• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK

(Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)

OLEH

SYAHRUL ALAM

B 111 11 422

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK

(Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)

SKRIPSI

Diajukan Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Bagian Hukum Pidana

Program Studi Ilmu Hukum

disusun dan diajukan oleh: SYAHRUL ALAM B 111 11 422 kepada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK

(Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)

disusun dan diajukan oleh

SYAHRUL ALAM

B 111 11 422

Telah Dipertahankan Dihadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk Dalam Rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana

Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Pada Hari Rabu, 16 Agustus 2017 Dan Dinyatakan Diterima

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H., M.H.

NIP. 19531124 197912 1 001

Dr. Hj. Haeranah, S.H., M.H.

NIP. 19661212 199103 2 002

An. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Pengembangan,

Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.

(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :

Nama : Syahrul Alam Nomor Induk : B111 11 422 Bagian : Hukum Pidana

Judul Skripsi : TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP

KEJAHATAN PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

(Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam Ujian Skripsi.

Makassar, Juni 2017

Pembimbing I,

Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H., M.H. NIP. 19531124 197912 1 001

Pembimbing II,

Dr. Hj. Haeranah, S.H., M.H. NIP.19661212 199103 2 002

(5)

Syahrul Alam B111 11 422 Ilmu Hukum Hukum Pidana

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

PENCURIAN SEPEDA MOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)

(6)

ABSTRAK

SYAHRUL ALAM, B111 11 422, Tinjauan Kriminologis Terhadap

Pencurian Sepeda Motor Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus di

Kota Makassar Tahun 2014-2015). Dibimbing oleh, M syukri Akub selaku pembimbing I dan Haeranah selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab anak melakukan pencurian sepeda motor di wilayah Kota Makassar serta untuk mengetahui upaya aparat penegak hukum dalam menanggulangi pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh Anak di Kota Makassar.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sehubungan dengan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menetapkan lokasi penelitian pada instansi terkait yaitu: Kepolisian Resort Kota Besar Makassar. Penulis memperoleh data dengan melakukan beberapa wawancara dengan narasumber, serta mengambil data yang relevan dengan penelitian, yaitu literatur, karya ilmiah, jurnal, buku-buku, serta peraturan perundangan yang berkaitan dengan masalah terkait.

Berdasarkan analisis terhadap data-data yang diperoleh penulis selama penelitian, maka hasii didapatkan adalah antara lain: (1) Bahwa faktor- faktor penyebab terjadinya aksi pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh anak di kota Makassar adalah faktor pengaruh dari iingkungan teman sebaya, terjadinya disfungsi keluarga, serta karna cara berpikir instan. (2) Upaya-upaya yang dilakukan aparat kepolisian terhadap aksi pencurian sepeda motor yang dilakukan anak di kota Makassar adalah dengan melakukan upaya preventif yaitu upaya yang bertujuan untuk mencegah sebelum terjadinya kejahatan pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh anak dan dengan melakukan upaya represif yakni merupakan upaya yang bertujuan untuk menekan (menghapuskan) Kejahatan pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh anak dengan melakukan razia bersama instansi lain seperti Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak Kodim Makassar di tempat-tempat perkumpulan anak yang biasa dijadikan tempat untuk menikmati hasil curiannya seperti di. sekitar Pantai Losari karena di tempat inilah yang paling sering dijadikan anak muda di Kota Makassar sebagai tempat melakukan tindakan maksiat dan melakukan penyuluhan/pembinaan terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana dengan memberi arahan sekaligus memberi tahu orang tua tentang tindak pidana yang yang diiakukan oieh anak bersangkutan, sehingga memberi efek jera dan memunculkan rasa malu.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang selalu melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-NYA kepada kita semua. Shalawat dan taslim tak lupa kita kirimkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Suatu kebahagiaan tersendiri bagi penulis dengan selesainya tugas akhir ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Namun keberhasilan ini tidak Penulis dapatkan dengan sendirinya, karena keberhasilan ini merupakan hasil dari beberapa pihak yang tidak ada hentinya menyemangati Penulis dalam menyelesaikan kuliah dan tugas akhir ini.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah mendampingi Penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan. Terkhusus kepada Orang Tua Penulis Sulaeman, M. Yahya, Kadaria dan Syamsinar yang telah membesarkan penulis dengan penuh perhatian dan kasih sayang, yang dengan sabar dan tabah merawat dan menjaga penulis, menasehati, dan terus memberikan semangat, mengajarkan hikmah kehidupan, kerja keras dan selalu bertawakkal serta menjaga penulis dengan do’a yang tak pernah putus, Mereka adalah sosok orang tua yang terbaik di dunia dan di akhirat.

Pada akhirnya skripsi yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi sarjana ini, dengan segala keterbatasan penulis, akhirnya selesailah skripsi ini. Pada kesempatan ini, Penulis ingin

(8)

menghanturkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :

1 Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, selaku Rektor Universitas Hasanuddin dan jajarannya.

2 Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

3 Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru S.H., M.H. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

4 Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar S.H., M.H. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

5 Bapak Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

6 Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin dan Jajarannya. 7 Bapak Prof. Dr. M. Syukri Akub. S.H., M.H. dan Dr. Hj. Haeranah.,

S.H., M.H. Selaku Pembimbing Penulis. Terima kasih atas bimbinganya semoga suatu saat nanti penulis dapat membalas jasa yang telah diberikan. Semoga ilmu yang diberikan dapat berberkah. 8 Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum yang namanya tidak sempat

disebutkan satu persatu, yaitu Bapak/Ibu Dosen pada bagian Hukum Pidana, Hukum Acara, Hukum Perdata, Hukum Internasional, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, serta Hukum Masyarakat dan Pembangunan terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

9 Terima Kasih Kepada Pegawai/ Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin atas bantuan dan keramahannya melayani segala kebutuhan Penulis selama perkuliahan hingga penulisan karya ini sebagai tugas akhir.

(9)

10 Terima Kasih Kepada Pengelola Perpustakaan Fakultas Hukum Unhas. dan Perpustakaan Pusat Unhas. Terima kasih telah memberi waktu dan tempat selama penelitian yang berlangsung kurang lebih dua bulan lamanya dengan menjajal literatur sebagai penunjang skripsi Penulis.

11 Spesial thanks to Suneza

12 Keluarga kecil UKM Pecinta Alam Recht Faculteit (Carefa FH-UH) terimakasih atas gemblengan dan kebersamaannya selama ini. 13 Teman-teman Angkatan 2011 FH-UH, terima kasih telah banyak

berbagi ilmu, pengalaman dan persaudaraan. Sukses selalu untuk kita semua.

Dengan segala keterbatasan dan kerendahan hati, penulis sangat menyadari bahwah karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan demi kelayakan dan kesempurnaan kedepannya agar bisa diterima oleh semua orang yang membutuhkannya.

