A. Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Terdapat beberapa pengertian manajemen sumber daya manusia yang telah dikemukakan oleh beberapa para ahli yaitu sebagai berikut.
Menurut French dalam Sunyoto (2012), manajemen sumber daya manusia adalah sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi. Sementara itu, menurut Stoner (2013), manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Sedangkan menurut Dessler (2013), “Human resource
management is the process of acquiring, training, appraising, and compensating employees, and of attending to their labor relations, health and safety, and fairness concerns”. Diartikan bahwa manajemen sumber
daya manusia merupakan proses memperoleh, melatih, menilai, dan kompensasi karyawan, dan memperhatikan hubungan antar karyawan atau tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan, dan keadilan.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan perencanaan dan
pengorganisasian dalam melakukan proses penerimaan (perekrutan), seleksi, pelatihan, pengembangan, penilaian, pemberian kompensasi dan pemeliharaan tenaga kerja atau karyawan untuk mencapai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat.
2. Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Rivai (2010), manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan dari pada SDM. Adapun fungsi- fungsi manajemen SDM, seperti halnya fungsi manajemen umum, yaitu: a. Fungsi Manajerial: perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (directing), pengendalian (controlling). b. Fungsi Operasional: pengadaan tenaga kerja (SDM), pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, pemutusan hubungan kerja.
B. Konflik
1. Pengertian Konflik
Menurut Mangkunegara (2013), konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Menurut Coser (2012), konflik bisa diartikan sebagai proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Sedangkan menurut Jones (2012), mengemukakan konflik
sebagai seperangkat perilaku atau tugas seseorang diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan karena posisi dia sebagai kepala kelompok atau organisasi. Konflik peran terjadi ketika perilaku yang diharapkan atau tugas yang bertentangan satu sama lain.
2. Macam-Macam Konflik
Menurut Coser (2012), konflik dibagi menjadi dua yaitu: a. Konflik Realistis
Konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan.
b. Konflik Non-Realistis
Konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak.
3. Komponen Konflik
Menurut Rivai (2012), secara umum konflik itu terdiri atas tiga komponen, yaitu:
a. Interest (kepentingan), yakni sesuatu yang memotivasi orang yang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya.
b. Emotion (emosi), yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, penolakan.
c. Values (nilai), yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan karena nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dirasakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku manusia.
4. Indikator Konflik
Robbins (2014) membagi konflik menjadi dua macam yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Indikator dari konflik fungsional dan konflik disfungsional yaitu :
a. Konflik Fungsional
1. Bersaing untuk meraih prestasi 2. Pergerakan positif menuju tujuan 3. Merangsang kreatifitas dan inovasi 4. Dorongan melakukan perubahan b. Konflik Disfungsional
1. Mendominasi diskusi
2. Tidak senang bekerja dalam kelompok 3. Benturan kepribadian
4. Perselisihan antar individu 5. Ketegangan
C. Stres Kerja
1. Pengertian Stres Kerja
Menurut para ahli, stres kerja didefinisikan sebagai berikut. Siagian (2014) menjelaskan bahwa stres kerja merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Menurut Mangkunegara (2013), stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari
sindrom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka
menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan penceranaan Menurut Ivancevich dan Matteson, seperti dikutip oleh Luthans (2011), mengatakan bahwa stres kerja didefinisikan sebagai sebuah respon adaptif (tanggapan penyesuaian) dimediasi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi, sebagai akibat dari aksi lingkungan, situasi atau peristiwa yang menyebabkan tuntutan fisik dan atau psikologi secara berlebihan terhadap seseorang.
2. Penyebab Stres Kerja
Ada beberapa penyebab stres kerja yang dialami oleh karyawan menurut Mangkunegara (2013), yaitu antara lain :
b. Waktu kerja yang mendesak
c. Kualitas pengawasan kerja yang rendah d. Iklim kerja yang tidak sehat
e. Otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab
f. Konflik kerja
g. Perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja
3. Pendekatan Stres Kerja
Menurut Davis dan Newstrom dalam Mangkunegara (2013). Ada beberapa pendekatan terhadap stress kerja antara lain :
a. Pendekatan Dukungan Sosial
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan social kepada karyawan. Misalnya, bermain game dan lelucon.
b. Pendekatan Melalui Meditasi
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran, mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi. Meditasi ini dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit. Meditasi bias dilakukan di ruangan khusus. Karyawan yang beragama Islam bisa melakukannya setelah shalat Dzuhur melalui doa dan dzikir kepada Allah SWT.
