1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan sebuah awal dalam hal peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sekaligus untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.1 Tujuan utama otonomi daerah adalah
tercapainya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance)
dengan landasan demokrasi yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat. Upaya penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber kebijakan yang cukup memadai sesuai dengan batas-batas peraturan perundang-undangan.
Permasalahan-permasalahan yang ada di setiap daerah muncul sejalan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan pada daerah tersebut. Proses pertumbuhan daerah tidak luput dari permasalahan-permasalahan lahan yang dihadapinya, antara lain: masalah kependudukan, ekonomi, kesehatan,
urbanisasi, dan transportasi.2 Permasalahan yang ada di daerah berpangkal
1Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2Parsudi Suparlan, 2003, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm.
pada semakin pesatnya laju pertumbuhan penduduk, baik yang disebabkan oleh faktor alami yaitu perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian maupun yang disebabkan oleh faktor urbanisasi. Arus perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain yang sulit dikendalikan jumlahnya, sehingga menyebabkan perubahan besar terhadap penduduk.
Menurut Hofmeister, kota adalah suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja manusia yang kegiatan umumnya di sektor ekonomi sekunder dan tersier dengan pembagian kerja dalam arus lalu lintas yang beraneka antara bagian dan pusatnya. Pertumbuhannya sebagian besar disebabkan oleh bertambahnya kaum pendatang yang mampu melayani kebutuhan-kebutuhan barang serta jasa bagi wilayah yang jauh jangkauannya. Kota berfungsi sebagai tempat bermukim, tempat kerja, tempat hidup, dan tempat berekreasi. Jadi sudah selayaknya apabila kota harus didukung berbagai sarana dan prasarana yang cukup.Salah satu permasalahan yang ada di setiap kota adalah transportasi. Transportasi adalah bagian yang terpenting dari sebuah kota. Kota modern terdiri atas tiga hal, yaitu: konstruksi materi, relasi
sosial, dan transportasi.3 Transportasi menyinggung langsung kebutuhan
pribadi warga kota dan berkaitan langsung dengan kehidupan ekonomi, sehingga peranan transportasi sangatlah penting dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah kota. Kota adalah pusat pelayanan, sebagai penyelenggara dan
penyedia jasa-jasa bagi warganya.4
3N. Daljoeni, 2008, Geografi Kota dan Desa, Cetakan ke 4, Bandung : Alumni, hlm. 44. 4Ibid., hlm.38.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah diberi wewenang untuk menentukan pendapatan daerah yang perlu untuk dilakukan pengaturan dalam proses penarikan dan retribusi daerah untuk kemudian dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah sebagai perwujudan adanya pelaksanaan otonomi daerah. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun1945, Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Salah satu retribusi yang cukup menjanjikan untuk kota Klaten dan turut membiayai pelaksanaan otonomi daerah adalah retribusi parkir di tepi jalan umum. Karena semakin berkembangnya pusat perbelanjaan dan pusat-pusat hiburan yang berdampak pada kepadatan lalu lintas di ruas-ruas jalan kota Klaten, maka Pemerintah menggunakan tepi jalan umum sebagai tempat parkir.
Masalah yang sering muncul dalam perparkiran yaitu munculnya parkir liar dan premanisme. Timbulnya parkir liar biasanya pada tempat-tempat yang ramai pengunjung, seperti gedung pertemuan, warung makan, dan taman kota. Selain itu ada juga permasalahan karcis atau tanda parkir, karcis parkir seringkali tidak diberikan pada pengguna jasa parkir, khususnya pengguna jasa parkir di tepi jalan umum, ada juga petugas parkir yang mengganti karcis dengan kartu yang dibuat sendiri tanpa ada dasar pijakan peraturan yang jelas. Perparkiran di kota Klaten sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Pada realitasnya peraturan ini belum konsisten dilaksanakan. Terjadinya sejumlah praktek penyimpangan
yang merugikan konsumen dan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah kota Klaten. Penarikan retribusi parkir yang sering ditemukan di lapangan ialah retribusi yang ditarik melebihi ketentuan dan tidak diberi karcis. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, untuk kendaraan bermotor roda dua sebesar Rp. 500,00 (lima ratus rupiah) dan untuk kendaraan bermotor roda empat sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah). Tarif retribusi parkir tersebut untuk 4 (empat) jam pertama, kemudian untuk 4 (empat) jam kedua ditetapkan sebesar 150%.
Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.5 Retribusi
adalah salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah. Untuk itu Pemerintah Kota Klaten terus mengupayakan agar pendapatan dari retribusi daerah dapat meningkat. Retribusi dari sektor perparkiran ini menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan mengingat perubahan kondisi perekonomian di kota Klaten, semakin berkembangnya pusat-pusat pembelanjaan dan pusat-pusat hiburan yang berdampak pada kepadatan lalu lintas di ruas-ruas jalan kota Klaten. Supaya terwujud ketertiban dan kelancaran arus lalu lintas perlu adanya pengelolaan yang baik dalam hal ini perparkiran terutama ditepi jalan-jalan umum.
5Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 11 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Tanpa disadari hal ini telah merugikan masyarakat pengguna jasa parkir non berlangganan di tepi jalan umum. Ketidak efektifan yang dilakukan oleh juru parkir ini perlu mendapat perhatian yang lebih dari Dinas Perhubungan sebagai pihak yang berkopetensi dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan perparkiran, sehingga para juru parkir dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka tidak dapat dilepaskan dari masalah pembiayaan penyelengaraan pemerintahan di daerah, oleh karena itu diperlukan sumber-sumber pendapatan daerah untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Sumber-sumber pendapatan asli daerah yang cukup potensial tersebut antara lain dari sektor pajak dan retribusi. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah diberi wewenang untuk menentukan pendapatan-pendapatan daerah manakah yang perlu untuk dilakukan pengaturan dalam proses penarikan pajak dan retribusi daerah untuk kemudian dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah sebagai perwujudan
adanya pelaksanaan otonomi daerah6. Untuk Kota Klaten, salah satu retribusi
yang cukup menjanjikan untuk turut membiayai pelaksanaan otonomi daerah adalah retribusi parkir di tepi jalan umum, karena dengan semakin berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat hiburan yang berdampak pada kepadatan lalu lintas di ruas-ruas jalan kota Klaten, maka pemerintah menggunakan tepi jalan umum sebagai tempat parkir.
6Bagus Santoso, 2004, Retribusi Pasar Sebagai Pendapatan Asli Daerah, Jakarta : LP3ES,
Melihat fenomena dan permasalahan diatas dalam penerapan implementasi kebijakan parkir di tepi jalan umum, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan kajian mendalam tentang pelaksanaan parkir yang
dilaksanankan di Kabupaten Klaten dengan judul penelitian “PERATURAN
DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM (Kajian Pengaturan Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah).”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan parkir di tepi jalan umum menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011?
2. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2011 dalam
berkontribusi terhadap PAD Kabupaten Klaten?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan tempat parkir di tepi jalan umum menurut
2. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2011 dalam berkontribusi terhadap PAD Kabupaten Klaten.
Di dalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan adanya manfaat yang dapat diambil bagi penulis, pemerintah maupun masyarakat pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan berfikir serta ilmu pengetahuan masyarakat di bidang ilmu hukum administrasi negara dalam hal retribusi jasa umum khususnya tentang tempat khusus parkir.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi
para pembaca terkait tarif retribusi parkir.
b. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat karena dapat
memberikan informasi serta pemahaman kepada masyarakat dan masukan bagi pemerintah terkait pelayanan parkir.
D. Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan pusat dan daerah. Bagir Manan berpendapat bahwa otonomi daerah mengandung arti kemadirian untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Lebih terperinci, definisi otonomi daerah menurut
beliau adalah kebebasan dan kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah
untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan.7 Dampak
perubahan yang luas dan mendasar khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah. Permasalahan yang di hadapi oleh daerah kabupaten/kota yaitu pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pendistribusian sumber daya yang ada, peningkatan pasrtisipasi masyarakat, peningkatan keswadayaan, dan pembangunan hubungan yang harmonis.
Syafrudin mengatakan, bahwa otonomi daerah mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan. Secara implisit definisi otonomi daerah mengandung dua unsur, yaitu adanya pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan
sendiri berbagai penyelesaian tugas.8
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik pada daerah. Kebijakan tersebut untuk mewujudkan keinginan dan spirit penyelenggaraan pemerintah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi dalam bentuk otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab sebagaimana diisaratkan oleh UU No.22
7http://www.ensikloblogia.com/2016/10/pengertian-otonomi-daerah-menurut-para.html,
diakses pada tanggal 27 Januari 2017, pukul 20.08 WIB.
8Ateng Syafrudin, 2009, Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II Dan
tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah junto UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.9
Pengaturan parkir merupakan salah satu dari kegiatan otonomi daerah yang dilakukan untuk mendorong sumber daya secara efisien serta digunakan untuk membatasi arus kendaraan. Berdasarkan teori negara hukum, maka pengaturan parkir harus diatur dalam Peraturan Daerah tentang parkir agar mempunyai kekuatan hukum dan diwujudkan dengan berupa rambu larangan, rambu petunjuk, serta informasi agar masyarakat patuh terhadap kebijakan yang diterapkan dalam pengendalian parkir.
Parkir adalah suatu kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas maupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang. Parkir adalah sumber yang potensial bagi pemerintah dalam upaya mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.10 Retribusi
adalah salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah. Retribusi dari sektor perparkiran menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan mengingat perubahan kondisi perekonomian di kota Klaten, semakin berkembangnya pusat-pusat pembelanjaan dan pusat-pusat hiburan
9Absori, 2014, Hukum Ekonomi Indonesia. Beberapa Aspek Pengembangan pada Era
Liberalisasi Perdagangan, Surakarta: Muhammadiyah University Press, hlm. 165.
10Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 11 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
yang berdampak pada kepadatan lalu lintas di ruas-ruas jalan. Supaya terwujud ketertiban dan kelancaran arus lalu lintas perlu adanya pengelolaan yang baik dalam hal ini perparkiran terutama ditepi jalan-jalan umum.
Tarif parkir yang ditetapkan suatu daerah dengan daerah lainnya dapat berbeda-beda. Hal ini dilihat dari kemampuan dan kebutuhan masing-masing dari suatu daerah. Penyelewengan tarif parkir yang terjadi di suatu daerah, baik yang dilakukan oleh juru parkir dapat merugikan pemerintah daerah. Tarif parkir yang berubah-ubah dan tidak sesuai dengan Perda sangat merugikan kas
daerah.11 Biasanya perubahan tarif parkir tidak resmi dialami ketika
diadakannya sebuah konser atau hiburan yang digelar.
Pemerintah hendaknya persuasif dan proaktif melakukan upaya pencegahan dan penertiban dengan langkah yang bijaksana. Penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan publik sehingga harus menimbulkan dampak yang bisa dinikmati. Upaya ini tentunya tidak terlepas dari adanya dukungan dan partisipasi masyarakat.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum menurut Soetandyo Wignyosoebroto adalah seluruh
upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer)
dan/atau jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu
permasalahan. Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum
11Abubakar, Iskandar dkk, 2008, Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib,.
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Direktorat jenderal Perhubungan Darat, Jakarta, hlm. 123.
diperlukan hasil penelitian yang cermat, berketerandalan, dan sahih untuk
menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada.12 Pada penelitian ini
bertujuan untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan pengaturan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011 tentang Restribusi Jasa Umum, dan implementasi Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2011 dan kontribusinya terhadap PAD Kabupaten Klaten.
1. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif-empiris. Menurut Fajar dan Achmad penelitian hukum normatif menempatkan sistem norma sebagai objek kajiannya. Sistem norma yang dimaksud sebagai objek kajian adalah seluruh unsur dari norma hukum yang berisi nilai-nilai tentang seharusnya manusia bertingkah laku. Unsur-unsur
tersebut adalah: (1) norma dasar (basic norm), (2) asas-asas hukum, (3)
Kitab Undang-Undang atau Perundang-undangan, (4) doktrin atau ajaran hukum, (5) dokumen perjanjian (kontrak), (6) keputusan pengadilan, (7) keputusan birokrasi, (8) segala bentuk dokumen yang dibuat secara formal
dan mempunyai kekuatan mengikat.13 Secara normatif, penelitian ini
mengkaji norma-norma yang terdapat pada Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011 dan bahan hukum lain yang terkait.
Adapun pendekatan empiris (emperical legal research) menurut
Wignjosoebroto dalam M. Syamsudin,dijelaskan bahwa hukum
12H. Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.18. 13Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
dikonsepsikan secara sosiologis sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan. Hukum tidak lagi dikonsepsikan secara
filosofis-moral sebagai norma ius constituendum atau law as what ought to
be, dan tidak pula secara positif sebagai norma ius constitutum atau law as
what it is in the books, melainkan secara empiris yang teramati di alam pengalaman. Hukum tidak lagi dimaknakan sebagai norma-norma yang eksis secara eksklusif di dalam suatu legistimasi yang formal. Dari segi subtansinya, hukum terlihat sebagai suatu kekuatan sosial yang empiris ujudnya, namun yang terlihat secara sah, dan bekerja untuk memola
perilaku-perilaku aktual warga masyarakat.14 Secara empiris, penelitian ini
juga mengkaji implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011 dan pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Klaten.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian diskriptif. Menurut Zainuddin Ali, penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu karakteristik atau faktor-faktor
tertentu.15 Menurut Syamsudin,16 analisis deskriptif adalah kegiatan
pengkajian hasil olah data yang hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menyajikan dan menafsirkan fakta-fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Pada analisis ini kesimpulan yang
14M. Syamsudin, 2007.Operasional Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
hlm. 25-26.
15Zainuddin Ali, Op.cit., hlm.10. 16Ibid, hlm. 127.
diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini berupaya menggambarkan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak dilapangan, dengan tujuan mendeskrisikan secara sistematis tentang implementasi parkir di tepi jalan umum berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Restribusi Jasa Umum.
3. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di Alun-alun, Taman Kota, dan Kantor Dinas Perhubungan. Pengambilan lokasi ini karena dilokasi tersebut memungkinkan untuk memperoleh sumber data yang diperlukan.
4. Sumber Data
Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut ini.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
masyarakat yang dilakukan melalui wawancara.17 Wawancara
dilakukan dengan sejumlah informan untuk memperoleh keterangan atau fakta dilapangan melalui tanya jawab dengan warga masyarakat
17P. Joko Subagyo, 2006, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima,
yang dilakukan di Kantor Dinas Perhubungan, Alun-alun, dan Taman Kota.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari atau berasal dari
bahan kepustakaan.18 Bahan kepustakaan yang dimaksud adalah bahan
hukum, yang terdiri atas:
1) Bahan hukum primer
Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer adalah bahan hukuk yang mempunyai otoritas, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan serta putusan
hakim.19 Bahan hukum primer yang digunakan pada penelitian ini,
meliputi:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah.
c) Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011
Tentang Restribusi Jasa Umum.
2) Bahan hukum sekunder
18Ibid, hlm 78.. 19Ibid, hlm. 47.