Makassar, 4 Agustus 2017 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kriminologi ... 9

1. Pengertian Kriminologi ... 9

2. Ruang Lingkup Kriminologi ... 14

3. Mazhab-mazhab Kriminologi ... 15

B. Kejahatan ... 17

1. Pengertian kejahatan ... 17

2. Unsur-unsur kejahatan ... 18

3. Teori- teori sebab terjadinya kejahatan ... 19

4. Upaya penanggulangan Kejahatan ... 22

C. Pidana ... 23

1. Pengertian Pidana ... 23

2. Jenis jenis Pidana ... 24

3. Pemidanaan Anak ... 29

D. Pencurian……… ... 35

(11)

E. Anak ... 46

1. Pengertian Anak ... 46

2. Hak-Hak Anak ... 49

F. Sepeda Motor ... 53

1. Pengertian sepeda motor... 53

2. Sejarah sepeda motor ... 54

3. Jenis-jenis sepda motor ... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 58

A. Lokasi Penelitian ... 58

B. Jenis dan Sumber data ... 58

C. Teknik Pengumpulan Data ... 59

D. Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Data Tentang Kejahatan Pencurian Sepeda Motor Yang Dilakukan Oleh Anak Di Kota Makassar ... 60

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pencurian Sepeda Motor yang Dilakukan Oleh Anak di Kota Makassar ... 65

C. Upaya Aparat Penegak Hukum Dalam Menanggulangi Pencurian Sepeda Motor Yang Dilakukan Oleh Anak Di Kota Makassar... 69

BAB V PENUTUP……… 72

A. Kesimpulan……….. 72

B. Saran……… 73

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan di negara-negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia dilakukan dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat tercapai apabila masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab, yang mana dapat dilihat dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat serta tertib dan tegaknya hukum. Hal tersebut dapat tercapai dengan cara setiap masyarakat berperilaku serasi dengan kepentingan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diwujudkan dengan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Namun di tengah pertumbuhan ekonomi Nampak jelas bahwa telah terjadi distribusi ekonomi yang tidak merata, Akibatnya kesenjangan sosial di masyarakat pun makin membuat jarak yang nyata dan tidak dapat dihindari.

Saat pemerintah menggembor-gemborkan program pertumbuhan ekonominya, tapi di sisi yang lain justru semakin membuat jarak kesenjangan sosial itu makin lebar. Kenyataannya ada satu pihak yang dapat banyak dan ada pihak lain yang terpinggirkan. Masyarakat dengan

(13)

norma atau kaidah hukum yang berlaku. Melihat kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan, ada kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum.

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri.Berbicara mengenai kejahatan khususnya pencurian,dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, bahkan dapat dikatakan kejahatan terjadi pada setiap masyarakat, karena sifatnya yang merugikan.

Kejahatan merupakan suatu masalah yang tidak asing lagi untuk masyarakat indonesia yang tinggal dikota besar, tanpa terkecuali di kota makassar. Kejahatan ini merupakan masalah yang cukup kompleks setiap waktu dihadapi pihak aparat penegak hukum. Semakin hari masalah kejahatan yang terjadi di Kota Makassar mengalami peningkatan yang signifikan, angka pengangguran yang cukup tinggi serta tajamnya persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Kasus kejahatan yang terjadi dimasyarakat saat ini sangat beragam jenisnya. Kasus kejahatan konvensional yang menjadi gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat antara lain pencurian sepeda motor, pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan, pemerkosaan, penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja dan judi.

(14)

Kejahatan tersebut banyak terjadi di kota besar , tanpa terkecuali Kota Makassar. Masalah kejahatan semakin sering terjadi pada seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Lingkungan masyarakat yang beragam sangat mempengruhi seseorang dalam melakukan tindakan kejahatan, lingkungan kota besar yang padat dan sibuk dengan berbagai aktivitas memudahkan terjadinya suatu tindak kejahatan.

Akhir-akhir ini di Kota Makassar terdapat kecenderungan meningkatnya kasus kejahatan terhadap pencurian sepeda motor. Selain melukai korbannya, pelaku juga tega untuk menghilangkan nyawa orang lain.

Perhatian yang cukup besar diberikan oleh media cetak maupun media elektronik terhadap kejahatan pencurian sepeda motor yang terjadi di Makassar. Data kepolisian tentang kejahatan pencurian sepeda motor di Makassar terus meningkat di tahun 2015, dengan dominasi pelaku masih di usia pelajar.

Dahulu, Makassar terkenal sebagai kota tawuran, karena televisi lebih senang menayangkan berita tentang mahasiswa Makassar yang tawuran. Setelah berita tawuran tentang mahasiswa tidak seksi lagi, giliran kejahatan pencurian sepeda motor yang disertai dengan kekerasan yang menghiasi wajah media massa. Karena ramai menjadi perbincangan, pada Februari 2015 lalu muncul gerakan Makassar Tidak Aman yang diprapakarsai pengguna sosial media. Topik ini dengan seketika melejit dan menjadi perbincangan, bukan hanya skala Sulsel dan Nasional, tapi

(15)

juga mencuri perhatian masyarakat internasional. Buktinya, kejadian ini dimuat oleh BBC.

Pakar Ilmu Kriminologi dari Universitas Hasanuddin Makassar Muhadar di 2013 lalu kepada Koran Tempo pernah berkata penyebab utama banyaknya tindak kejahatan di Makassar karena kesenjangan sosial. Olehnya itu, cara terbaik untuk mengobati sakit hati ini dengan menempuh jalan pintasnya melakukan pembangkangan sosial. Pembangkangan sosial yang dimaksud Muhadar menganut semua cabang ilmu kriminalitas. Yang dikemudian hari semakin banyak dan semakin kompleks penyelesaiannya.

Sedang Sosiolog Universitas Hassanudin Makassar Muhammad Darwis, Kemiskinan adalah sumber permasalahannya. Kemudian ada yang tidak jalan di dalam rumah tangga tiap-tiap keluarga di Makassar. Untuk menyelesaikan semua itu, tidak ada jalan lain, harus melibatkan orang tua, apalagi yang dominan melakukan tindak kriminal adalah remaja. Selama ini, menurut Darwis, pemerintah dan aparat hanya bertindak sebagai pemadam kebakaran yang tidak memadamkan api.

Data tentang kemiskian di Sulsel memang tak bisa disepelekan. Rasio Gini digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh yang dilansir pertengahan 2015 ini menunjukkan fakta yang mencengankan. Karena Rasio gini Sulsel mencapai angka 4,4. Padahal untuk menghitung koefisien Gini rasion ini hanya antara 0 sampai dengan 1. Apabila nilainya lebih dari 1 berarti ada ketimpangan sempurna di suatu daerah.

