif berprestasi, serta menanamkan pemahaman akan motivasi belajar dan keyakinan akan keberhasilan dengan menyingkirkan perasaan takut.

(21)

Materi lainnya melalui konsep SS (self study) dimana konsep pengelolaan diri sendiri mengenali potret diri dengan menerima feedback dari orang lain dan akan dijadikan sebagai bahan untuk memahami apa yang dimiliki diri pribadi. Materi lainnya adalah GS (goal setting) dimana tugas yang diberikan dengan memberikan pengetahuan yang baru mengenai cara penetapan tujuan yang ditambah dengan keyakinan usahanya akan mencapai kesuksesan dengan berbekal pada kemampuan dan dibarengi dengan berpikir secara realistis agar dapat berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan secara matang.

Siswa harus memiliki tujuan belajar yang spesific (spesifik) yang lebih jelas dalam belajar dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Measurable (terukur) dibutuhkan agar siswa dapat mengukur kemajuan yang dilakukan dalam mencapai sasaran belajar yang telah dibuatnya. Action merupakan langkah konkrit berikutnya dengan membuat urutan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan belajarnya dan penyelesaian tugas. Selain itu realistic dibutuhkan siswa untuk menargetkan belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Time diperlukan untuk siswa dalam menggunakan waktu dalam pengerjaan tugasnya sehingga tidak membuang waktu dan bisa digunakan untuk pengerjaan tugas yang lain.

Komitmen juga diperlukan untuk mengarahkan siswa komit pada tujuan belajar dengan harapan untuk terus berusaha dalam mencapai tujuan yang sudah dibuat seperti penyelesaian tugas. Umpan balik untuk membantu siswa dalam mengevaluasi strategi dalam belajarnya apakah sudah sesuai atau ada hal yang perlu untuk diperbaiki berdasarkan pendapat yang didapat dari orang lain atau berupa nilai (Locke dkk, 1981).

(22)

IS (interpersonal support) dimana individu dituntut untuk melakukan suatu tugas berdasarkan tanggung jawab pribadi dengan metode umpan balik dalam bentuk games yang akan membantu peserta dalam mengukur kemampuannya sesuai kapasitas yang ditentukan sendiri serta realistis terhadap kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mencoba mengangkat pelatihan ini sebagai intervensi psikologis dalam bentuk “pengaruh pelatihan motivasi berprestasi untuk meningkatkan motivasi belajar Matematika pada siswa SMK N 1”X” di Yogyakarta.

(23)

Keterangan :

:diberikan intervensi sebagai usaha

dengan harapan pada peningkatan Permasalahan :

1. Rendahnya respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru dalam pelajaran Matematika

2. Siswa pasif saat pelajaran 3. Bercerita atau tidur saat

pelajaran berlangsung 4. Tidak selesai mengerjakan

tugas rumah (PR)

5. Mengumpulkan tugas seadanya

6. Mencontek pekerjaan teman 7. Harus sering diingatkan

menjelang ujian dan pengumpulan tugas

8. Prestasi belajar siswa menunjukkan nilai di bawah KKM

Pemberian Pelatihan Motivasi Berprestasi :

1. My idola

 Mengajarkan kemampuan dalam mengenal dan memahami karakteristik idola yang dapat menjadi acuan dalam belajar dan sukses dalam pelajaran Matematika 2. Potensi diri

 Mengajarkan kemampuan

memahami kelebihan dan kelemahan dalam pelajaran Matematika

 Mengajarkan kemampuan dalam mengenal dan memahami potensi diri dalam pembelajaran Matematika 3. Goal setting

 Mengajarkan kemampuan dalam membuat perencanaan target dalam belajar Matematika dengan cara membuat perencanaan belajar yang efektif untuk dilakukan

4. Sharing pengalaman

 Mengajarkan kemampuan untuk

saling memberikan support antara sesama dengan saling memberikan timbal balik dalam usaha mencapai sukses dalam pelajaran Matematika

Harapan Setelah Pelatihan : 1. Siswa merespon terhadap

pertanyaan guru saat belajar di kelas

2. Siswa mulai aktif dan memperhatikan guru 3. Jarang tidur dan bercerita

di kelas

4. Tuntas mengerjakan tugas

5. Tidak mencontek

6. Mengingat jika ada ujian dan pengumpulan tugas 7. Nilai Matematika

(24)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pelatihan Motivasi Berprestasi untuk meningkatkan motivasi belajar Matematika siswa. Siswa memiliki motivasi belajar Matematika lebih tinggi setelah mengikuti pelatihan motivasi berprestasi dibandingkan siswa yang tidak mengikuti pelatihan motivasi berprestasi.

Referensi

Dokumen terkait

ditemukannya bahwasanya hasil dari penelitian ini adalah peran BPRS Al- Washliyah Medan dalam mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dilihat dari

Mode awal yang dimaksud adalah tampilan awal pada saat led cube 2x2x2 akan dijalankan. Setalah arduino uno mendapat supply tegangan, baik dari laptop atau sumber

Web service merupakan sebuah perangkat lunak yang akan menjadi perantara dan mengatur lalu lintas data antar sistem. Selain itu juga web service tidak terpengaruh

Pemahaman makan sepuasnya atau all you can eat merupakan suatu konsep rumah makan dimana tamu yang datang dapat mengambil dan memilih sendiri dengan sepuasnya

Data input dalam perhitungan propeller adalah diameter propeller, jumlah blade, tipe airfoil, putaran mesin, dan uniform pitch propeller, dimana uniform pitch ini yang akan

Implementasi pewarnaan graf fuzzy dengan pengembangan software matlab dapat menampilkan pembagian klasifikasi dengan warna yang sama sehingga dapat memberikan

4. Bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi tersebut, dalam proses belajar mengajar digunakan oleh guru untuk memberi penguatan, bertanya, menggunakan variasi,

Simpulan: Pemberian LP tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalam hal penurunan kadar IgE serum total dibandingkan kelompok kontrol, namun menyebabkan penurunan