• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. HALAMAN AWAL... i. DAFTAR ISI... ii. DAFTAR GAMBAR... iv. DAFTAR TABEL... v. ABSTRAK... vi. 1.1 Latar Belakang Penelitian...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. HALAMAN AWAL... i. DAFTAR ISI... ii. DAFTAR GAMBAR... iv. DAFTAR TABEL... v. ABSTRAK... vi. 1.1 Latar Belakang Penelitian..."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI HALAMAN AWAL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v ABSTRAK ... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum ... 6 1.3.2 Tujuan Khusus ... 6 1.4 Manfaat Penelitian ... 6 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6 1.4.2 Manfaat Aplikatif ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)... 8

2.2 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 9

2.3 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 12

2.4 Manajemen Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 15

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir ... 23

(2)

iii

3.2 Kerangka Konsep ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 26

4.2 Subjek dan Sampel 4.2.1 Variabilitas Populasi ... 27

4.2.2 Kriteria Subjek ... 27

4.2.3 Besaran Sampel ... 28

4.2.4 Teknik Penentuan Sampel ... 29

4.3 Variabel 4.3.1 Identifikasi Variabel ... 29

4.3.2 Definisi Operasional Variabel ... 30

4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian ... 33

4.5 Protokol Penelitian ... 33

4.6 Analisis Data ... 34

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Subyek ... 37

5.2 Pola Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) ... 40

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

(3)

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian Pola Penatalaksanaan DBD Pada Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng Tahun 2013 ... 25

(4)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dosis Parasetamol Menurut umur ... 18

Tabel 2.2 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang... 20

Tabel 5.1 Karakteristik Subyek ... 36

Tabel 5.2 Pola Penatalaksanaan DBD pada Anak ... 41

Tabel 5.3 Distribusi Rehidrasi Cairan Intravena Berdasarkan Derajat Penyakit .. 42

Tabel 5.4 Distribusi Pemberian Antibiotik Berdasarkan Derajat Penyakit... 52

(5)

GAMBARAN DESKRIPTIF POLA PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BULELENG

TAHUN 2013 I Wayan Adi Pranata

ABSTRAK

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi wilayah tropis yang menyerang sebagian besar anak berumur di bawah 15 tahun di negara berkembang dan berpenghasilan menengah kebawah. Meskipun terdapat berbagai panduan standar penatalaksanaan DBD, namun penerapan yang sesuai di penyedia layanan kesehatan tergolong sangat rendah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penantalaksanaan DBD pada anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian adalah semua pasien anak dengan DBD yang memiliki data rekam medis dari bulan Juli sampai September 2013 di Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten Buleleng melalui metode total sampling. Jenis penatalaksanaan pasien dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu rehidrasi intravena, antipiretik-analgetik, antibiotik, dan terapi tambahan (antiemesis, antiinflamasi, imunomodulator, dan vitamin). Dari 51 sampel, jenis penatalaksanaan yang diberikan berupa rehidrasi intravena, antipiretik-analgetik, antibiotik, antiemesis, antiinflamasi, imunomodulator, dan vitamin masing-masing sebesar 100 %, 98 %, 41,2 %, 47,1 %, 15,7 %, 23,5 %, dan 47,1 %. Secara umum, pola penatalaksanaan pasien anak dengan DBD Instalasi RSUD Kabupaten Buleleng meliputi pemberian rehidrasi intravena dan antipiretik. Pemberian antibiotik dan terapi tambahan masih belum rutin diberikan.