(16)

Karena tindak kriminal yang tinggi, didukung pula belum maksimalnya polisi melakukan pengamanan, gerakan main hakim masyarakat pun tidak terhindar lagi. Sudah sangat banyak pelaku kejahatan yang harus berakhir tragis tanpa sempat diadili oleh pengadilan. Di beberapa kesempatan, polisi bahkan dinobatkan sebagai Polisi India, seperti di film-film yang selalu datang belakangan. Ini tentu mengingatkan kita pada saat-saat di Sulsel marak istilah “Massa”.

Tentu saja gerakan main hakim ini tidak boleh terus dibiarkan. Selain mengembalikan Indonesia sebelum berkekuatan hukum tetap, pelaku kejahatan juga harus diadili dengan benar. Karena tidak semua pencuri ayam itu salah dan harus dibunuh. Apalagi jika pelakunya masih anak dibawah umur dan mencuri karena untuk bertahan hidup. Bisa saja seperti itu.

Kepala Polrestabes Makassar, Kombes Ferry Abraham, mengungkapkan ada 10 laporan kehilangan sepeda motor dalam sehari. Pada Januari saja, terjadi 49 kasus dan Februari 36 kasus kriminalitas dengan berbagai jenis di wilayah Makassar. Paling tinggi terjadi di Kecamatan Rappocini dan Panakkukang. Ada 10 kasus pencurian sepeda motor di Panakkukang pada Januari dan 6 kasus pada Februari. Saking tingginya kasus yang terjadi, tiap polisi harus menangani 150 kasus per orang. Itu tidak seimbang dengan 2.200 personel polisi yang ada di kota ini. Seorang anggota polisi harus menangani 150 kasus.

Ferry mengatakan polisi membutuhkan bantuan dari masyarakat, terutama dari kalangan pendidik. Dia meminta para guru bisa

(17)

memaksimalkan perannya dalam menanamkan daya tangkal secara dini terhadap kejahatan jalanan dan tidak terlibat geng motor. "Akhir-akhir ini kita lagi disibukkan untuk pemberantasan geng motor yang melakukan kriminalitas. Dan yang menjadi masalah, ternyata, sebagian besar pelakunya anak usia sekolah.

Satu hal yang justru menarik perhatian dan mengusik pikiran penulis adalah bahwa di daerah ini kejahatan pencurian sepeda motor juga telah melibatkan anak di bawah umur sebagai pelakunya. Betapa sangat disayangkan, bagaimana mungkin seorang anak yang mayoritas jusrtu berperedikat sebagai pelajar yang dididik sedemikian rupa di sekolah ternyata tega dan terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Tindakannya ini selain merusak mental dan masa depan pelajar itu sendiri, juga telah membuat malu keluarga, sekolah, masyarakat dan bangsa.

Kita menyadari dan menyepakati bahwa kejahatan pencurian bukanlah tindakan yang manusiawi karena tidak didasari oleh akal sehat. Akal yang merupakan karunia pemberian Tuhan Yang Maha Esa digunakan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Karena kejahatan pencurian merupakan tindakan yang menyimpang baik dari segi hukum, agama, dan norma-norma adat maka perbuatan ini bukanlah perbuatan yang baik.

Dalam keadaan demikian maka kehadiran kriminologi sebagai salah satu ilmu bantu hukum pidana sangat diperlukan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan, bertujuan memahami gejala-gejala kejahatan di tengah pergaulan hidup manusia, menggali

(18)

sebab-musabab kejahatan, dan mencari atau menyusun konsep-konsep penanggulangan kejahatan seperti upaya mencegah atau mengurangi kejahatan yang mungkin akan terjadi.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Tinjauan Kriminologis terhadap Kejahatan Pencurian Sepeda Motor yang Dilakukan oleh Anak” (Studi Kasus di Kota Makassar Tahun 2014-2015)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis memberikan batasan dalam lingkup pencurian kendaraan bermotor roda dua agar lebih terarah dalam memaparkan uraian pembahasan, akan dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor-faktor penyebab anak melakukan pencurian sepeda motor di wilayah Kota Makassar?

2. Bagaimana upaya aparat penegak hukum dalam menanggulangi pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh Anak di Kota Makassar?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab anak melakukan

pencurian sepeda motor di wilayah Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui upaya aparat penegak hukum dalam menanggulangi pencurian sepeda motor yang dilakukan

(19)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat memberikan masukan sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal yang berhubungan dengan kejahatan pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh pelajar. Selain itu dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberi pengetahuan tentang kasus-kasus kejahatan yang terjadi dewasa ini dan bagaimana upaya penanggulangan sehingga kasus-kasus kejahatan pencurian kendaraan sepeda motor yang dilakukan oleh anak bisa dikurangi. Selain itu juga sebagai pedoman dan masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas kejahatan pencurian.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi termasuk cabang ilmu pengetahuan yang berkembang pada tahun 1850 bersama-sama sosiologi, antropologi dan psikologi. Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan, penamaan kriminologi ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001:9) seseorang ahli antropologi Prancis mengemukakan bahwa, “Secara harfiah kriminologi terdiri dari dua kata yaitu kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan

“Logos” yang berarti ilmu pengetahuan,maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat”

Asal mula perkembangan kriminologi tidak dapat disangkal berasal dari penyelidikan C. Lomborso (1876). Bahkan Lomborso menurut Pompe dipandang sebagai salah satu tokoh revolusi dalam sejarah hukum pidana, disamping Cesare Baccaria. Namun ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa penyelidikan secara ilmiah tentang kejahatan justru bukan dari Lomborso melainkan dari Adolhe Quetelet, seorang Belgia yang memiliki keahlian dibidang Matematika. Bahkan, dari dialah berasal “statistic kriminil” yang kini dipergunakan terutama oleh pihak kepolisian di semua negara dalam memberikan deskripsi tentang perkembangan kejahatan di negaranya. (Romli Atasasmita,2010;9)

(21)

Menurut W.M.E, Noach (A. Gumilang,1993:3) bahwa, “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala tingkah laku yang tidak senonoh sebab musabab serta akibatnya”.

Sedangkan menurut W. A. Bonger (Topo Santoso dan Eva Achjanu Zulfa, 2001:9),“Defenisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya”.

Selanjutnya W. A. Bonger (Topo Santoso dan Eva Achjanu Zulfa,2001:9) telah membagi Kriminologi ini menjadi Kriminologi murni yang mencakup:

1. Antropologi kriminil

Antropologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa? Apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.

2. Sosiologi kriminil

Sosiologi kriminil ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.

3. Psikologi kriminil

Psikologi kriminilialah ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.

(22)

4. Psikopatologi dan neuropatologi kriminil

Psikopatologi dan neuropatologi kriminil ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf.

5. Penologi

Penologi ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Lebih lanjut W. A. Bonger (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001:10) mengemukakan kriminologi terapan yaitu :

1. Higiene kriminil

Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan.

2. Politik kriminil

Usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Disini dilihat sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan.bila disebabkan oleh faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan adalah meningkatkan keterampilan atau membuka lapangan kerja.Jadi tidak semata-mata dengan penjatuhan saksi. 3. Kriminalistik (police scientific)

Ilmu tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.

(23)

Sutherland (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001:10) merumuskan Kriminologi sebagai “Keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial (the body of knowledge regarding crime as a social phenomenon)”

Lebih lanjut Sutherland (Topo Santoso dan Eva achjani Zulfa, 2001:11) mengemukakan bahwa Kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum,pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi dibagi menjadi 3 (tiga) cabang ilmu, yaitu:

1. Sosiologi hukum

Kejahatan adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi yang menentukan bahwa sesuatu perbuatan itu adalah kejahatan adalah hukum disini menyelidiki sebab-sebab kejahatan harus pula menyelidiki faktor apa yang menyebabkan perkembangan hukum (khusus hukum pidana).

2. Etiologi kejahatan

Merupakan cabang ilmu yang mencari sebab musabab dari kejahatan. Dalam kriminologi,etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama.

3. Peonology

Merupakan usaha ilmu tentang hukuman yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif maupun preventif.

(24)

Kemudian Moeljatno berpendapat bahwa kriminologi adalah untuk mengerti apa sebab-sebab sehingga seseorang berbuat jahat. Apakah memang karena bakatnya adalah jahat ataukah didorong oleh keadaan masyarakat disekitarnya (milieu) baik keadaan sosiologis maupun ekonomis. Ataukah ada sebab-sebab lain lagi. Jika sebab-sebab itu diketahui, maka disamping pemidanaan, dapat diadakan tindakan-tindakan yang tepat, agar orang tadi tidak lagi berbuat demikian, atau agar orang-orang lain tidak akan melakukannya. Karena itulah terutama dinegeri-negeri angelsaks, Kriminologi dibagi menjadi tiga bagian (Moeljono,2008;14) yaitu :

1. Criminal biology, yang menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan sebab-sebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohani.

2. Criminal sociology, yang mencoba mencari sebab-sebab dalam lingkungan masyarakat dimana penjahat itu berbeda (dalam milieunya).

3. Criminal policy, yaitu tindakan-tindakan apa yang disekitarnya harus dijalankan supaya orang lain tidak berbuat demikian.

Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kriminologi pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari mengenai kejahatan, untuk memahami sebab-musabab terjadinya kejahatan, serta mempelajari tentang pelakunya, yaitu orang yang melakukan kejahatan, atau sering disebut penjahat. Dan juga untuk mengetahui reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku. Hal

(25)

ini bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala-gejala yang timbul dimasyarakat yang dipandang sebagai perbuatan yang merugikan atau membahayakan masyarakat luas.

2. Ruang Lingkup Kriminologi

Obyek kajian kriminologi terletak pada ruang lingkup kejahatan, Pelaku dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan tersebut. Secara spesifik, kriminologi mempelajari kejahatan dari segala sudut pandang, namun lebih khusus kejahatan yang diatur dalam undang-undang (selanjutnya disingkat uu).

Rusli Effendi (1986:12) mengemukakan bahwa:

Ruang lingkup kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang objek kajiannya adalah kejahatan, dimana kejahatan ini adalah suatu gejala sosial, maka pada dasarnya kriminologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat faktual.

Kemudian sebagaimana Menurut A.S. Alam, ruang lingkup pembahasan kriminologi meliputi tiga hal pokok (Alam A.s dan Amir Ilyas,1-2) yaitu :

1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws). Pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana

(process of making laws) meliputi : a. Definisi kejahatan

b. Unsur-unsur kejahatan

c. Relativitas pengertian kejahatan d. Penggolongan kejahatan

(26)

2. Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws). Sedangkan yang dibahas dalam etiologi kriminal (breaking of laws) meliputi: a. Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi

b. Teori-teori kriminologi

c. Berbagai perspektif kriminolog

3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum, (reacting toward the breaking of laws). Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention). Selanjutnya yang dibahas dalam bagian ketiga adalah perlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukum (Reacting Toward the Breaking laws) meliputi :

a. Teori-teori penghukuman

b. Upaya-upaya penanggulangan/pencegahan kejahatan baik berupa tindakan pre-emtif, preventif, represif, dan rehabilitatif.

3. Mazhab-Mazhab Kriminologi a. Mazhab Klasik

Mazhab klasik ini mempunyai dua pemikiran dasar bahwa perbuatan manusia dilakukan karena dua hal, yaitu penderitaan dan kesenangan. Hal tersebut dikarenakan manuia memiliki free will,

kemudian dalam bertingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan perilakunya berdasarkan Hedonism. Mazhab klasik ini

(27)

mempunyai asusmi bahwa hukuman dijatuhkan berdasarkan tindakannya dan bukan karena kesalahannya.

b. Mazhab Neo Klasik

Mazhab neo klasik menginginkan pembaruan dari pikiran mazhab klasik, pembaruan ini didasarkan setelah melihat kenyataan bahwa pemikiran mazhab klasik setelah dijalankan masih menimbulkan ketidak adilan. Setelah Code Penal Perancis diberlakukan secara kaku, maka semuanya disamakan, apakah pelaku kejahatan itu adalah anak-anak di bawah umur maupun dewasa. Jelas hal tersebut akan mengganggu aspek mental dari pelaku anak-anak atau mereka yang beradah dibawa umur.

Walaupun pemikiran mazhab ini tidak didasarkan pada pemikiran ilmiah, namun aaspek-aspek kondisi pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Inilah yang membuat mazhab neo klasik berbeda dengan mazhab klasik.

c. Mazhab Positivis

Pandangan dari mazhab positivis dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Determinasi Biologis, berdasarkan pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung dari pengaruh Biologis yang ada dalam dirinya; dan

b. Determinasi Kultural, aliran ini didasarkan pada pemikiran mereka terhadap pengaruh social, budaya, dan lingkungan dimana seseorang hidup

(28)

d. Mazhab Kritis

Mazhab Kritis dikena juga dengan istilah Critical Criminology atau kriminologi baru. Mazhab ini pada dasarnya meragukan eksistensi hukum pidana karena pihak-pihak yang membuat hukum pidana hanyalah sekelompok kecil dari anggota masyarakat yang kebetulan memiliki kekuasaan untuk membuat dan membentuk hukum pidana tersebut. Jadi hal yang dikatakan sebagai kejahatan dalam hukum pidana dapat saja dianggap oleh masyarakat sebagai hal yang bukan tindak pidana atau kejahatan.

B. Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

R. Abdoel Djamali mengatakan, Peristiwa Pidana atau sering disebut kejahatan (delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya. Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran (R.Abdoel Djamali,2006).

Menurut Moeljatno, pengertian kejahatan adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut (Andi Hamzah,2009;13). Berkaitan dari pendapat di atas, menurut Simons kejahatan adalah perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum. Perbuatan yang mana dilakukan oleh seseorang yang dipertanggungjawabkan, dapat diisyaratkan kepada pelaku (C.S.T. Kansil,1994;106).

(29)

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa kejahatan dapat dipahami sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat menimbulkan akibat dilakukannya tindakan hukuman atau pemberian sanksi terhadap perbuatan tersebut.

2. Unsur-unsur Kejahatan

Menurut Howard Becker, seseorang menjadi jahat karena cap yang diberikan kepadanya. Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh pandangan dari orang lain, apabila dilingkungan sekitarnya orang tersebut dianggap sebagai penjahat, maka dengan sendirinya cap tersebut melekat pada dirinya, sehingga ia melakukan kejahatan karena cap yang menempel kepadanya.

Contoh : Seorang wanita ditempat prostitusi akibat cap yang diberikan kepadanya, padahal wanita tersebut pada dasarnya wanita yang baik namun karena cap yang diberikan padanya dan dorongan dari temannya sehingga ia terjerumus dalam dunia prostitusi.

Unsur unsur kejahatan yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai kejahatan sebagai berikut.

a. Perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. b. Harus diatur di dalam kitab UU Hukum Pidana.

c. harus ada maksud jahat atau niat jahat.

d. ada peleburan antara perbuatan jahat dan maksud jahat atau niat jahat.

e. harus ada perbauran antara kerugian yang diatur di dalam kitab UU hukum Pidana dengan perbuatan.

(30)

3. Teori-teoriSebab Terjadinya Kejahatan

Teori-teori tentang sebab-sebab kejahatan telah dikemukakan oleh para kriminolog. Dalam perkembangannya tentang kejahatan atau kriminologi terus menimbulkan berbagai pendapat dari berbagai pakar kriminolog dan pakar ilmu hukum. Berikut ini beberapa teori penyebab kejahatan antara lain:

a. Teori lingkungan

Mazhab ini dipelopori A. lacassagne. Dalam teori sebab-sebab terjadinya kejahatan yang mendasarkan diri pada pemikiran bahwa “ dunia lebih bertanggung jawab atas dirinya sendiri” .

Teori ini merupakan reaksi terhadap teori antropologi dan mengatakan bahwa lingkunganlah yang merupakan factor yang mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah :

1. Lingkungan yang memberikan kesempatan untuk melakukan kejahatan.

2. Lingkungan pergaulan yang memberi contoh dan teladan 3. Lingkungan ekonomi, kemiskinan dan kesengsaraan

Menurut teori ini seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi factor disekitarnya/lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya, serta penemuan teknologi.

Menurut Trade bahwa orang menjadi jahat disebabkan karena pengaruh imitation. Berdasarkan pendapat Trade tersebut seseorang melakukan kejahatan karena orang tersebut meniru kadaan sekelilingnya.

(31)

b. Teori kontrol social

Pendapat mengenai kontrol sosial dikemukakan oleh Reiss yang mengatakan bahwa :

Ada tiga komponen dari kontrol sosial yaitu kurangnya kontrol internal yang wajar selama masih anak-anak , hilangnya kontrol tersebut dan tidak adanya norma sosial atau konflik norma-norma yang dimaksud. Ada dua macam kontrol yaitu personal kontrol dan sosial kontrol. Personal kontrol (internal kontrol) adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar seseorang tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan kontrol sosial (eksternal kontrol) adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga sosial dalam masyarakat dalam melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif.

Kontrol sosial baik personal kontrol maupun sosisal kontrol menentukan seseorang dapat melakukan kejahatan atau tidak, karena pada keluarga atau masyarakat yang mempunya sosial kontrol yang disiplin maka kemungkinan terjadinya suatu kejahatan akan kecil.

Begitu juga sebaliknya, suatu keluarga atau masyarakat yang tidak mempunyai kontrol yang kuat maka kejahatan bisa saja terjadi akibatt dari tidak disiplinnya suatu kontrol tersebut.

c. Teori spritualisme

Menurut teori ini sebab terjadinya kejahatan dapat dilihat dari sudut kerohanian dan keagamaan, karena sebab terjadinya kejahatan adalah tidak beragamanya seseorang. Oleh karena itu semakin jauhnya sesorang dengan agamanya maka semakin besar kemungkinan orang melakukan kejahatan dan sebaliknya semakin dekat seseorang dengan agamanya maka semakin takut orang tersebut melakukan hal-hal yang menjurus kepada kejahatan, sebab orang yang dekat dengan agamanya akan

(32)

menjauhi kejahatan karena kejahatan adalah hal yang dilarang didalam agama dan ketika melakukan hal tersebut akan mendapatkan balasan yang setimpal dihari kemudian.

d. Teori sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. parah tokoh ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan engels, yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi. Menurut tokoh ajaran ini kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningktan dibidang ekonomi. Dengan kata lain kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial mengurangi terjadinya kejahatan.

e. Teori biososiologis

Tokoh dari aliran ini adalah A.D. Prins, Van humel, D Simons dan lain-lain. Aliran ini sebenarnya perpaduan antara aliran antropologi dan aliran sosiologi, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena factor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena factor lingkungan.

Factor individu itu dapat meliputi sifat individu yang diwariskan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, tempramen, kesehatan, dan minuman keras. Keadan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan

(33)

klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradapan, keadaan politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum.

f. Teori NKK

Teori NKK merupakan teori terbaru yang mencoba menjelaskan sebab terjadinya kejahatan didalam masyarakat. Teori ini sering dipergunakan oleh aparat kepolisian dalam menanggulangi kejahatan di tengah masyarakat.

Menurut teori ini sebab terjadinya kejahatan adalah karena adanya niat dan kesempatan yang dipadukan. Jadi meskipun ada niat tetapi tidak ada kesempatan, mustahil akan terjadi kejahatan, begitu pula sebaliknya, meskipun ada kesempatan tetapu tidak ada niat maka tidak mungkin pula terjdai kejahatan.

4. Upaya Penanggulangan Kejahatan

Teori-teori tentang upaya penanggulangan kejahatan telah dikemukakan oleh para kriminolog. A.S. Alam, membagi teori-teori penanggulangan kejahatan terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu:

a. Pre-Emtif

Yang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya kejahatan. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara Pre-Emtif adalah menanamkan nilai-nial, serta norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan.

(34)

Jadi dalam usaha Pre-Emtif faktor niat akan menjadi hilang meskipun ada kesempatan.

b. Preventif

Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindakan lanjut dari upaya Pre-Emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif ini yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk melakukan kejahatan. Contoh ada orang ingin mencuri motor tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada ditempatkan di tempat penitipan motor, dengan demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya preventif kesempatan dihilangkan.

c. Represif

Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi kejahatan/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan hukuman (Ibid;79-80).

C. Pidana

1. Pengertian Pidana

Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Para ahli hukum di Indonesia membedakan istilah hukuman dengan pidana. Istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah

(35)

pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana.

Menurut Van Hamel: Pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara.

Menurut Simons: Pidana adalah suatu penderitaan yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.

Menurut Sudarto: Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

Menurut Roeslan Saleh: Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.

2. Jenis-jenis Pidana

Menurut Pasal 10 KUHP ada 2 jenis pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.

a. Jenis-jenis Pidana pokok :

1) Pidana Mati, merupakan sanksi yang terberat diantara jenis pidana yang ada juga merupakan jenis pidana yang tertua, terberat dan sering dikatakan sebagai jenis pidana yang paling kejam.

(36)

Di Indonesia, penjatuhan pidana mati diancam dalam beberapa pasal tertentu didalam KUHP.

Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati hanyalah pada kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja, yang jumlahnya juga sangat terbatas, seperti :

a) Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara b) Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu

dan atau dilakukan dengan factor-faktor pemberat.

c) Kejahatan terhadap harta benda yang disertai unsur/factor yang sangat memberatkan

d) Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai. 2) Pidana Penjara, merupakan pidana pokok yang berwujud

pengurungan atau perampasan kemerdekaan seseorang. Namun demikian, tujuan pidana penjara itutidak hanya memberikan pembalasan terhadap perbuatan yang dilakukan dengan memberikan penderitaan kepada terpidana karena telah dirampas atau dihilangkan kemerdekaan bergeraknya, disamping itu juga mempunyai tujuan lain yaitu untuk membina dan membimbing terpidana agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat.

Dalam Pasal 12 KUHP diatur mengenai lamanya ancaman atau penjatuhan pidana penjara yaitu :

a) Hukuman Penjara itu lamanya seumur hidup atau untuk sementara

(37)

b) Hukuman penjara itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya lima belas tahun berturut-turut

c) Hukuman penjara sementara boleh dihukum mati, penjara seumur hidup, dan penjara sementara dan dalam hal lima belas tahun itu dilampaui sebab hukuman ditambah, karena ada gabungan kejahatan atau karena aturan pasal 52

d) Lamanya hukuman sementara itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 20 tahun

3) Pidana Kurungan, merupakan pidana yang lebih ringan dari pada pidana penjara yang diperuntukkan untuk peristiwa-peristiwa pidana yang lebih ringan sifatnya, dalam hal bagi mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sebagaimana telah diatur dalam buku III KUHP.

Menurut pasal 18 KUHP, pidana kurungan minimal satu hari dan maksimal satu tahun dan dapat diperpanjang menjadi satu tahun empat bulan jika terdapat atau terjadi gabungan delik, atau berulang kali melakukan delik.

Adapun perbedaan-perbedaan pidana penjara dan pidana kurungan ialah :

a) Pidana penjara dijatuhkan pada kejahatan-kejahatan culpa, pidana penjara dijatuhkan untuk kejahatan-kejahatan dolus dan culpa

(38)

b) Pidana kurungan ada dua macam yaitu pidana principal dan subsidair (pengganti denda), pada pidana penjara tidak mengenal hal ini.

c) Pidana bersyarat tidak terdapat dalam pidana kurungan d) Perbedaan berat ringan pemidaan

e) Perbedaan berat ringannya pekerjaan yang dilakukan terpidana

f) Orang yang dipidana kurungan mempunyai hak pistole, hak memperbaiki keadaannya dalam lembaga permasyarakatan atas biaya sendiri yang pada pidana penjara ini tidak ada.

4) Pidana Denda adalah pidana yang berupa jumlah harta benda yang jumlah ancaman pidananya pada umumnya relatif ringan yang mana dirumuskan sebagai pokok pidana alternative dari pidana penjara dan denda. Terpidana yang diancam dengan pidana pidana denda sedikit sekali, seperti dalam buku II KUHP hanya terdapat satu delik yaitu pasal 403 KUHP sedangkan dalam pelanggaran pada buku III hanya terdapat 40 pasal dari pasal-pasal tentang pelanggaran.

Menurut pasal 30 ayat 2 KUHP apabila denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan, yang menurut ayat (3) lamanya adalah minimal satu hari dan maksimal 6 bulan, menurut pasal 30 ayat (4) KUHP.

(39)

5) Pidana tutupan, pidana tutupan adalah merupakan jenis pidana yang baru dimasukkan dalam KUHP yang diatur dalam undang-undang nomor 20 tahun 1946 dan menempati urutan kelima pada jenis-jenis pidana pokok seperti yang telah ada Pasal 10 huruf a KUHP

b. Pidana Tambahan adalah :

1) Pidana pencabutan Hak-hak tertentu, pencabutan hak tertentu ini sifatnya sementara kecuali memang terpidana dijatuhi pidana penjara seumur hidup. Hukuman ini pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya mendegradasikan martabat seseorang warga negara yang memang layak untuk dihormati atau untuk menekan orang menjadi warga negara yang tidak pantas dihormati, dengan meniadakan sebagian hak perdatanya dan hak-haknya menurut hukum public karena orang tersebut telah melakukan kejahatan. 2) Pidana perampasan barang-barang tertentu, pidana ini merupakan

pidana tambahan yang dijatuhkan oleh hakim untuk mencabuk milik hak atas sesuatu barang dari pemiliknya dan barang itu dijadikan barang milik pemerintah untuk dirusak atau dimusnakan atau dijual untuk negara

3) Pidana pengumuman putusan Hakim, sebenarnya semua putusan hakim sudah harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum tetapi sebagai hukuma dengan tambahan putusan itu dengan istimewa disiarkan sejelas-jelasnya dengan cara yang ditentukan oleh hakim, misalnya melalui surat kabar, radio, televisi,

(40)

ditempelkan ditempat umum sebagai plakat dan sebagainya, semuanya ini ongkos terhukum yang dapat dipandang sebagai suatu pengecualian bahwa semua biaya penyelenggaran ditanggung oleh negara.

3. Pemidanaan pada Anak

Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak , yang dimaksud dengan anak nakal adalah :

Anak yang melakukan tindak pidana, atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum, yaitu:

1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah. 2. Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila

dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.

Dalam hal pemidanaan anak ada batasan usia minimal dan maksimal anak tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana. Batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat

(41)

bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh anak itu.

Di Indonesia sendiri sejak dibentuk Undang-Undang tentang Pengadilan Anak yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, memberikan batasan yang tegas tentang batas usia pemidanaan anak di Indonesia. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa :

Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.

Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan dapat diajukan ke sidang pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke sidang anak.

Namun dalam perkembangannya Mahkamah Konstitusi melalui Keputusannya Nomor 1/PUU-VIII/2010 (LNRI Tahun 2012 No. 153) menyatakan frase 8 tahun dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 bertentangan dengan UUD 1945 serta menilai untuk melindungi hak konstitusional anak, perlu menetapkan batas umur bagi anak yaitu batas minimal usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 (dua belas) tahun karena secara relatif sudah memiliki kecerdasan, emosional, mental dan intelektual yang stabil.

Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan. pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan, Pasal 23

(42)

ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 yang mengatur tentang pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal, yaitu:

1. Pidana Pokok merupakan pidana utama yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal. Beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu :

a. Pidana penjara; b. Pidana kurungan; c. Pidana denda, atau; d. Pidana pengawasan,

2. Pidana Tambahan adalah pidana yang dapat dijatuhkan sebagai tambahan dari pidana pokok yang diterimanya. Selain pidana pokok anak nakal dapat pula dijatuhkan pidana tambahan, berupa: Perampasan barang-barang tertentu, dan/atau pembayaran ganti rugi. Tindakan pada dasarnya merupakan suatu perbuatan yang bertujuan untuk membina dan memberikan pengajaran kepada anak nakal. Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal berdasarkan Pasal 24 UU Pengadilan Anak adalah :

b. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; c. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja, atau,

d. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

(43)

e. Mekanisme penjatuhan pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan ataupun tindakan.

Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diatur sebagai berikut:

1. Pidana penjara yang dijatuhkan paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa; 2. Apabila melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.

3. Apabila anak tersebut belum mencapai 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka hanya dapat dijatuhkan tindakan berupa menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

4. Apabila anak tersebut belum mencapai 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana penjara seumur hidup maka dijatuhkan salah satu tindakan.

Pasal 27 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dijelaskan bahwa pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana, paling lama haruslah ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak juga mengatur mengenai penjatuhan pidana denda bagi anak di mana pidana yang dijatuhkan paling banyak ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa dan apabila pidana denda tidak mampu dibayar oleh anak tersebut maka diganti dengan wajib latihan kerja.

Mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan bagi anak diatur melalui peraturan pemerintah. Pidana pengawasan bagi

(44)

anak berdasarkan ketentuan.Tenggang waktu pidana pengwasan pada anak ialah paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

Pengawasan terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari hari di rumah anak tersebut dilakukan oleh jaksa; sedangkan pemberian bimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.

Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan anak dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Prinsip penerapan sanksi pidana bagi anak nakal pada dasarnya dirangkum berdasarkan kriteria di bawah ini:

1. Batas umur anak nakal yang boleh diajukan ke persidangan anak adalah minimal 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 4 ayat (1). Jadi, selain penggolongan di atas, maka persidangan diajukan ke persidangan dewasa.

2. Pidana dan tindakan yang dijatuhkan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Pasal 22)

3. Termasuk pula ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, antara lain :

a. Pidana penjara yang dijatuhkan terhadap anak harus lah paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa berdasarkan Pasal 26 ayat (1).

b. Apabila diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka bagi anak diganti dengan ancaman pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama 10 tahun berdasarkan Pasal 26 ayat (2).

(45)

c. Apabila belum mencapai 12 tahun, melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup, maka anak nakal dapat diberikan sanksi tindakan berupa anak tersebut diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja berdasarkan Pasal 26 ayat (3) jo Pasal 24 ayat (1) huruf b .

d. Apabila usia anak nakal belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka anak nakal tersebut dijatuhi salah satu tindakan saja berdasarkan Pasal 26 ayat (4) jo Pasal 24 .

e. Mengenai pidana kurungan terhadap anak hanya dapat dijatuhkan paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa berdasarkan Pasal 27.

f. Pidana denda yang diberikan kepada anak haruslah paling banyak ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa berdasarkan Pasal 28 ayat (1) .

g. Apabila pidana denda tidak dapat dibayar oleh anak tersebut, maka dapat diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari berdasarkan Pasal 28 ayat (2) dan (3).

(46)

h. Selanjutnya mengenai pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun berdasarkan Pasal 29 ayat (1), dan

i. Sanksi terakhir yaitu pidana pengawasan yang dijatuhkan paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun di bawah pengawasan jaksa dan pembimbing kemasyarakatan berdasarkan Pasal 30.

D. Pencurian

Pencurian di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi :

“Barangsiapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena kesalahannya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggitingginya enam puluh rupiah”.

Melihat dari rumusan pasal tersebut dapat kita ketahui, bahwa kejahatan pencurian itu merupakan delik yang dirumuskan secara formal dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman, dalam hal ini adalah perbuatan yang diartikan “mengambil”.

Menerjemahkan perkataan “zich toeeigenen” dengan “menguasai”, oleh karena didalam pembahasan selanjutnya pembaca akan dapat memahami, bahwa “zich toeeigenen” itu mempunyai pengertian yang sangat berbeda dari pengertian “memiliki”, yang ternyata sampai sekarang banyak dipakai di dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, meskipun benar bahwa perbuatan “memiliki” itu sendiri termasuk di dalam pengertian “zich

(47)

toeeigenen” seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 362 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana tersebut di atas (P.A.F. Lamintang,1990;49). 1. Unsur-Unsur Pencurian

Pengertian unsur kejahatan dapat dibedakan menjadi dua arti, yaitu pengertian unsur kejahatan dalam arti sempit dan pengertian unsur-unsur dalam arti luas. Misalnya unsur-unsur kejahatan dalam arti sempit terdapat pada kejahatan pencurian biasa, yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP. Sedangkan unsur-unsur kejahatan dalam arti luas terdapat pada kejahatan pencurian dengan pemberatan, yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 365 KUHP. Apabila kita perhatikan rumusan kejahatan yang terdapat dalam KUHP dapat dibedakan antara unsur-unsur obyektif dan unsur-unsur subyektif (Sudarto,1990;89).

a. Yang disebut unsur obyektif ialah : (1) Perbuatan manusia

Pada umumnya kejahatan yang diatur di dalam perundang-undangan unsur-unsurnya terdiri dari unsur lahir atau unsur objektif. Namun demikian adakalanya sifat melawan hukumnya perbuatan tidak saja pada unsur objektif tetapi juga pada unsur subjektif yang terletak pada batin pelaku. Bentuk suatu kejahatan dengan unsur objektif antara lain terdapat pada kejahatan yang berbentuk kelakuan. Maka akibat yang terjadi dari perbuatan tidak penting artinya. Dari rentetan akibat yang timbul dari kelakuan tidak ada yang menjadi inti kejahatan, kecuali yang telah dirumuskan dalam istilah yang telah dipakai untuk merumuskan kelakuan tersebut. Misalnya kelakuan dalam kejahatan “pencurian” yang

(48)

barang” yang merupakan inti dari delik tersebut. Adapun akibat dari kelakuan; yang kecurian menjadi miskin atau yang kecurian uang tidak dapat belanja, hal itu tidak termasuk dalam rumusan kejahatan pencurian.

(2) Delik materiil

Delik materiil dimana dalam perumusannya kejahatan hanya disebutkan akibat tertentu sebagai akibat yang dilarang. Apabila kita jumpai delik yang hanya dirumuskan akibatnya yang dilarang dan tidak dijelaskan bagaimana kelakuan yang menimbulkan akibat itu, kita harus menggunakan ajaran “hubungan kausal”, untuk manggambarkan bagaimana bentuk kelakuan yang menurut logika dapat menimbulkan akibat yang dilarang itu. Dengan begitu baru dapat diketahui perbuatan materiil dari kejahatan yang menyebabkan timbulnya akibat yang dilarang. Tanpa diketahui siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itu, tidak dapat ditentukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan dengan akibat yang dilarang tersebut.

(3) Delik formil

Delik formil ialah delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu perbuatan yang dilarang. Dalam delik formil hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda dengan yang diperlukan dalam delik materiil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa delik materiil tidak dirumuskan perbuatan yang dilarang sedang akibatnya yang dirumuskan secara jelas, berbeda dengan delik formil yang dilarang dengan tegas adalah perbuatannya.

(49)

b. Yang disebut unsur subyektif ialah :

(1) Dilakukan dengan kesalahan Delik yang mengandung unsur memberatkan pidana, apabila pelaku pencurian itu dengan keadaan yang memberatkan seperti yang tertera pada Pasal 365 ayat, 2, 3 dan 4 KUHP. Maka pelaku pencurian ini dapat dikenakan pencabutan hak seperti yang tertera dalam Pasal 336 KUHP yang berbunyi :

“Dalam pemidanaan karena salah satu perbuatan yanmg diterangkan dalam Pasal 362, 363, dan 365 dapat dijatuhkan pencabutan hak tersebut dalam Pasal 345 no 1-4”.

(2) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab tentang adanya unsur-unsur pada kejahatan apabila: Perbuatan manusia, diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan, dengan kesalahan, oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Pengertian kemampuan bertanggung jawab, banyak yang telah mengemukakan pendapat antara lain: Simons berpendapat bahwa: “Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya suatu pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya”. Selain itu, Simons juga mengatakan bahwa seseorang mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat, yaitu apabila : (a) Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum, (b) Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut. KUHP tidak memuat perumusan kapan seseorang mampu bertanggung jawab. Di dalam buku I bab III Pasal 44 berbunyi :

(50)

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu jiwanya karena penyakit tidak dapat dipidana”

Dari Pasal 44 KUHP tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa ada 2 hal yang menjadi penentuan keadaan jiwa si pembuat yaitu: (a) Penentuan bagaimana keadaan jiwa si pembuat. Pemeriksaan keadaan pribadi si pembuat yang berupa keadaan akal atau jiwa yang cacat pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, yang dilakukan oleh seorang dokter penyakit jiwa, (b) Adanya penentuan hubungan kausal antara keadaan jiwa si pembuat dengan perbuatannya. Adapun yang menetapkan adanya hubungan kausal antara keadaan jiwa yang demikian itu dengan perbuatan tersangka adalah Hakim.

Kedua hal tersebut dapat dikatakan bahwa sistem yang dipakai dalam KUHP dalam menentukan tidak dapat dipertanggung jawabkannya si pembuat adalah deskriptif normatif. Deskriptif karena keadaan jiwa digambarkan apa adanya oleh psikiater, dan normatif karena hakimlah yang menilai, bardasarkan hasil pemeriksaan, sehingga dapat menyimpulkan mampu dan tidak mampunyai tersangka untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

Maka kesimpulannya meskipun orang telah melakukan kejahatan, tetapi menurut bunyi buku ke II KUHP tersebut masih harus ditentukan bahwa perbuatan itu dapat dipidana atau tidak dapat dipidana. Suatu perbuatan yang melanggar aturan hukum dapat dipidana apabila sudah dinyatakan salah. Dapat diartikan salah apabila kejahatan tersebut dalam hal apa dilakukan ternyata perbuatan itu dipengaruhi oleh ikhwal pada diri

(51)

pelaku, artinya meskipun ia sudah melanggar larangan suatu aturan hukum pengenaan pidana dapat dihapuskan apabila perbuatan itu diatur dalam pasal; Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48, Pasal 49 ayat 1 dan 2, Pasal 50, Pasal 51 KUHP.

Rumusan kejahatan yang terdapat dalam KUHP khususnya dalam buku II adalah mengandung maksud agar diketahui dengan jelas bentuk perbuatan kejahatan apa yang dilarang. Untuk menentukan rumusan tersebut perlu menentukan unsur-unsur atau syarat yang terdapat dalam rumusan kejahatan itu, misalnya: Kejahatan pencurian Pasal 362 KUHP. Unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan Pasal 362 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah ”

Apabila rumusan pasal kejahatan tidak mungkin ditentukan unsur-unsurnya, maka batas pengertian rumusan tersebut diserahkan kepada ilmu pengetahuan dan praktek peradilan. Untuk itu dalam menentukan kejahatan yang digunakan, selain unsur-unsur kejahatan yang dilarang juga ditentuka kualifikasi hakikat dari kejahatan tersebut. Misalnya seorang pencuri tidak segera menjual hasil curian, tetapi menunggu waktu dengan hasrat mendapat untung. Rumusan tersebut memenuhi unsur penadahan seperti yang diatur dalam Pasal 480 KUHP namun karena kualifikasi kejahatan sebagai pencuri maka ia tetap malanggar Pasal 362 KUHP bukan sebagai penadah.

Gambar

Tabel  1.  Data  Kejahatan  pencurian  sepeda  motor  secara  umum  di  Kota Makassar
Tabel 4   Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pencurian  Sepeda  Motor  yang  Dilakukan  Oleh  Anak  di  Kota  Makassar

Referensi

Dokumen terkait

“ Upaya yang harus dilakukan untuk memberantas tindak pidana pencurian motor yaitu dengan meningkatkan pendidikan agama di usia dini, yakni orang tua mendidik anaknya agar

Upaya preventif atau penceegahan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh geng motor di kota makassar yakni

Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum adalah dengan melakukan patroli berkeliling

Hasil dari pengujian terhadap metode ini maka didapatkan informasi untuk dapat membantu kepolisian dalam mengatasi tingkat kejahatan pada pencurian sepeda motor dan

A. Faktor-Faktor Yang Menjadi Penyebab Remaja Melakukan Pelanggaran Lalu Lintas Mengendarai Sepeda Motor Tanpa Surat Izin Mengemudi Di Wilayah Hukum Polres Bone. Berbicara

Hambatan-Hambatan Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Kejahatan yang terjadi di depan umum biasanya dilakukan oleh sebagian individu itu sendiri,

Hal yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut, faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor adalah faktor gaya hidup

1) Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk- bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan. Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat