• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.PENDAHULUAN Lagu memiliki kekhasan dalam mengungkapkan pesan dikarenakan memiliki lirik dan irama. Lagu juga merupakan media ekspresi seorang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A.PENDAHULUAN Lagu memiliki kekhasan dalam mengungkapkan pesan dikarenakan memiliki lirik dan irama. Lagu juga merupakan media ekspresi seorang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

A.PENDAHULUAN

Lagu memiliki kekhasan dalam mengungkapkan pesan dikarenakan memiliki lirik dan irama. Lagu juga merupakan media ekspresi seorang penciptanya terhadap fenomena yang ada di masyarakat. Temanya bisa berisi tentang cinta, kritik sosial, dan lain-lain.

Lirik lagu yang dibuat penciptanya bercerita tentang segala macam permasalahan dalam kehidupan. Tema yang diusung dalam sebuah lirik bisa berisi tentang hakikat cinta, kritik terhadap pemerintah, kehidupan sosial masyarakat, dan lain-lain. Lewat lirik, sang pencipta lagu berusaha untuk menyampaikan sebuah pesan kepada pendengarnya.

Di antara banyak lagu yang beredar di tanah air, lagu bergenre dangdut mencuri perhatian penulis untuk diteliti. Pertama, dangdut dan Indonesia seolah menjadi kesatuan bahkan masyarakat dari berbagai belahan dunia mengenal dangdut sebagai ikon negara kita. Kedua, pertumbuhan musik dangdut semakin maju. Hal ini ditandai dengan semakin diterimanya musik dangdut oleh berbagai kalangan masyarakat, baik di desa maupun di kota. Ketiga, jenis, irama, dan peralatan yang digunakan semakin beragam sehingga tidak mengherankan jika musik dangdut melahirkan subgenre baru seperti Keroncong Dangdut (Congdut), Disco Dangdut, Dangdut Campursari, House Dangdut, dan Dangdut Koplo.

Menurut sejarahnya, dangdut merupakan ragam musik nusantara yang diyakini berasal dari Melayu Deli, Sumatera Utara. Hal itu sejalan dengan yang diungkapkan Rhoma Irama (Weintraub, 2010: 34). Namun ada juga pihak yang beranggapan dangdut lebih tepat berasal dari India. Dalam dangdut ada bunyi gendang tabla yang biasa digunakan dalam musik India.

Istilah dangdut semula dianggap mengandung hinaan untuk pola rancak gendang yang berbunyi “dang-dut”. Ditambah lagi musik ini berkembang di lingkungan urban yang sosial dan ekonomi masyarakatnya terpinggirkan. Hal tersebut semakin memperkuat pandangan masyarakat akan dangdut sebagai musik menengah ke bawah. Pada awal kemunculannya, terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat terhadap keberadaan jenis musik yang kental dengan bunyi gendang ini.

Sekitar tahun 1970-an musik dangdut berkembang. Di tangan Rhoma Irama dangdut makin dikenal masyarakat di segala penjuru nusantara. Raja dangdut tersebut bahkan menjadikan dangdut sebagai media dakwahnya. Sebagai bukti, dalam tiap lirik lagunya, ia selalu menyematkan pesan kebaikan berupa himbauan agar mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa seperti yang terdapat pada lagu Doa dan Perjuangan. Selain itu, beberapa liriknya memuat kritik sosial

(2)

masyarakat. Dangdut bagi Rhoma Irama (Weintraub, 2010: 101), memainkan peran penting dalam membangun akhlak masyarakat dan membantu memerangi penyakit sosial seperti perjudian, penggunaan narkotika, dan perzinahan. Pada masa itu masyarakat seolah-olah diajak untuk kembali mengkaji nilai-nilai yang diajarkan oleh agama.

Sekitar tahun 2000-an, dangdut telah bertransformasi menjadi sebuah sajian musik menggelegar dan mengandung lirik yang mengetengahkan tema seksualitas. Pakem lama ditinggalkan dan berganti dengan irama yang mengentak seperti yang tertuang dalam lagu Jupe Paling Suka 69, Mobil Bergoyang, Apa Aja Boleh, Hamil Duluan, Maaf Kamu Hamil Duluan, Satu Jam Saja, Mucikari Cinta, Melanggar Hukum Wanita Lubang Buaya dan Ada Yang Panjang. Bukan hanya itu, lagu dangdut tersebut disajikan penyanyinya dengan goyangan sensual yang mengundang riuh banyak penonton. Masing-masing penyanyi yang umumnya perempuan meliuk-liukkan tubuh seolah berlomba-lomba mengukuhkan eksistensinya melalui goyangan dengan nama yang khas.

Fenomena ini membuktikan telah terjadi perubahan mendasar dalam tatanan hidup masyarakat Indonesia bahkan pada kehidupan seksualitas perempuan. Hal yang semula bagi perempuan tabu kini diumbar secara blak-blakan. Tema lagu perselingkuhan dengan lirik yang vulgar tersebut menunjukan perempuan berani mengungkapkan pengalamannya termasuk urusan seksualitas. Mereka seakan ingin mendobrak streotip yang berlaku selama ini yang mempoposisikan perempuan sebagai korban laki-laki.

