• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wajib pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wajib pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Kepatuhan Wajib Pajak

a. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku (Siti Kurnia Rahayu, 2010:138).

Safri Nurmantu mengatakan bahwa “kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan ”(Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu, 2010: 138).

Erard dan Feinstin mengartikan “Kepatuhan wajib pajak menggunakan teori psikologi yaitu sebagai rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan bebas pajak yang mereka tanggung dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah” (Erard dan Feinstin dalam Sony Devano, 2006: 110-111).

b. Bentuk Kepatuhan Wajib Pajak

Secara umum kepatuhan wajib pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1) Kepatuhan formal

(2)

Kepatuhan formal yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan formal merefleksikan pemenuhan kewajiban penyetoran dan pelaporan pajak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

2) Kepatuhan material

Kepatuahan material lebih menekankan pada aspek substansinya yaitu jumlah pembayaran pajak telah sesuai dengan ketentuan. Dalam arti perhitungan dan penyetoran pajak telah benar (Siti Kurnia Rahayu, 2010: 138).

c. Identifikasi Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari : 1) Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2) Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan. 3) Kepatuhan dalam menghitung dan membayar pajak terutang.

4) Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan (Chaizi Nasucha dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006: 111).

Identifikasi tersebut sesuai dengan kewajiban wajib pajak dalam self assessment system:

1) Mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak.

Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Palayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak, dan dapat melalui e-register (media elektronik online) untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

(3)

2) Menghitung pajak oleh wajib pajak.

Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajaknya, sedangkan memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tersebut dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak (prepayment). Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak dapat berupa kurang bayar, lebih bayar atau nihil.

3) Membayar pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak.

a) Membayar pajak yaitu melakukan pembayaran pajak tepat waktu sesuai jenis pajak, misal : angsuran PPh 25 dilakukan setiap bulan oleh wajib pajak sendiri, PPh 29 pelunasan pada akhir tahun dan sebagainya.

b) Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat atau melalui e-payment. 4) Pelaporan dilakukan wajib pajak.

Pelaporan yang dimaksud adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), dimana SPT tersebut berfungsi sebagai sarana bagi wajib pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, untuk melaporkan pembayaran dan pelunasan pajak, baik yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, serta

(4)

melaporkan harta dan kewajiban wajib pajak (Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006 : 83-84).

Kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah :

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka 10 tahun terakhir.

d. Dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemerikasaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara, karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada kas negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat wajib pajak patuh.

(5)

Menurut Siti Kurnia Rahayu kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Kondisi sistem administrasi perpajakan.

Sistem perpajakan yang simplifying sangat penting karena semakin kompleks sistem perpajakan akan memberikan keengganan dan penggerutuan pembayar pajak sehingga berpengaruh terhadap ketidakpatuhan wajib pajak. Administrasi pajak yang baik akan memberikan motivasi kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

b. Pelayanan kepada wajib pajak.

Administrasi yang baik tentunya karena adnya instansi pajak, sumber daya aparat pajak dan prosedur perpajakan yang baik. Dengan kondisi tersebut maka usaha memberikan pelayanan bagi wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat dan menyenangkan bagi wajib pajak. Dampaknya akan nampak pada kerelaan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak.

c. Penegakan hukum dan pemeriksaan pajak.

Dengan adanya penegakan hukum dan pemeriksaan pajak, wajib pajak akan patuh karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usaha untuk menyelundupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi tersebut terjadi jika wajib pajak terdeteksi dengan administrasi yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat yang kompeten dan memiliki integritas tinggi, melakukan tindakan tax evasion.

(6)

d. Tarif pajak.

Penurunan tarif pajak juga akan mempengaruhi motivasi wajib pajak membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun tidak banyak sehingga tidak memberatkan wajib pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:140-141).

2. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran wajib pajak merupakan perilaku wajib pajak berupa pandangan atau persepsi yang melibatkan keyakinan, pengetahuan dan penalaran serta kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan stimulus yang diberikan oleh sistem dan ketentuan perpajakan yang berlaku (Pandapotan Ritonga, 2011:15).