Kata kunci: demam berdarah dengue, rehidrasi intravena, antipiretik, antibiotik, terapi tambahan

DESCRIPTIVE OVERVIEW OF MANAGEMENT PATTERN OF DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) IN CHILDREN IN INPATIENT DEPARTMENT OF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

(RSUD) KABUPATEN BULELENG 2013 I Wayan Adi Pranata

ABSTRACT

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease that attacks the tropical areas with the majority affecting children under the age of 15 years in developing and low and middle income countries. Although there is a various standard guidelines related to the management of dengue viral infections, its appropriate application in the health care providers is relatively very low. This study was conducted to determine the pattern of management of dengue hemorrhagic fever in children in Inpatient Department of Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buleleng in 2013. The study used a descriptive observational with

(6)

vii

cross-sectional approach. The samples were all pediatric patients with DHF who have medical records from July to September 2013 in the Inpatient Department of RSUD Kabupaten Buleleng through total sampling. The types of management of patients were classified into 4 groups, namely intravenous rehydration, antipyretic-analgesic, antibiotic, and additional therapy (antiemetics, anti-inflammatory, immuno-modulatory drugs, and vitamins). According to the data of the 51 samples, the type of management given in the form of intravenous rehydration, antipyretic-analgesic, antibiotic, antiemetics, anti-inflammatory, immuno-modulatory drugs, and vitamins were 100%, 98%, 41.2%, 47.1%, 15.7%, 23.5%, and 47.1% respectively. The general pattern of the management of pediatric patients with DHF in Inpatient Department of Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buleleng include administration of intravenous rehydration and antipyretic. Antibiotics and additional therapy is still not routinely given.

Keywords: dengue hemorrhagic fever, intravenous rehydration, antipyretic, antibiotic, additional therapy

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan globalisasi dan modernisasi yang pesat tidak hanya memberikan dampak baik tetapi juga memberikan dampak buruknya dalam perspektif kesehatan. Tingginya pertumbuhan penduduk dan mudahnya akses mobilitas penduduk telah mendorong pergeseran pola penyakit endemik-lokal menjadi permasalahan kesehatan berupa penyakit pandemik-global dimana penyakit infeksi dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan signifikansi nya dan memerlukan perhatian serius. Bersama golongan non-communicable diseases (NCD), penyakit infeksi telah dinyatakan sebagai penyakit penyebab permasalahan dan kerugian dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan kesehatan di berbagai negara berkembang dan berpenghasilan menengah kebawah; yang mana kedua penyakit ini disebut double burden diseases. Salah satu infeksi yang telah menjadi pandemik signifikan di seluruh dunia beriklim tropis dan subtropis adalah infeksi virus dengue, dimana penyakit yang ditimbulkannya disebut demam berdarah dengue (DBD) (WHO, 2009; Wilder-Smith dan Gubler, 2008).

Infeksi virus menyebabkan kondisi klinis yang berbeda dimulai dari fase infeksi asimtomatik tanpa gejala, demam ringan akut tidak spesifik (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) (dengue fever [DF]), infeksi berat yang ditandai dengan permeabilitas kapiler yang akan menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) (dengue hemorrhagic fever [DHF]) dan paling parah

1

(8)

ix

bermanifestasi sebagai sindrom shock dengue (SSD) (dengue shock syndrome [DSS]). DBD atau DHF merupakan penyakit demam akut (acute febrile illness) akibat infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina dari jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus, dengan gejala klasik demam (biphasic fever) dua sampai tujuh hari yang diikuti sakit kepala berat, nyeri di bagian retro-orbital, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ketidaknyamanan pencernaan, dan ruam (rash) disamping manifestasi perdarahan dari ringan sampai berat. Virus dengue terdiri atas empat serotipe yang berasal dari keluarga Flaviviridae, dan genus Flavivirus. Pasca pemulihan dari penyakit ini, individu akan memiliki kekebalan seumur hidup yang spesifik terhadap serotipe virus tersebut, namun tidak terhadap serotipe jenis lain apabila terpapar infeksi sekunder (Calisher, 2005; Martina dkk, 2009; WHO, 2009).