Dalam penelitian ini, objek yang dipilih adalah 10 lagu dangdut populer dari tahun 2000 hingga sekarang karena mengandung lirik yang mengandung seksualitas. Lirik tersebut jika diperdengarkan dengan saksama mengarah pada unsur seksualitas. Seksualitas berarti tindakan atau perilaku seksual dan seolah menunjukan representasi perempuan masa kini yang berani mengutarakan pengalaman seksnya. Namun intrepretasi tersebut tentu tidak akan dapat dipercaya apabila tidak didukung dengan disiplin ilmu tertentu.

Untuk mengetahui kedalaman maksud tuturan dalam lirik lagu tersebut maka digunakanlah pendekatan pragmatik. Berikut merupakan definisi pragmatik menurut Cruse (Cummings, 2007: 2).“Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara

(3)

konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan)”.

Hakikatnya seorang penyanyi melantunkan lagu sama halnya dengan berkomunikasi. Mereka menyampaikan maksud kepada pendengarnya dengan harapan pendengar mengamininya. Dalam disiplin ilmu pragmatik, si penyanyi disebut juga sebagai penutur. Ketika seorang penutur menjalankan kegiatannya maka ia melakukan lokusi, ilokusi, dan mungkin perlokusi. Seperti yang dikemukakan Austin (Cummings, 2010: 9), adapun tujuan penutur dalam bertutur bukan hanya memproduksi kalimat yang memiliki pengertian dan acuan tetapi juga memberikan kontribusi jenis gerakan interaksional tertentu pada komunikasi.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan harapan memperjelas gambaran perempuan masa kini sekaligus memberikan intrepretasi mengenai lagu dangdut yang bermuatan seksual dengan landasan disiplin ilmu. Dengan demikian masyarakat penikmat musik dangdut dapat lebih bijak memilih lagu. Sebab seyogyanya musik dan lagu harus memberikan informasi, ajaran, dan tuntunan bagi masyarakat.

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi lirik lagu dangdut yang cenderung vulgar dengan tema perselingkuhan yang mengarah pada tindakan seksual. Penyanyi perempuan yang melantunkan lagu dengan lirik tersebut seolah ingin mengutarakan keberaniannya tentang tindakan yang ia alami. Ini menunjukan representasi perempuan masa kini yang ingin keluar dari pandangan masyarakat umum yang menyebutkan perempuan lemah dan selalu menjadi korban. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. a. Bagaimanakah jenis implikatur yang terdapat dalam lirik lagu dangdut populer tahun 2000-an? b. Bagaimanakah representasi perempuan masa kini yang tergambar dalam lirik lagu dangdut? Penelitian ini diharapkan Bentuk implikatur lirik lagu dangdut yang populer tahun 2000an. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap makna dalam lirik lagu dangdut populer tahun 2000-an sekaligus melihat gambar2000-an perempu2000-an masa kini. Bagi masyarakat, hasil peneliti2000-an diharapk2000-an mendidik mereka untuk bijak memilih lagu terutama dangdut. Masyarakat tidak lagi terpaku pada irama yang mengbibur tetapi lirik lagu yang mengandung nilai kebaikan sehingga berdampak pada perilaku.

B.PEMBAHASAN

(4)

Musik sebagai salah satu bentuk kebudayaan memiliki tempat yang istimewa di hati masyarakat. Musik seakan terus berevolusi mengikuti perkembangan zaman. Beragam jenis musik dan alirannya terus bermunculan dan satu di antaranya adalah musik dangdut. Musik identik dengan pernyataan isi hati manusia dalam bentuk bunyi yang teratur dan mempunyai unsur keselarasan yang indah tidak terkecuali dengan dangdut. Menariknya, dangdut memiliki ciri khas yaitu penyanyi menggunakan teknik cengkok mendayu-dayu dan diikuti detak atau ketukan gendang yang membahana.

Dangdut sebagai sebuah budaya populer semula hanyalah genre musik kaum urban pinggiran kota. Namun seiring waktu, dangdut diminati oleh berbagai kalangan dari pedagang kaki lima hingga kaum elite. Bahkan musik ini tidak hanya diperdengarkan di angkutan umum tetapi sudah merambah ke hotel berbintang. Ini menunjukan dangdut sudah mendapat tempat di hati berbagai kalangan dan menjadi budaya populer.

Seiring perjalanannya dangdut banyak mengalami perubahan. Dangdut meninggalkan pakem lama yang mendayu-dayu dengan lirik yang puitis. Dangdut yang ditampilkan justru menonjolkan goyangan erotis penyanyinya yang sebagian besar perempuan serta lirik lagu yang cenderung nakal. Tidak sedikit dari lirik lagu dangdut yang ada kini mengungkapkan keberanian perempuan termasuk mengumbar pengalamannya melakukan seks. Hal itu seolah membuktikan perempuan ingin keluar dari streotip yang terbentuk selama ini. Seperti yang dikemukakan Murniati (2004: XXIII) perempuan dianggap subordinat atas kaum laki-laki yang menghasilkan ketidakadilan dan berwujud kekerasan. Murniati (2004: 92) menjelaskan hubungan laki-laki dan perempuan di Indonesia semula hubungan mita (bilineal). Akantetapi sistem ini berubah ke arah partinileal karena pengaruh dari luar terutama ketika Indonesia awalnya dijajah oleh negara lain. Pada lirik lagu dangdut yang bermuatan vulgar, perempuan seolah ingin membuktikan kekuasaannya atas laki-laki akantetapi disatu sisi hal itu menunjukan perempuan belum mampu lepas dari konstruksi yang menjadikan perempuan pelengkap dan pelayan.

