• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan Indonesia merupakan aset

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan Indonesia merupakan aset"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan Indonesia merupakan aset bangsa yang harus dibina, dikembangkan, dan disebarluaskan. Karena, dalam kesenian terdapat kristalisasi nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip dasar kehidupan yang dibentuk oleh para pendahulu dan layak diwariskan kepada generasi sekarang. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam pembentukan dan penyeimbangan mental para generasi penerus untuk menghadapi berbagai pengaruh negatif dari luar, sebagai dampak dari proses modernisasi yang tentu saja dapat membawa perubahan pada kehidupan atau kebudayaan.

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyebarluaskan kesenian antara lain dengan cara meningkatan penghayatan seni dan wawasan seni pada masyarakat luas, serta berusaha untuk melakukan pelestarian dengan cara melakukan pengembangan dengan tujuan agar seni itu tetap abadi. Abadi dalam arti bahwa karya seni itu “tetap komunikatif” (Sulastri, 1988:2). Dengan kata lain, karya seni akan terus diminati dan akan tetap hidup selama memiliki hubungan komunikasi dengan masyarakat luas. Artinya, seni tersebut dapat menyesuaikan atau beradaptasi dengan kebutuhan atau perkembangan zaman.

Salah satu bentuk hubungan komunikasi dalam seni adalah adanya interaksi antara masyarakat luas dengan benda-benda seni. Dalam ilmu seni, hubungan interaksi ini dapat dikatakan sebagai pengalaman seni, atau pengalaman estetik, atau respons estetik. Istilah ini biasanya dibicarakan dalam hubungannya dengan penikmat seni.

(2)

Seperti dituturkan oleh Sumardjo (2000:161), bahwa pengalaman seni adalah pengalaman yang dialami oleh penikmat seni atau penanggap seni. Untuk mewujudkan agar terjadi hubungan interaksi antara masyarakat dengan benda-benda seni, dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menyelenggarakan kegiatan apresiasi seni, festival (pasanggiri), seminar tentang seni pertunjukan, dan melalui penyelenggaraan pendidikan baik formal maupun non formal. Dari beberapa kegiatan tersebut, diharapkan hubungan interaksi antara masyarakat dengan benda-benda seni dapat terlaksana dengan baik, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kesenian tetap komunikatif, dan usaha menuju terciptanya kesenian yang subur dan merata di kalangan masyarakat pun dapat terlaksana dengan baik, terutama untuk pengembangan seni tradisional di Jawa barat.

Salah satu jenis seni tradisional di Jawa Barat yang dipandang masih komunikatif adalah tembang Sunda Cianjuran. Biasanya, masyarakat menyebut kesenian ini dengan istilah tembang Sunda, Cianjuran, atau Mamaos. Istilah Cianjuran digunakan oleh masyarakat luas karena pada awalnya kesenian ini tumbuh dari kalangan menak Kabupaten Cianjur yang pada waktu itu merupakan Ibu Kota Priangan yang senantiasa menjadi pusat budaya khususnya bidang kesenian. Sementara masyarakat Cianjur sendiri biasa menyebutnya dengan istilah mamaos.

Dilihat dari segi penyajiannya, tembang Sunda merupakan kesenian yang mempertunjukkan vokal (sekar) dan musik (pirigan). Vokal dinyanyikan oleh juru mamaos atau penembang dengan ciri khas tembang yaitu tidak terikat oleh ketukan-ketukan atau wiletan-wiletan tertentu. Pada umumnya, vokal dalam tembang Sunda Cianjuran disajikan oleh pria atau wanita saja, namun ada juga yang disajikan secara bersamaan. Musiknya dimainkan oleh pamirig dengan menggunakan seperangkat waditra (instrumen) di antaranya kacapi indung, kacapi rincik, dan suling/rebab.

(3)

Seni tembang Sunda Cianjuran merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan, dijaga, dan dipelihara keasliannya. Karena, dilihat dari garap musik dan kandungan liriknya, seni tembang Sunda Cianjuran memiliki muatan estetis yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, R. Ace Hasan Sueb (1977:101) pun mengatakan, bahwa kelestarian tembang Sunda didukung oleh sifat-sifat yang ada pada tembang Sunda yaitu mutu estetisnya yang tinggi, ciri-ciri mandirinya (karakteristiknya), dan dicintai secara mendalam oleh para pendukungnya.

Pada prinsipnya perkembangan seni tembang Sunda Cianjuran salah satunya didukung oleh peran serta senimannya, baik para pencipta maupun para praktisinya. Salah seorang seniman yang memiliki kepedulian terhadap tumbuh kembangnya seni tembang Sunda antara lain Apung Supena Wiratmadja, yang dikenal secara umum oleh masyarakat luas dengan nama “Pak Apung”. Nama tersebut telah akrab di kalangan masyarakat pencinta tembang Sunda Cianjuran. Dia adalah sosok seniman yang “multi talenta”, selain mempunyai kemampuan menembang, Pak Apung juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu tembang Sunda dan sebagai pemikir yang telah banyak menulis buku-buku, artikel, cerpen, sajak, serta makalah-makalah yang berhubungan dengan tembang Sunda Cianjuran.

Menurut hasil pengamatan, Apung S. Wiratmadja (Apung S.W.) memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan tembang Sunda secara umum. Bahkan, oleh masyarakat di lingkungan seniman tembang Sunda Cianjuran khususnya, Apung S.W. dipandang sebagai seniman paling senior “dipisepuh jeung jadi pananyaan sarerera dina wawasan kaelmuan tembang Sunda Cianjuran (dituakan dan jadi tempat bertanya banyak orang dalam wawasan dan keilmuan tembang Sunda Cianjuran).

(4)

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis berkeinginan menyoroti keberadaan sosok Apung S.W. sebagai seniman yang telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan seni tembang Sunda Cianjuran pada khususnya dan seni tembang Sunda pada umumnya di Jawa Barat. Adapun pertimbangan lainnya yang mendasari pemilihan topik ini dikarenakan beberapa hal berikut.