Suryadi (2006 :107) mengemukakan 4 aspek yang membentuk kesadaran wajib pajak yaitu :

a. Persepsi Wajib Pajak

Kesadaran wajib pajak akan meningkat jika dalam masyarakat timbul persepsi positif terhadap pajak. Kebanyakan masyarakat memandang pajak sebagai beban, sehingga banyak masyarakat yang berusaha untuk menghindar dari pajak. Di sisi lain, masyarakat akan menilai pengelolaan pajak yang mereka bayar. Jika masyarakat merasa pemungutan pajak tersebut tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah dan tidak memberikan manfaat yang setimpal terhadap masyarakat, maka masyarakat akan cenderung untuk tidak patuh (Suryadi, 2006:106).

Menurut Maria Karanta et.al bahwa “Persepsi wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya menitik beratkan pada kesederhanaan prosedur pembayaran pajak, kebutuhan perpajakan wajib pajak, asas keadilan

(7)

dalam peraturan perundang-undangan perpajakan” (Maria Karanta et.al dalam Siti Kurnia Rahayu, 2010:141). Ketika wajib pajak mempunyai persepsi positif tentang hal-hal tersebut maka wajib pajak akan mempunyai kesadaran dengan sendirinya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.

b. Pengetahuan Perpajakan

Tingkat pengetahuan dan pemahaman perpajakan berpengaruh terhadap perilaku kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Pengetahuan perpajakan yang dimaksud dapat meliputi tata cara pembayaran, penghitungan tarif, prosedur-prosedur yang harus dilakukan wajib pajak seperti melakukan pembukuan atau pencatatan, dan ketentuan-ketentuan lain. Jika wajib pajak tidak memahami ketentuan-ketentuan perpajakan dengan jelas, wajib pajak cenderung tidak akan taat pajak dan menghindari pajak (Suryadi, 2006:106). Fallan menyatakan pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap sistem perpajakan yang adil. Dengan meningkatkan pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik secara formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak (Fallan dalam Siti Kurnia Rahayu, 2010: 141).

c. Karakteristik Wajib Pajak

Karakteristik wajib pajak yang tercermin oleh kondisi budaya, sosial dan ekonomi akan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak ( Siti Kuria Rahayu, 2010: 141). Struktur perekonomian suatu negara berdasarkan pada fundamental ekonomi

(8)

makro, jika fundamental ekonomi makronya kuat dan sehat tentunya struktur perekonomian negara juga akan kuat. Faktor yang mendasari ekonomi yang kuat diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Pembangunan ekonomi Indonesia masih belum mampu bebas dari keterbelakangan, kemiskinan, ketergantungan dan kerusakan lingkungan. Faktor-faktor kondisi sosial seperti kemiskinan, keterbelangan dapat menyebabkan investasi fisik maupun investasi sumber daya manusia rendah, sehingga mengakibatkan tingkat produktifitas rendah, yang berakibat pada pendapatan rendah. Kondisi pendapatan yang rendah menyebabkan kemampuan menabung rendah dan kemampuan membayar pajak juga rendah (Soeharsono Sagri dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006: 116).

d. Penyuluhan Perpajakan

Sebagian besar masyarat tidak mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai pajak, oleh karena itu sangat perlu dilakukan penyuluhan atau sosialisasi mengenai pajak. Penyuluhan perpajakan atau sosialisasi sangat berpengaruh terhadap kesadaran wajib pajak, dengan penyuluhan perpajakan secara intensif dan terus menerus akan meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud gotong royong nasional dan secara perlahan akan mengubah mindset masyarakat tentang pajak kearah yang positif. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan perpajakan mempunyai signifikansi terhadap kesadaran wajib pajak dan penerimaan pajak (Suryadi, 2006:107).

(9)

3. Pelayanan Perpajakan

a. Pengertian Pelayanan Pajak

Menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-Pan) No.81 Tahun 1993 mengartikan:

Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan BUMN/D dalam bentuk barang dan jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan (Siti Kurnia Rahayu, 2010: 134).

Menurut Boediono “Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan” (Boediono dalam Pandapotan Ritonga, 2011:28). Pelayanan yang berhubungan dengan pajak dapat dimaksudkan sebagai pelayanan yang diberikan oleh aparatur pajak dalam hal ini Ditjen Pajak kepada masyarakat untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kewajiban dan hak dalam perpajakan. Siti Kurnia Rahayu (2006: 134) menyatakan bahwa “pelayanan perpajakan merupakan produk pelayanan dari instansi pemerintah yang khusus berwenang mengurusi masalah pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak.”

b. Kriteria Penilaian Pelayanan Perpajakan

Menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman mengemukakan hasil penelitian bahwa ada sepuluh kriteria yang dapat digunakan untuk menilai pelayanan publik yaitu ten dimention of SERVQUAL :

1) Tangible (dapat dirasakan) yaitu yang terkait dengan fasilitas fisik yang dapat dirasakan pelanggan, misal ketersediaan ruangan yang nyaman, ketersediaan

(10)

fasilitas bagi pengunjung (tempat duduk, komputer layanan, formulir dll), tempat parkir dan sebagainya.