Gejala ini sebetulnya patut disayangkan karena efek dari lirik tersebut bukan saja bagi perempuan namun bagi pendengar musik yang sebagian besar generasi mudah. Adapun lirik lagu yang akan penulis analisis dengan menggunakan ilmu pragmatik terutama mengenai implikatur pada penelitian ini adalah lirik lagu dangdut pada era tahun 2000-an yang mengandung unsur seksualitas. Lirik lagu dangdut pada tahun 2000-an yang mencerminkan unsur seksualitas tersebut adalah sebagai berikut:

(5)

a. Jupe Paling Suka 69 (Julia Perez)

b. Mobil Bergoyang (Lia MJ feat Asep Rumpi) c. Apa Aja Boleh (Della Puspita)

d. Hamil Duluan (Tuty Wibowo)

e. Maaf Kamu Hamil Duluan (Ageng Kiwi) f. Satu Jam Saja (Saskia Gotik)

g. Mucikari Cinta (Rimba Mustika) h. Melanggar Hukum (Mozza Kirana) i. Wanita Lubang Buaya (Minawati Dewi) j. Ada Yang Panjang (Rya Sakila)

Lagu-lagu dangdut tersebut pernah dicekal kehadirannya oleh KPI. Hal ini pernah dimuat di Surabaya Pagi tanggal 23 Februari 2012 dan juga di beberapa harian umum lokal dan nasional. KPI menganggap bahwa lirik lagu yang terdapat pada lagu-lagu dangdut tersebut mencerminkan unsur seksualitas yang tidak sepantasnya dipublikasikan kepada media sebab sebagaimana kita ketaahui bahwa penikmat lagu-lagu dangdut tidak hanya dari kalangan dewasa saja, akan tetapi pada zaman sekarang anak-anak pun sudah hafal dengan lirik-lirik lagu dangdut tersebut.

Implikatur Percakapan dalam Pragmatik

Untuk bisa memahami bentuk tuturan sekaligus melihat representasi perempuan dalam lirik lagu dangdut tentu membutuhkan sebuah ilmu untuk membedahnya. Penulis menggunakan pragmatik untuk mengetahui aktivitas tuturan yang berwujud pada implikatur dalam lirik lagu tersebut.

Ihsan (2011: 93) menyatakan bahwa implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung, yakni makna dari sebuah ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Senada dengan Ihsan, Brown dan Yule (1983: 1) menyatakan bahwa implikatur digunakan untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa implikatur adalah bagian dari aktivitas berbahasa yang harus dipahami oleh penutur dan lawan tutur dalam interaksi lingualnya. Implikatur juga merupakan salah satu kajian

(6)

ilmu pragmatik yang lebih khusus membahas tentang makna kata yang secara implisit terkandung dalam suatu percakapan

Jenis Implikatur

Rahardi (2003: 85) menyatakan bahwa terdapat dua jenis implikatur. Kedua jenis implikatur tersebut adalah implikatur konvensional dan implikatur nonkonvensional.

a. Implikatur konvensional

Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh langsung dari makna kata bukan dari prinsip percakapan.

b. Implikatur nonkonvensional

Implikatur nonkonvensional adalah implikasi pragmatik yang tersirat di dalam suatu percakapan. Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu fungsi pragmatik dan di dalam tuturan percakapan itulah terimplikasi suatu maksud atau tersirat fungsi pragmatik lain yang dinamakan implikatur percakapan.

Konstruksi Realitas Perempuan dalam Budaya Patriarki

Menurut Eriyanto (2006), realitas tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi terdapat sebuah pertarungan dari kelompok tertentu yang berusaha memperebutkan makna. Hal ini sejalan dengan pemikiran Foucalt bahwa realitas sosial merupakan arena diskusif (aturan makna) yang diperebutkan oleh berbagai kelompok sosial. “Diskursif adalah praktek sosial dan kekuasaan yang berkaitan dengan produksi pengetahuan lewat konstruksi makna” (Barker, 2000: 81). Pertarungan dalam memperebutkan makna terjadi ketika sebuah kelompok sosial maupun individu menguasai suatu diskursif sehingga mereka dapat menguasai pemikiran masyarakat kepada aturan makna yang mengarahkan kepada kepentingan kelompok mereka. Akhirnya, muncul kebenaran umum atau universal truth yang dipercayai masyarakat karena aturan makna telah dibentuk oleh pihak yang memiliki kuasa (Giddens, 2003).

Eviota (1992: 7) berpendapat bahwa salah satu hasil dari konstruksi sosial yaitu gender. Gender adalah konstruksi dan tatanan sosial mengenai berbagai perbedaan antara jenis kelamin yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki atau suatu sifat yang telah ditetapkan secara sosial maupun budaya. Konstruksi realitas perempuan juga terbentuk dari ideologi patriarki yang dianut oleh Indonesia. Menurut Capra (1998: 16), “Budaya atau sistem patriarki adalah budaya yang didasarkan atas sistem filsafat, sosial dan politik dimana ‘pria’ - dengan kekuatan,

(7)

tekanan langsung atau melalui ritual, tradisi, hukum dan bahasa, adat kebiasaan, etiket, pembagian kerja - menentukan peran apa yang boleh dan tidak boleh dimainkan oleh perempuan dan perempuan dianggap lebih rendah daripada pria”. Pendapat tersebut juga dipertegas oleh Beauvoir (dalam Lie, 2005), “Dalam budaya patriarki, perempuan diposisikan sebagai individu nomor dua dan laki-laki ditempatkan sebagai individu nomor satu. Perempuan hadir untuk mengabdi kepada laki. Perempuan tidak memiliki kekuatan tanpa laki karena jika dia menjauh dari laki-laki, maka eksistensinya tidak akan bermakna”.

Stereotype Perempuan dalam Masyarakat

Eriyanto (2006: 128) mengemukakan bahwa stereotype merupakan praktik representasi yang menggambarkan sesuatu yang umumnya penuh dengan prasangka negatif dan memiliki sifat subjektif. Fakih memaparkan lebih rinci mengenai stereotype perempuan dalam masyarakat sebagai berikut.

Stereotype merupakan suatu bentuk penindasan ideologi dan kultural, yakni pemberian label yang memojokkan kaum perempuan sehingga berakibat kepada posisi dan kondisi kaum perempuan. Misalnya saja, perempuan sebagai “ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka. Akibatnya jika mereka hendak aktif dalam kegiatan yang dianggapnya sebagai bidang kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis ataupun di pemerintahan, maka dianggap bertentangan atau tidak sesuai dengan kodrat perempuan (Fakih, 2008: 156).

Tubuh dan Seksualitas Perempuan

Priyatna (2006: 291) mengemukakan bahwa kebudayaan Indonesia secara keseluruhan membangun citra tubuh dan seksualitas sebagai wacana yang seharusnya sangat personal, yang tidak semestinya dibuka atau dibicarakan di depan umum. Meskipun demikian, wacana seks dan seksualitas selalu dapat melepaskan diri dari kungkungan itu dan menjadi berbagai produk budaya, baik dalam apa yang disebut sebagai kebudayaan tinggi maupun kebudayaan massa atau popular. Tubuh perempuan merupakan bagian utama yang selalu menjadi perhatian dalam budaya patriarki. Seperti yang diungkapkan Beauvoir dalam Priyatna berikut.

Perempuan adalah semata-mata objek laki-laki. Tubuh merupakan bagian dari proyek untuk ‘menjadi perempuan’. Perempuan lebih dari bicara tentang tubuhnya saja, melainkan juga mengandung makna bagaimana seseorang dengan tubuh perempuan itu menggunakan, memaknai

(8)

dan atau melakukan sesuatu melalui tubuhnya serta terus menerus berhubungan dengan dunia melalui tubuhnya dan sebaliknya. Artinya, ada interaksi antara tubuhnya dengan konteks sosisal historis yang berhubungan dengannya (Beauvoir dalam Priyatna, 2006: 65).

2.3.4 Representasi Perempuan dalam Teks (Lirik Lagu)

Representasi sendiri merujuk pada seseorang maupun sekelompok orang, gagasan maupun pendapat tertentu ditampilkan dalam teks media. Jadi, persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tertentu ditampilkan dan apakah objek tersebut sudah ditampilkan sebagaimana mestinya, artinya ditampilkan apa adanya atau justru diburukkan (Eriyanto, 2006). Dalam penelitian ini, melihat bagaimana perempuan ditampilkan dalam lirik lagu dan adanya dugaan bahwa perempuan masih ditampilkan negatif. Hal tersebut dapat terlihat dari penggunaan bahasa yang digunakan dalam lirik lagu. Sesuai yang dikatakan Eriyanto (2006: 116), sesuatu bisa ditampilkan sebagaimana mestinya atau tidak terjadi dengan menggunakan bahasa.

Hasil dan Pembahasan

Sebagai musik yang merakyat, dangdut senantiasa mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat kita. Saat ini, setiap minggu kita dapat menyaksikan acara musik dangdut di televisi atau hajatan pernikahan dan sunatan. Penggemarnya pun sungguh beragam. Bukan hanya orang dewasa, remaja dan anak-anak pun sekarang ikut mendendangkan. Bukan hanya kalangan ekonomi bawah dan menengah, kalangan ekonomi atas pun ikut menyanyikan. Sungguh asyik memang bernyanyi diiringi dengan gendang yang berdentam. Namun, sungguh disayangkan di balik kenikmatan tersebut terselip lirik yang seharusnya tak terucapkan.

Peranan lirik dalam sebuah lagu sungguhlah vital karena memberikan pesan kepada pendengar. Hal ini pun berlaku untuk musik dangdut. Jika dicermati, beberapa lirik lagu dangdut sekarang telah memojokkan posisi kaum perempuan. Pesan yang terkandung dalam lirik cenderung bersifat negatif karena mengarah pada tindakan pornografi yang tidak layak dikonsumsi. Selanjutnya, peneliti menganalisis beberapa lirik lagu dangdut yang pada akhirnya menjadikan lagu dan penyanyinya dicekal oleh Komisi Penyiaran Indonesia dengan menggunakan kajian pragmatik, khususnya mengenai implikatur.

(9)

Lirik judul Jupe Paling Suka 69 menjadi kontroversi ketika beberapa surat kabar cetak maupun elektronik memberitakan mengenai pencekalan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Harian Jawa Pos tanggal 9 Agustus 2016 menulis bahwa lirik lagu ini dianggap tidak sesuai dengan norma kesopanan, kesusilaan, dan agama. Bahkan lagu ini dilarang diputar diseluruh daerah Provinsi Banten karena bermuatan unsur sensualitas dan pornografi (cabul). Detik.com tanggal 21 Mei 2016 memberitakan bahwa Ketua Komisi Penyiaran Daerah Indonesia (KPID) Jabar yaitu Dedeh Fardiah melarang lagu Jupe Paling Suka 69 dengan alasan isi lagu tidak boleh mengesankan adegan seksual dan tidak mengkampanyekan pergaulan bebas. Menurutnya hal ini dilakukan untuk perlindungan terhadap anak dan remaja. Berikut lirik lengkap dari lagu Jupe Paling Suka 69.

(1) Kau elus-elus tubuhku Kau belai-belai rambutku Terpejam-pejam mataku Aduh aduh aduh nikmatnya Duh aduh aduh asyiknya Desah indahmu menusuk kalbu (2) Kau elus-elus tubuhku

Kau belai-belai rambutku Oh yes sungguh nikmatnya Oh yes sungguh bahagia (3) Suka suka jupe paling suka

Kasih sayangmu sungguh luar biasa Gairah cinta 69

(4) Suka suka jupe paling suka Kau buat aku tak berdaya Gairah cinta pun membara

(5) Halus halus halusnya selembut sutra Irama gaya kamasutra ala India (6) Kau elus-elus tubuhku

(10)

Oh yes sungguh nikmatnya Oh yes sungguh bahagia (7) Suka suka jupe paling suka

Kau buat aku tak berdaya Gairah cinta pun membara

(8) Halus halus halusnya selembut sutra Irama gaya kamasutra ala India

Secara keseluruhan lirik lagu Jupe Paling Suka 69 terdiri dari 8 bait atau bagian. Pengulangan atau bagian yang sama dari lagu terdapat pada bait (2) dan (6), (4) dan (7), serta (5) dan (8). Bagian atau bait (1) baris pertama sampai kelima menggambarkan seseorang yang merasa nikmat dan asyik ketika tubuhnya dielus-elus dan rambutnya dibelai oleh orang lain hingga matanya terpejam. Dari segi makna, kata elus atau mengelus yaitu mengusap-usap dengan rasa sayang. Kata elus dan mengelus bisa disandingkan dengan kata membelai. Baris keenam mengungkap makna secara keseluruhan dari bait (1). Kata desah pada baris tersebut bermakna membuang napas kuat-kuat. Jika dihubungkan dengan baris sebelumnya, hal ini bisa menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh dua orang saat mereka memadu kasih atau bercinta. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan aktivitas ini seandainya dilakukan oleh sepasang suami istri yang sah. Namun, tentu saja hal ini tidak layak ketika dituliskan menjadi sebuah teks dalam bentuk lirik lagu dan didengar oleh banyak orang.

Bait atau bagian (2) seolah menguatkan perasaan betapa nikmat dan bahagianya subjek “aku” pada saat tubuhnya dielus dan rambutnya dibelai. Hal ini dapat dilihat dari adanya pengulangan kembali seluruh kata pada baris pertama dan kedua. Dua baris terakhir merupakan bentuk ekspresi dari “aku” yang menikmati aktivitas tersebut dengan mengucapkan kata “oh yes”.

Bait atau bagian (3) subjek “aku” menyebut dirinya dengan Jupe. Tentu saja Jupe ini merujuk kepada nama penyanyinya yaitu Julia Perez. Pada baris pertama dan kedua, Jupe bertutur bahwa dirinya paling suka ketika dirinya mendapatkan kasih sayang yang luar biasa besar dari pasangannya. Namun, baris ketiga menjadi kontroversi dengan pilihan kata “gairah cinta 69”. Kata gairah bermakna keinginan (hasrat, keberanian) yang kuat. Cinta bermakna suka sekali, kasih sekali, dan ingin sekali. Jika kata gairah dan cinta digabung maka dapat bermakna keinginan yang kuat untuk menyayangi atau mengasihi. Di belakang kata gairah dan cinta terdapat sepasang nomor yaitu 69. Pasangan nomor ini merujuk pada posisi 69. Posisi ini tidak termasuk dalam gaya bercinta

(11)

tapi termasuk foreplay atau bagian dari pemanasan sebelum bercinta. Bait atau bagian (3) seolah mempertegas bahwa aktivitas yang dilakukan oleh “aku” bersama pasangannya adalah aktivitas hubungan badan (pemanasan) yang tak sepatutnya dimunculkan menjadi lirik dari sebuah lagu.

Bait atau bagian (4) mendeskripsikan betapa senangnya “aku” dibuat menjadi tidak berdaya oleh pasangannya. Hal tersebut menjadikan gairah “aku” menjadi semakin membara dalam bercinta. Bait atau bagian (5) mendeskripsikan betapa “aku” diperlakukan secara halus atau baik oleh pasangannya sehingga dirinya merasa nyaman pada saat melakukan aktivitas tersebut. Selain itu, pada baris kedua bait (5) terdapat kata “kamasutra”. Kamasutra merujuk pada nama sebuah kitab atau buku hasil karya literatur Sansakerta yang ditulis oleh Mallanaga Vatsyayana dan banyak dipakai sebagai buku acuan dalam hal percintaan. Kamasutra sendiri memiliki arti kama yaitu keinginan, hasrat, cinta atau nafsu sedangkan sutra berarti benang atau rangkaian. Sebagian orang mendefinisikan kamasutra sebagai benang atau tali pengikat dalam percintaan. Bait atau bagian (6), (7), dan (8) hanya merupakan pengulangan kata dari bait sebelumnya yang memang lumrah diucap ulang atau dinyanyikan kembali dalam sebuah lagu.

Berdasarkan teori implikatur yang dinyatakan oleh Grice (1975: 44), teks lagu Jupe Paling Suka 69 dapat dikategorikan sebagai jenis conventional implicature (implikatur konvensional). Implikatur konvensional ialah pengertian yang bersifat umum dan konvensional sehingga semua orang umumnya sudah mengetahui tentang maksud atau pengertian sesuatu hal tertentu. Semua kata yang terdapat dalam lirik lagu Jupe Paling Suka 69 cenderung bersifat eksplisit dan mudah untuk dipahami. Adapun kata seperti kamasutra dan pasangan nomor 69 semakin menegaskan bahwa lagu tersebut berisi adegan percintaan yang dilakukan oleh sepasang kekasih dan tidak seharusnya dimunculkan dalam sebuah lirik lagu karena dapat menimbulkan efek negatif bagi pendengarnya.

Lagu yang berjudul Jupe Paling Suka 69 seakan-akan merupakan representasi terkini kaum perempuan menurut pandangan feminisme radikal. Lagu tersebut secara jelas menyampaikan pesan bahwa perempuan saat ini lebih bebas untuk berekspresi termasuk mengungkapkan hal yang berkaitan dengan seksualitas. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan kondisi di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya masih berpegang teguh pada norma agama, kesopanan, dan kesusilaan.

(12)

Berdasarkan berita yang peneliti peroleh dari Konten Berita.Com tanggal 30 April 2016, lagu berjudul Mobil Bergoyang yang dilantunkan oleh Lia MJ dan Asep Rumpi menjadi salah satu lagu dangdut yang dilarang diputar di Jawa Barat oleh KPID. Alasan KPID melarang pemutaran lagu tersebut dikarenakan isi liriknya menggambarkan perilaku seks bebas dan bagaimana hubungan intim antar lawan jenis dilakukan. Berikut lirik lengkap dari lagu Mobil Bergoyang.

(1) Setiap malam di pinggir pantai mobil bergoyang Tidak di pantai, tidak di hotel, orang bergoyang Setiap malam di bawah lampu yang remang-remang Ada patroli tapi tak peduli yang penting hepi

(2) Ada yang genit ada yang centil ada yang nakal Dan ada pula kaum wanita penjaja cinta Cari yang enak tak perlu mahal di hotel-hotel Biar di pantai di setiap mobil nikmat bercinta

(3) Yang penting senang bergoyang bergoyang

Di setiap mobil digoyang digoyang Dipeluk cium merangsang merangsang Biarkan orang ah tegang ah tegang

(4) Asalkan senang bukan kepalang

Duh aduh sayang terasa melayang

(5) Setiap malam di pinggir pantai mobil bergoyang Tidak di pantai, tidak di hotel, di mobil oke (6) Ada yang genit ada yang centil ada yang nakal

Dan ada pula kaum wanita penjaja cinta Cari yang enak tak perlu mahal di hotel-hotel Biar di pantai di setiap mobil nikmat bercinta

(7) Yang penting senang bergoyang bergoyang

Di setiap mobil digoyang digoyang Di peluk cium merangsang merangsang Biarkan orang ah tegang ah tegang

(13)

(8) Asalkan senang bukan kepalang Duh aduh sayang terasa melayang

(9) Yang penting senang bergoyang bergoyang

Di setiap mobil digoyang digoyang Dipeluk cium merangsang merangsang Biarkan orang ah tegang ah tegang (10) Asalkan senang bukan kepalang

Duh aduh sayang terasa melayang

(11) Setiap malam dipinggir pantai mobil bergoyang Tidak di pantai, tidak di hotel, di mobil oke

Secara keseluruhan, lirik lagu tersebut ditulis menjadi 11 bait atau bagian. Terdapat beberapa bagian kalimat dalam lirik lagu tersebut yang diulang. Hal ini dapat ditemukan pada kalimat Setiap malam di pinggir pantai mobil bergoyang yang terdapat di awal bagian (1), (5), dan (11). Selain itu, terdapat pula kalimat Tidak di pantai, tidak di hotel, di mobil oke terdapat pada kalimat kedua bagian (5) dan (11). Pengulangan seluruh kalimat dapat ditemukan pada bagian (2) dan (6), bagian (3), (7), dan (9), bagian (4), (8), dan (10), serta bagian (5) dan (11). Pengulangan pada hampir seluruh bagian lirik merupakan hal yang biasa pada sebuah lagu. Selian itu, pengulangan ini menyebabkan durasi lagu menjadi lebih lama yaitu 5 menit 23 detik (sumber: youtube.com/watch?v=ZwtyHsKWM0Q).

Kalimat pertama pada bait pertama dari lagu tersebut dapat dijelaskan bahwa setiap malam mobil “bergoyang” di pinggir pantai (Setiap malam di pinggir pantai mobil bergoyang). Kata bergoyang memiliki kata dasar goyang yang bermakna bergerak atau berayun-ayun. Hal yang menyebabkan mobil bergoyang dapat diketahui dari kalimat kedua bait pertama yaitu Tidak di pantai, tidak di hotel, orang bercinta. Kalimat kedua tersebut menjelaskan bahwa yang menyebabkan mobil bergoyang adalah aktivitas bercinta yang dilakukan oleh orang. Kalimat ketiga bait pertama menjelaskan bahwa aktivitas bercinta tersebut dilakukan setiap malam dalam suasana lampu yang remang atau redup (Setiap malam di bawah lampu yang remang-remang). Kalimat terakhir pada bait pertama ditutup dengan kalimat (Ada patroli tapi tak peduli yang penting hepi), Mereka seakan tidak peduli kegiatannya tersebut diketahui oleh orang lain

(14)

khususnya petugas keamanan yang berpatroli. Bagi mereka yang penting bisa bahagia bisa melakukan aktivitas tersebut di atas sebuah mobil.

Bait kedua dimulai dengan kalimat (Ada yang genit ada yang centil ada yang nakal). Kalimat tersebut merujuk kepada pelaku dari aktivitas tersebut yang digambarkan dengan kata genit, centil, dan nakal. Kata genit dan centil bermakna gaya atau tingkah laku dari seseorang sedangkan kata nakal bermakna suka berbuat kurang baik. Hal ini semakin dipertegas oleh kalimat kedua bait kedua (Dan ada pula kaum wanita penjaja cinta). Kaum wanita penjaja cinta dapat kita maknai sebagai wanita tunasusila atau pelacur. Jadi, kata genit, centil, dan nakal secara khusus ditujukan untuk perempuan yang melakukan aktivitas tersebut. Kalimat ketiga bait kedua dapat dijelaskan bahwa untuk mencari kenikmatan dalam hal ini kegiatan bercinta tidak perlu dilakukan di hotel yang memiliki tariff mahal (Cari yang enak tak perlu mahal di hotel-hotel). Aktivitas ini bisa dilakukan di pantai di atas sebuah mobil yang penting mereka bisa merasakan kenikmatan bercinta (Biar di pantai di setiap mobil nikmat bercinta).

Bait ketiga dimulai dengan kalimat (Yang penting senang bergoyang bergoyang) kemudian dilanjutkan dengan kalimat (Di setiap mobil digoyang digoyang). Hal yang dipikirkan oleh orang yang melakukan aktivitas tersebut hanyalah kesenangan. Aktivitas bercinta yang mereka lakukan membuat mobil yang dijadikan tempat oleh mereka menjadi bergoyang. Mereka asyik saling berpelukan dan berciuman sehingga keduanya menjadi terangsang (Dipeluk cium merangsang merangsang). Mereka sama sekali tidak memedulikan orang lain. Sensasi bercinta yang membuat mereka lupa diri adalah yang utama. (Biarkan orang ah tegang ah tegang).

Bait keempat dimulai dengan kalimat (Asalkan senang bukan kepalang). Kalimat tersebut menjelaskan alasan orang-orang melakukan aktivitas tersebut adalah untuk sebuah kesenangan. Mereka serasa melayang dalam artian lupa akan segalanya saat melakukan aktivitas bercinta tersebut (Dua aduh sayang terasa melayang).

Bait kelima menjelaskan bahwa aktivitas mobil bergoyang atau bercinta dilakukan setiap malam di pinggir pantai (Setiap malam di pinggir pantai mobil bergoyang). Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan tempat aktivitas tersebut. Walaupun tidak bisa dilakukan di pantai atau di hotel maka di mobil pun tidak masalah (Tidak di pantai, tidak di hotel, di mobil oke).

Secara ekplisit dan tanpa memerlukan pemahaman yang mendalam teks ini mencerminkan jenis implikatur konvensional. Bait pertama penulis lagu mencoba untuk menyampaikan pesan mengenai aktivitas bercinta yang dilakukan oleh orang di atas sebuah mobil sehingga

(15)

menyebabkan mobil tersebut bergoyang. Mereka melakukan hal tersebut pada malam hari di pinggir pantai atau lokasi dengan lampu penerangan yang remang-remang tanpa sekalipun mengindahkan petugas keamanan yang berpatroli. Bagi mereka kebahagiaan melakukan aktivitas tersebut merupakan yang utama.

Kegiatan bercinta oleh pasangan bukan muhrim di atas sebuah mobil merupakan aktivitas nyata yang dapat ditemukan dalam kehidupan malam, terutama di kota-kota besar. Penulis lagu berusaha mengangkat realitas atau isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat kita saat ini ke dalam lirik sebuah lagu. Persoalan yang diangkat dalam lagu ini menjadi tidak layak dikarenakan tidak ada sebuah kata atau kalimat pun dalam lirik lagu yang menyatakan bahwa hal tersebut merupakan perbuatan tercela. Penulis hanya sekadar memotret fenomena yang ada tanpa mempertimbangkan pengaruh negatif bagi pendengarnya. Tentu saja hal ini menjadi alasan kuat bagi KPID Jawa Barat untuk melarang lagu ini diperdengarkan maupun ditampilkan di media.

Representasi perempuan dalam lirik lagu ini menjadi jatuh ke titik nadir terendah. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang murahan dan mudah untuk diperlakukan oleh siapa saja dan di mana saja. Tidak ada bentuk penyesalan sedikit pun dari sosok perempuan yang ditemukan dalam teks lagu ini. Mereka memandang bahwa pergaulan bebas tersebut merupakan hal biasa dan bisa dilakukan siapa saja. Bahkan, digambarkan bahwa perempuan dan pasangannya dalam teks lagu tersebut melakukan kegiatan seks terlarang dengan hati yang riang gembira.

Pentingnya seorang wanita untuk menjaga kesucian dan kehormatan sudah sangat diabaikan dalam teks lagu ini. Pengaruh dunia Barat yang memandang bahwa keperawanan tidak identik dengan kesucian nampaknya sudah berdampak nyata pada kehidupan sebagian orang di masyarakat kita. Padahal, pentingnya menjaga kesucian dan kehormatan bagi seorang perempuan sangat ditekankan oleh agama (Islam). Perempuan berperan penting dalam terciptanya sebuah peradaban yang agung. Ibarat batu bata, perempuan adalah pembangun generasi manusia.

Seorang filsuf dari Yunani yaitu Aristoteles mengemukakan sebuah teori bahwa laki-laki adalah manusia yang aktif dan perempuan bersifat pasif. Namun, teori tersebut sudah tidak relevan lagi dengan zaman sekarang. Perempuan menjadi lebih aktif dalam segala hal atau bidang. Terkadang mereka pun ingin lebih dominan dibandingkan dengan laki-laki termasuk dalam hal kekuasaan. Mereka menjadi lebih berani berekspresi, termasuk untuk urusan yang bersifat pribadi seperti aktivitas seks. Berdasarkan analisis tersebut disimpulkan bahwa sebagian besar kata dari lirik lagu yang menggunakan implikatur jenis konvensional. Pendengar dapat dengan mudah

(16)

memahami inti pesan atau makna yang terkandung di dalam teks. Selain itu pula lagu-lagu tersebut menjadi represenstasi perempuan masa kini yang lebih bebas untuk berekspresi termasuk hal yang dianggap tabu untuk dibicarakan.

Daftar Pustaka

Cumming, Louise. 2007. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar Teks Media. Yogyakarta: LKis.

Fakih, M. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irawati, I. R. 2000. Musik Jazz dan Dangdut dalam Analisis Stratifikasi Sosial Dalam Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kunjana, Rahardi. 2012. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

Murniati, Nunuk. 2004. Perempuan Indonesia Dalam Perspekti Agama, Budaya, dan Keluarga. Magelang : Indonesia Tera.

Ratna, B. M. 2005. Demokrasi Keintiman. Seksualitas di Era Global. Yogyakarta: LKis. Rohmadi, Muhammad. 2010. Pragmatik (Teori dan Analisis). Surakarta : Yuma Pustaka. Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Weintraub, Andrew. 2010. Dangdut, Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

Ilmu fisika merupakan ilmu dasar (basic science) terdiri atas sejumlah konsep- konsep fenomena alam yang keterkaitannya dengan ilmu teknik terapan sudah tidak

Saat saya menghadapi anggaran waktu audit yang ketat, saya melakukan underreporting of time atau tidak membebankan seluruh waktu yang seharusnya digunakan untuk

Tujuan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui jenis ikan hias potensial di Kawasan Kepulauan Seribu DKI Jakarta serta mengetahui potensi agribisnis usaha ikan hias

Peserta didik dapat menjelaskan sikap yang harus ditunjukkan untuk menghormati keberagaman dalam bentuk tulisan dengan benar.. Peserta didik dapat membedakan tinggi

1) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah. 2) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh. 3) Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan penyusunan laporan yang berjudul

Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI,

Penelitian yang akan dilakukan adalah tentang pengaruh model Problem Based Introduction (PBI) tipe Diskusi dan metode Guided Discovery terhadap hasil belajar