• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka,"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait. Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka, laporan penelitian, dan csebagainya tentang masalah yang berkaitan, tidak selaluharus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (correlateral).

2.1.1 Pengertian WorkLife Balance

Menurut Sturges dan Guest (2004) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance didefinisikan di sini sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tanggung jawab kerja dan kegiatan lainnya (seperti kegiatan sosial).

Konsisten dengan strategi untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang beragam, keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance sering dianggap lebih penting bagi perempuan dan karyawan yang lebih tua ( De Cieri et al 2005; Pocock 2005; Schmidt 2006) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008).

De Cieri et al (2005) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) berpendapat bahwa setiap organisasi bertujuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif harus mengembangkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan tenaga kerja, harus terampil, fleksibel, dan

(2)

adaptif, dengan pendekatan HR dan strategi keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance yang diperuntukkan bagi beragam kebutuhan karyawan.

Grawitch, Gottschalk & Munz (2006) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) berpendapat bahwa keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance memberikan kontribusi untuk employee engagement (keterlibatan karyawan) dan komitmen organisasi, yang pada gilirannya memberikan kontribusi untuk produktivitas yang lebih tinggi dan turn over yang lebih rendah.

Allen, Herst, Bruck & Sutton (2000) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) berpendapat bahwa kerja dan kehidupan worklife balance berhubungan dengan berkurangnya stress, dan kepuasan hidup yang lebih besar, dengan beberapa indikasi bahwa hubungan ini memperkuat dari waktu ke waktu.

Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance terletak dalam kaitannya dengan aspek lain dari lingkungan kerja untuk membantu manajer mengintegrasikan pekerjaan dan kehidupan strategi keseimbangan dalam konteks organisasi yang lebih luas. Dengan demikian, tujuan ketiga kami adalah untuk menguji variabel individu dan pekerjaan yang sedang atau memediasi hubungan antara keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance dan hasil kerja. (Allen et al, 2000) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008).

Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance telah lama menjadi fokus perbincangan dalam dunia akademik dan pengurusan organisasi (Guest, 2002). Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) mendefinisikan keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance sebagai tahap di mana seseorang terikat dengan seimbang di antara tangungjawab pekerjaan dan tanggungjawabnya dalam keluarga/kehidupan

(3)

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari worklife balance tersebut adalah keseimbangan kehidupan dan kerja terhadap seorang karyawan wanita maupun pria untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai karyawan terhadap perusahaan. Disamping itu tanggung jawab didalam kehidupan. Berkeluarga sama pentingnya, sehingga karyawan wanita atau pria tersebut dapat menyelesaikan semua tanggung jawab dalam kehidupan dan pekerjaan diperusahaan tersebut dengan sempurna dan tanpa tekanan tekanan yang membuat pekerjaan terhambat.

2.1.1.1 Menghubungkan Work-Life Balance Terhadap Organisasi

Menemukan hubungan langsung antara keseimbangan kerja dan kehidupan Worklife balancedan hasil organisasi merupakan hasil dari pengembangan teori atau pengujian oleh (Eby et al 2005) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008). Pengecualian hanya sedikit yang mengandalkan konsep-konsep seperti kontrak psikologis dan teori pertukaran sosial. Namun, mungkin ada hubungan langsung antara keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance dan kepuasan karyawan, komitmen dan niat untuk tinggal dengan perusahaan. Keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance lebih bermanfaat untuk organisasi secara tidak langsung . Misalnya, keseimbangan kerja dan kehidupan secara positif terkait dengan keadilan yang dirasakan dan dukungan dari orgnisasi (Nielson, Carlson & Lankau 2001; Hill, McGovern, Mills & Smeaton 2003) Namun Frone, Yardley dan Markel (1997) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) menemukan bahwa dukungan dari supervisor dan rekan kerja tampaknya mengurangi konflik keluarga terutama dengan mengurangi tekanan kerja dan kelebihan beban kerja

(4)

Yang termasuk manajemen beban kerja untuk mengurangi stres:

• memberikan pengaturan jam kerja yang fleksibel

• supervisor dan rekan kerja mendukung

• prioritas utama adalah keselamatan ditempat kerja

Organisasi dapat mendorong persepsi bahwa jam kerja yang panjang diperlukan untuk kemajuan organisasi (Sturges & Guest 2004) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008), dan karyawan banyak yang percaya bahwa mereka cenderung untuk maju dalam karir mereka jika mereka menggunakan pengaturan jam kerja yang fleksibel (Bond , Thompson, Galinsky & Prottas 2003) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008). Selain itu, sementara fleksibilitas jam kerja sangat dianjurkan karena bermanfaat untuk mencapai keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance (Bond et al 2004; Hill, Hawkins, Ferris & Weitzman 2001) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008).

Greenhaus, Parasuraman & Collins (2001) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) berpendapat bahwa organisasi dapat menciptakan sebuah komitmen tinggi, budaya, dan kinerja yang baik, di mana karir profesional yang terlibat bersedia menerima tuntutan pekerjaan, menyeimbangkan keluarga karyawan untuk penghargaan dan karir mereka

Honeycutt dan Rosen (1997) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) menemukan organisasi yang dianggap sebagai tempat yang menarik untuk bekerja jika mereka menawarkan jenjang karir yang fleksibel, worklife balance dan kebijakan-kebijakan lainnya.

(5)

2.1.1.2 Menghubungkan WorkLife Balance terhadap wanita

Menemukan langsung hubungan penelitian tentang worklife balance terhadap wanita dalam pengembangan teori dan pengujian oleh Syeb Shabib ul Hasan dalam journal Work life balance, stress, working hours, and productivity : a case study of fashion retailers in the UK(2011). Bahwa keseimbangan kehidupan dan kerja juga banyak terdapat pada wanita. Karena wanita harus melakukan peran dalam keluarga yang meliputi menjadi seorang istri yang harus memperhatikan suami, memberikan waktu yang cukup untuk merawat anak-anak, mengelola tugas-tugas rumah tangga harian dan serta harus menyelesaikan pekerjaan yang sempurna dan efisien dikantor. Namun dibalik itu wanita juga harus merawat diri sendiri serta harus memperhatikan kesehatan dia sendiri serta urusan pribadi karyawan wanita tersebut. situasi ini mengakibatkan tidak adanya work-life balance terhada karyawan wanita tersebut.

Sebaliknya menurut Riney V. Mathew dan N. Panchanatham (2009) dalam journal an exploratory study on the work-life balance of women entrepreneurs in south india (2011). Mengatakan bahwa terdapat issu bahwa wanita dinegara maju lebih cenderung bergaya saling eksklusif, dan mengakibatkan mereka juga harus bekerja untuk saling menyeimbangi gaya hidup diantara mereka. Dari issu tersebut wanita sulit untuk mengimbangi antara peran dan tuntutan wanita. Dan dalam konteks ini bekerja merupakan langkah awal masalah worklife balance dari beberapa pendapat wanita itu sendiri.

2.1.1.3 Kepuasan Dengan WorkLife Balance

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa sebagian besar organisasi yang menyediakan lingkungan yang mendukung memuaskan keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance. Dari 28 praktek manajemen dinilai, keseimbangan

(6)

kehidupan kerja faktor tertinggi . Artinya, 73% karyawan baik setuju atau sangat setuju bahwa mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka dan memiliki keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan aspek lain dari kehidupan mereka. Sebaliknya, kurang dari setengah karyawan merasa puas dengan kemampuan organisasi untuk memberikan kesempatan karir, untuk berkonsultasi dengan dan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka, atau untuk berbagi informasi dan pengetahuan dalam organisasi. Hasil ini cukup konsisten dengan data empiris yang menunjukkan bahwa di Australia, hampir dua pertiga karyawan puas dengan jumlah jam mereka saat bekerja (Thornthwaite 2004) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008).

Sesuai dengan temuan sebelumnya, semakin besar jumlah jam kerja setiap minggu, semakin rendah tingkat keseimbangan kerja dan kehidupan (Dex & Bond 2005; Sturges & Guest 2004; White, et al 2003) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008). Seiring dengan peneliti sebelumnya, kami perlakukan jam kerja sebagai variabel individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti status full timer vs paruh waktu. Namun, jumlah jam kerja karyawan juga sangat dipengaruhi oleh organisasi mereka bekerja. Ini menyediakan dukungan untuk gagasan bahwa sebuah organisasi dapat dicirikan oleh budaya perusahaan.

Secara keseluruhan, keseimbangan kerja dan kehidupan menunjukkan bahwa keseimbangan kerja dan kehidupan tidak dapat diperlakukan sebagai isu hanya untuk bagian demografis tertentu dari tenaga kerja dan fokus pada kebutuhan individu, akan memiliki terbatasnya kesuksesan. Sebaliknya, kebijakan untuk meningkatkan keseimbangan kerja dan kehidupan worklife balance perlu ditargetkan pada tingkat organisasi yang luas.