2) Reability (keandalan), hal ini terkait dengan kinerja (performance) dan kepercayaan (dependability).

3) Responseveness (ketanggapan) yaitu kemauan untuk memberikan layanan kepada pelanggan, meliputi ketanggapan petugas dalam menangani masalah, ketersediaan petugas menjawab pertanyaan konsumen dan sebagainya.

4) Competency (kemampuan) artinya seorang petugas atau pegawai harus memiliki kecakapan dan kemampuan yang sesuai untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

5) Courtecy (tata karma) yaitu terkait dengan perilaku petugas dalam melayani pelanggan, contoh : sopan santun, keramahan, respek dan perhatian terhadap pelanggan.

6) Credibility (kredibilitas) yaitu mencakup nama baik instansi, reputasi dan interaksi dengan para pelanggan.

7) Security (keamanan) yaitu dapat memberikan rasa aman dari bahaya, resiko atau ketidak pastian.

8) Acces (akses) yaitu terkait dengan kemudahan untuk dicari, dihubungi atau ditemui.

9) Communication (komunikasi) yaitu terkait dengan kemampuan penyampaian pesan sehingga dapat dipahami oleh pelanggan dan bersedia mendengarkan saran dan keluhan dari pelanggan.

(11)

10) Understanding of the customers (perhatian pada pelanggan) yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan serta dapat memberikan saran dan pendapat terkait kondisi pelanggan (Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Pandapotan Ritonga. 2011: 28-29).

Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin wajib pajak merasa puas terhadap pelayanan pemerintah, wajib pajak merasa mempunyai kewajiban patuh terhadap hukum, termasuk hukum pajak. Hal ini mengisyaratkan bahwa pelayanan pajak akan menentukan kadar kepatuhan wajib pajak (Pandapotan Ritonga, 2011: 29).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2006:108), ada 3 aspek yang membentuk pelayanan perpajakan yaitu :

1) Kulitas Sumber Daya Manusia

Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat akan terpenuhi bilamana SDM melaksanakan tugasnya professional, disiplin dan transparan (Suryadi, 2006:108). Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi semua itu tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa didukung SDM yang berkualitas dan berintegritas. Agar didapat SDM yang berkualitas dan berintegritas Ditjen Pajak melakukan penyaringan pegawai-pegawai perpajakan melalui pelaksanaan fit and proper test secara ketat, penempatan pegawai sesuai kapasitas dan kapabilitasnya, reorganisasi, kaderisasi, pelatihan dan program pengembangan self capacity (Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, 2006:89). Dengan kualitas SDM yang

(12)

baik diharapkan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap wajib pajak.

2) Ketentuan Pajak

Dalam perpajakan ketentuan pajak hendaknya dibuat dengan sederhana (simplicity), netral (neutrality), adil (equality) dan dapat memberikan kepastian hukum (legal certainty), dengan demikian wajib pajak tidak akan merasa kesulitan dengan ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku, dan pada akhirnya wajib pajak dapat menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dengan sebaik-baiknya (Suryadi, 2006:108).

3) Sistem Informasi Perpajakan

Sistem informasi sangat penting dalam melaksanakan pelayanan perpajakan. Dalam reformasi administrasi perpajakan modern, sistem informasi menjadi salah satu aspek penting yaitu dengan adanya administrasi perpajakan yang berbasis teknologi informasi, seperti e-SPT, e-Registrasion, e-Filling dan e-payment melalui ATM (Siti Kurnia Rahayu, 2010:112). Ini adalah salah satu produk layanan perpajakan yang dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi wajib pajak dalam pemenuhan kewajibannya di bidang perpajakan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh :

1. Suryadi (2006) dengan judul penelitian “Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak: Suatu Survei Di Wilayah Jawa Timur”. Dalam penelilitian ini peneliti

(13)

sama-sama meneliti variabel kesadaran, kepatuhan dan pelayanan perpajakan, namun peneliti tidak meneliti mengenai kinerja penerimaan pajak seperti peneliti terdahulu. Data yang digunakan juga sama yaitu data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada wajib pajak. Namun ada beberapa perbedaan yaitu tempat dan waktu dimana penelitian terdahulu dilakukan di KPP Jawa Timur pada tahun 2006. Perbedaan yang lainnya adalah sampel penelitian yang digunakan. Dalam penelitian terdahulu peneliti menggunakan sampel wajib pajak orang pribadi maupun badan, sedang dalam penelitian sekarang peneliti hanya menggunakan sampel wajib pajak badan. Teknik analisis yang digunakan, pada penelitian terdahulu yakni teknik analisis multivariat dengan metode structural equating modeling (SEM) yaitu suatu metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis yang terstruktur. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kesadaran Wajib Pajak yang diukur dari persepsi wajib pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik wajib pajak dan penyuluhan perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Penerimaan Pajak.

b. Pelayanan Perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Penerimaan Pajak.

c. Kepatuhan Wajib Pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak, penegakan hukum dan kompensasi pajak mempunyai pengaruh terhadap Kinerja Penerimaan Pajak. d. Ada perbedaan Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan Wajib

(14)

2. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Pandapotan Ritonga dengan judul “Analisis Pengaruh Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan Pelayanan Pajak Sebagai Variabel Intervening Di KPP Medan Timur”. Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu ini adalah variabel yang digunakan masih sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Suryadi yaitu kesadaran dan kepatuhan serta pelayanan wajib pajak yang difungsikan sebagai variabel intervening yaitu variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Selain topik yang sama metode pengumpulan data juga sama yaitu diperoleh dengan penyebarkan kuesioner kepada wajib pajak. Sampel yang digunakan dalam penelitian dahulu sama dengan peneliti sekarang yaitu wajib pajak badan. Sedang perbedaannya adalah tempat dan waktu penelitian. Penelitian terdahulu dilakukan di KPP Medan Timur pada tahun 2011. Penelitian ini menggunakan teknik analisis dengan metode structural equating modeling (SEM). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Pandapotan Ritonga adalah sebagai berikut :

a. Kesadaran Wajib Pajak Badan yang diukur dari persepsi wajib pajak, pengetahuan dan kondisi keuangan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap Pelayanan Wajib Pajak.

b. Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang diukur dari tingkat tarif, struktur sanksi, terdeteksi oleh hukum, moralitas, penyelundupan, persepsi dan sikap, besarnya denda, sikap terhadap pemerintah, penegak hukum, sistem perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak.

(15)

c. Pelayanan Wajib Pajak yang diukur dengan tangible, reliabilitas, responsivitas, kompetensi, tata krama, kredibilitas, keamanan, akses, komunikasi, perhatian pada pelanggan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Handarani dengan judul “Pengaruh Kualitas

Pelayanan Pajak Terhadap Kepuasan dan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama”. Persamaan dalam penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu pada beberapa variabel yang diteliti yaitu variabel pelayanan dan kepatuhan wajib pajak tapi penelitian sekarang tidak meneliti variabel kepuasan seperti yang diteliti oleh peneliti terdahulu. Selain itu, metode pengumpulan data yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan metode kuesioner dan teknik analisis data yang digunakan adalah regresi dan korelasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada tempat dan waktu yaitu penelitian terdahulu dilakukan di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama pada tahun 2009. Sampel yang digunakan juga berbeda, dalam penelitian terdahulu adalah wajib pajak orang pribadi sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan wajib pajak badan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :

a. Kualitas Pelayanan Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Wajib Pajak.

b. Kualitas Pelayanan Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

c. Kualitas Pelayanan Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak secara bersama-sama.

(16)

C. Kerangka Berfikir

1. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Badan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran wajib pajak adalah perilaku wajib pajak yang berupa persepsi yang melibatkan keyakinan, pengetahuan dan penalaran serta kecenderungan untuk bertindak sesuai stimulus yang diberikan sistem dan ketentuan perpajakan. Sedangkan kepatuhan wajib pajak kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan perpajakan.

