• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA

TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) (Skripsi) Oleh TONNY FIRMANSYAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

ABSTRAK

EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA

TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) Oleh

TONNY FIRMANSYAH

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan terpenting di dunia selain padi dan gandum. Gulma merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor yang efektif dalam mengendalikan gulma pada tanaman jagung (Zea mays L.) dan untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor pada tanaman jagung (Zea mays L.). Penelitian ini dilaksanakan di Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Universitas

Lampung dari bulan Maret hingga Juni 2016. Penelitian ini disusun dalam

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari herbisida gliofsat+mesotrion+metolaklor (250+25+250),

(500+50+500), (750+75+750), (1000+100+1000), (1250+125+1250) g/ha, pengendalian mekanis, dan kontrol. Data yang diperoleh dianalisis ragam yang sebelumnya dilakukan uji homogenitas ragam dengan uji Bartlet, dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian yang didapatkan

(3)

Tonny Firmansyah

menunjukkan bahwa : (1) Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan

metolaklor) pada dosis (250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha dapat mengendalikan pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, gulma golongan rumput, dan gulma golongan teki hingga 6 MSA, (2) Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis (250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha dapat mengendalikan gulma Cleome

rutidospermae, Ricardia brasiliensis, Eleusine indica, dan Cyperus rotundus hingga 6 MSA, (3) Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis (250+25+250) g/ha hingga (750+75+750) g/ha tidak meracuni tanaman jagung (Zea mays L.), sedangkan pada dosis (1000+100+1000) g/ha terlihat gejala keracunan ringan dan (1250+125+1250) g/ha terlihat gejala keracunan sedang, (4) Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis

(250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha menghasilkan produksi jagung (Zea mays L.) lebih tinggi dibandingkan control

(4)

EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN GLIFOSAT, MESOTRION DAN METOLAKLOR UNTUK MENGENDALIKAN GULMA UMUM PADA

TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

Tonny Firmansyah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pringsewu pada 10 Mei 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Zainal Abidin (alm) dan Ibu Suhartini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Gedong Tataan, Pesawaran pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Gedong Tataan, Pesawaran dan lulus pada tahun 2008. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1 Gading Rejo, Pringsewu dan lulus pada tahun 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademik dan organisasi. Penulis pernah terdaftar sebagai Korps Muda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat Universitas, Anggota Muda di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gumpalan Fakultas Pertanian, Anggota Biasa di Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) periode 2012-2014, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Raya Fakultas Pertanian tahun 2014, Duta Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2014-2015, Sekertaris Dinas Penelitian dan Pengembangan (Litbang) di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di tingkat Fakultas periode 2014-2015 dan Wakil Ketua Umum di Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) periode 2015-2016. Selain itu,

(9)

penulis juga aktif menjadi Asisten Dosen, seperti mata kuliah Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, mata kuliah Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma, mata kuliah Dasar-Dasar Budidaya Tanaman, dan mata kuliah Dasar-Dasar

Perlindungan Tanaman.

Pada bulan Juli 2015, penulis melaksanakan kegiatan Praktik Umum di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Way Berulu, Pesawaran. Kemudian pada bulan Januari – Maret 2016, penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Desa Menyancang, Kecamatan Karya

(10)

Bismillahhirrohmanirrohim, , Dengan penuh rasa syukur dan bangga, ku persembahkan kaya kecilku ini kepada :

Ayah (alm) dan Mama tercinta,

Adikku Lea Ayu Utari, Serta seluruh Keluarga Besarku

Sebagai tanda bakti dan terima kasihku atas doa yang selalu terucap untuk kesuksesanku dan semua pengorbanan yang telah

diberikan kepadaku selama ini

(11)

SETIAP ORANG MEMILIKI KAPABILITAS DALAM KEHIDUPANNYA UNTUK BERJUANG DEMI APA YANG MEREKA IMPIKAN (DEAN KOONTZ)

KELUARGA ADALAH MOTIVASI TERBESAR UNTUK MERAIH TAHTA PUNCAK DALAM PIRAMIDA KEHIDUPAN

RAHASIA HIDUP ADALAH JATUH TUJUH KALI DAN BANGKIT DEPALAN KALI (JAMES PATTERSON)

(12)

SANWACANA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta nikmat sehat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar tanpa terhalang suatu apapun. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P M.S., selaku pembimbing utama yang telah memberikan kesempatan dan dengan sabarnya memberikan dorongan, pengarahan, bimbingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah

memberikan arahan, pengetahuan, bimbingan, kesabaran, dan saran selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.S., selaku pembahas atas saran, nasehat, bimbingan, serta kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Ardian, M. Agr., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas

bimbingan dan pengarahan yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswa.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(13)

6. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Zainal Abidin (alm) dan Ibu Suhartini yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil serta doa yang selalu terucap demi kelancaran dan keberhasilan penulis dalam proses perkuliahan.

8. Adik penulis, yaitu Lea Ayu Utari yang telah memberikan dukungan semangat dan moril bagi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 9. Teman-teman seperjuangan penelitian yang telah bersedia membantu penulis

selama melaksanakan penelitian.

10. Teman-teman Agroteknologi kelas D dan Agroteknologi 2012 yang telah mengisi hari-hari selama penulis berada di kampus.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik dan dapat lebih bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, September 2016 Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 7

1.5 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Informasi Umum Tanaman Jagung ... 9

2.2 Gulma dan Pengelolaanya ... 10

2.3 Herbsida ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4.1 Penetuan Petak Perlakuan ... 20

3.4.2 Penanaman ... 21

3.4.3 Aplikasi Herbisida ... 21

3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma ... 22

3.5 Pengamatan ... 23

3.5.1 Gulma ... 23

(15)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Bobot Kering Gulma Total ... 26

4.2 Bobot Kering Gulma Pergolongan ... 28

4.2.1 Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar ... 28

4.2.2 Bobot Kering Gulma Golongan Rumput ... 30

4.2.3 Bobot Kering Gulma Golongan Teki ... 32

4.3 Bobot Kering Gulma Dominan ... 34

4.3.1 Bobot Kering Gulma Cleome rutidospermae ... 34

4.3.2 Bobot Kering Gulma Ricardia brasiliensis ... 37

4.3.3 Bobot Kering Gulma Eleusine indica ... 39

4.3.4 Bobot Kering Gulma Cyperus rotundus ... 41

4.4 Tingkat dan Jenis Dominansi Gulma ... 44

4.5 Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays) ... 48

4.5.1 Fitotoksisitas Herbisida ... 48

4.5.2 Tinggi Tanaman Jagung ... 49

4.5.3 Bobot Pipilan Kering Jagung pada Kadar Air 14% ... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan Herbisida Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor ... 19 2. Bobot kering gulma total akibat perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor ... 27 3. Bobot kering gulma daun lebar akibat perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor ... 29 4. Bobot kering gulma rumput akibat perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor ... 31 5. Bobot kering gulma teki akibat perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor ... 33 6. Bobot kering gulma Cleome rutidospermae akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 36 7. Bobot kering gulma Cyperus rotundus akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 38 8. Bobot kering gulma Eleusine indica akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 40 9. Bobot kering gulma Ricardia brasiliensis akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 42 10. Jenis dan tingkat dominansi (SDR) gulma pada 3 MSA ... 45 11. Jenis dan ingkat dominansi (SDR) gulma pada 6 MSA ... 47 12. Fitotoksisitas tanaman jagung akibat perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor ... 48 13. Tinggi tanaman jagung akibat perlakuan herbisida

(17)

14. Bobot pipilan jagung pada kadar air 14% akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 51 15. Bobot kering gulma total pada 3 MSA akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 59 16. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 59

17. Bobot kering gulma total pada 6 MSA akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 60 18. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 6 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 60 19. Bobot kering gulma daun lebar pada 3 MSA akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 61 20. Analisis ragam bobot kering gulma daun lebar pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 61 21. Bobot kering gulma daun lebar pada 6 MSA akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 62 22. Analisis ragam bobot kering gulma daun lebar pada 6 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 62 23. Bobot kering gulma rumput pada 3 MSA akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 63 24. Analisis ragam bobot kering gulma rumput pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 63 25. Bobot kering gulma rumput pada 6 MSA akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 64 26. Analisis ragam bobot kering gulma rumput pada 6 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 64 27. Bobot kering gulma teki pada 3 MSA akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 65 28. Analisis ragam bobot kering gulma teki pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 65 29. Bobot kering gulma teki pada 6 MSA akibat perlakuan

(18)

30. Analisis ragam bobot kering gulma teki pada 6 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 66 31. Bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 67 32. Analisis ragam bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada

3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 67 33. Bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada 6 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 68 34. Analisis ragam bobot kering gulma Cleome rutidospermae pada

6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 68 35. Bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 69 36. Analisis ragam bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada

3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 69 37. Bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada 6 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 70 38. Analisis ragam bobot kering gulma Ricardia brasiliensis pada

6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 70 39. Bobot kering gulma Eleusine indica pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 71 40. Analisis ragam bobot kering gulma Eleusine indica pada

3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 71 41. Bobot kering gulma Eleusine indica pada 6 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 72 42. Analisis ragam bobot kering gulma Eleusine indica pada

6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 72 43. Bobot kering gulma Cyperus rotundus pada 3 MSA akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 73 44. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus rotundus pada

3 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 73 45. Bobot kering gulma Cyperus rotundus pada 6 MSA akibat

(19)

46. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus rotundus pada

6 MSA akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 74 47. Tinggi tanaman jagung pada 4 MST akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 75 48. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 4 MST akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 75 49. Tinggi tanaman jagung pada 6 MST akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 76 50. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 6 MST akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 76 51. Tinggi tanaman jagung pada 8 MST akibat perlakuan

herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 77 52. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 8 MST akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 77 53. Hasil bobot pipilan jagung kg/m2 pada kadar air 14% akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 78 54. Analisis ragam hasil bobot pipilan jagung kg/m2 pada kadar

air 14% akibat perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 78 55. Hasil bobot pipilan jagung ton/ha pada kadar air 14% akibat

perlakuan herbisida glifosat+mesotrion+metolaklor ... 79 56. Analisis ragam hasil bobot pipilan jagung ton/ha pada kadar

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kimia glifosat ... 14

2. Struktur kimia mesotrion ... 15

3. Struktur kimia metolaklor ... 17

4. Tata letak percobaan ... 20

5. Bagan petak pengambilan sampel gulma ... 22

6. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor terhadap gulma total ... 28

7. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor terhadap gulma daun lebar ... 30

8. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor terhadap gulma rumput ... 32

9. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor terhadap gulma teki ... 34

10. Gulma Cleome rutidospermae ... 35

11. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor terhadap gulma Cleome rutidospermae ... 37

12. Gulma Cyperus rotundus ... 38

13. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor terhadap gulma Cyperus rotundus ... 39

14. Gulma Eleusine indica ... 40

15. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor terhadap gulma Eleusine indica ... 41

(21)

16. Gulma Ricardia brasiliensis ... 42 17. Tingkat penekanan herbsisida glifosat+mesotrion+metolaklor

terhadap gulma Ricardia brasiliensis ... 43 18. Gejala keracunan pada tanaman jagung ... 49 19. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (250+25+250) g/ha

pada 3 MSA ... 80 20. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (500+50+500) g/ha

pada 3 MSA ... 80 21. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (750+75+750) g/ha

pada 3 MSA ... 81 22. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1000+100+1000) g/ha

pada 3 MSA ... 81 23. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1250+125+1250) g/ha

pada 3 MSA ... 82 24. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan penyiangan mekanis

pada 3 MSA ... 82 25. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan kontrol

pada 3 MSA ... 83 26. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (250+25+250) g/ha

pada 6 MSA ... 83 27. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (500+50+500) g/ha

pada 6 MSA ... 84 28. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (750+75+750) g/ha

pada 6 MSA ... 84 29. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1000+100+1000) g/ha

(22)

30. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida

glifosat+mesotrion+metolaklor dosis (1250+125+1250) g/ha

pada 6 MSA ... 85 31. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan penyiangan mekanis

pada 6 MSA ... 86 32. Kondisi gulma dan tanaman perlakuan kontrol

(23)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di dunia, termasuk di Indonesia. Tanaman jagung selain digunakan sebagai bahan pangan sebagian masyarakat Indonesia, juga

digunakan sebagai bahan baku untuk makanan ternak.