Pertama, sebagai nara sumber Apung S.W. tergolong orang yang memiliki wawasan dan intelektual yang tinggi khususnya dalam wacana tembang Sunda. Menurut hasil pengamatan, sampai saat ini nama Apung S.W. cukup menonjol khususnya dalam dunia tembang Sunda Cianjuran. Kemampuannya dalam bidang tembang Sunda telah diakui baik oleh masyarakat tembang Sunda Cianjuran maupun masyarakat luas. Pendapatnya banyak diacu oleh masyarakat luas, para akademisi, terutama para seniman tembang Sunda Cianjuran. Hal tersebut terjadi karena Apung S.W. telah menguasai ilmu dalam seni tembang Sunda dan memiliki pengalaman yang sangat banyak khususnya dalam dunia tembang Sunda sehingga wawasannya pun cukup tinggi.

Dengan kemampuan yang dimilikinya ia selalu diberi kesempatan untuk mengemukakan pemikiran-pemikirannya lewat berbagai saresehan yang diselenggarakan oleh Pemda, kalangan akademis, dan masyarakat umum. Apung S.W. pun adalah salah satu seniman yang menaruh minat besar terhadap kegiatan yang bersifat tukar pikiran (diskusi, saresehan dan seminar-seminar). Keinginannya untuk mengetahui hal-hal yang belum diketahuinya adalah cukup besar, ia akan bertanya tanpa memandang pengalaman, latar belakang, seniman alam ataupun akademik.

Kedua, sebagai guru tembang Sunda. Pengalaman Apung S.W. dalam seni tembang Sunda Cianjuran cukup lengkap, yaitu selain berperan sebagai praktisi ia pun mampu berperan sebagai guru atau pengajar tembang Sunda. Artinya, sebagai seorang

(5)

seniman Apung S.W. tidak hanya memikirkan masalah-masalah yang berhubungan dengan praktik, penciptaan, dan pengetahuan saja, melainkan juga memikirkan tentang kelangsungan kehidupan tembang Sunda Cianjuran itu sendiri. Untuk merealisasikan masalah tersebut, beliau dengan sungguh-sungguh dan disiplin membina seniman-seniman muda di tempat kediamannya. Menurut hasil pengamatan, cukup banyak para peminat tembang Sunda Cianjuran generasi sekarang yang berguru pada Apung S.W. Hal ini terjadi salah satunya karena ia merupakan sosok guru yang baik, teliti, dan penuh kehati-hatian dalam menularkan keterampilan dan pengetahuan, serta memiliki kiat-kiat tersendiri dalam mempelajari teknik vokal tembang Sunda Cianjuran. Bahkan, di kalangan para muridnya pun Apung S.W. sangat disegani dan dihormati.

Ketiga, sebagai pencipta lagu Cianjuran. Selain keterampilannya dalam melantunkan tembang Sunda, salah satu kemampuan yang dimiliki Apung S.W. adalah pengetahuan dalam bidang sastra Sunda. Berbekal kemampuan ini ia mampu mengkaji dan memahami lirik (rumpaka) tembang Sunda terutama dari sudut filosofisnya. Oleh karena itu, ia sangat ahli dalam menciptakan lagu baik melodi maupun liriknya. Bahkan, beberapa lagu hasil karya ciptanya sering terdengar dalam acara-acara pertunjukan tembang Sunda Cianjuran. Hal ini membuktikan bahwa lagu-lagu karya ciptanya banyak diminati atau disukai khususnya oleh para praktisi tembang Sunda Cianjuran.

Keempat, sebagai pengamat tembang Sunda. Apung S.W. memiliki perhatian yang sangat besar terhadap perkembangan tembang Sunda Cianjuran, Oleh karena itu, ia selalu mengikuti arah perkembangan tembang Sunda Cianjuran baik dari segi tata cara penyajian maupun materi sajiannya. Apabila ada suatu perubahan yang terlalu mencolok dalam kedua hal tersebut, maka ia akan melakukan kritikan karena ditakutkan akan mencemari keistimewaan tembang Sunda Cianjuran yang dipandang

(6)

telah mencapai puncak penciptaannya. Dikarenakan Apung S.W. seorang seniman yang dipisepuh, maka kritikan atau pandangannya pun seringkali diindahkan oleh seniman tembang Sunda Cianjuran lainnya.

Kelima, sebagai penulis buku tembang Sunda. Salah satu kelemahan seniman tembang Sunda pada umumnya adalah kurang memiliki kemampuan dalam menulis, sehingga mengakibatkan kurangnya sumber-sumber tulisan dan terjadinya pengikisan terhadap keaslian karya tembang Sunda karena tidak adanya dokumentasi. Berbeda dengan seniman Apung S.W. ia salah seorang seniman tembang Sunda yang memiliki keterampilan dalam menulis. Ia telah melahirkan beberapa karya-karya tulisan, dan hasil karya tulisnya tersebut seringkali digunakan sebagai referensi oleh kalangan akademisi. Bahkan, karena ketekunannya dalam hal menulis, Yetty Kusmayanti Hadish (1981:79) menuturkan dalam bukunya yang berjudul Kumpulan Biografi Sastrawan Sunda, bahwa “Apung Supena Wiratmadja merupakan pengarang guguritan yang produktif dan bahasannya banyak membicarakan masalah tembang Sunda”.

Keenam, sebagai juri pasanggiri tembang Sunda. Salah satu wujud kepercayaan masyarakat tembang Sunda Cianjuran kepada Apung S.W. adalah dengan menggunakannya sebagai juri dalam pasanggiri tembang Sunda Cianjuran. Dengan kata lain, kredibilitas Apung S.W. tidak diragukan lagi sebagai seorang ahli dalam bidang tembang Sunda Cianjuran. Karena, untuk dijadikan sebagai juri pasanggiri tentu saja harus memenuhi kriteria tersendiri yang dipandang cukup kompleks, seperti harus mengetahui aturan-aturan lagu dan memiliki kejelian dalam menilai para peserta pasanggiri. Apabila terjadi kesalahan dalam penilaian, maka dapat mengakibatkan tercorengnya nama baik para juri.

Ketujuh, sebagai leader organisasi. Kemampuan Apung S.W. yang patut mendapat perhatian adalah dalam hal berorganisasi. Ia pernah memimpin lingkung seni

(7)

tembang Sunda Cianjuran yang diberi nama Sulanjana. Selama dipimpinnya, lingkung seni tersebut berjalan dengan cukup baik. Namun sayangnya, hal tersebut tidak berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dikarenakan para pamirignya telah berusia tua dan meninggal dunia.

Alasan lain mengapa peneliti memilih Apung S.W. sebagai subjek pengkajian, adalah karena ia telah memenuhi sejumlah persyaratan sebagai seorang tokoh, sebagaimana telah dirumuskan oleh Waridi (2006), yakni sebagai berikut.

1. Seseorang harus telah ditokohkan oleh masyarakat seni sesuai dengan bidangnya masing-masing.

2. Telah memiliki kontribusi yang kongkrit terhadap bidang yang ditekuninya. Kontribusi tersebut dapat berupa kekaryaan maupun hasil pemikiran yang pada masa berikutnya banyak ditiru dan atau diacu oleh masyarakat yang menekuni bidang seni seperti yang ditekuni oleh tokoh tersebut. Dengan demikian tokoh tersebut;

3. Kekaryaan, cara berkarya, cara penyajian, dan sejumlah pemikirannya dijadikan sebagai salah satu kiblat oleh masyarakat bidang seni yang ditekuninya. Oleh sebab itu pula para tokoh itu sebenarnya telah memiliki;

4. Karisma yang memancarkan sinar kewibawaan. Dengan demikian sebenarnya tokoh tersebut telah memberikan;

5. Pencerahan dalam bidang seni yang ditekuninya. Mereka masing-masing telah berhasil menjadikan dirinya sebagai ikon-ikon kehidupan seni pada masa hidupnya.

Berdasarkan hasil pengamatan, Apung S.W. telah memenuhi semua persyaratan tersebut sehingga layak untuk ditulis ke dalam bentuk biografi ilmiah.

(8)

Keistimewaan lain Apung S.W. antara lain memiliki kepribadian yang tegas dan teguh pada pendirian. Seperti dituturkan oleh seorang penembang senior, Barman Scahyana, bahwa dibalik ketegasannya terdapat suatu prinsip bahwa tembang Sunda Cianjuran tetap harus berada pada pakem-pakem tembang Sunda Cianjuran yang wajib dilestarikan. Apung S.W. punya karakter “teuas tapi bener” (keras tapi betul). Dengan kata lain, tidak tergoyahkan dengan adanya kreasi pada saat ini. Walaupun dalan berkarya (menciptakan lagu tembang) tidak terlalu banyak, tetapi banyak digemari oleh para penembang. Ini merupakan salah satu wujud penataan berkarya yang sangat hati-hati dan tidak terlepas dari ugeran pakem tembang Sunda Cianjuran.

Teuas tapi bener merupakan prinsip dasar atau suatu pegangan seorang tokoh Apung S.W. Dalam arti bahwa tembang Sunda Cianjuran perlu dijaga kelestariannya agar tetap eksis dengan tidak menyimpang dari aturan-aturan, atau pakem-pakem yang ada pada koridor tembang Sunda Cianjuran (Wawancara, 15 Januari 2008). Dengan demikian, melalui penelitian ini diharapkan kesenimanan Apung S.W. sebagai salah seorang tokoh tembang Sunda Cianjuran dapat terungkap dengan berbagai konsep-konsep serta dasar pemikirannya yang telah memberikan kontribusi terhadap keilmuan pada lingkup seni tembang Sunda Cianjuran.

Dari sekian banyak keahlian, hasil karya, dan prestasi seniman Apung S.W. peneliti merasa tertarik untuk mendeskripsikannya ke dalam sebuah biografi dengan jalan mengkajinya lebih dalam dan mengungkap bagaimana keberadaannya pada tataran perkembangan seni tembang Sunda Cianjuran. Pentingnya mengkaji seniman penulisan biografi seorang seniman juga diungkapkan oleh Waridi (2001:12), yaitu bahwa seorang seniman yang kehadirannya telah memberikan jasa-jasa yang sangat besar dan bermanfaat, seluruh aspek kesenimanan dan konsep pemikiranya perlu

(9)

disusun secara sistematis, agar dapat disosialisasikan dan lebih berdaya guna dalam kehidupan karawitan baik dalam segi praktis maupun dari segi kajian.

Oleh karena itu, agar hasil karya Apung S.W. dalam berkesenian dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan kreativitasnya dapat dicontoh oleh seniman-seniman generasi penerusnya sebagai upaya untuk mengembangkan seni tembang Sunda di Jawa Barat, maka peneliti akan menggali bagaimana proses perjalanan karir Apung S.W. dari sejak pertama mengenal seni sampai dengan menghasilkan karya seni.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti memutuskan bahwa topik yang menjadi sasaran penelitian ini adalah ihwal ketokohan Apung S.W. dengan mengambil judul: “Eksistensi Seniman Apung S. Wiratmadja Sebagai Tokoh dalam Perkembangan Seni Tembang Sunda Cianjuran di Jawa Barat (Sebuah Biografi)”.

B. PERUMUSAN MASALAH

Peran serta seniman Apung S.W. pada seni tembang Sunda Cianjuran merupakan suatu hal yang layak mendapat perhatian. Dengan keberadaannya sebagai praktisi dan pencipta, ia telah ikut memberikan kontribusi dalam menentukan arah perkembangan serta kehidupan seni tembang Sunda Cianjuran. Salah satu ciri bahwa seni tembang Sunda ada perkembangan, yaitu adanya penambahan secara kualitas dan kuantitas pada repertoar karya seni yang diciptakan sesuai dengan perkembangan zaman.

Berkaitan dengan hal diatas, pembahasan selanjutnya akan peneliti batasi sesuai dengan judul penelitian. Oleh karena itu, untuk memperjelas fokus penelitian maka peneliti akan merumuskannya ke dalam beberapa pertanyaan berikut.

(10)

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kehidupan Apung S. Wiratmadja dalam belajar dan berkarya seni?

3. Bagaimana peran Apung S. Wiratmadja dalam pewarisan seni pada generasi penerusnya?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan Penelitian ini untuk:

1. Mengetahui proses Apung S. Wiratmadja dalam belajar dan mengenal seni.

2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan Apung S. Wiratmadja dalam belajar dan berkarya seni.

3. Mengetahui peran Apung S. Wiratmadja dalam pewarisan seni pada generasi penerusnya.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitiannya ini di antaranya:

1. Bagi peneliti khususnya dalam bidang musik, kesenimanan Apung S.W. dapat menambah wawasan pengetahuan dan ilmu, serta mengetahui bagaimana garapan karyanya beserta faktor yang mempengaruhinya.

2. Bagi umum, kesenimanan Apung S.W. dapat dicontoh dalam rangka menjaga melestarikan dan mewariskan kesenian tradisional, khususnya dalam kesenian Jawa Barat yakni Tembang Sunda Cianjuran.

3. Bagi pihak terkait/pemerintah Apung S.W. merupakan seorang tokoh seniman atau aset bangsa khususnya pada kesenian daerah Jawa Barat yaitu Tembang Sunda Cianjuran.

(11)

4. Bagi lembaga formal, kreativitas Apung S.W. dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan seni tembang Sunda, dan hasil tulisan dapat dijadikan sebagai sumber referensi bagi pembelajaran seni tembang Sunda.

5. Memberikan gambaran sejarah akan perkembangan tembang Sunda Cianjuran di Jawa Barat.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Ada dua hal yang menjadi tujuan peneliti dalam melakukan tinjauan pustaka. Pertama, untuk menghindari terjadinya plagiat. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam penelitian terjadi plagiatisme. Oleh karena itu, peneliti melakukan pengkajian terhadap beberapa sumber tulisan agar orisinalitas penelitian ini terjaga. Kedua, sebagai bahan perbandingan penelitian, khususnya pada bahasan tembang Sunda Cianjuran. Untuk menghasilkan penelitian yang baik, tentu saja diperlukan bahan rujukan yang relevan agar validitas penelitian ini terjamin dan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Karenanya, peneliti mencari sumber-sumber tulisan yang relevan dan menggunakannya sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku. Berikut beberapa sumber tulisan yang dikaji oleh peneliti.

Nia Dewi Mayakania, dalam tesisnya yang berjudul: Perkembangan Tembang Sunda Cianjuran 1920-1990 (1993). Isi dari tesis ini adalah sebagai berikut:

Bab I memaparkan tentang fokus penelitian, tujuan penelitian, dan kerangka konseptual pada permasalahan yang ruang lingkupnya di seputar pembentukan dan perkembangan tembang Sunda Cianjuran.

Bab II memaparkan gambaran umum mengenai tembang Sunda Cianjuran dan unsur-unsur pembentukan/perkembangannya dengan berbagai aspek yang melandasi kebaradaannya. Selain itu bentuk sajian, dan tokoh-tokoh tembang Sunda Cianjuran

(12)

dipaparkan sebagai salah satu faktor yang memengaruhi terhadap bentuk dan alur kehidupan tembang Sunda Cianjuran.

Bab III memaparkan tentang pembentukan/perkembangan tembang Sunda Cianjuran; peran tokoh tembang Sunda Cianjuran yakni: Dalem RAA Kusumaningrat (Dalem Pancaniti), Dalem RAA Prawiradireja II, R. Ece Majid, serta sebab-sebab internal/external yang memengaruhi perkembangan tembang Sunda Cianjuran.

Bab IV memaparkan analisis dan identifikasi wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, kakawen, serta panambih yang merupakan aspek-aspek pembentukkan sekar ataupun pirigan dari penyajian tembang Sunda Cianjuran.

Bab V berisi tentang kesimpulan hasil penelitian yang intinya bahwa: laju pertumbuhan suatu produk seni budaya khususnya seni tembang Sunda Cianjuran, adalah dengan adanya akulturasi seni yang dipandang sebagai sesuatu yang wajar, karena dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tata nilai pada zamannya.

Pokok permasalahan yang diangkat dalam tesis tersebut adalah mengenai penyebaran seni tembang Sunda Cianjuran. Fungsi tembang Sunda pada awal pembentukan hingga perkembangan di lingkungan masyarakat luas. Dinyatakan bahwa seni tembang Sunda Cianjuran mengalami puncak penciptaannya pada masa pemeritahan Dalem Pancaniti (1834-1863) dengan tujuan untuk meningkatkan kewibawaan dan identitas masa pemeritahannya. Persoalan tentang seniman tembang Sunda Apung S.W. tidak dibahas secara mendalam bahkan tidak dipaparkan juga mengenai upaya Apung dalam mengembangkan seni tembang Sunda di Jawa Barat.

Tesis karya Moch Yusuf Wiradiredja, dalam tesisnya yang berjudul: Peranan Tembang Sunda Cianjuran dalam Gending Karesmen Lutung Kasarung (2000). Isi dari tesis ini adalah sebagai berikut.

(13)

Bab I memaparkan latar belakang penelitian yang menjadi kerangka berpikir, untuk mengkaji mengenai fungsi tembang Sunda Cianjuran dalam pergelaran Gending Karesmen yang dianggap memiliki kekuatan musikal untuk dapat dipakai sebagai pendukung suasana.

Bab II memaparkan gambaran umum mengenai tembang Sunda Cianjuran yang meliputi; asal usul istilah tembang Sunda yang dipakai oleh masyarakat Jawa Barat yakni di antaranya mamaos, tembang Sunda Cianjuran, dan Tembang Sunda. Selain itu pembentukan tembang Sunda Cianjuran, penyebaran/perkembangan Cianjuran, dan sistim penyajian pada tembang Sunda Cianjuran.

Bab III memaparkan gambaran umum mengenai pengertian Gending Karesmen, dengan beberapa jenis dan bentuknya di antaranya: Gending Karesmen yang menggunakan jenis lagu-lagu lama, jenis campuran, baik bentuk sekar ataupun gending. Selain itu dipaparkan pula mengenai: struktur, unsur, serta fungsi Cianjuran dalam Gending Karesmen Lutung Kasarung, sebagai pembangun ekspresi dialog dan monolog, yang didukung oleh musik sebagai media ungkap suasana adegan.

Bab IV mambahas analisis tembang Sunda Cianjuran dalam Gending Karesmen Lutung Kasarung, dihubungkan dengan stuktur penyajian, susunan cerita, susunan adegan, susunan lagu dan pirigan. Dipaparkan pula hasil analisis musical lagu-lagu dari beberapa wanda, serta motif-motif pirigan dalam suasana adegan pergelaran Gending Karesman Lutung Kasarung.

Bab V memaparkan hasil kesimpulan penelitian yang menyatakan bahwa peranan seni tembang Sunda Cianjuran pada pergelaran Gending Karesmen Lutung Kasarung sangat berpengaruh besar dalam membangun dialog ataupun monolog guna mendukung suasana adegan pada pergelaran Gending Karesmen Lutung Kasarung.

(14)

Temuan inti hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa peranan seni tembang Sunda Cianjuran dalam Gending Karesmen Lutung Kasarung sangat berpengaruh besar dalam membangun dialog dan monolog, dan berfungsi sebagai pembangun suasana adegan, yang berfungsi mengungkapkan kekuatan dari jiwa tema cerita tersebut. Pada tulisan tersebut tidak terdapat bahasan mengenai Apung S. W. dan kiprahnya sebagai tokoh tembang Sunda Cianjuran.

Juli Kartawinata, dalam tesisnya yang berjudul: Pirigan Kacapi Indung dalam Tembang Sunda Cianjuran: Studi Komparatif Terhadap Gaya Ruk-Ruk Rukmana dan Gaya Gan-Gan Garmana (2008), yang paparannya sebagai berikut:

Bab I memaparkan tentang fokus penelitian, tujuan penelitian, dan kerangka konseptual dalam penelitian.

Bab II memaparkan tentang konsep dasar dalam tembang Sunda Cianjuran, meliputi: persoalan sejarah tembang Sunda Cianjuran, komponen dalam tembang Sunda Cianjuran, musikalitas dalam tembang Sunda Cianjuran, pirigan kecapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran, kreativitas seniman tembang Sunda Cianjuran, dan gaya pirigan dalam tembang Sunda Cianjuran.

Bab III mendeskripsikan tentang sketsa–sketsa kehidupan Ruk-ruk Rukmana dan Gan-gan Garmana yang dikaji dari beberapa aspek: latar belakang, kehidupan keluarga dan lingkungan, pendidikan, cara belajar kacapi indung dan cara mewariskan kacapi indung.

Bab IV menjelaskan tentang seniman Ruk-ruk Rukmana dan Gan-gan Garmana dalam tembang Sunda Cianjuran. Paparannya mengenai: segi keahlian (spesialisasi) pribadi, kemampuan sebagai penyaji (performer), dan eksistensi dalam tembang Sunda Cianjuran.

(15)

Bab V memaparkan tentang kreativitas, serta pandangan dan pemikiran Ruk-ruk Rukmana dan Gan-gan Garmana dalam tembang Sunda Cianjuran. Permasalahan tersebut dijelaskan ke dalam beberapa pokok bahasan, antara lain berkaitan dengan hasil karya cipta, pandangan dan pemikiran, dan implikasi terhadap dunia pendididkan. Bab VI berisi tentang dua hal yakni kesimpulan dan saran. Dalam bab VI ini, peneliti memaparkan beberapa hal yang menjadi temuan dalam penelitiannya.

Secara pokok penulisan tesis ini mengupas tentang eksistensi dan kreativitas Gan-Gan dan Ruk-Ruk dalam menggeluti dunia tembang Sunda Cianjuran khususnya gaya pirigan kacapi indung bersifat gaya pribadi yang banyak tiru dan menjadi kiblat bagi seniman kacapi indung lainnya. Mengenai eksistensi Apung S.W. dalam tembang Sunda Cianjuran seperti dimaksudkan dalam penelitian ini tidak dibahas.

Wim van zanten dalam bukunya yang berjudul Tembang Sunda (An ethnomusicological study of the Cianjuran music in West Java) 1987, memaparkan aspek-aspek teknis dan non teknis dalam Tembang Sunda Cianjuran dari teks menuju konteks di masyarakat sebagai berikut:

Bab I memaparkan tujuan dan metode penelitian yang di gunakan, serta acuan landasan teoritis mengenai musik sebagai alat komunikasi.

Bab II, memaparkan mengenai sejarah-sejarah Sunda yang dimulai dari runtuhnya kerajaan Pajajaran pada tahun 1579, kemudian dari masa pemerintahan Mataram sampai dengan tahun 1945 sebagai awal dari kemerdekaan, sehingga mempengaruhi terhadap perkembangan Tembang Sunda Cianjuran. Pada saat setelah kemerdekaan, adanya kebijakan budaya rezim baru dibidang militer sejak tahun 1965 juga turut mempengaruhi evolusi daripada Tembang Sunda Cianjuran. Wim mengatakan bahwa Tembang Sunda Cianjuran memiliki pola-pola yang direfleksikan pada kehidupan masyarakat Sunda. Pada tembang Sunda Cianjuran, dalam hal

(16)

menginterpretasi karya-karya musik tembang Sunda Cianjuran, terdapat pola-pola struktur musik yang sama yang menjadi tradisi, akan tetapi dapat diinterpretasikan berbeda secara individual. Adanya perbedaan interpretasi individualis tersebut merupakan suatu bagian khas yang terdapat dalam proses pembuatan musiknya, dengan melibatkan banyak tenaga dan waktu, membuat tembang Sunda Cianjuran menjadi sebuah bagian budaya yang sangat bernilai dalam kebudayaan Sunda.

Pada Bab III membahas aspek teknis menyanyi dalam tembang Sunda Cianjuran, dimulai dari penggunaan istilah bentuk vocal Sunda, dan bentuk lirik-lirik yang digunakan, proses penyajian karya hubungannya dengan aliran musik tembang Sunda, dan keterkaitan antara tembang Sunda Cianjuran dengan musik Sunda jenis lainnya dengan memperhatikan konsep sosial yang berlaku pada masyarakatnya. Di nyatakan pula bahwa adanya perbedaan idiom secara musikal juga memiliki konsep sosial yang berbeda pada masyarakatnya.

Bab IV, memaparkan tentang tingkatan sosial seniman dalam kehidupan bermasyarakatnya, proses pembelajaran yang turun temurun, kelompok-kelompok musik beserta organisasinya yang terlibat dalam tembang Sunda Cianjuran. Topik yang dibahas pada bab ini adalah semakin tingginya nilai dalam rasa ideologis, memiliki waktu yang lama dengan tingkatan hirarkis dari musisinya, dalamnya peranan vokal wanita, dan adanya eksploitasi daripada daya tarik seksual, ketika mamaos dibandingkan dengan panambih. Dinyatakan bahwa adanya kerancuan dalam proses perekaman musik, sehingga musik yang direkam dapat digunakan sebagai musik aslinya.

Bab V, memaparkan tentang: lirik-lirik dan puisi-puisi yang digunakan pada Tembang Sunda Cianjuran. Puisi-puisi yang digunakan merupakan bentuk gabungan, yang sulit untuk diinterpretasikan, baik oleh senimannya maupun oleh masyarakat

(17)

Sunda sebagai apresiatornya. Kompleksitas ruang lingkup teoritis dalam tembang Sunda Cianjuran, meletakkan tembang Sunda Cianjuran sebagai bentuk pertunjukan untuk strata atas.

Bab VI, membahas mengenai teknik musical dan instrument yang digunakan. Penggunaan peran musisi perempuan dan laki-laki mempengaruhi kesan musical para apresiatornya. Pada intinya proses mendengarkan musik merupakan sebuah proses yang melibatkan emosi di dalamnya.

Bab VII, menegaskan mengenai tune dan struktur yang digunakan dalam tembang Sunda Cianjuran. Pentingnya tune tersebut menghasilkan suara harmonis.

Paparan buku karya Wim V.Z. tersebut sangat bermanfaat bagi peneliti sebagai landasan pemahaman mengenai teks tembang Sunda Cianjuran dalam konteksnya di masyarakat. Melalui bahasannya peneliti mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana sebuah karya seni yang berkembang di masyarakat seperti halnya tembang Sunda Cianjuran sangat dipengaruhi oleh berbagai factor: latar belakang seniman baik pencipta maupun penyaji, tempat dipertunjukannya tembang Sunda Cianjuran di masyarakat yang menentukan strata kesenian tersebut, dan kompleksitas pengetahuan yang terkandung di dalamnya yang mewujudkan jenis tembang SUnda Cianjuran memiliki cirri dan identitas yang berbeda di masyarakat Sunda. Akan tetapi dalam tulisan tersebut paparan mengenai para seniman tembang Sunda Cianjuran, kiprah dan karya-karyanya dalam tembang Sunda Cianjuran tidak dibahas di dalamnya. Demikian pula dengan kiprah seniman Apung S.W. dan ketokohannya dalam tembang Sunda Cianjuran tidak menjadi bagian yang di bahas di dalamnya.

Sampai saat ini kupasan mengenai tembang Sunda Cianjuran sudah cukup banyak ditulis, namun demikian kajian yang bertumpu pada tokoh seniman tembang Sunda Cianjuran Apung S. Wiratmadja belum pernah ditulis secara lebih mendalam.

(18)

Oleh karena itu, kehadiran tulisan ini bukan merupakan plagiatisme dan berbeda dibandingkan dengan penelitian atau hasil tulisan lainnya. Oleh karena itu keberadaan tulisan ini keberadaannya tampak original dan diharapkan akan memperkaya khasanah sejarah seni lokal sebagai salah satu dari historiografi kebudayaan Indonesia.

F. KERANGKA KONSEPTUAL

Penelitian ini berada pada ruang lingkup Etnomusikologi mengingat bahwa topik penelitian ini mengkaji persoalan musik yakni seni tembang Sunda Cianjuran sebagai salah satu jenis musik tradisional yang berkembang dimasyarakat khususnya di Jawa Barat. Nettl (1964:7) menjelaskan, bahwa sasaran kajian etnomusikologi di antaranya musik masyarakat non-literasi (atau musik tribal), musik yang diajarkan secara lisan melalui cara tradisi, dan hidup pada kebudayaan tinggi seperti musik istana atau keraton. Hal ini senada dengan pendapat List (1969:195), yang mendefinisikan etnomusikologi sebagai studi musik tradisional, yaitu nusik yang diajarkan atau diwariskan secara lisan, tidak melalui tulisan dan selalu mengalami perubahan… (dalam Supanggah, ed,1995:3). Berdasarkan pandangan tersebut, maka seni tembang Sunda Cianjuran termasuk pada kajian etnomusikologi. Karena, kesenian ini merupakan jenis kesenian tradisional yang lahir dan berkembang di kalangan masyarakat ningrat, diajarkan dengan cara oral tradisi dan sampai sekarang masih hidup sesuai dengan perkembangan jaman.

Kajian etnomusikologi tidak hanya meneliti keberadaan musik itu sendiri, melainkan bagaimana peran pelaku seni pada perkembangan seni tersebut. Seperti pada seni tembang Sunda Cianjuran, yang menjadi bahan kajian tidak hanya sebatas pada aspek musik dan vokalnya saja, tetapi juga meliputi aspek pelaku atau para

(19)

senimannya. Karena, tanpa adanya peran dari para pelaku seninya, dapat dipastikan bahwa seni tersebut akan statis atau tidak berkembang. Bahkan, dapat berakibat pada matinya seni tersebut.

Sesuai dengan topik kajian pada penelitian ini, peneliti akan berupaya untuk mengungkap sosok seniman tembang Sunda yang memiliki virtuositas (memiliki intelegensi/kepandaian yang luar biasa), banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan tembang Sunda Cianjuran, serta mendapat pengakuan baik dari masyarakat tembang Sunda Cianjuran maupun dari masyarakat luas. Seperti telah disebutkan, bahwa pembahasan terfokus pada persoalan biografi dari seniman yang diteliti. Berbicara masalah biografi, maka dapat dipastikan tidak akan terlepas dari persoalan sejarah seniman tersebut. Oleh sebab itu, maka peneliti akan mencoba menggunakan pendekatan sejarah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kausalitas terjadinya peristiwa yang melatarbelakangi kehidupan seniman yang diteliti.

Sjamsudin (2007-198) pun mengemukakan, bahwa kajian sejarah adalah kajian tentang sebab-sebab dari suatu peristiwa terjadi sehingga hampir merupakan aksioma (kebenaran umum) bahwa segala sesuatu mempunyai sebab-sebab. Oleh karena itu, peneliti melakukan kajian dengan cara mendeskripsikan ihwal rangkaian kejadianya. Menurut Kuntowijoyo (2003:45), rangkaian kejadian yang susul–menyusul tidak saja menjawab mengenai apa yang ada, tetapi mengapa sesuatu itu ada, dan bagaimana terjadinya. Artinya, hubungan kausal, pengaruh, dan perbuatan-perbuatan dengan kesengajaan merupakan esensi dari pendekatan ini.

Untuk mempermudah dalam pendeskripsiannya, peneliti mencoba menggunakan pendekatan sinkronis dan diakronis. Kuntowijoyo (2003:43) merumuskan, bahwa pendekatan sinkronis lebih mengutamakan lukisan yang meluas dalam ruang dengan tidak memikirkan terlalu banyak mengenai dimensi waktunya.

(20)

Sementara pendekatan diakronis lebih mengutamakan memanjangnya lukisan yang berdimensi waktu, dengan sedikit saja luasan ruangan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan menggunakan pendekatan sinkronis dalam rangka mengungkap kehidupan Apung S.W. dalam ruang waktu tertentu. Sementara pendekatan diakronis diterapkan dalam rangka melihat perkembangan perjalanan liku-liku hidup Apung S.W. sejak pertama mengenal seni hingga dia mampu tampil sebagai penembang, pencipta lagu, dan penulis.

Dengan mengkaji realitas sejarah, dapat berarti peneliti juga mengkaji segala aspek kehidupannya. Seperti dikemukakan oleh Narawati (1998:23), bahwa seorang tokoh adalah manusia yang sangat kompleks kehidupannya, sehingga apabila akan menulis biografinya secara lengkap, maka semua sisi kehidupannya perlu dibahas secara rinci. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini pun peneliti akan melakukan kajian terhadap beberapa hal berikut.

Pertama, mengkaji persoalan lingkungan tempat berinteraksi dan mengkonstruksi pengetahuan. Hal ini dilakukan karena lingkungan sangat berpengaruh terhadap konstruksi pengetahuan seseorang. Bahkan, menurut Adler (1988) bahwa lingkungan membentuk kepribadian atau mengkonstruksi pengetahuan orang, percakapan yang sangat singkat pun memiliki tenaga untuk mengikis dan memperkuat pemahaman seseorang atas dirinya sendiri (Johnson, 2006:227). Dengan demikian, seniman Apung S.W sebagai tokoh pun dapat dipastikan terbentuk dengan pengaruh-pengaruh lingkungan yang didapatkannya.

Kedua, mengenai pendidikan. Piaget mengemukakan bahwa pendidikan merupakan penghubung dua sisi. Disatu sisi yaitu individu yang sedang tumbuh, di sisi lain yaitu penerapan nilai sosial, intelektual, dan moral (dalam Palmer, ed, 2006:75). Oleh sebab itu, pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses kesenimanan Apung

(21)

S.W. Bahkan, pendidikan yang didapatkannya akan berpengaruh juga terhadap penerapan nilai sosial dan intelektual dalam menggeluti dunia tembang Sunda Cianjuran. Dengan demikian, cara belajar seniman Apung S.W merupakan salah satu bahan kajian yang dilakukan sebagai langkah untuk mengetahui bagamana perjalanan Apung S.W. dari awal hingga menjadi seniman yang ditokohkan.

Dengan mengkaji realita kehidupan Apung S.W secara rinci, maka pada akhirnya akan diketahui apakah Apung S.W termasuk ke dalam kategori seniman integrated professional seperti dikemukakan Howard S. Becker (1982), yakni insan yang selalu berpikir secara integral, dan mampu menghadapi tantangan zaman serta sangat peduli pada perubahan (Narawati, 1998:27).

G. METODE PENELITIAN

Payung penelitian ini adalah etnomusikologi dengan jenis penelitian kualitatif. Dalam pemaparannya peneliti menggunakan metode deskriptif. Menurut Nazir (2005:54), metode dekriptif digunakan untuk membuat dekripsi, gambaran atau lukisan secara sistimatis, faktual dan akurat mengenai fakta- fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sementara untuk membantu dalam mempermudah pengkajian, peneliti menggunakan beberapa pendekatan, yaitu (1) pendekatan sejarah, yakni kajian tentang sebab-sebab dari suatu peristiwa terjadi sehingga hampir merupakan aksioma (kebenaran umum) bahwa segala sesutu mempunyai sebab-sebab Sjamsudin (2007-198). (2) pendekatan sosiologis, yaitu ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial (Soekanto,1982:18). (3) pendekatan antropologis, yaitu ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, dan nilai-nilai) (Wikipedia, 2008), dan (4) pendekatan psikologis, yaitu

(22)

pendekatan yang menyangkut sumber asal kegiatan manusia, yakni impuls-impuls dan motif-motif yang menopang aktivitas mental dan jasmani serta yang mengatur tingkah laku (Hall & Lindzey, dalam Supratiknya, ed, 1993:23).

H. PENGUMPULAN DATA

Untuk mengungkap riwayat hidup Apung S.W. diperlukan sumber-sumber tulisan, dokumentasi dari berbagai rekaman, menyaksikan pergelaran-pergelaran di berbagai pentas, bahkan diperlukan pula menyaksikan latihan-latihan disanggarnya. Oleh karena penelitian ini mengungkap biografi seorang seniman diperlukan data yang diperoleh melalui sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulannya dilakuakan dengan menggunakan tehnik triangulasi, yaitu dengan cara mengumpulkan informasi (data) sebanyak mungkin dari berbagai sumber (manusia, latar, dan kejadian) melaui bebagai metode. Menurut Alwasilah (2006: 150), cara ini dilakukan agar dapat mengurangi resiko terbatasnya kesimpulan pada metode dan sumber data tertentu, serta meningkatkan validitas kesimpulan sehingga lebih merambah pada ranah yang lebih luas. Oleh karena itu, ada beberapa cara yang akan dilakukan peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, yaitu sebagai berikut.

1. Wawancara

Karena penelitian ini merupakan sebuah biografi dan tentu saja memerlukan banyak data, maka wawancara secara intensif dengan Apung S.W. sebagai nara sumber utama dan wawancara dengan informan-informan lainnya sangatlah diperlukan.

2. Observasi Langsung

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai participant observation, yaitu dengan cara mengikuti berbagai kegiatan Apung S.W. secara langsung di lapangan.

(23)

Hal ini dilakukan untuk mengungkap hal-hal yang tidak terungkap menjadi terungkap. Dengan demikian, berbagai hal yang berkaitan dengan seluruh sisi kehidupan Apung S.W. dapat terungkap secara rinci. Observasi pun dilakukan untuk mendapatkan data-data yang tidak tercungkil lewat wawancara.

3. Studi Pustaka

Data dari sumber sekunder diperoleh dalam bentuk tulisan atau bacaan yang berupa buku sumber, tesis, jurnal penelitian seni, laporan penelitian, artikel budaya, tulisan hasil seminar, dokumen pribadi, manuskript, dan karya ilmiah lainnya yang bahasannya terkait dengan topik penelitian ini. Bacaan atau tulisan yang terkumpul dipilih yang memiliki kesesuaian atau cukup relevan dengan penelitian ini.

Dalam proses pengumpulan data, agar mendapatkan data yang kongkrit, para nara sumber pun dipilih dengan teliti, di antaranya: (1) seniman yang menjadi obyek penelitian untuk menggali informasi mengenai latar belakang keluarga, pendidikan, dan lingkungan, serta mengenai cara belajar karawitan dan berkreativitas dalam upaya menjadi seniman yang memiliki multi skill serta diakui oleh masyrakat. (2) para pakar tembang Sunda Cianjuran untuk menggali informasi mengenai eksistensi seniman serta pengaruh keberadaan Apung S.W terhadap perkembangan tembang Sunda Cianjuran. (3) para seniman tembang Sunda Cianjuran baik dibidang vokal, ataupun para pamirig (4) para apresiator tembang Sunda Cianjuran termasuk didalamnya para penulis atau sastrawan, untuk menggali informasi mengenai kesan tentang eksistensi Apung S.W. pada perkembangan tembang Sunda Cianjuran.

(24)

I. SISTEMATIKA PENULISAN JUDUL PENELITIAN

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH B. PERUMUSAN MASALAH C. TUJUAN PENELITIAN D. MANFAAT PENELITIAN E. TINJAUAN PUSTAKA F. KERANGKA KONSEPTUAL G. METODE PENELITIAN H. PENGUMPULAN DATA

BAB II JAGAT SENI TEMBANG SUNDA CIANJURAN A. EKSISTENSI TEMBANG SUNDA CIANJURAN

B. ASPEK NILAI DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN C. ASPEK TEMBANG DAN PIRIGAN DALAM TEMBANG SUNDA

(25)

D. SUMBER LISAN DAN TULISAN DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN

E. POLA SOSIAL SENIMAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN F. PERKEMBANGAN SENIMAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN BAB III SKETSA KEHIDUPAN TOKOH APUNG S. WIRATMADJA

A. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN

B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

BAB IV KESENIMANAN APUNG S. WIRATMADJA A. CARA BELAJAR SENI

B. CARA MEWARISKAN SENI C. KREATIVITAS

D. EKSISTENSI DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN E. PRESTASI

F. PANDANGAN MASA DEPAN TENTANG TEMBANG SUNDA CIANJURAN

G. TAK ADA GADING YANG TAK RETAK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian ini dijelaskan bahwa, jika pemberi kerja tidak mampu untuk membayar pekerjaan yang telah dilaksanakan selama lebih dari 28 hari, pemberi kerja dinyatakan bangkrut

mengembangkan aspek fisik, keseimbangan antara bermain aktif dan pasif, tidak berbahaya, memiliki nilai kebaikan, memiliki aturan dan tujuan yang jelas [14]. Jumlah

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti memberikan saran kepada, (1) Kepada Kepala Sekolah Dasar Laboratorium UM, hendaknya lebih perhatian dalam melakukan pengawasan

Setelah mempelajari materi ini diharapkan peserta didik dapat mengidentifikasi ragam gerak, memahami dan dapat menarikan tari tradisional Gending Sriwijaya sesuai konsep,

Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 153 leksikon alat dan bahan dan 51 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner MelayuTanjungbalai

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru dan hasil belajar dalam pembelajaran IPS materi perkembangan teknologi dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kegiatan pemasaran, perencanaan pemasaran dan strategi UKM di Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman pada industri