(7)

Menurut Louise P Parkes and Peter H Langford (2008) dimensi dan indikator didalam Worklife Balance:

Tabel 2.1 Worklife Balance

Dimensi Indikator

1. Keseimbangan antara bekerja dan kehidupan pribadi

• Keseimbangan antara bekerja dan kehidupan pribadi

2. Bertemu dan bertanggung jawab terhadap keluarga dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan

• Bisa bertemu dan bertanggung jawab terhadap keluarga sambil tetap melakukan tanggung jawab di perusahaan

3. Jumlah Jam Kerja • Jumlah jam kerja adalah jumlah waktu untuk melakukan pekerjaan dapat dilaksanakan siang hari dan atau malam hari.

Sumber: Louise P Parkes and Peter H Langford (2008)

2.1.2 Stres Kerja 2.1.2.1 Pengertian Stres

Menurut Robbins dan Judge (2008:368) Stres is a dynamic condition in which an individual is confronted with an opportunity, demand, or resource related to what the individual desires and for which the outcome is perceived to be both uncertain and important. Stres adalah suatu kondisi yang dinamik di mana seseorang

(8)

dihadapkan dengan kesempatan, permintaan, atau sumber yang berhubungan dengan apa yang diinginkan oleh individu tersebut dan yang di mana hasilnya adalah merasa sama-sama tidak pasti dan penting.

2.1.2.2 Pengertian Stres Kerja

Menurut Cooper dalam Arnold (2005), stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang terkait dengan seluruh jenis kegiatan pekerjaan.

Posner dan Leitnor dalam Arden (2006), berpendapat ada dua faktor penting dalam hal apakah stres dialami sebagai tak terkendali atau sebagai dapat dikuasai. Jika stres anda dapat diramalkan dan dapat dikendalikan, kemungkinannya adalah anda akan menyesuaikan diri secara menyenangkan terhadap stres. Jika sebaliknya anda merasa tidak berdaya. Meskipun pekerjaan anda pada hakikatnya penuh dengan stres, itu tidak perlu membuat anda kewalahan. Tetapi bila seorang pekerja kehidupan rasa kendali dan kondisinya menjadi tidak dapat diramalkan. Stresnya menjadi terlalu sulit untuk ditanggulangi.

Menurut Donna M. et al (2011) dalam journalnya yang berjudul “Violence Against Nurses and its impact on stress and productivity” menyimpulkan bahwa kekerasan yang ada di tempat kerja merupakan masalah yang signifikan bagi perawat karna dapat mempengaruhi tingkat stress kerja yang tinggi dan dapat menurunkan produktivitas kerja perawat tersebut.

Menurut Kahn, dkk (dalam Cooper,2003) merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel-variabelnya yang saling berkaitan.

(9)

Selya dalam Ashar Sunyoto (2008) menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009) berpendapat bahwa stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang memengaruhi emosi, proses berpikir, dam kondisi seorang karyawan.

Beehr dan Newman dalam Luthans (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka.

Menurut George Halkos, Dimitrios Bousinakis (2010) dalam journal yang berjudul “The effect of stress and satisfaction on productivity” menunjukkan bahwa stress dan kepuasan adalah faktor yang mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja.

Menurut Nash, James (2010) dalam journal yang berjudul “Taking the Stress Out of Work” menyimpulkan bahwa pekerja yang memiliki tingkat stress yang tinggi di dalam menjalankan pekerjaannya dapat mempengaruhi jalannya perusahaan.

Dan menurut Muhammad Nassem Shadid, Khalid latif, DR. Nadeem sohail dan Muhammad Allem Ashraf (2012) dalam journal yang berjudul Work Stress and Employee Performance in Banking Sector Evidence From District Faisalabad, Pakistan berpendapat bahwa stres kerja adalah masalah yang meningkat dalam organisasi dan sering menimbulkan efek negatif bagi kinerja pekerja.

Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaanya dan dapat terjadi pada semua kondisi

(10)

pekerjaan.Adanya beberapa atribut tertentu sperti tuntutan efisiensi dalam pekerjaan atau beban kerja dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

2.1.2.3 Menghubungkan Stres Kerja Terhadap Wanita

Menemukan langsung hubungan penelitian tentang adanya hubungan stress kerja terhadap wanita yang bekerja dalam pengembangan teori dan pengujian oleh Ranchi dalam a study on psychological stress of working women (2012). Bahwa didalam jurnal tersebut terdapat faktor yang mempengaruhi keseimbangan pekerjaan dan kehidupan seorang karyawan wanita. Dan faktor-faktor itu adalah dimana saat wanita tersebut mendapatkan pekerjaan yang disukai ataupun yang tidak disukai, pengaruh dari gaya kepemimpinan seorang manajer, mendapatkan pembayaran sesuai dengan yang diharapkan, memiliki jenjang karir yang jelas dan dengan pikiran yang terbagi dengan tanggung jawab yang ada diluar kantor. Sehingga dari faktor faktor tersebut dapat memberikan langsung dampak pada kinerja wanita yang menimbulkan stress akibat dari memiliki konsentrasi yang terbagi-bagi. Karyawan yang merasa stress terhadap pekerjaannya lebih dominan dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seorang manajer dan dukungan dari seorang manajer.

Dalam penelitian Ranchi dalam a study on psychological stress of working women (2012), mengatakan bahwa biasanya seorang karyawan wanita tidak dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan seorang manajer dengan sempurna. Itu dapat dibuktikan dari karyawan wanita yang memiliki motivasi rendah untuk meningkatkan jenjang karir. Penyebab dari motivasi yang rendah tersebut adalah karena menurut seorang wanita yang bekerja, jenjang karir seorang wanita pekerja, terlihat baik dari keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan yang harus diselesaikan dikantor. Dan dalam dunia pekerjaan sering terjadi persaingan antara

(11)

karyawan. namun wanita yang memiliki konsentrasi terbagi tidak mampu untuk bersaing sehigga meningkatkan kadar stress. Akibat dari stress tersebut wanita lebih cenderung mengeluh kepada pihak kantor akan stress dan kondisi pribadinya .

2.1.2.4 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Cooper dalam Arnold (2005), terkait dengan seluruh jenis pekerjaan, menjabarkan tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja, antara lain:

1. Faktor-faktor intrisik pekerjaan antara lain adalah:

• Kondisi lingkungan kerja yang kurang baik

Misalnya lingkungan kerja yang bising, pencahayaan yang kurang bail, tercium bau-bauan, dan lain sebagainya.

• Kerja shift/ kerja malam

Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi/ siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut. Pengaruhnya adalah emosional dan biological, karena gangguan ritme circadian dari tidur/daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu, dan ritme pengeluaran adrenalin.

• Jam kerja yang lama dan kerja yang terlalu overload

Menurut Sparks et al dalam Arnold (2005), bahwa jam kerja yang panjang secara terus menerus akan merusak kesehatan fisik dan psikologikal individu tersebut.

Adapun dua tipe kerja yang telalu overload (work overhead), yaitu overload kuantitatif yaitu banyaknya yang harus dikerjakan, dan

(12)

overload kualitatif yaitu mengacu pada pekerjaan yang terlalu sulit untuk seseorang.

• Tingkat resiko dan bahaya yang dihadapi

Pekerjaan yang mempunyai resiko atau bahaya yang tinggi akan menghasilkan tingkat stres yang tinggi.

• Teknologi baru

Mengajarkan teknologi baru dengan cara dan metode yang lama akan menambah beban karyawan yang sedang dilatih.

2. Peraturan dalam organisasi

Antara lain adalah:

• Konflik peran dan ketidakjelasan peran

Role conflict atau konflik peran merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya. Sebagai akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana yang terombang-ambing, terjepit, dan serba salah.

Selain konflik peran yang sudah dijelaskan diatas, ketidakjelasan peran juga merupakan salah satu penyebab terjadinya stres di tempat kerja.

• Tanggung jawab

Pada dasarnya, tanggung jawab terdiri dari 2, yaitu tanggung jawab terhadp orang, dan tanggung jawab terhdap sesuatu, termasuk anggaran, perlengkapan, dan bangunan.Tanggung jawab terhadap

(13)

orang lebih menyebabkan stres, lebih menyebabkan penyakit jantung koroner daripada tanggung jawab terhadap sesuatu.Mempunyai tanggung jawab terhadap orang biasanya memerlukan waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan sesama, menghadiri pertemuan-pertemuan dan diharapkan dengan batas waktu.Penelitian membuktikan bahwa senior executive dan semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin besar kemungkinan terkena resiko penyakit jantung koroner.

3. Kepribadian

Seperti bisa diduga, penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan tingkat kecemasan tinggi lebih menderita akibat konflik peran dibandingkan orang yang fleksibel dalam pendekatan mereka terhadap kehidupan. Kecemasan pengalaman individu-individu yang rawan konflik peran lebih akut dan bereaksi dengan ketegangan yang lebih besar daripada orang-orang yang kurang kecemasn rentan; dan lebih fleksibel individu menanggapi konflik peran yang tinggi dengan perasaan ketegangan lebih rendah daripada rekan-rekan mereka yang lebih kaku (Warr dan Wall, dalam Arnold,2005). 4. Hubungan dalam pekerjaan

Orang lain dan kita dapat menjadi sumber utama dari stres dan dukungan (Makin et al,dalam Arnold, 2005).

