• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I PENGANTAR. A. Latar Belakang. menunjukkan bahwa tugas-tugas yang telah dikenali sebelumnya dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I PENGANTAR. A. Latar Belakang. menunjukkan bahwa tugas-tugas yang telah dikenali sebelumnya dapat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kajian-kajian tentang aplikasi dari Teori Beban Kognitif (TBK) menunjukkan bahwa tugas-tugas yang telah dikenali sebelumnya dapat diselesaikan dengan lebih mudah dibandingkan tugas-tugas yang baru (Paas, Renkl, & Sweller, 2004; van Merrenboer & Sweller, 2005). Tugas-tugas yang telah dikenali sebelumnya lebih mudah untuk diselesaikan karena melibatkan lebih sedikit fungsi memori kerja. Arsitektur kognitif manusia dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki fungsi memori kerja yang terbatas: belajar lebih sulit dilakukan jika melibatkan lebih banyak fungsi memori kerja (Paas dkk., 2004).

Fungsi memori kerja yang tinggi dapat diilustrasikan pada kasus menyelesaikan tugas yang sama sekali baru, Ketika menyelesaikan tugas yang sama sekali baru, memori kerja individu difungsikan untuk mengenali berbagai pola dan stimulus baru. Pengenalan pola dan stimulus baru ini menambah beban kerja memori yang seharusnya dapat dialokasikan untuk pemrosesan informasi. Oleh TBK, alokasi fungsi memori kerja yang menghambat proses belajar ini disebut sebagai beban kognitif ekstra (Paas dkk., 2004; van Merrenboer & Swelller, 2005). Sebaliknya, menyelesaikan tugas yang sudah dikenali sebelumnya membutuhkan lebih sedikit fungsi memori kerja, karena informasi mengenai pemrosesan stimulus telah disimpan sebelumnya dalam bentuk skema di memori jangka-panjang (Paas dkk., 2004).

(2)

Dengan memproses informasi yang sama berulang-ulang, individu dapat mencapai apa yang disebut TBK sebagai otomatisasi. Dalam otomatisasi, skema dapat diakses tanpa sadar dalam penyelesaian tugas (Paas, Renkl, & Sweller, 2003; Paas dkk., 2004). Individu yang telah familiar dengan satu tugas tertentu, seperti pada kasus koki yang telah memasak selama puluhan tahun dapat menyelesaikan tugasnya dengan melibatkan sedikit sekali fungsi memori kerja, seakan-akan koki tersebut dapat memasak tanpa berusaha sama sekali (effortless). Fungsi memori kerja dan usaha yang rendah juga memungkinkan individu menyelesaikan beberapa tugas secara simultan, atau yang biasa dikenal sebagai multitasking (Lee & Taatgen, 2002). Beberapa tugas tersebut dapat dilaksanakan secara simultan karena dalam multitasking individu mengerahkan kemampuannya dalam menggunakan beberapa modalitas sensori (indera) sekaligus, mengatur fungsi kognitifnya untuk (a) memilah-milah informasi yang relevan dan (b) memprioritaskan informasi mana yang diolah lebih dulu (Hembrooke & Gay, 2003). Proses pemilahan informasi tersebut menjadi penting karena antara satu tugas dengan tugas lainnya dapat saling menginterupsi satu sama lain, membuat penyelesaian keseluruhannya menjadi tidak optimal (Bell, Compeau, dan Olivera, 2005).

Multitasking memungkinkan individu yang untuk memindahkan atensi dan usahanya dari satu tugas ke tugas yang lain tanpa harus mempelajari ulang informasi yang sama atau memulai tugas yang sama dari awal (Spink, Ozmutlu, & Ozmutlu, 2002). Multitasking merupakan kemampuan yang penting dimiliki, terutama dengan semakin meningkatnya jumlah informasi (Palfrey & Gasser, 2008). Multitasking memungkinkan individu untuk mengolah sejumlah besar informasi secara simultan, dan mengkompensasikan keterbatasan fungsi memori

(3)

kerjanya dengan memindahkan atensi dan usahanya dari satu tugas ke tugas yang lain. Multitasking memungkinkan individu untuk menyelesaikan beberapa tugas hampir secara bersamaan.

Penelitian kuasi-eksperimental ini bertujuan menjawab dua pertanyaan utama: bagaimana peran familiaritas tugas dalam multitasking, dan apakah multitasking dapat dipelajari melalui paparan yang tinggi terhadap kondisi yang mengharuskan seseorang untuk melakukannya. Kedua pertanyaan tersebut akan dijawab melalui dua tahapan studi.

Tahapan studi pertama memfokuskan pada peran familiaritas tugas dalam multitasking: Apakah melakukan multitasking pada tugas yang familiar lebih mudah dibandingkan melakukan multitasking pada tugas yang tidak familiar? Berbagai penelitian mengenai multitasking menunjukkan bahwa familiaritas terhadap tugas (task familiarity) merupakan faktor yang penting dalam menentukan kapan seseorang akan melakukan berbagai tugas secara simultan (Small & Vorgan, 2008; Lee, Lin, & Robertson, 2011). Umumnya, tugas-tugas yang sudah dirasa familiar lebih mudah disambikan dengan tugas lainnya. Seseorang yang sudah terbiasa mengetik misalnya, dapat mengetik tanpa perlu memperhatikan keyboard dan dapat melakukannya sambil mengobrol dengan rekan kerjanya.

Tahapan studi kedua memfokuskan pada peran paparan lingkungan yang mengharuskan dilakukannya multitasking terhadap kemampuan individu dalam melakukan multitasking: Apakah individu yang terpapar lingkungan multitasking secara intens dapat melakukan multitasking dengan lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak terpapar lingkungan multitasking secara intens?

(4)

Internet merupakan contoh yang ideal sebagai lingkungan dengan tingkat paparan multitasking yang tinggi. Jumlah data digital di dunia maya berkembang secara eksponensial dari tahun ke tahun (Palfrey & Gasser, 2008). Mengikuti perkembangan informasi yang sangat cepat tersebut, individu modern dituntut untuk memiliki kemampuan memproses informasi yang lebih efisien.

Dalam berbagai literatur yang ditemukan dari awal tahun 2000-an memang ditemukan bahwa generasi yang lebih muda memiliki kemampuan yang lebih baik dalam bernavigasi di dunia yang kaya teknologi. Generasi ini dikenal sebagai Penduduk Asli Digital (Prensky, 2001; Palfrey & Gasser, 2008) atau Generasi Net (Tapscott, 2009). Generasi net lahir dan besar bersamaan dengan berkembangnya internet. Mereka lahir setelah generasi Migran Digital (Prensky, 2001) yang menemukan internet di usia dewasa. Di Amerika Serikat, penduduk asli digital terdiri dari warga negara yang lahir setelah tahun 1980, sehingga mereka menghabiskan masa remajanya di akhir tahun 1990’an, di mana internet dan komputer personal umum ditemukan di rumah-rumah pribadi (Tapscott, 2009).

Tabel 1

Karakteristik Penduduk Asli Digital

Karakteristik

Tokoh Marc Prensky

(2001)

Urs Palfrey & Lars Gasser (2008) Don Tapscott (2009) Larry D. Rosen (2010)

multitasking multitasking Multitasking multitasking rentang atensi

rendah

rentang atensi rendah empati rendah empati rendah

ahli teknologi ahli teknologi ahli teknologi ahli teknologi percaya diri percaya diri kerja kolaboratif kerja kolaboratif kerja kolaboratif

kesegeraan kesegeraan keterbukaan & toleransi keterbukaan & toleransi kustomisasi Kustomisasi memadukan

kerja & hiburan

memadukan kerja & hiburan

(5)

Tingginya akses internet yang dimiliki generasi net membuat mereka mengembangkan karakteristik khas yang berbeda dari generasi sebelumnya seperti terangkum pada tabel 1. Generasi net dipandang mengembangkan kemampuan multitasking (Prensky, 2001; Barnes, Marateo, & Ferris, 2007; Palfrey & Gasser, 2008; Rosen, 2010), lebih fleksibel dalam beradaptasi dengan hal-hal baru (Prensky, 2001), lebih toleran dengan perbedaan (Palfrey & Gasser, 2008; Tapscott, 2009), memiliki kemampuan menggabungkan kerja dengan hiburan (Palfrey & Gasser, 2008; Tapscott, 2009), dan menggunakan teknologi untuk kerja produktif dan kolaboratif (Palfrey & Gasser, 2008; Tapscott, 2009). Karakteristik generasi net berbeda dengan karakteristik migran digital. Migran digital memiliki fokus terhadap pekerjaan yang lebih baik, dan mampu bekerja dalam waktu yang panjang karena keterbatasan pekerjaan dan hiburan di masa mereka (Prensky, 2001).

Adanya perbedaan-perbedaan yang cukup menonjol antara generasi net dengan migran digital mensyaratkan dilakukannya perubahan yang fundamental di berbagai bidang, termasuk di dalamnya pekerjaan (Palfrey & Gasser, 2008), keluarga (Rosen, 2007 dan Palfrey & Gasser, 2008), dan pendidikan (Prensky 2001; Oblinger & Oblinger, 2005; dan Barnes dkk., 2007). Dalam bidang pekerjaan misalnya, generasi net menuntut adanya jam kerja dan aturan-aturan kerja yang lebih fleksibel, seperti adanya kemungkinan untuk bekerja dari rumah (Palfrey & Gasser, 2008). Dalam keluarga, generasi net menuntut orangtua untuk lebih memberikan kebebasan bagi mereka dalam bereksplorasi menggunakan teknologi (Rosen, 2007; Palfrey & Gasser, 2008). Dalam bidang pendidikan, generasi net menuntut institusi pendidikan untuk menyediakan infrastruktur yang memungkinkan pencarian informasi dari sumber lain (Tapscott, 1999),

(6)

mengijinkan penggunaan berbagai media untuk mendukung belajar (Barnes dkk., 2007), dan adanya pendidik yang lebih melek teknologi (Bayne & Ross, 2007).

Generasi net menuntut berbagai pihak untuk berjibaku dalam mengakomodir kebutuhan mereka, agar mereka dapat berkembang dengan lebih baik. Namun demikian, perbedaan karakteristik generasi net dengan generasi sebelumnya seperti yang dituliskan oleh Prensky (2001), Palfrey & Gasser (2008), dan Tapscott (2009) sebenarnya tidak didukung dengan bukti empirik yang kuat seperti terlihat dalam kumpulan studi di tabel 2.

(7)

Tabel 2

Penelitian-penelitian Mengenai Penduduk Asli Digital

Peneliti Metode Responden Hasil

Robert B. Kvavik (2005)

Survey 4.374 mahasiswa dari 13 Universitas di lima negara bagian A.S.

Teknologi seperti e-mail, IM, dan peramban dokumen telah umum dikenal dan digunakan generasi net, namun untuk teknologi yang lebih baru seperti mengolah video dan desain situs, belum terlalu banyak yang memahami Gregor Kennedy,

Kerri-Lee Krause, Terry Judd, Anna Churchward, & Kathleen Gray (2006)

Survey 2.120 mahasiswa tahun pertama Universitas Melbourne yang lahir antara tahun 1985 hingga 1988

Temuan survey menunjukkan bukti empiris yang minim terhadap gambaran stereotip tentang generasi net: terhubung 24 jam sehari/7 hari seminggu. Walau sebagian responden menunjukkan tingkat keahlian dan minat yang tinggi terhadap teknologi, sebaran tingkatan tersebut cukup bervariasi sehingga tidak dapat menggeneralisasi mereka sebagai satu kelompok. Anoush Margaryn

& Allison Littlejohn (2008)

Survey dan Wawancara

160 mahasiswa S1 untuk survey, dan 8 mahasiswa S1 dan 8 staff pendidikan di U.K. untuk wawancara

Sebagian besar responden yang berusia lebih muda menggunakan teknologi secara lebih aktif dibandingkan responden yang berusia lebih tua. Namun demikian, mereka tidak menggunakannya secara efektif untuk mendukung belajar.

Teknologi yang digunakan mahasiswa terbatas, baik untuk belajar formal, nonformal, maupun rekreasi. Hanya sebagian kecil yang memahami penggunaan alat pengelola pengetahuan kolaboratif seperti Wiki, personal web, dan berbagai teknologi kolaboratif lainnya.

Responden juga ditemukan tidak memiliki pandangan yang berbeda secara radikal mengenai pengelolaan dan kolaborasi pengetahuan berdasarkan literasi digital. Barbara Combes (2009) Survey & Analisis Kluster

533 mahasiswa dari dua Universitas di Australia

Walaupun kelompok penduduk asli digital memiliki frekuensi penggunaan internet yang tinggi dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam menggunakan internet, mereka tidak memiliki literasi internet yang tinggi. Analisis kluster tidak menunjukkan terbentuknya kluster yang spesifik terkait ciri-ciri penduduk asli digital

(8)

lanjutan dari halaman 4

Peneliti Metode Responden Hasil

Ellen Helsper & Rebecca Eynon (2009)

Survey 1069 warga negara Inggris berusia 8-19 tahun

Orang-orang muda cenderung merupakan pengguna komputer dan internet regular, dan memiliki akses yang baik ke dua hal tersebut.

Kepentingan penggunaan internet tidak homogen. Mereka menggunakan internet untuk aktivitas informal umum (hiburan, pencarian informasi,

komunikasi, kreativitas, dan partisipasi) dan kegiatan yang berkaitan dengan tugas (menyusun

tugas, mencari bahan untuk tugas).

Kualitas akses internet, persepsi tentang kemampuan penggunaan internet, dan keyakinan untuk menjalankan sekolah dengan optimal menjadi faktor-faktor yang menjelaskan tingginya frekuensi penggunaan internet dan komputer tersebut

Chris Jones, Ruslan Ramanau, Simon Cross, & Graham Healing (2010)

Survey 534 mahasiswa tahun pertama dari lima Universitas di Inggris

Mahasiswa merupakan pengguna teknologi yang aktif dan secara umum mereka menggunakan teknologi lebih banyak dari yang diharapkan institusi pendidikan.

Namun demikian, variasi kemampuan penggunaan teknologi, baik secara umum maupun untuk belajar mahasiswa yang menjadi responden terlalu tinggi untuk dikatakan sebagai satu kelompok. Variasi ini tinggi baik antar usia maupun gender.

Neila Ramdhani & Wisnu Wiradhany (2013)

Survey 308 WNI dengan akses internet yang lahir antara tahun 1970’an-1990’an

Tidak terdapat perbedaan akses, aktivitas, biaya yang dikeluarkan, waktu yang dihabiskan, dan sikap terhadap teknologi antara mereka yang lahir antara tahun 1970’an, 1980’an, dan 1990’an

(9)

Penelitian yang dilakukan mengenai generasi net di Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Indonesia seperti yang terangkum dalam tabel 2 menunjukkan setidaknya dua poin penting. Pertama, generasi net secara umum lebih aktif menggunakan teknologi dibandingkan generasi sebelumnya. Tetapi dari sisi aktivitas, kelompok yang lahir antara tahun 1980’an (A.S, Australia, Inggris) atau 1990’an (Indonesia) terlalu heterogen untuk diklasifikasikan sebagai satu generasi (Kennedy dkk., 2006; Margaryn & Littlejohn, 2008; Jones dkk., 2010). Hanya sebagian kecil responden yang menunjukkan kemampuan kerja kolaboratif dan berinovasi seperti yang dikemukakan Tapscott (2009) misalnya. Sebagian besar dari kelompok ini hanya aktif menggunakan teknologi yang umum ditemukan lintas generasi seperti telepon genggam dan e-mail. Kedua, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam penggunaan teknologi lintas generasi (misal: Combes, 2009; Hargittai, 2010). Mereka yang lahir pada generasi sebelumnya, walaupun tidak menggunakan teknologi seaktif generasi di bawahnya juga telah familiar dengan teknologi yang ditemukan lintas generasi.

Dari penjabaran di atas, terlihat bahwa kemunculan generasi net merupakan hal yang harus ditanggapi secara kritis. Kemunculan generasi net seharusnya ditanggapi sebagai sebuah evolusi, bukan revolusi (Bennet dkk., 2008). Teknologi dan kemampuan yang terkait dengan teknologi bukanlah sesuatu yang tidak dapat dipelajari. Penelitian Ramdhani & Wiradhany (2013) misalnya, menunjukkan bahwa orang-orang yang lahir di dekade yang berbeda, dengan akses terhadap teknologi yang kurang lebih sama, tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam aktivitas, dana yang dikeluarkan, waktu yang dihabiskan, dan sikap terhadap teknologi. Temuan tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hargittai (2010) di Amerika Serikat. Penelitian Hargittai

(10)

menunjukkan bahwa kelompok dengan tingkat sosio-ekonomi berbeda memiliki aktivitas dan keahlian menggunakan internet yang berbeda akibat perbedaan dalam akses. Artinya, selama akses terhadap teknologi terbuka, tiap orang memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan pola pikir yang dimiliki generasi net, termasuk di dalamnya, kemampuan untuk melakukan multitasking.

Multitasking merupakan kemampuan yang relevan, tidak hanya bagi penduduk asli digital, namun juga bagi mereka yang ingin mengikuti perkembangan teknologi secara umum. Informasi yang tersebar dalam jaringan (online) akan semakin bertambah dari waktu ke waktu, dan sistem pengelolaan yang baik dibutuhkan untuk menghadapi banyaknya informasi tersebut, termasuk kemampuan untuk mengelola berbagai informasi sekaligus. Penelitian Carrier dkk. (2009) menunjukkan bahwa multitasking merupakan kemampuan yang ditemukan lintas generasi. Studi kedua diharapkan mampu menjelaskan bagaimana peran akses internet terhadap kemampuan individu dalam melakukan multitasking.

B. Rumusan Masalah Penelitian ini bertujuan menjawab dua masalah:

1. Dalam kondisi multitasking atau terdistraksi, apakah subjek yang mengerjakan tugas yang familiar menunjukkan skor pemahaman bacaan yang lebih baik dibandingkan subjek yang mengerjakan tugas yang tidak familiar?

(11)

2. Dalam kondisi multitasking atau terdistraksi, apakah subjek yang memiliki akses internet yang lebih tinggi menunjukkan skor pemahaman bacaan yang lebih baik dibandingkan subjek yang memiliki akses internet yang lebih rendah?

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan

Memahami peran familiaritas tugas dan akses internet dalam kemampuan individu untuk melakukan multitasking.

2. Manfaat

Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya kajian tentang psikologi kognitif secara umum dan teknologi dan perilaku secara khusus. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan intervensi terhadap penduduk asli digital, khususnya terkait dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan Lin, Robertson, dan Lee (2009) juga mengkaji perbedaan kemampuan multitasking antara beberapa kelompok. Jika dalam penelitian Lee dkk., kelompok yang dibandingkan adalah expert (mereka yang ahli dalam membaca) dengan yang tidak, dalam penelitian ini kondisi yang akan dibandingkan adalah individu dihadapkan dengan tugas yang familiar dengan individu dihadapkan tugas yang tidak familiar.

(12)

Hembrooke dan Gay (2003) dan Watson dan Strayer (2010) juga meneliti tentang multitasking. Hembrooke dan Gay menggunakan memori sebagai variabel dependen, sedangkan Watson dan Strayer menggunakan operation span task (OSPAN) dalam bentuk auditori sebagai variabel dependen dan pengkondisian.

Berbeda dengan penelitian umum mengenai multitasking menggunakan eksperimen atau kuasi-eksperimen, Carrier dkk. (2008) melakukan studi deskriptif mengenai multitasking. Dalam studinya, Carrier dkk. mengukur multitasking menggunakan self-report.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan Belanda, yang kini hampir selama satu abad memperluas perdagangan- nya di Kerajaan Siam di bawah nenek moyang Duli Yang Maha Mulia Paduka Raja yang sangat luhur,

Proses ini akan menghasilkan hasil dari sebuah klasifikasi pada dokumen rekam medis untuk digunakan proses informasi ekstraksi teks kedalam database yang akan

Seluruh data yang terkumpul akan dikupas pada pembahasan sekaligus menjawab pertanyaan penelitian tentang penggunaan prinsip-prinsip Islam dalam mendidik lanjut usia

Sedangkan kelompok perlakuan ekstrak daun pegagan yang menunjukkan perubahan rata-rata derajat kerusakan hepar terendah adalah.. kelompok K6, yaitu kelompok yang

Salah satu sumber Nairn, Kivlan Zein menuturkan bahwa pensiunan jenderal maupun yang masih aktif setuju dengan FPI—dan gelombang Aksi Bela Islam yang digelar kelompok Islamis..

Dengan melihat kemajuan industri telekomunikasi selular maka penulisan tesis ini bertujuan untuk melihat kontribusi industri telekomunikasi selular dalam peningkatan PDB dari

Pada kondisi di bawah ini bisa didapatkan kadar serum iron yang rendah dan TIBC yang tinggi….

Berdasarkan data dan analisis data yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Alat ukur kadar air pada gabah dengan sistem sensor yang terdiri dari LED,