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya.
d. Pendekatan Kesehatan Pribadi
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.
4. Dimensi Stres Kerja
Menurut Robbins (2014) terdapat tiga dimensi stress kerja yaitu : a. Ciri-ciri Psikologis
Secara psikologis seorang karyawan yang sedang merasakan tertekan dalam menghadapi pekerjaan, biasanya cepat tersinggung dengan perkataan atau sikap orang lain, tidak komunikatif dalam bekerja, banyak melamun, dan mentalnya mudah lelah.
b. Ciri-ciri Fisik
Seorang karyawan yang mengalami stres akan mempengaruhi fisiknya atau berdampak pada berbagai gangguan fisik, seperti meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, mudah lelah secara fisik, pusing kepala, problem tidur atau dengan kata lain sulit untuk tidur.
Karyawan yang mengalami stres bisa terlihat dari perilakunya sehari-hari. Seorang karyawan yang mengalami stres akan menunjukkan perilaku yang tidak biasanya, seperti merokok berlebihan, menunda atau bahkan menghindari pekerjaan, berperilaku sabotase dalam bekerja, dan perilaku makan yang tidak normal.
D. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Menurut Guffey dan Almonte (2010), komunikasi adalah pemindahan maklumat dan makna dari satu pihak (pengantar) kepada pihak yang lain (penerima). Selanjutnya menurut Flippo dalam Mangkunegara (2013), mengemukakan bahwa komunikasi adalah aktivitas yang menyebabkan orang lain menginterpretasikan suatu ide, terutama yang dimaksudkan oleh pembicara atau penulis. Sedangkan menurut Sikula dalam Mangkunegara (2013), komunikasi adalah proses pemindahan informasi, pengertian, dan pemahaman dari seseorang, suatu tempat, atau sesuatu kepada sesuatu, tempat, atau orang lain.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Menurut Mangkunegara (2013), ada dua tinjauan faktor yang mempengaruhi komunikasi, yaitu faktor dari pihak sender atau komunikator, dan faktor dari pihak receiver atau komunikan.
a. Faktor dari pihak sender atau komunikator 1. Keterampilan sender
Sender sebagai pengirim informasi, ide, berita, pesan perlu
menguasai cara-cara penyampaian pikiran baik secara tertulis maupun lisan.
2. Sikap sender
Sikap sender sangat berpengaruh pada receiver. Sender yang bersikap angkuh terhadap receiver dapat mengakibatkan informasi atau pesan yang diberikan menjadi ditolak oleh receiver. Begitu pula sikap sender yang ragu-ragu dapat mengakibatkan receiver menjadi tidak percaya terhadap informasi atau pesan yang disampaikan. Maka dari itu, sender harus bersikap meyakinkan receiver terhadap pesan yang diberikan kepadanya.
3. Pengetahuan sender
Sender yang mempunyai pengetahuan luas dan menguasai materi
yang disampaikan akan dapat menginformasikan kepada receiver sejelas mungkin. Dengan demikian, receiver akan lebih mudah mengerti pesan yang disampaikan oleh sender.
4. Media saluran yang digunakan oleh sender
Media atau saluran komunikasi sangat membantu dalam penyampaian ide, informasi atau pesan kepada receiver. Sender perlu menggunakan media saluran komunikasi yang sesuai dan menarik perhatian receiver.
b. Faktor dari pihak receiver 1. Keterampilan receiver
Keterampilan receiver dalam mendengar dan membaca pesan sangat penting pesan yang diberikan oleh sender akan dapat dimengerti dengan baik, jika receiver mempunyai keterampilan mendengar dan membaca.
2. Sikap receiver
Sikap receiver terhadap sender sangat mempengaruhi efektif tidaknya komunikasi. Misalnya, receiver bersikap apriori, meremehkan, berprasangka buruk terhadap sender, maka komunikasi menjadi tidak efektif, dan pesan menjadi tidak berarti bagi receiver. Maka dari itu receiver haruslah bersikap positif terhadap sender, sekalipun pendidikan sender lebih rendah dibandingkan dengannya.
3. Pengetahuan receiver
Pengetahuan receiver sangat berpengaruh pula dalam komunikasi.
Receiver yang mempunyai pengetahuan yang luas akan lebih mudah
dalam menginterpretasikan ide atau pesan yang diterimanya dari
sender. Jika pengetahuan receiver kurang luas sangat
memungkinkan pesan yang diterimanya menjadi kurang dapat mengerti oleh receiver.
4. Media saluran komunikasi
Media saluran komunikasi yang digunakan sangat berpengaruh dalam penerimaan ide atau pesan. Media saluran komunikasi berupa alat indera yang ada pada receiver sangat menentukan apakah pesan
dapat diterima atau tidak untuknya. Jika alat indera receiver terganggu maka pesan yang diberikan oleh sender dapat menjadi kurang jelas bagi receiver.
3. Proses Komunikasi
Ada beberapa model proses komunikasi yang dikemukakan para ahli dalam Mangkunegara (2013) yaitu :
a. Model proses komunikasi menurut Davis
Proses komunikasi merupakan suatu metode yang pengirim pesannya (sender) dapat menyampaikan pesannya kepada penerima (receiver). 1. Tahap 1, meruapakan tahap pengembangan ide
2. Tahap 2, tahap encode (enkode) 3. Tahap 3, tahap transmit ( transmisi) 4. Tahap 4, tahap receive (penerimaan) 5. Tahap 5, tahap decode (dekode)
6. Tahap 6, tahap use (penggunaan pesan)
7. Komunikasi tersebut efektif bila receiver dapat menerima pesan dengan baik, mengerti, menyetujuinya, menggunakannya, dan adanya umpan balik (feedback) terhadap pesan yang diterima dari
sender.
b. Model proses komunikasi menurut Sikula
Proses komunikasi sangat baik dijelaskan dalam bentuk suatu model yang menggambarkan serangkaian tahapannya.
2. Enconding (pemrosesan pesan) 3. Transmission (pengiriman pesan) 4. Medium (media)
5. Reception (penginterprestasian) 6. Decoding (pesan dimengerti) 7. Action (tindakan nyata) 8. Feedback loops (umpan balik)
c. Model proses komunikasi menurut Odiorne
Komunikasi termasuk semua perilaku yang dihasilkan dari saling bertukar pengertian. Hal tersebut termasuk segala sesuatu yang dilakukan dalam menyampaikan maksud atau ide-ide kepada orang lain. 1. Sender (pengirim)
2. Message (pesan) 3. Code (kode) 4. Encode (enkode) 5. Transmit (pengiriman) 6. Decode (pesan dimengerti) 7. Receiver (pengiriman) 8. Feedback (umpan balik) 4. Indikator Komunikasi
Menurut Flippo dalam Mangkunegara (2013) komunikasi merupakan aktivitas yang menyebabkan orang lain menginterpretasikan suatu ide,
terutama yang dimaksudkan oleh pembicara atau penulis. Terdapat tujuh indikator komunikasi yaitu :
a. Cara penyampaian informasi
b. Sikap dari pengirim dan penerima pesan c. Pengetahuan yang dimiliki
d. Media saluran yang digunakan
e. Keterampilan mendengar dan membaca f. Norma atau nilai budaya tertentu g. Jarak tempat berkomunikasi
E. Kinerja Karyawan
1. Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Sedarmayanti (2011), mengungkapkan bahwa kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan). Menurut Wibowo (2012), kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja. Menurut Mangkunegara (2013), kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut Mangkunegara (2013) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ rata-rata (IQ 110–120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right
man on the right place, the right man on the right job).
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (sikap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya seorang pegawai harus
siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai serta mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
3. Dimensi Kinerja
Menurut Bernadin dan Russel dalam Kaswan (2012) kinerja karyawan yang mempengaruhi seberapa banyak atau seberapa besar pegawai memberi kontribusi kepada organisasi, yang di ukur dalam kriteria yang digunakan sebagai dasar menilai kinerja. Indikator kinerja terbagi menjadi lima yaitu : a. Kualitas kerja
b. Kuantitas yang dihasilkan dalam bekerja
c. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan perkerjaan d. Kemandirian karyawan
e. Kemampuan kerja karyawan
F. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain :
1. Penelitian yang dilakukan Ahiruddin (2011) dengan judul penelitian “pengaruh konflik dan stres kerja terhadap kinerja karyawan CV. Bina Cipta Nusa Perkasa Bandar Lampung”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik dan stres pada karyawan CV. Bina Cipta Nusa Perkasa, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan konflik dan stress pada karyawan CV. Bina Cipta Nusa Perkasa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konflik dan stres kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan CV. Bina Cipta Nusa Perkasa. Selain itu, studi ini menemukan bahwa insentif finansial dan peningkatan disiplin berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan CV. Bina Cipta Nusa Perkasa.
2. Penelitian yang dilakukan Prabasari dan Netra (2013) dengan judul “pengaruh motivasi, disiplin kerja, dan komunikasi terhadap kinerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali”. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh motivasi dan disiplin serta lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan baik secara simultan ataupun parsial, dan untuk mengetahui variabel yang berpangaruh lebih besar terhadap kinerja karyawan pada PT PLN (Persero) Distribusi Bali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi, disiplin kerja dan komunikasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi, disiplin kerja dan komunikasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Selain itu, studi ini menemukan bahwa motivasi merupakan variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
3. Kiswanto (2010) melakukan penelitian yang berjudul “pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kinerja karyawan Kaltim Pos Samarinda”. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui apakah variabel kepemimpinan dan komunikasi secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada Kaltim Pos
Samarinda, dan untuk mengetahui variabel yang memberikan pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan pada Kaltim Pos Samarinda. Dari penelitian tersebut, menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Kaltim Pos Samarinda. Komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada Kaltim Pos Samarinda.
G. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Azeez (2010) dalam Afriansyah (2014) mengatakan bahwa konflik dapat menjadi positif ketika konflik dapat mendorong kreativitas, membuat perubahan baru bagi perusahaan, merubah sudut pandang karyawan, dan mengembangkan kemampuan manusia untuk dapat menangani perbedaan interpersonal. Oleh karena itu, konflik mempunyai hubungan dengan kinerja karyawan.
Menurut Indriyatni (2010) menemukan bahwa konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Saina (2013) menemukan bahwa konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan 2. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Saina (2013) berpendapat bahwa setiap orang pasti mengalami stres, baik di luar organisasi maupun di dalam organisasi apapun. Dengan kata lain, setiap orang tidak dapat menghindari stres, untuk itu karyawan maupun pimpinan berkewajiban mengelolanya dengan baik. Ketika seorang karyawan maupun manajer mampu mengelola stresnya dengan baik, maka konsekuensinya adalah fungsional (positif), sebaliknya jika mengabaikan stres yang muncul, konsekuensinya adalah negatif terhadap individu maupun organisasi. Dengan demikian stres kerja mempunyai hubungan yang penting dengan kinerja karyawan.
Menurut Robbins (2003) dalam Sutrisno (2014) menemukan bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Mauli, et al (2012) menemukan bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Stres kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan 3. Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan
Menurut Njue dan Iravo (2013) mengungkapkan bahwa komunikasi memiliki arti penting sebab tanpa ada komunikasi tidak akan terjadi interaksi antar orang-orang yang ada dalam suatu organisasi. Dalam situasi tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk mencapai sasaran yang jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. Dalam situasi tertentu pula komunikasi dimaksudkan untuk merubah sikap atau tingkah laku seseorang
atau sejumlah orang sehingga ada efek terentu yang diharapkan, dalam hal ini salah satunya adalah kinerja karyawan. Dengan demikian komunikasi mempunyai hubungan yang penting dengan kinerja karyawan.
Menurut Putra dan Supartha (2014) menemukan bahwa komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Prabasari dan Netra (2013) menemukan bahwa komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan pernyataan di atas maka, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H3 : Komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan Dari kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis di atas, maka dapat digambarkan model penelitian pada Gambar 2.1
Gambar 2.1