Adanya persepsi yang dimiliki wajib pajak tentang pajak dan manfaat yang akan diterima wajib pajak jika membayar pajak, pengetahuan wajib pajak tentang tata cara dan ketentuan yang berlaku dalam perpajakan, karakteristik wajib pajak terutama faktor ekonomi serta penyuluhan yang merata kepada masyarakat sangat mempengaruhi sikap wajib pajak dalam membayar pajak. Ketika masyarakat mempunyai persepsi positif terhadap pajak dan kesadaran akan pentingnya kegunaan pajak dalam roda pembangunan negara diharapkan akan lahir masyarakat yang peduli pajak, yang kemudian secara suka rela berkenan mendaftarkan diri mereka menjadi wajib pajak dan ikut melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tanpa adanya paksaan, dengan demikian maka akan terciptalah sebuah kepatuhan wajib pajak.

2. Pengaruh Pelayanan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pelayanan Perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu produk pelayanan dari instansi pemerintah yang khusus berwenang mengurusi masalah pajak yaitu Direktorat Jendral Pajak. Pelayanan yang baik dapat menjadi modal utama Ditjen

(17)

Pajak dalam menarik perhatian wajib pajak. Pelayanan disini bisa berupa fasilitas atau sarana prasarana yang tersedia bagi wajib pajak dan yang terpenting adalah kualitas dari Sumber Daya Manusia (aparatur pajak) profesional yang menjunjung tinggi integritas, akuntabilitas dan transparansi. Jika hal-hal tersebut dapat diberikan oleh instansi pajak diharap dapat memberi kesan yang baik dan menciptakan kepercayaan wajib pajak terhadap instansi pajak, sehingga wajib pajak tidak enggan lagi untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga dapat mendorong sikap patuh wajib pajak.

3. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Badan dan Pelayanan Perpajakan secara bersama-sama terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kesadaran dan Pelayanandapat menjadi unsur penting dalam usaha meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Jika masyarakat memiliki persepsi positif terhadap pajak, memiliki pengetahuan yang baik tentang pajak, memiliki karakteristik baik dan memiliki informasi yang cukup tentang perpajakan serta ditambah dengan pelayanan yang memiliki kualitas baik dari aparat pajak tentunya akan menciptakan suatu kondisi yang baik untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Intinya adalah kerja sama dari dua arah yaitu kemauan (kesadaran) dari wajib pajak dan dorongan dari instansi pajak yang berupa pemberian pelayanan secara profesional dapat meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakanya. D. Paradigma Penelitian

Dari kerangka berfikir di atas dapat dibuat paradigma penelitian untuk menggambarkan hubungan Kesadaran Wajib Pajak Badan dan Pelayanan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel terikat sebagai berikut:

(18)

Keterangan :

Y : Variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen yaitu Kepatuhan Wajib Pajak.

X1 : Variabel independen pertama yaitu Kesadaran Wajib Pajak Badan. X2 : Variabel independen kedua yaitu Pelayanan Perpajakan.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian ini adalah :

H1 : Kesadaran Wajib Pajak Badan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Sleman.

H2 : Pelayanan Perpajakan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Sleman.

Kesadaran Wajib Pajak Badan (X1) Pelayanan Perpajakan (X2) Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Variabel Independen Variabel Dependen

(19)

H3 : Kesadaran Wajib Pajak Badan dan Pelayanan Perpajakan mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara bersama-sama terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Sleman.

Gambar

Gambar 1. Paradigma Penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Jika SDN Sasak maupun sekolah-sekolah lain di wilayah yang kita layani mampu memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya, itu tidak terlepas dari peran staf Wahana Visi Indonesia

Simpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah : 1) Faktor- faktor yang menyebabkan penolakan perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik yang terjadi di Kantor

Dalam pelajaran ini, anda akan diperkenalkan dengan beberapa singkatan yang sudah lazim dipakai di kalangan bisnis, beberapa humor Austrralia dengan catatan latarbelakang

Penelitian sekarang dilakukan oleh Wisnu Aditya Nurkamal untuk menguji ulang pengaruh dimensi gaya hidup terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan objek yang berbeda dengan

Variabel dependen (Y) dari penelitian ini adalah Kepatuhan Wajib pajak PBB P2. Kepatuhan Wajib pajak adalah kondisi dimana wajib pajak taat dan memenuhi serta

H2 : Celebrity endorser berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli.Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa brand image berpengaruh terhadap

*) Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. **) Dosen Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah

Penelitian yang dilakukan oleh (Rosi, 2018) mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM dalam melaksanakan kewajiban