Menurut Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas: (a) buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum; (b) kamus-kamus hukum; (c) jurnal-jurnal hukum; dan (d) komentar-komentar atas
putusan hukum.20Bahan hukum sekunder yang digunakan pada
penelitian ini, meliputi: buku-buku teks, hasil penelitian atau jurnal, kamus hukum, makalah yang berkaitan dengan judul penelitian. 5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Studi Lapangan
Studi lapangan dimaksudkan untuk mengumpulkan data primer yang langsung didapatkan dari nara sumber atau informan di lapangan. Dalam penelitian ini data primer dikumpulkan dengan cara wawancara. Menurut Syamsudin, wawancara adalah cara untuk memperoleh
informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai.21 Dalam
penelitian ini wawancara dilakukan dengan nara sumber atau informan yang dianggap memahami permasalahan yang terkait dengan judul penelitian.
20Ibid, hlm. 54
Tipe wawancara yang digunakan adalah wawancara terarah (directive interview). Wawancara terarah dilakukan dengan cara: (1) ada rencana pelaksanaan wawancara, (2) mengatur daftar pertanyaan serta membatasi jawaban-jawaban, (3) memerhatikan karakteristik pewawancara maupun yang diwawancarai, (4) membatasi aspek-aspek masalah yang diperiksa, (5) mempergunakan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
Narasumber yang diwawancarai untuk mengumpulkan data primer, yaitu:
1) Pegawai Kantor Dinas Perhubungan Klaten.
2) Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Klaten.
3) Juru parkir di sekitar Alun-alun dan Taman Kota Kabupaten Klaten.
4) Warga masyarakat yang sedang memarkir kendaraannya di
Alun-alun atau di Taman Kota Kabupaten Klaten. b. Studi Kepustakaan
Menurut M. Syamsudin,22 studi dokumen atau kepustakaan
adalah kegiatan mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti.
Studi dokumen atau pustaka dalam penelitian hukum bertujuan untuk menemukan bahan-bahan hukum, baik yang bersifat primer maupun sekunder. Bahan-bahan hukum baik primer maupun sekunder
yang dijadikan patokan atau norma dalam menilai fakta-fakta hukum yang akan dipecahkan sebagai masalah hukum.
Studi kepustakaan dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yang dilakukan dengan cara mencari, menginventarisasi, dan mempelajari peraturan perundang-undangan, doktrin-doktrin, dan data sekunder yang lain, terkait dengan masalah yang akan diteliti. Adapun instrumen pengumpulan yang digunakan berupa form dokumentasi, yaitu suatu alat pengumpulan data sekunder yang berbentuk format-format khusus, yang dibuat untuk menampung segala macam data, yang diperoleh selama penelitian.
6. Metode Analisa Data
Pengolahan bahan hukum dilakukan dengan cara melakukan seleksi terhadap bahan-bahan hukum yang telah terkumpul, kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun hasil penelitian secara sistematis, yaitu menjaga keterkaitan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum yang lainnya untuk mendapatkan gambaran
umum dari hasil penelitian.23
Sifat analisis bahan hukum adalah preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukannya. Argumentasi dilakukan untuk memberikan preskripsi atau
penilaian mengenai benar atau salah atau yang seyogyanya menurut hukum
terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.24
Adapun untuk mengolah data primer digunakan analisis kualitatif.
Menurut Syamsudin,25 bahwa pengolahan dan analisis data kualitatif lebih
menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Ini bukan berarti bahwa analisis kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif, tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Hasil penelitian akan disusun dalam format empat bab untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh untuk menjawab permasalhan penelitian. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I Bab ini terdiri dari uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penetitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Bab ini berisi tinjauan pustaka, yang menguraikan mengenai:
A. Negara Hukum
24Ibid, hlm.184.
B. Otonomi Daerah
C. Pendapatan Asli Daerah
D. Retribusi Daerah
E. Parkir
BAB III Bab ini menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan yang didalamnya menguraikan mengenai:
A. Pengaturan parkir di tepi jalan umum menurut Peraturan
Daerah Kabupaten Klaten Nomor 18 Tahun 2011.
B. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2011
dalam berkontribusi terhadap PAD Kabupaten Klaten. BAB IV Bab ini menjelaskan Penutup yang berisikan tentang
kesimpulan yang ditarik berdasarkan hasil penelitian dan saran bagi pihak yang berkaitan dengan penulis skripsi ini.