Menurut data World Health Assembly, sampai saat ini terdapat 17 jenis penyakit tropis terabaikan (neglected tropical diseases) yang telah disepakati bersama World Health Organization (WHO) dimana fokus pemberantasan penyakit tertuju pada DBD sebagai penyebab ancaman skala besar di seluruh dunia (WHO, 2010 dan 2013). Fakta ini diperkuat oleh data dari WHO terkait estimasi endemisitas akibat DBD yang mencapai 112 negara dan menjadikan dua setengah sampai tiga miliar penduduk atau sekitar 40 persen dari total populasi dunia hidup dalam risiko tinggi. DBD memberi dampak yang sangat signifikan dalam pelbagai bidang, terutama beban ekonomi, politik, dan kesehatan. Cerminan health burden terkait angka disabilitas pada negara endemik seperti di Asia dan Amerika sekitar 1.300 disability-adjusted life years (DALYs) per juta 2

(9)

populasi dimana hal ini menunjukkan kemiripan beban (burden) penyakit anak dan tropis, terutama tuberkulosis di area tersebut (Suhendro dkk, 2006).

Berdasarkan data oleh WHO, diperkirakan terjadi 50 sampai 100 juta kasus infeksi virus dengue secara global setiap tahunnya, dengan 250.000 sampai 500.000 termasuk kasus DBD dan angka kematian 24.0000 jiwa setiap tahunnya. Berdasarkan jumlah tersebut, sekitar 90% infeksi terjadi pada golongan anak dibawah 15 tahun. Data dari seluruh dunia menunjukkan sampai saat ini Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 WHO mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (WHO, 1997; Gibbons and Vaughn, 2002; Malavige et al., 2004).

Diperkirakan 500.000 orang dengan DBD memerlukan hospitalisasi setiap tahunnya dan dinyatakan sebagai penyebab paling umum tingginya angka masuk rumah sakit (MRS) bagi anak-anak, terutama di Asia Tenggara. Case Fatality Rate (CFR) di Asia berada dalam rentangan 0,5 – 3,5% (biasanya 2,5%), namun dapat mencapai lebih dari 20% apabila tidak didiagnosis dan diterapi dengan tepat. Pada epidemi virus ini, attack rate mencapai 80-90% pada orang yang rentan (Calisher, 2005; Malavige dkk, 2004; Candra, 2010).

Data nasional Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan selama tahun 2011 terdapat 13 kabupaten/kota dari tujuh provinsi yang melaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD dimana pada tahun ini terdapat 65.432 kasus dengan jumlah kematian 595 (CFR 0.91 %) penderita (incidence rate [IR] 27.57 per 100.000). Data Propinsi Bali pada tahun 2011

(10)

xi

menunjukkan angka insidens (IR) tertinggi secara nasional terdapat di Provinsi Bali, yaitu 86,33 kasus per 100.000 penduduk dengan CFR 0,23% dimana pada tahun ini juga kota Denpasar merupakan penyumbang kasus DBD terbesar dengan angka insiden 143,2 per 100.000 (Kementerian Kesehatan RI,2012). Oleh karena itu, sebagai kawasan pariwisata, sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakatnya yang dapat dicapai melalui pilar penatalaksanaannya secara komprehensif, sebab DBD termasuk traveler disease yang juga menjadi perhatian dunia (Purnama dan Baskoro, 2012).

Penatalaksanaan DBD pada dasarnya ditentukan oleh derajat keparahan penyakitnya dimana prinsipnya merupakan pengobatan supportif-simtomatis terkait gejala dan defisit cairan yang muncul dalam rangka mencegah timbulnya shock. Elemen utama sebagai modalitas tata laksana DBD adalah terapi cairan (volume replacement) dan antipiretik (penurun panas). Pengawasan khusus yang diperlukan meliputi pengawasan tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, intake dan output cairan, nyeri abdomen, terjadi akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya pelebaran hati lebih dari dua sentimeter, dan perdarahan yang timbul. Di Indonesia terdapat panduan baku yang mengatur pola penatalaksanaan DBD yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak tahun 2005, sedangkan panduan di tingkat internasional dikeluarkan oleh WHO pada tahun 1997 dan telah dilakukan revisi di tahun 2009. Pola pengobatan yang adekuat dapat menurunkan fatalitas (CFR) penyakit mencapai kurang dari satu persen dan menekan kemungkinan komplikasi parah yang dapat terjadi seperti ensefalopati, ensefalitis, gagal hati, miokarditis, dan DIC (disseminated intravascular coagulation). 4

(11)

Namun ketersediaan panduan standar pelayanan DBD tersebut sampai saat ini masih belum mampu menurunkan indikator fatalitas yang masih tergolong tinggi di Indonesia akibat ketidaksesuaian praktik di lapangan (Chuansumrit dan Tangnararatchakit, 2006; Depkes RI, 2005; WHO, 2009).

Berdasarkan bukti yang dipaparkan, pengkajian dan evaluasi terhadap pola penatalaksanaan DBD merupakan suatu urgensi yang perlu mendapatkan perhatian mengingat saat ini kasus DBD di Indonesia semakin meningkat secara signifikan, lemahnya penerapan pola pengobatan baku dalam komunitas kesehatan, kurangnya pengalaman klinis (clinical experiences) terkait penanganan kebocoran plasma, dan health burden yang tinggi pada berbagai indikator kesehatan yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini erat kaitannya dengan rumah sakit yang menjadi salah satu lini utama penyedia pelayanan kesehatan tingkat rujukan dan spesialis. Upaya evaluasi ini dinilai memiliki beberapa keuntungan seperti optimalisasi penerapan aturan baku sehingga dapat dijadikan basis data yang adekuat dan akurat sebagai dasar acuan memberikan penatalaksanaan DBD yang tepat. Pada akhirnya, tujuan yang diharapkan adalah agar dapat menentukan kebutuhan atas stok obat dan sarana terapi, selain dimanfaatkan oleh para pemangku kebijakan, tenaga kesehatan, maupun peneliti untuk dapat memberikan pelayanan yang komprehensif dimana implikasi akhirnya adalah menurunkan angka morbiditas, komorbiditas, disabilitas, dan mortalitas DBD.

(12)

xiii

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1). Bagaimana pola penatalaksanaan DBD pada anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng pada tahun 2013?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan ini meliputi: 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penatalaksanaan DBD pada anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penatalaksanaan DBD pada anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng pada tahun 2013

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritik

1). Sebagai data awal untuk menyusun studi analitik maupun studi intervensional yang lebih konklusif terkait dengan penatalaksanaan DBD pada anak.

2). Memberikan infomasi kepada instansi terkait dan tenaga kesehatan di dalamnya terkait dengan evaluasi penatalaksanaan DBD pada anak sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas anak akibat DBD.

(13)

3). Untuk memperkaya khazanah medis Indonesia dalam penatalaksanaan DBD pada pasien anak.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

1). Sebagai pedoman dalam peningkatan penatalaksanaan DBD baik meningkatkan edukasi terhadap pasien dan kewaspadaan praktisi kesehatan terhadap gejala dan tanda DBD pada anak sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan di tingkat komunitas.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hadis diatas rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya , agar menuntut ilmu, terutama sekali adalah ilmu agama kepada orang yang menguasai ilmu tersebut,

Akselerasi coriolis adalah akselerasi nyata yang muncul dalam bidang yang berputar dari referensi.Pada efek coriolis objek bergerak sepanjang garis lurus di bidang

Menurut fuqaha dari kalangan mazhab hanafi, zina adalah hubungan seksual yang dilakukan seorang laki-laki secara sadar terhadap perempuan yang disertai nafsu

Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses

Persentase Peningkatan Kapasitas Sarana dan Prasarana pendukung penanggulangan

Penelitian ini dilakukan melalui studi kasus pada dua (2) lembaga wakaf, dan masing-masing lembaga wakaf yang menjadi subyek dalam penelitian ini memiliki

Hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan hard Skills dan soft skills siswa kelas XI IPA

Subjek terdiri dari 6 siswa yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria 1) siswa kelas XI 2) siswa yang telah melaksanakan tes penyelesaian soal;