• Hubungan dengan superior

Sosik dan Godshalk dalam Arnold (2005) telah menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang penuh inspirasi dapat secara signifikan mengurangi jumlah stres kerja yang dialami oleh bawahannya.

(14)

Untuk mengerti bagaimana cara mengelola atasan, penting untuk dapat mengidentifikasikan perbedaan jenis atasan. Cooper et al,dalam Arnold (2005) menemukan bahwa terdapat beberapa prototype atasan, yaitu: yang birokrat, yang otokrat, yang lihay, manager yang enggan terbuka. Masing-masing harus ditangani dengan cara yang berbeda untuk meminimalkan tingkat stres yang dialami.

• Hubungan antara bawahan dan rekan

Stres di antara rekan kerja dapat timbul dari kompetisi, komunikasi yang kurang kancar dan konflik kepribadian.Karena kebanyakan orang menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, hubungan antara rekan kerja dapat menjadi dukungan yang sangat berharga, atau sebaliknya dapat menjadi sumber stres yang sangat besar. French dan Caplan dalam Arnold (2005) menemukan bahwa dukungan yang kuat dari rekan-rekan kerja akan mereda ketegangan. Dukungan ini juga mengurangi efek tekanan kerja.

5. Pengembangan Karir

a. Job Insecurity

Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Re-organisasi dirasakan perlu untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya adalah adanya pekerjaan lama yang hilangdan adanya pekerjaan baru. Setiap re-organisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial.

(15)

Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya untuk mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antar pribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dekat bakatnya.

6. Budaya dan Iklim Organisasi

Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan, dan iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber-sumber stres potensial sebagai hasil dari beradanya mereka dalam organisasi: kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi.

7. Home-Work Interface

Home-Work Interface atau pekerjaan rumah antar muka biasanya diberi label ‘konflik’ dalam literatur stres. Konflik ini dapat berupa salah satu atau dari dua arah gangguan bekerja dengan keluarga (di mana tuntutan pekerjaan menciptakan kesulitan untuk kehidupan rumah) dan gangguan keluarga dengan pekerjaan (di mana tuntutan kehidupan rumah menciptakan kesulitan untuk bekerja).

(16)

Menurut Nimran, dalam Novitasari (2007), ada beberapa alasan masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini, diantaranya adalah:

a. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktivitas kerja karyawan.

b. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karena itu perlu didasari dan dipahami keberadaannya. c. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman

terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif.

d. Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.

e. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa.

2.1.2.5 Strategi Dan Manajemen Stres Kerja

Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara

(17)

efektif yang bahkan tidak menghasilakan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Maka diperlukan pendekatan individu yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi (Novitasari,2007).

a. Pendekatan Individu

Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi tingkatan stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu ; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

b. Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi

(18)

stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.

Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis (Mangkunegara,2002):

1) Pola sehat

Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.

2) Pola harmonis

Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbukan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.

(19)

Individu tersebut selalu mengahadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.

3) Pola patologis

Pola patalogis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagi gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak dimiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapt menimbulkan raksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.

Disamping itu ada juga beberapa cara yang digunakan manusia untuk menghadapi stres (Sumarta,O.A 2009), yaitu :

a) Olahraga

Setelah berlari sekitar 30 menit, ketegangan dapat menurun begitu juga dengan aktifitas otak, menjadi berkurang sensitifitasnya terhadap stres. Hal ini dapat terjadi karena olahraga meningkatkan suplai oksigen ke otak dan melepas ketegangan otor. Olahraga juga membantu memobilisasi otot-otot kita sehingga mempercepat aliran darah dan membuka paru-paru untuk mengambil lebih banyak

(20)

b) Pijat

Bila bayi prematur dapat berkembang lebih baik setelah dipijat, orang dewas pun ternyata dapat memperoleh efek yang sama. Hal ini sangat baik untuk relaksasi dan penormalan tekanan darah yang akan memperbaiki kualitas tidur. Dengan cara-cara tertentu orang dapat meraskan manfaat yang besar dalam meredakan stres.

c) Meditasi-Relaksasi

Terapi yang asalnya dari budaya timur ini juga tampaknya mulai banyak digunakan dan diketahui dapay mengatur arus hormon stres dan membantu menormalkan detak jantung dan tekanan darah. Namun tentu saja pelaksanaan meditasi ini perlu dibimbing oleh ahlinya sebab sensitifitas setiap orang berbeda.

d) Dukungan Sosial

Kehadiran orang lain dapat membantu kita mengatasi stres. Dengan berbagai perasaan (terutama dengan teman senasib) akan membantu meringankan beban yang dirasakan. Seperti penelitian pada penderita kanker yang kemudian lebih menerima dan mempersiapkan keadaan dirinya secara rasional daripada meratapi nasib.

e) Aromaterapi

Terapi ini dapat memberikan ketenangan dalam mengurangi stres, dengan cara meneteskan aromaterapi pada kapas dan diletakkan ditempat seperti : dalam ruangan, kipas, mobil, pemanas dan pendingin ruangan (AC).