Menurut Badan Pusat Statistik (2014), produksi jagung di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 23,47 juta ton. Produksi ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang sebesar 19,37 juta ton. Meskipun demikian, saat ini Indonesia masih melakukan impor jagung sebesar 3,7 juta ton dari luar negeri. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan jagung di Indonesia yang setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung adalah kehadiran gulma pada lahan budidaya. Keberadaan gulma di sekitar tanaman budidaya dapat

menyebabkan kerugian yang besar. Kehadiran gulma dapat secara nyata menekan pertumbuhan dan produksi karena menjadi pesaing dalam memperebutkan unsur hara serta cahaya matahari, sehingga mampu menurunkan produksi sebesar 48% (Bilman, 2001).

(24)

2

Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara

keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi negatif antara bobot kering gulma dan hasil jagung, dengan penurunan hasil hingga 95% (Vencil et al; 2002).

Sembodo (2010), menyatakan bahwa beberapa gulma penting pada tanaman jagung yaitu Boreria alata, Ageratum conyzoides, Synedrella nodiflora, Cyperus rotundus, Cyperus kyllingia, Eleusin indica, Digitaria ciliaris, Paspalum

distichum, dan Cynodon dactylon. Salah satu metode pengendalian gulma adalah dengan menggunakan bahan kimia yang disebut herbisida. Metode pengendalian gulma dengan herbisida ini sangat efektif dan efisien terutama jika lahan yang harus dikelola sangat luas.

Sembodo (2010), menyatakan terdapat beberapa bahan aktif terdaftar yang digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman jagung yaitu Kalium MCPA : 400 g/l, Isopropilamina glifosat : 120 g/l, 2,4 D isopropilamina : 575 g/l, Atrazin 75 g/l, Ametrin 490 g/l, Paraquat diklorida 276 g/l, Imazetapir 52,5 g/l, Paraquat diklorida 248,4 g/l, dan Metolaklor 500 g/l.

Herbisida glifosat adalah herbisida berspektrum luas yang dapat mengendalikan gulma semusim maupun tahunan di daerah tropis pada waktu pasca tumbuh. Cara

(25)

3

kerja herbisida ini adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-fosfat sintase (EPSPS) yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik, seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati karena kekurangan asam amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnya. Glifosat dapat masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dan kemudian diangkut ke pembuluh floem (James dan Rahman, 2005).

Herbisida mesotrion bekerja dengan menghambat fungsi dari enzim yang esensial bagi kehidupan tanaman yaitu enzim HPPD (p- hidroksi-fenil-piruvat

dehidrogenase) yang menyebabkan pigmen karotenoid tidak terbentuk sehingga mengganggu fotosintesis yang pada akhirnya akan menimbulkan gejala bleaching kemudian mati. Ditambahkan juga bahwa herbisida ini dapat mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma jenis rumputan yang diaplikasikan sebelum dan sesudah tumbuh gulma pada tanaman jagung (James et al; 2006).

Herbisida metolaklor termasuk herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan melalui tanah. Herbisida ini juga dapat mengendalikan pertumbuhan gulma berdaun lebar, rerumputan dan teki-tekian. Herbisida metolaklor bekerja dengan menghambat pembelahan pada sel (Wicks, Crutcfiled dan Burnside, 1994).

Namun dalam pemakaian herbisida yang relatif singkat pada pertengahan tahun 1980, telah ditemukan banyak spesies gulma yang resisten terhadap glifosat. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan pencampuran herbisida. Pencampuran herbisida dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih bahan aktif dalam kelompok yang berbeda dengan sifat yang tidak saling bertentangan. Contoh pencampuran

(26)

4

herbisida tersebut adalah mencampurkan bahan aktif glifosat dengan mesotrion dan metolaklor.

Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan, maka penelitian dilakukan untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah berikut ini:

1. Apakah herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor mampu mengendalikan gulma pada tanaman jagung?

2. Apakah terjadi keracunan pada tanaman jagung akibat penggunaan herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui efikasi herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor dalam mengendalikan gulma pada tanaman jagung

2. Untuk mengetahui fitotoksitas herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor pada tanaman jagung.

1.3 Landasan Teori

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pokok di Indonesia yang cukup banyak dibudidayakan. Hal ini karena cukup tersedianya sumberdaya lahan dan teknologi dari budidaya hingga pascapanen. Selain digunakan sebagai makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia, jagung juga

(27)

5

mengalami peningkatan. Meskipun demikian, produksi jagung Nasional masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Suprapto, 1999).

Salah satu yang menyebabkan rendahnya produktivitas jagung saat ini adalah keberadaan organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan

produktivitas jagung. Salah satu organisme pengganggu tanaman yang terus ada dan dapat menurunkan produktivitas tanaman jagung adalah gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh tidak pada waktu dan tempat yang tepat (Sembodo, 2010).

Gulma dapat menjadi pesaing utama bagi tanaman budidaya dalam memperebutkan sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya, dan ruang tumbuh. Kemampuan tanaman dalam bersaing dengan gulma ini sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis gulma, tingkat kepadatan gulma, lama persaingan tanaman dan gulma, cara budidaya dan varietas yang ditanam, serta faktor kesuburan tanah (Sukman dan Yakup, 1995).

Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984), persaingan antara gulma dan tanaman dipengaruhi oleh waktu atau lamanya tanaman berada dan bersaing dengan gulma. Sukman dan Yakup (1995), menyatakan bahwa hadirnya gulma pada awal hidup tanaman akan sangat berpengaruh terhadap tanaman karena pada fase tersebut tanaman sangat peka terhadap kehadiran gulma, fase ini disebut fase kritis tanaman. Jika gulma tumbuh di lahan budidaya pada fase ini, maka tanaman akan kalah bersaing dengan gulma. Oleh karena itu, pada fase tersebut perlu dilakukan pengendalian gulma.

(28)

6

Menurut Sembodo (2010), herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma karena dapat mengendalikan gulma sejak dini, efisen dalam waktu, tenaga kerja, dan biaya, dapat mengendalikan gulma yang sulit untuk dikendalikan dan mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah konvesional (OTK).

Kekurangan dalam penggunaan herbisida yaitu perlu keterampilan khusus dalam teknik aplikasi, pemilihan jenis herbisida, penentuan dosis, penanganan herbisida, dan keamanan. Keberhasilan aplikasi herbisida ditentukan oleh banyak hal, antara lain gulma sasaran, herbisida yang digunakan, dan cara pengaplikasiannya. Syarat pengaplikasian herbisida yang baik dirangkum dalam 4 tepat, yaitu tepat jenis, tepat cara, tepat dosis, dan tepat waktu.

Cobb dan Kirkwood (2000), menyatakan bahwa cepat atau lambat penggunaan herbisida tunggal akan menjadi tidak efektif dan harus dilakukan pencampuran herbisida. Selain itu, pencampuran herbisida juga merupakan salah satu cara untuk memperpanjang persistensi suatu herbisida terutama jika beberapa gulma yang telah berkembang menjadi resisten terhadap suatu jenis herbisida.

Mesotrion adalah jenis herbisida baru dalam kelompok triketon dan efektif terhadap spesies yang resisten terhadap herbisida glifosat dan herbisida metolaklor. Secara umum mesotrion bertindak sebagai penghambat pigmen. Pencampuran herbisida glifosat, mesotrion dan metolaklor diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dari masing-masing bahan aktif tersebut dalam mengendalikan gulma pada tanaman jagung.

(29)

7

1.4 Kerangka Pemikiran

Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung di Indonesa adalah masalah kompetisi gulma dengan tanaman yang budidaya. Gulma akan menjadi kompetitor utama dalam mendapatkan sarana tumbuh yang tersedia di lahan pertanian seperti unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Perebutan ini akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga menyebabkan menurunkan hasil dari tanaman jagung yang dibudidayakan. Untuk mengatasi masalah tersebut harus dilakukan suatu tindakan pengendalian terhadap gulma sehingga tidak menyebabkan penurunan hasil pada tanaman jagung yang dibudidayakan. Metode pengendalian gulma secara kimia dengan menggunakan herbisida dinilai lebih mudah dan lebih baik dalam

mengendalikan gulma karena lebih efisien dalam penggunaan tenaga kerja, lebih aman bagi tanaman budidaya serta tidak menyebabkan erosi karena tidak harus memindahkan lapisan tanah.

Penggunaan herbisida tunggal awalnya dinilai dapat mengenbdalikan gulma secara total akan tetapi lama kelamaan penggunaan herbsiida tunggal memiliki kelemahan, yaitu gulma menjadi resisten terhadap bahan aktif tertentu dalam waktu yang relatif singkat. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk

mengendalikan gulma secara total dengan melakukan pencampuran beberapa bahan aktif herbisida untuk memperluas spektrum pengendalian serta

meningkatkan efektifitas penggunaan herbisida.

Gangguan gulma pada awal pertumbuhan akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dari tanaman jagung karena harus bersaing untuk memperoleh

(30)

8

sarana tumbuh yang tersedia. Sedangkan pada awal pertumbuhan tanaman masih sangat rentan terhadap gangguan. Pencampuran herbisida glifosat, mesotrion dan metolaklor diaplikasikan sejak tanaman jagung memasuki fase awal pertumbuhan. Herbisida ini diaplikasi di tanah untuk kemudian akan ditranslokasikan menuju daun melalui xylem setelah itu diserap oleh akar gulma dan menyebabkan kematian pada gulma tersebut.

Penggunanaan herbisidan campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor dinilai tidak akan meracuni tanaman jagung karena herbisida campuran ini bersifat selektif. Sehingga herbisida campuran ini dapat digunakan untuk

mengendalikan gulma pada tanaman jagung. Hal ini bertujuan agar nutrisi yang dibutuhkan pada awal pertumbuhan tanaman jagung dapat tersedia dengan baik.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai berikut:

1. Pada dosis tertentu herbisida campuran bahan aktif glifosat, mesotrion dan metolaklor mampu mengendalikan gulma pada pertanaman jagung

2. Pencampuran herbisida dengan bahan aktif glifosat, mesotrion dan metolaklor tidak meracuni pertanaman jagung.

(31)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Informasi Umum Tanaman Jagung

Menurut Rukmana (1997), tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ketiga setelah padi dan gandum. Di daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaaanya, antara lain dapat

digunakan sebagai pakan ternak, pupuk hijau atau kompos, dan pulp (bahan kertas).

Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi secara Nasional. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan penggunaan varietas, pengolahan tanah dan kepadatan tanaman persatuan luas yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung dan keragaman produktivitas tersebut diduga disebabkan adanya perbedaan penggunaan benih bersertifikat, teknologi budidaya kurang memadai, pola tanam yang tidak sesuai,

(32)

10

2.2 Gulma dan Pengelolaan Gulma

Pengertian gulma menurut Sembodo (2010), merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia. Sedangkan menurut Suprapto (1999), gulma merupakan tumbuhan yang sifatnya merugikan usaha pertanian, penilaian tersebut muncul karena gulma tersebut tumbuh tidak pada tempatnya, merupakan tumbuhan yang tidak diinginkan keberadaannya, dan termasuk tumbuhan yang bernilai negatif. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma diantaranya adalah dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian, mempersulit pengolahan tanah, dan mengganggu kelancaran irigasi.

Dikatakan oleh Sukman dan Yakup (1995), gulma dalam agroekosistem menimbulkan berbagai masalah, yaitu berkompetisi dengan tanaman budidaya, mempersulit pemeliharaan tanaman, sebagai inang hama dan penyakit,

menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara finansial.

Selain itu, pengaruh negatif lain dari gulma terhadap tanaman budidaya adalah dapat menjadi kompetitor terhadap sarana tumbuh, seperti nutrisi, air, cahaya, dan CO2; dapat menghasilkan senyawa alelopati, sebagai inang hama dan

penyakit tanaman, serta dapat menurunkan kualitas hasil karena adanya kontaminasi dari bagian gulma, misalnya biji (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).

Menurut Suprapto (1999), jenis gulma dominan pada pertanaman jagung meliputi Digitaria sanguinalis, Cynodon dactylon, Echinochloa colona, Eleusine indica, Imperata cylindrica, Cyperus rotundus, Cyperus killingia, Amaranthus spinosus, Ageratum conyzoides, dan Synedrella nodiflora.

(33)

11

Teknik pengendalian gulma yang digunakan tergantung pada tingkat usaha tani, kultur teknis, kemampuan teknologi, dan status ekonomi petani. Sembodo (2010), menyatakan bahwa pengendalian gulma pada tanaman jagung dapat dilakukan secara manual seperti preventif, mekanis, kultur teknis dan hayati. Selain itu, dapat juga menggunakan cara kimia seperti dengan penggunaan herbisida.

Pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia masih menjadi pilihan utama para petani saat ini karena dinilai efektif dan murah. Bahan kimia yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan dari gulma sehingga

pertumbuhan gulma menjadi tidak normal disebut herbisida. Herbisida inilah yang biasa digunakan oleh petani untuk mengendalikan keberadaan gulma yang ada di lahan pertanian mereka, termasuk lahan budidaya jagung (Tjitrosoedirdjo, 1984).

2.3 Herbisida

Herbisida adalah senyawa kimia atau kultur biologi organisme yang digunakan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan gulma (Anderson, 2007). Sedangkan menurut Soerjandono (2005), herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan

pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan. Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak merusak

(34)

12

Herbisida semakin meningkat setiap tahun seiring dengan usaha peningkatan produksi pertanian. Menurut Tjitrosoedirdjo et al (1984), kontak antara partikel tanah dan molekul herbisida dapat terjadi dengan beberapa cara, seperti adsorpsi, pencucian, volatilisasi dan degradasi herbisida didalam tanah. Adsorpsi

merupakan penarikan molekul herbisida ke arah permukaan partikel tanah. Adsorpsi merupakan salah satu mekanisme yang paling penting yang mengurangi konsentrasi larutan herbisida dalam tanah dan beberapa herbisida yang lolos terserap (Zimdahl, 2007). Absorbsi ini mampu menurunkan konsentrasi senyawa herbisida didalam larutan tanah sehingga menghalangi mobilitas senyawa tersebut menuju sistem perairan. Senyawa herbisida yang terabsorbsi bersifat pasif, tidak tersedia untuk proses fisik, kimia, maupun biologi sampai terjadinya desorbsi. Bahan organik tanah diketahui sebagai komponen tanah yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses absorbsi dan desorbsi herbisida di dalam tanah dan lingkungan (Herbicide Manual, 2005).

Herbisida yang digunakan secara terus menerus akan menyebabkan persistensi, gulma yang awalnya peka terhadap herbisida tersebut lama kelamaaan akan menjadi toleran. Persistensi adalah lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah yang merupakan akibat dari penyerapan, volatilisasi, pencucian, dan degradasi biologi ataupun nonbiologi. Pada umumnya persistensi herbisida di dalam tanah lebih pendek daripada insektisida dan bervariasi dari beberapa minggu hingga beberapa tahun, bergantung pada struktur dan sifat tanah serta kandungan air dalam tanah. Herbisida persistensi rendah menandakan lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk rendah. Dengan demikian,

(35)

13

herbisida yang terserap tanaman jagung juga rendah sehingga hasil jagung aman dikonsumsi (Riadi, 2011).

Glifosat memiliki rumus molekul C3H8NO5P. Glifosat adalah herbisida

berspektrum luas yang dapat mengendalikan gulma semusim maupun tahunan di daerah tropis pada waktu pasca tumbuh (post emergence). Cara kerja herbisida ini adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-fosfat sintase

(EPSPS) yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik, seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati karena kekurangan asam amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnya. Glifosat dapat masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dan kemudian diangkut ke pembuluh floem (Daud dan David, 2008). Ion glifosat dapat bereaksi dengan lebih dari satu ion COO- koloid organic tanah. Glifosat akan bereaksi dan diikat oleh dua gugus reaktif koloid organik tanah, mungkin oleh ion COO-, fenolat O-, kombinasi keduanya, atau kombinasi salah satu ion tersebut dengan radikal bebas. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi kandungan gugus reaktif yang dimilikinya, semakin tinggi jumlah herbisida yang terabsorbsi (Herbicide Manual, 2005). Glifosat bersifat sistemik bagi gulma sasaran, seperti Imperatta cylindrica, Eleusine indica, Mimosa invsa, Cyperus iria, dan lain-lain. Penggunaan glifosat dapat diaplikasikan pada hampir seluruh jenis tanaman yang mengalami kompetisi dengan keberadaan gulma, hanya saja glifosat bersifat non-selektif yang artinya selain dapat mematikan gulma sasaran juga dapat mematikan tanaman utamanya jika tidak tepat cara dan waktu aplikasinya. Struktur kimia glifosat dapat dilihat pada Gambar 1

(36)

14

Gambar 1. Struktur kimia glifosat

Gambar 1. Struktur Kimia Glifosat

Mesotrion memiliki rumus molekul C14H13NO7S dengan tatanan senyawa

2-[4-Methylsulfonyl-2-nitrobenzoyl cyclohexane-1,3-dione. Mesotrion telah didaftarkan di kota New York pada bulan Juni 2002 yang dapat dipergunakan untuk pengendalian gulma berdaun lebar pada tanaman jagung. Perkembangan herbisida ini dimulai pada tahun 1977 ketika seorang ahli biologi Zeneca mengamati bahwa sangat sedikit tanaman yang tumbuh dibawah tanaman botolnya (Callistemon citrinus). Analisis sampel tanah dari bawah tanaman mengungkapkan senyawa alelopati dari tanaman botol dan kemudian

diidentifikasi sebagai leptospermae (Hahn dan Paul, 2012). Salah satu kelemahan dari herbisida mesotrion adalah herbisida ini mudah tercuci didalam tanah. Pencucian adalah gerakan herbisida dengan air biasanya ke bawah, namun tidak selalu ke bawah, yaitu ke strata tanah yang lebih dalam (Tjitrosoedirdjo et al, 1984). Menurut Zimdahl (2007), proses pencucian materi tergantung dari interaksi serap antara herbisida dan tanah, kelarutan dalam air, semakin besar kekarutan herbisida oleh air maka semakin besar potensi pencucian,pH tanah, adsorpsi meningkat seiring penurunan pH dan pada pH yang rendah herbisida akan diserap dan percucian berkurang, jumlah air yang bergerak melalui permukaan tanah. Semakin banyak air yang bergerak karena curah hujan, atau

(37)

15

irigasi, semakin besar kemungkinan pencucian akan terjadi, dan suhu pencucian akan lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Selain karena pencucian, mesotrion juga mudah mengalami volatilisasi. Volatilisasi atau penguapan adalah peristiwa hilangnya suatu bahan kimia ke atmosfer dalam bentuk gas. Tendensi herbisida untuk menguap ditentukan oleh tekanan uapnya yang terutama dipengaruhi oleh suhu. Beberapa herbisida mempunyai tekanan uap yang tinggi yang berarti herbisida itu amat mudah menguap, misalnya triflutalin (Tjitrosoedirdjo et al, 1984). Konsekuensi penguapan dapat baik atau justru merugikan. Penguapan menyebabkan hilangnya sebagian herbisida yang dipakai, jadi mengurangi jumlah yang diserap oleh gulma. Uap herbisida dapat juga bersifat racun terhadap

tumbuhan lain yang bukan target atau bahkan terhadap hewan dan manusia. Sebaliknya penguapan dapat berpengaruh terhadap perkecambahan gulma yang dapat mengadsorpsi uap herbisida dari daun (Tjitrosoedirdjo et al, 1984). Struktur kimia mesotrion dapat dilihat pada Gambar 2 (Herbicide Manual, 2005).

Gambar 2. Struktur kimia mesotrion

Gambar 2. Struktur Kimia Mesotrion

Metolaklor dengan rumus molekul C15H22CHNO2 dengan tatanan senyawa

2[chloro-N-(2-ethyl-6-methylphenyl)-N-(2methoxy-1-methyl-ethyl)accetamide]. Metolaklor merupakan herbisida yang sering digunakan untuk mengendalikan gulma di pertanaman jagung, kedelai, kentang, dan kapas. Metolaklor sangat

(38)

16

efektif mengendalikan gulma berdaun lebar, teki dan rumputan semusim karena herbisida ini bersifat sistemik dengan mekanisme kerja menghambat sintesa protein serta menghambat pembelahan dan pembesaran sel. (Rao, 2000). Vencil et al (2002) menambahkan bahwa herbisida ini merupakan herbisida yang diaplikasikan ke tanah sebagai herbisida pra tumbuh berdasarkan tempat aplikasinya. Hal ini membuat metolaklor termasuk juga herbisida yang cepat dalam mengalami degradasi didalam tanah. Laju degradasi herbisida dalam tanah dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, tumbuhan, serta sifat kimia herbisida. Sifat herbisida yang dicirikan dengan sifat kimia akan bervariasi dalam hal daya larut dalam air, adsorpsi tanah, tekanan uap, dan kepekatan degradasi secara kimia dan mikroba. Dosis herbisida juga merupakan hal yang menjadi faktor yang

mempengaruhi laju degradasinya. Laju degradasi herbisida proporsional dengan dosis yang diberikan. Hal itu dapat dijelaskan bahwa semakin sedikit dosis herbisida yang diberikan akan semakin cepat terdekomposisi melalui cahaya atau semakin cepat terdegradasi oleh mikroba (Herbicide Manual, 2005). Laju

degradasi herbisida dalam tanaman dapat juga dipengaruhi oleh kultivar tanaman pada suatu lahan. Seperti yang kita ketahui bahwa adanya kultivar tanaman yang memiliki sistem perakaran kompleks, arsitektur daun yang baik, dan sistem percabangan yang banyak akan mempertinggi proses pengambilan atau adsorpsi hara, air, dan termasuk herbisida yang diaplikasi melalui tanah. Fenomena ini akan memperlihatkan bahwa kultivar tanaman yang berkanopi luas akan mengakibatkan semakin cepat laju degradasi herbisida di dalam tanah. Ketersediaan herbisida bergantung pada jumlah herbisida dalam larutan tanah serta laju transportasi herbisida melalui aliran massa dan difusi ke akar atau

(39)

17

bagian lain (Riadi,2011). Struktur kimia metolaklor dapat dilihat pada Gambar 3 (Herbicide Manual, 2005).

Gambar 3. Struktur kimia metolaklor

(40)

18

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Natar, Kecamatan Natar,

Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Maret hingga Juni 2016.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida (NK22), pupuk NPK

(Phonska), dan herbisida dengan merk dagang Optizon GT 525 ZC yang merupakan herbisida campuran (Premix) berbahan aktif Glfosat 250 g/l, Mesotrion 25 g/l dan Metolaklor 250 g/l. Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan digital, gelas ukur, knapsack sprayer, ember plastik, pipet, ruber bulb, oven, sabit, kantong plastik, patok bambu, meteran, cangkul, dan amplop kertas.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan untuk menguji hipotesis yang ada, perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam penelitian ini dengan menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan.

(41)

19

Tabel 1. Perlakuan Herbisida Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor

No Perlakuan Dosis Bahan Aktif (g/ha) Dosis Formulasi (l/ha) 1 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 250 g + 25 g + 250 g 1 l/ha 2 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 500 g + 50 g + 500 g 2 l/ha 3 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 750 g + 75 g + 750 g 3 l/ha 4 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1000g +100g +1000g 4 l/ha 5 Glifosat+Mesot rion+Metolaklor 1250g +125g +1250g 5 l/ha

6 Pengendalian Secara Mekanis - -

7 Kontrol (Tanpa Pengendalian Gulma)

- -

Herbisida yang diuji adalah herbisida campuran Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor yang digunakan sebagai pembanding untuk melihat pengaruh herbisida terhadap tanaman jagung, digunakan perlakuan pengendalian mekanis pada 3 dan 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Untuk menilai pengaruh herbisida terhadap pertumbuhan gulma, maka digunakan kontrol (tanpa pengendalian gulma). Untuk menguji homogenitas ragam digunakan uji Bartlett dan additifitas data diuji dengan menggunakan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data akan dianalisis dengan sidik ragam dan uji perbedaan nilai tengah perlakuan akan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(42)

20

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan

Lahan pecobaan yang akan diaplikasi herbisida campuran Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor dengan berbagai taraf dosis disiapkan dengan melakukan pembajakan sebanyak dua kali dan garu satu kali. Kemudian dibuat petak-petak percobaan sebanyak 28 petak perlakuan. Ukuran setiap petaknya adalah 4 m x 7,5 m dengan jarak antar petak adalah 0,5 m. Dibawah ini merupakan skema tata letak percobaan yang dilakukan:

I

II

III

IV

Gambar 4. Tata Letak Percobaan

Keterangan:

P

1

:

Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 250 g + 25 g + 250 g

P

2

:

Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 500 g + 50 g + 500 g P3 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 750 g + 75 g + 750 g

P

4

:

Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1000 g + 100 g + 1000 g P5 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1250 g + 125 g + 1250 g P6 : Pengendalian Mekanis

P7 : Kontrol (Tanpa Pengendalian Gulma)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

P3 P4 P5 P6 P7 P1 P2

P5 P6 P7 P1 P2 P3 P4

(43)

21

3.4.2 Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Penanaman benih jagung dilakukan setelah olah tanah yang kedua dan setelah dilakukan pengeplotan. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 75 cm. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal dengan dua benih per lubang. Kegiatan pemupukan dilakukan pada waktu tanam dengan dosis 45 kg/ha N + 45 kg/ha P2O5 + 45 kg/ha K2O dan pada umur satu bulan dengan dosis 90 kg/ha N.

3.4.3 Aplikasi Herbisida Campuran Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor Aplikasi herbisida campuran (Premix) dilakukan pada plot-plot yang ada sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum melakukan aplikasi, dilakukan kalibrasi untuk mengetahui volume semprot yang dibutuhkan dan dilakukan pengecekan terhadap sprayer yang akan digunakan. Herbisida diaplikasikan hanya sekali pada 21-28 hari setelah tanam (HST) dengan menggunakan knapsack spayer bernosel kuning, volume semprot setelah

dilakukan kalibrasi yaitu 400 l/ha. Penyemprotan herbisida dilakukan pada pagi hari dengan mempertahankan nosel pada ketinggian 40-50 cm diatas permukaan tanah sehingga menghasilkan lebar bidang semprot 75 cm.

(44)

22

3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma

Pengambilan sampel gulma dilakukan 2 kali yaitu pada 3 minggu setelah aplikasi (MSA) dan pada 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Petak pengambilan sampel gulma seperti pada Gambar 2.

7,5 m

4 m

Gambar 5. Bagan Petak Pengambilan Sampel Gulma Keterangan:

1 Gulma pada petak contoh yang diambil pada 3 MSA

2 Gulma pada petak contoh yang diambil pada 6 MSA

Tanaman Jagung yang diamati pertumbuhannya

X X X X X X X X X X X 2 X X X X X X 1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X 1 X X X X X X 2 X X X X X X X X X X X

(45)

23

3.5 Pengamatan

Untuk menguji kerangka pemikiran dan hipotesis, maka dilakukan pengamatan pada beberapa variabel seperti berikut:

3.5.1 Gulma

1. Bobot Kering Gulma

Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara memotong gulma tepat setinggi permukaan tanah pada petak contoh seluas 0,5 m x 0,5 m, sebanyak 2 petak percobaan. Kemudian gulma dipilih sesuai jenisnya lalu dikeringkan dengan mengoven selama 48 jam dengan suhu 80o C hingga mencapai bobot yang konstan dan kemudian ditimbang.

Bobot kering ini kemudian akan dianalisis secara statistika, dan dari hasil pengolahan data tersebut akan diperoleh kesimpulan mengenai keberhasilan efikasi herbisida yang digunakan. Bobot kering gulma yang diamati adalah bobot gulma total, bobot gulma per golongan, dan bobot gulma dominan.

2. Persentase Penekanan Gulma

Persentase penekanan gulma dihitung berdasarkan bobot kering gulma dengan rumus :

3. Summed Dominance Ratio (SDR)

Nilai SDR ini digunakan untuk menentukan jenis dan urutan gulma dominan yang ada di lahan pertanaman jagung. Nilai SDR dihitung berdasarkan data bobot kering gulma. Nilai SDR untuk masing-masing spesies gulma pada petak percobaan dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Perlakuan Kontrol – Perlakuan Perulangan x 100% Perlakuan Kontrol

(46)

24

a. Dominansi Mutlak (DM)

Bobot kering jenis gulma tertentu dalam petak contoh b. Dominansi Nisbi (DN)

Dominansi Nisbi = c. Frekuensi Mutlak (FM)

Jumlah kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan d. Frekuensi Nisbi (FN)

Frekuensi Nisbi (FN) = e. Nilai Penting

Jumlah nilai semua peubah nisbi yang digunakan (DN + FN) f. Summed Dominance Ratio (SDR)

SDR =

3.5.2 Tanaman

Variabel yang diamati pada tanaman jagung adalah sebagai berikut: 1. Fitotoksisitas

Menurut Kementrian Pertanian (2012), tingkat keracunan tanaman akibat herbisida dinilai secara visual terhadap populasi tanaman dalam petakan dengan nilai skoring sebagai berikut:

0 = tidak ada keracunan, 0 - 5 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal;

1 = keracunan ringan, > 5 % - 20 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal;

(47)

25

2 = keracunan sedang, > 20 % - 50 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal;

3 = keracunan berat, >50 % - 75 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal

4 = keracunan sangat berat, >75 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal hingga mengering dan rontok sampai tanaman mati. Sistem skoring ini dilakukan dengan cara membandingkan pertumbuhan tanaman pada petak yang diaplikasi herbisida dengan tanaman yang sehat dari petak yang diberi perlakuan pengendalian mekanis. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, dan 3 minggu setelah aplikasi (MSA).

2. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun teratas. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman yang diambil secara acak, diukur pada umur 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST).

3. Hasil Pipilan Kering

Pengamatan hasil pipilan kering dari tanaman jagung dilakukan terhadap petak panen berukuran 2,5 m x 2,5 m. Pengukuran dilakukan pada saat panen. Bobot jagung pipilan kering saat panen dikonversikan pada bobot jagung pipilan kering kadar air 14% dengan rumus:

(48)

53

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan seperti berikut :

1. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis (250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha dapat mengendalikan

pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, gulma golongan rumput, dan gulma golongan teki hingga 6 MSA.

2. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis

(250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha dapat mengendalikan gulma Cleome rutidospermae, Ricardia brasiliensis, Eleusine indica, dan Cyperus rotundus hingga 6 MSA.

3. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis

(250+25+250) g/ha hingga (750+75+750) g/ha tidak meracuni tanaman jagung (Zea mays L.), sedangkan pada dosis (1000+100+1000) g/ha terlihat gejala keracunan ringan dan (1250+125+1250) g/ha terlihat gejala keracunan sedang.

(49)

54

4. Herbisida campuran (glifosat, mesotrion dan metolaklor) pada dosis (250+25+250) g/ha hingga (1250+125+1250) g/ha menghasilkan produksi jagung (Zea mays L.) lebih tinggi dibandingkan kontrol (tanpa pengendalian gulma).

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlakuan herbisida campuran pada dosis rendah, yaitu (250+25+250) g/ha sudah dapat mengendalikan gulma secara total, serta dinilai lebih ekonomis dan efisien.

(50)

55

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, W. P. 2007. Weed Science: Principle. West Publishing Company. St. Paul. New York. Boston. Los Angeles. San Fransesco. 598 p.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Jagung Indonesia. http://www.bps.go.id/ tnmn pgn.php?kat=3. Diakses pada 29 September 2015.

Bilman, W.S. 2001. Analisis Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis (Zea mays). Pergeseran Komposisi Gulma pada Beberapa Jarak Tanam. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 3(1): 25-30.

Cobb, A. H dan R. C. Kirkwood. 2000. Herbicide and Their Mechanisms of Action. Sheffield Acedemic Press. 295 hlm.

Daud dan David. 2008. Uji Efikasi Herbisida Glifosat pada Sistem Tanpa Olah Tanah terhadap Tanaman Jagung. Prosiding Seminar Ilmiah Komisariat Daerah. Sulawesi Selatan.

Girsang, W. 2005. Pengaruh Tingkat Dosis Herbisida Isopropilamina Glifosat dan Selang Waktu Terjadinya Pencucian Setelah Aplikasi terhadap Efektivitas Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 3(2) : 31-36.

Hahn dan Paul. 2012. Mesotrion-A New Herbicide and Mode of Action. Dept. of Crop and Soil Sciences. Cornell University.

Hasanudin. 2013. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Campuran Atrazin dan Mesotrion pada Tanaman Jagung: Karakteristik Gulma. Jurnal Agista. 17 (1).

Herbicide Manual for Agricultural Profesional. 2005 . Herbicide Site Of Action and Injury Symptoms. Iowa State Unuiversity Extension.

James, T.K and A. Rahman. 2005. Efficacy of several organic herbicides and Glyphosate formulation under simulated rainfall. Journal New Zealand Plant Protection 58: 157-163.

(51)

56

James, T. K., A. Rahman, dan J. Hicking. 2006. Mesotrione a new herbicide for weed control in maize. Journal New Zealand Plant protection Society 59: 242-249.

Jamilah. 2013. Pengaruh Penyiangan Gulma dan Sistem Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L). Jurnal Agista. 17 (1).

Kimball, dan W. Jhon. 1987. Biologi Edisi kelima jilid 2. Erlangga. Jakarta. Marpaung I.S, Y. Parto, E. Sodikin. 2013. Evaluasi Kerapatan Tanam dan

Metode Pengendalian Gulma pada Budidaya Padi Tanam Benih Langsung di Lahan Sawah Pasang Surut. Jurnal Lahan Suboptimal. 2 (1) : 93-99 Moenandir J. 2010. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press. Malang. 162 hlm. Rao, V.S. 2000. Principle of Weed Science. Science Publisher, Inc. Enfield, NH. Riadi, Muhammad. 2011. Mata Kuliah : Herbisida Dan Aplikasinya. Jurusan

Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Rosalyne, I. 2010. Pengaruh Pengelolaan Tanah Terhadap Keragaman

dan Kelimpahan Gulma serta Pertumbuhan dan Produksi Jagung pada Jarak Tanam yang Berbeda. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara. 2 hlm.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tanaman Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 166 hlm.

Septrina, G. 2008. Pengaruh Waktu dan Cara Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.). (Skripsi). IPB. Bogor. 40 hlm.

Soerjandono, N. B. 2005. Gulma dan Pengelolaannya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudarmo, Subiyakto. 2007. Herbisida. Kanisius. Yogyakarta.

Sukman Y. dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 157 hlm.

Suprapto. 1999. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia. Bandung. 208 hlm.

(52)

57

Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmojo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Gramedia. Jakarta. 207 hlm.

Vencil, W. K., K. Armburust, H. G. Hancock, D. John, G. McDonald, D. Kintner, F. Lichtner, H. Lean, J. Reynolds, D. Rushing, S. Senseman, D. Wauchope. 2002. 8th ed. Herbicide Handbook. Weed Science Society of America, Wisconsin.

Wicks, G.A., D.A. Crutcfield, and O.C. Burnside. 1994. Influence of wheat (Triticum aestivum) straw mulch and metolachlor on corn (Zea mays) growth and yield. Weed Sci. 42:141-147.

Zimdahl, Robert L. 2007. Fundamentals Of Weed Science (Third Edition). Departemant Of Bioagricultural Science And Pest Management. Colorado State University.

Gambar

Gambar 1.  Struktur kimia glifosat
Gambar 2. Struktur kimia mesotrion
Gambar 3. Struktur kimia metolaklor
Gambar 4. Tata Letak Percobaan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jika menitikberatkan pada daya total pembangkitan yang harus sama dengan kebutuhan beban, maka metode iterasi lambda lebih efektif dibandingkan metode logika

Pengaruh dosis pupuk kalium terhadap beberapa parameter pertumbuhan tanaman bawang merah, seperti tinggi tanaman, jumlah tunas per tanaman, jumlah daun per tanaman, dan juga

Dari latar belakang yang telah dituliskan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti adanya Hubungan Tingkat Kecacatan dengan Tingkat Depresi pada Pasien Kusta di

Selanjutnya apabila dipandang perlu, terhadap kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi di dalam wilayah kabupaten/kota dapat disusun rencana tata ruang

diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), apabila dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data

Melalui diskusi, tanya jawab, penugasan, dan presentasi peserta didik dapat memahami melalui penerapan tentang ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai

Penentuan informan dilakukan dengan sengaja (purposif) yakni meliputi individu-individupada kedua kelompok teman sebaya dalam hal ini kelompok punk, juga orang tua dan

Diharapkan pemanfaatan media berbasis komputer dapat meningkatkan kemampuan mengenal huruf, memberikan informasi tentang perbaikan dan peningkatan mengenal huruf,