(21)

Dengan melakukan tertawa dapat meredakan stres sehingga menjadi lebih rileks, bercandalah dengan rekan kerja anda atau bisa juga dengan membaca buku komik atau bacaan cerita lucu.

g) Makanan bergizi dan minum air putih

i. Makan makanan berkarbonhidrat komplek sehingga menjaga perasaan tenang dan rileks lebih lama, seperti : sereal, roti gandum.

ii. Minum air putih yang banyak untuk menghidari dari kekurangan cairan yang dapat menimbulkan kelelahan.

iii. Makanan bergizi yang dapat membantu mengurangi stres seperti sup, madu, jeruk, alpukat, apricot, sayuran berwarna hijau, ketela manis, almond, walnut, kalkun, salmon yang kaya akan lemak dan mengandung asam lemak omega 3.

h) Berdoa

Memohon doa kepada Tuhan yang maha Esa sangat berfungsi sebagai pelindung dan merupakan penyembuhan yang paling baik agar terhindar dari stres.

2.1.3 Produktivitas Kerja 2.1.3.1 Pengertian Produktivitas

Masalah produktivitas adalah masalah yang sangat penting, apalagi untuk saat ini. Masyarakat semakin sadar bahwa produktivitas dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Meskipun demikian, belum ada persamaan dalam mengartikan produktivitas. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya konsep produktivitas dan banyaknya definisi yang diberikan para ahli.

(22)

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengertian produktivitas memilki dua dimensi, yaitu efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian untuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunanya atau bagaimana hal tersebut dilaksanakan.

Dari definisi-definisi di atas secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan anatara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan, atau dapat diformulasikan sebagai berikut :

2.1.3.2 Pengertian Produktivitas Kerja

Definisi produksi dengan produktivitas mempunyai arti yang berbeda. Istilah “produksi” lebih mengarah pada pertambahan jumlah hasil kerja yang dicapai. Sedangkan “produktivitas” mengandung pengertian adanya perbaikan cara-cara pencapaian produksi walaupun demikian kedua hal inimasih mempunyai hubungan. Hubungan tersebut dapat terlihat bahwa produksi dan produktivitas memerlukan individu sebagai unsure pelaksana. Menurut Blecher (dalam Wibowo 2007:241) produktivitas kerja adalah hubungan antara keluaran atau hasil organisasi dengan yang diperlukan.

Konsep produktifitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktifitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis

(23)

antara masukan (input) dan keluaran (output). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas. (kusnedi dalam sofa.p.2008)

2.1.3.3 Menghubungkan produktivitas karyawan terhadap wanita

Dalam penelitian A.Jerine BEE, K.Baskar dan V.Vimala dalam journal organisational culture on worklife balance among married women employees productivity (2013) bahwa ditemukan hubungan antara produktifitas kinerja seorang karyawan wanita yang bekerja dipengaruhi dari konflik-konflik yang terjadi didalam keluarga dengan konflik-konflik yang ada didalam dunia kerja. Bila konflik yang ada didalam dunia pekerjaan dan keluarga seorang wanita pekerja dapat terminimalisir maka tekanan psikologi seorang karyawan wanita akan berkurang dan akan dapat menyeimbangkan dari sisi keluarga dan pekerjaan. Sehingga kesejahteraan pekerja wanita akan tercipta dan akan dapat menyelesaikan tugas dengan sempurna.

2.1.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Menurut Kusnendi dalam sofa 2008 faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah :

A. Remunerasi

Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya didalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat

(24)

dipertanggungjawaban, baik dilihat sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan.

Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem remunerasi yaitu yang mengacu kepada tori Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut masing masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. berarti bahwa tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan)

Besarnya tingkat remunerasi untuk masing-masing perusahaan adalah berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya, yaitu permintaan dan penawaran tenaga kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan, dan keterampilan tenaga kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar kecilnya resiko pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup.

Dilihat dari sistemnya pembelian remunerasi dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan, dan premi atau upah borongan.

B. Pendidikan dan Latihan

Pendidikan dan latihan dipandang sebagai sesuatu investasi dibidang sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam oranisasi perusahaan. Pentingnya pendidikan dan latihan disamping berkaitan dengan

(25)

berbagai dinamika (perubahan) yang terjadi dalam lingkungan perusahaan, seperti perusahaan produksi, teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan dengan manfaat yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut antara lain : meningkatnya produktifitas perusahaan, moral dan disiplin kerja, memudahkan pengawasan, dan menstabilkan tenaga kerja.

Agar penyelenggaraan pendidikan dan latihan berhasil secara efektif dan efisien, maka ada lima hal yang harus dipahami. Yaitu :

• Adanya perbedaan individual

• Berhubungan dengan anlisa pekerjaan

• Motivasi

• Pemilihan peserta didik

• Pemilihan metode yang tepat

Pendidikan latihan bagi tenaga kerja dapat diklasifikasikan kepada dua kelompok, pertama , yakni pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kpada kelompok tenaga kerja operasional, kedua, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja yang menduduki jabatan manajerial. Untuk masing-masing kelompok tenaga kerja tersebut diperlukan metode pendidikan yang berbeda satu sama lainnya.

C. Pengertian dan Proses Perencanaan Tenaga Kerja

Perencanaan tenaga kerja merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan. Rencana pembangunan memuat berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan diseluruh sektor atau sub sektor. Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan membutuhkan tenaga kerja yang sesuai. Perencanaan tenaga kerja

(26)

memuat perkiraan permintaan atau kebutuan dan penawaran atau penyediaan tenaga kerja, serta kebijakan maupun program ketenagakerjaan yang diperlukan dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan pada tahap perusahaan, lembaga pemerintah atau unit organisasi swasta lainnya. Perencanaan tenaga kerja seperti ini disebut perencanaan tenaga kerja mikro. Pemerintah biasanya juga membuat perencanaan tenaga kerja dalam cakupan wilayah tertentu maupun secara nasional. Jenis perencanaan tenaga kerja seperti itu dikenal sebagai perencanaan tenaga kerja makro, nasional atau perencanaan tenaga kerja regional.

Sistem perencanaan tenaga kerja menunjukkan kedudukan perencanaan tenaga kerja dalam kerangka perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Perencanaan pembangunan yang disertai dengan data-data kependudukan dan informasi pasar kerja merupakan masukan utama dalam penyusunan perencanaan tenaga kerja. Hasil perencanaan tenaga kerja adalah berupa rencana tenaga kerja.

Dalam sistem perencanaan pembangunan yang melihat perencanaan tenaga kerja sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan, maka proses perencanaan tenaga kerja akan melibatkan instansi. Proses perencanaan tenaga kerja itu sendiri menunjukkan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pelaksanaan perencanaan tenaga kerja.

2.1.3.5 Usaha-usaha Peningkatan Produktivitas Kerja Karyawan

Guna mencapai efisiensi, produktivitas karyawan sangat diperlukan, peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain :

(27)

Pendidikan dan latihan menambah pengetahuan dan keterampilan kerja. Latihan dapat dilakukan di dalam maupun di luar pekerjaan. Latihan yang dilakukan umumnya bersifat formal.

b) Perbaikan penghasialan dan pengupahan

Perbaikan pengupahan pada akhirnya akan dapay menjamin perbaikan gizi dan kesehatan. Rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan karyawan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan yang memadai, yang lebih lanjut menyebabkan produktivitas rendah.

c) Pemilihan teknologi sarana pelengkap untuk berproduksi

Seseorang yang menggunakan peralatan yang lengkap dan sempurna lebih tinggi produktivitasnya disbanding denga orang yang menggunakan peralatan yang lebih sederhana.

d) Peningkatan kemampuan pimpinan

Kemampuan dan tingkat produktivitas kerja yang tinggi dari karyawan tidak ada begitu saja jika tidak didukung oleh pemimpin yang kreatif dan partisipatif.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Menurut Syeb Shabib ul Hasan (2012) dalam journal of European studies yang berjudul “Worklife Balance, Stress, Working Hours and Productivity : A Case Study of Fashion Retailers in the UK. Berdasarkan temuan, penelitian ini menyimpulkan bahwa ada kebutuhan organisasi untuk serius mempertimbangkan implikasi dari karyawan ketidakmampuan mencapai keseimbangan kehidupan bekerja. Ketika majikan berkomitmen untuk membantu karyawan menyeimbangkan kehidupan

(28)

mereka dengan bekerja, ada perbaikan yang pasti dalam kinerja, dan lebih besar komitmen karyawan terhadap organisasi. Meskipun, bekerja keseimbangan kehidupan, seperti model teoritis, tidak bebas dari kritik, karena ada penelitian yang menunjukkan hubungan negatif antara keseimbangan kehidupan kerja dan produktivitas, organisasi yang mendorong inisiatif kehidupan kerja keseimbangan, memiliki peluang yang lebih besar dari peningkatan produktivitas, meningkatkan retensi, perekrutan, komitmen organisasi, dan loyalitas. Kunci untuk mencapai hasil ini adalah kepuasan karyawan dalam organisasi. Budaya kerja umumnya lazim telah membuat pekerjaan keseimbangan hidup lebih keras untuk mencapai, khususnya seperti yang diungkapkan dalam harapan majikan. Job tuntutan, target tinggi, harapan kinerja tinggi, ketidakamanan kerja dan pekerjaan membosankan semua berkontribusi terhadap stres di kalangan karyawan.

Menurut Halkos, G (2008). Dalam jurnal The Influence Of Stress and Satisfaction on Productivity bahwa Kepuasan merupakan faktor yang mengatur untuk stres. Teori selama neo-klasik Periode (1920-1950) didukung bahwa kepuasan karyawan secara langsung mempengaruhi produktivitas. Mereka percaya bahwa terdapat hubungan sebab-akibat antara kepuasan dan produktivitas. Ini adalah alasan mengapa organisasi menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan dengan demikian meningkatkan produktivitas.

Menurut De Cieri et al (2005) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008). Dalam sampel Australia lebih dari 16.000 karyawan kami menilai apakah karyawan puas dengan kemampuan mereka untuk menyeimbangkan komitmen pekerjaan dan kehidupan lainnya. Kami menguji hipotesis bahwa keseimbangan hidup dan kerja adalah penting untuk menarik dan mempertahankan karyawan dalam konteks aspek lain dari iklim organisasi. Kami juga mengeksplorasi

(29)

bagaimana variabel individu dan organisasi yang terkait dengan keseimbangan hidup dan kerja membantu pengembangan lebih lanjut dari teori mengintegrasikan pekerjaan dengan aspek kehidupan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 28 faktor iklim organisasi, keseimbangan hidup dan kerja adalah paling terkait dengan keterlibatan karyawan dan niat untuk tinggal dengan organisasi. Kami mendiskusikan implikasi untuk posisi organisasi bagaimana keseimbangan hidup dan kerja strategi, terutama dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial dan kesehatan, bukan solusi untuk komitmen karyawan dan retensi.

(30)

2.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Produktifitas

Karyawan (Y)

• Imbalan yang berprestasi • Rasa keadilan • Peranan perusahaan • Lama kerja • Senioritas • Perbedaan individual • Analisa pekerjaan • Motivasi

• Pemilihan peserta didik • Pemilihan metode • Rencana perusahaan

Stres Kerja (X2)

• Cahaya • Suara • Suhu • Udara terpolusi • Konflik peran • Peran ganda • Beban kerja • Tidak adanya control • Tanggung jawab • Kondisi kerja

• Hubungan antara kelompok • Komunikasi

• Hubungan dengan atasan • Struktur organisasi • Politik

• Kebijakan khusus

worklife balance (X1)

• Jumlah jam kerja

• Jumlah jam lembur • Tingkat jam kerja hari libur • Konflik

• Konflik keluarga • In term of time • Jenis pekerjaan • Tingkat jam kerja dan

(31)

2.3 Hipotesis

Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskanhipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan .

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah : Untuk T1 :

Ho : Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara worklife balance dengan produktifitas karyawan wanita

Ha : Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara stres kerja dengan produktifitas karyawan wanita

Untuk T2 :

Ho : Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara Stres kerja dengan produktifitas karyawan wanita

Ha : Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara stress kerja dengan produktifitas karyawan wanita

Untuk T3 :

Ho : Tidak ada pengaruh yang positif antara worklife balance dan stres kerja dengan produktifitas karyawan wanita

Ha : Ada pengaruh yang positif antara worklife balance dan stress kerja dengan produktifitas karyawan wanita

Gambar

Tabel 2.1 Worklife Balance
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar dan hasil pengamatan menunjukkan interaksi pemberian pupuk kandang dengan berbagai panjang stek berpengaruh nyata terhadap panjang tunas dan panjang

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Berdasarkan pertimbangan di atas penulis merasa tertarik melakukan penelitian tentang Penerapan prinsip-prinsip Good Governance dalam meningkatkan kinerja pegawai

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Project : Embankment Rehabilitation and Dredging Work of West Banjir Canal and Upper Sunter Floodway of Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP/JEDI) – ICB Package

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat