• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 8 KENDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 8 KENDARI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

SISWA KELAS VIII SMPN 8 KENDARI

Hidayat Teguh S.1), Lambertus2), Moh. Salam3) 1)

Alumni Jurusan Pendidikan Matematika, 2,3)Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Halu Oleo Email: hidayatteguhsungkowo@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Kendari dan dipilih sampel sebanyak 2 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis berbentuk uraian. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diperoleh kesimpulan : (1) Ketercapaian pembelajaran oleh guru selama 4 pertemuan berturut turut adalah 100%, 87,5%, 81,25% dan 93,75% sedangkan keaktifan siswa selama 4 pertemuan berturut-turut adalah 80%, 66,67%, 66,67% dan 93,33%. (2)

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII

4

SMP Negeri 8 Kendari yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran

matematika realistik pada pokok bahasan prisma dan limas terkategori kurang dengan

rata-rata yaitu 51,145

. (3)

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII

6

SMP

Negeri 8 Kendari yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional

pada pokok bahasan prisma dan limas terkategori kurang dengan rata-rata

yaitu 46,944. (4) Pendekatan pembelajaran matematika realistik tidak lebih efektif daripada pendekatan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan prisma dan limas terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Kendari.

Kata Kunci : pembelajaran matematika realistik, kemampuan pemecahan masalah matematis

EFFECTIVENESS OF EMPLOYING REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION APPROACH ABOUT OF PROBLEM SOLVING MATHEMATICS ABILITY STUDENTS

OF CLASS VIII SMP NEGERI 8 KENDARI Abstract

This research is motivated by the lack of problem solving mathematics ability students. The study population was all students of class VIII at SMPN 8 Kendari and selected two classes as sample. Sampling was done purpousely. Data collected by observation sheet and problem solving mathematics ability essay test. Based on the results of data analysis and discussion we concluded: (1) The process of learning by using realistic mathematics education approach to the class VIII4 at

SMPN 8 Kendari quite good. Learning achievement for 4 consecutive meeting are %, 87,5%, 81,25% and 93,75%. Activated student in the class for 4 consecutive meeting are 80%, 66,67%, 66,67% dan 93,33%. (2) Average problem solving mathematics ability students taught with realistic mathematics education approach is

51,145

which is classified as low. (3) Average problem solving mathematics ability students taught by conventional teaching is 46,944 which is classified as low. (4) There is not effective of realistic mathematics education approach than convencional learning approach about problem solving mathematics ability students of class VIII SMP Negeri 8 Kendari.

Keywords : Realistic Mathematics Education, Problem Solving Mathematics Abili

(2)

Pendahuluan

Matematika adalah salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi), telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Untuk itu siswa diharapkan dapat menguasai konsep dasar matematika secara benar, sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari hari maupun dalam mempelajari matematika di jenjang sekolah selanjutnya.

Lester (Branca, 1980) menegaskan bahwa “Problem solving is the heart of

mathematics”, sedangkan (Bell, 1978: 311)

mengemukakan kemampuan pemecahan masalah matematis sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Mengingat pentingnya peran pemecahan masalah, pemecahan masalah telah menjadi fokus dalam pembelajaran matematika di beberapa negara.

Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dijadikan sentral dalam pengajaran matematika di Amerika Serikat sejak tahun 1980-an (Ruseffendi, 2006: 80) dan kemudian juga diberlakukan pada pembelajaran matematika sekolah dasar dan menengah di Singapura (Kaur, 2004). Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting, NTCM (National Council of Teachers

of Mathematics), (Romberg, 1994: 288),

menegaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu aspek penting dalam menjadikan siswa menjadi literat dalam matematika.. Untuk menunjang pencapaian tujuan tersebut, konsep silabus matematika dikembangkan dengan mengintegrasikan lima komponen yang terdiri dari konsep (concept), keterampilan (skill), proses (process), sikap (attitude), dan metakognisi (metacognition) (Kaur, 2004).

Proses Pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Pembelajaran dicirikan dengan tujuan, bahan yang sesuai dengan tujuan, metode dan media pembelajaran, penilaian, situasi yang subur, dan

guru yang melaksanakan pembelajaran, serta adanya siswa yang melaksanakan pembelaajaran. Tujuan pembelajaran seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya dalam situasi bermain peran; (b) mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk yang dapat diukur dan dapat diamati, (c) menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki (Putrayasa, 2012: 40).

Menurut T. Raka Joni tahun 1991 (dalam Rianto, 2006: 4) bahwa Pendekatan (approach) menunjukan cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak, ibarat seorang yang memakai kacamata dengan warna tertentu di dalam memandang alam sekitar. Kacamata berwarna hijau akan menyebabkan lingkungan kelihatan kehijau-hijauan dan seterusnya. Ketepatan dalam memilih suatu pendekatan akan menjadi pedoman atau orientasi dalam pemilihan komponen kegiatan pembelajaran lainnya terutama strategi dan metode pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran sangat penting dalam proses belajar mengajar di kelas. Tugas sebagai seorang guru harus mampu menentukan pendekatan, strategi dan metode pebelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang akan disampaikan agar dapat menciptakan suasana pembelajaran aktif sehingga mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, metode penyampaian harus jelas dan tidak bertele-tele agar mudah diterima dan dipahami oleh siswa. Menurut Dr. M. Sobry Sutikno dalam bukunya tentang metode dan model-model pembelajaran bahwa “ Dalam mendidik anak, tidak cukup bagi seorang guru hanya dengan menguasai materi pembelajaran saja, tetapi ia juga harus menguasai metode penyampaiannya”. Berdasarkan pernyataan beliau, patut dijadikan sebagai pelajaran berharga bagi guru agar mempersiapkan diri secara matang baik faktor internal maupun eksternal sebelum melaksanakan proses belajar mengajar.

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) tidak dapat dipisahkan dari Institute Freudenthal. Institute ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrect University, Belanda. Nama Institute diambil dari nama pendirinya, yaitu Profesor Hans Fredeunthal (1905-1990), seorang peulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.

Sejak tahun 1971, Institute Fredeunthal megembangkan suatu pendekatan teoritis 72 www.jppm.hol.es

(3)

terhadap pembelajaran matematika yang dikelal dengan RME (Realistic Mathematics

Education). RME menggambungkan pandangan

tentang apa itu matematika, bagaimana peserta didik belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Fredeunthal berkeyakinan bahwa peserta didik tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of

ready-made mathematics (penerima pasif matematika

yang sudah jadi). Menurutnya, pendidikan harus mengarahkan peserta didik kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks) yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul dari proses

matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkaitan dengan konteks (context-link

solution). Peserta didik secara perlahan

mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik peserta didik dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi (Daryanto, 2013: 162).

Menurut Hadi (2002: 33), proses matematisasi dan pengembangan model matematika dalam pendekatan pemelajaran matematika realistik (PMR) terkait erat dengan prosedur menyelesaikan soal pemecahan masalah. Keterkaitan tersebut adalah:

Tabel. 1

Keterkaitan Langkah Pemecahan Masalah Terhadap PMR

Urutan langkah pemecahan masalah Proses dalam PMR 1. Masalah berdasar situasi real

2. Model real dari situasi semula 3. Bermatematika (mathematized) 4. Model matematika dari situasi real

Matematisasi adalah proses dari 2 menuju 3.

Pengembangan model dimulai dari 1 sampai dengan 4.

Dengan demikian pendidikan matematika realistik memungkinkan digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis.

De Lange (1987: 75) menjabarkan pendidikan matematika realistik dalam 5 karakteristik, yaitu:

1. Menggunakan konteks nyata untuk dieksplorasi, maksudnya dalam kegiatan pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah yang nyata (real) yang dekat dengan siswa atau sering dijumpai siswa sehari-hari. Dari masalah nyata tersebut kemudian siswa menyatakan ke dalam bahasa matematika, selanjutnya siswa menyelesaikan masalah itu dengan alat-alat yang ada dalam matematika, kemudian siswa membahasakan lagi jawaban yang diperoleh ke dalam bahasa sehari-hari.

2. Menggunakan instrument-instrumen vertikal seperti model-model, skema-skema, diagram-diagram, simbol-simbol, dan sebagainya. Model yang dimaksud adalah hal-hal yang berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri.

3. Menggunakan proses konstruktif dalam pembelajaran, sehingga siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, proses penyelesaian soal atau masalah kontekstual yang dihadapi, yang menjadi awal dari proses matematisasi berikutnya. Sedangkan tugas guru membimbing siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.

4. Adanya interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa yang satu dengan yang lain serta antara siswa dengan guru. Terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa yaitu dalam mengkonstruksi pengetahuannya, mereka saling berdiskusi, mengajukan argumentasi dalam menyelesaikan masalah. Jika menemui kesulitan, siswa menanyakan kepada guru sehingga terjadi interaksi antara siswa dan guru.

5. Terdapat keterkaitan (intertwining) di antara berbagai materi pelajaran untuk mendapatkan struktur materi secara matematis. Dalam hal ini pokok bahasan dalam materi pelajaran tidak berdiri sendiri tetapi terintegrasi dengan lainnya, misalnya mengaitkan antar Hidayat Teguh, Lambertus, Moh.Salam 73

(4)

penjumlahan dengan perkalian, perkalian dengan pengukuran, dan sebagainya.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik memberikan peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam menyelesaikan masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa, siswa diberi kebebasan menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-lahan guru membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut secara matematis formal melalui matematisasi horizontal dan vertikal (Supinah & Agus, 2009: 69).

Pendekatan pembelajaran matematika realistik terdapat dua tipe matematisasi, yaitu: matematisasi horizontal dan vertikal. Matematika horizontal merupakan proses dimana siswa menggunakan matematika sehingga dapat membantu mereka mengorganisasikan dan meyelesaikan suatu masalah yang ada pada situasi nyata. Matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri. Pada awal memecahkan masalah kontekstual siswa menyelesaikan secara informal dengan bahasa sendiri (matematika horizontal). Setelah cukup familiar terhadap proses-proses pemecahan yang serupa, mereka mulai menggunakan bahasa yang lebih formal dan akhirnya mereka akan menemukan suatu algoritma (matematisasi vertikal)(Sumaryanta, 2013: 2).

Pada saat siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horizontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan masalah buatan siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan ”situasi nyata”→“model dari situasi itu” →“ model ke arah formal” →“ pengetahuan formal”. Menurutnya inilah yang disebut “button up” dan merupakan prinsip RME yang disebut

“Self-developed Models” (Soedjadi, dalam Supinah,

2008: 18).

Hudiono (dalam Wulandari, 2014: 2)

berpendapat bahwa, pemecahan masalah

adalah suatu aktivitas kognisi yang

kompleks dengan melibatkan sejumlah

proses dan strategi. Kegiatan-kegiatan yang

diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah

dalam matematika diantaranya

menyelesaikan soal cerita dalam buku teks,

menyelesaikan soal-soal tidak rutin atau

memecahkan masalah teka-teki dan

penerapan matematika pada masalah yang

dihadapi dalam kehidupan nyata.

Menurut Hudoyo (1997:191), jenis-jenis masalah matematika adalah sebagai berikut : a. Masalah transalasi, merupakan masalah

kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu translasi dari bentuk verbal ke bentuk matematika.

b. Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai macam keterampilan dan prosedur matematika.

c. Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah seperti ini dapat melatih keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi terbiasa menggunakan strategi tertentu.

d. Masalah teka-teki, seringkali digunakan

untuk rekreasi dan kesenangan sebagai

alat yang bermanfaat untuk tujuan afektif

dalam pembelajaran matematika.

Menurut polya (dalam Wulandari, 2014: 2), kemampuan pemecahan masalah meliputi: (1) Memahami masalah (apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan); (2) Merencanakan pemecahannya (menyusun prosedur penyelesaian); (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana (menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian); dan (4) Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaiannya (menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar).

Adapun mengenai pedoman penskoran pada kemampuan pemecahan masalah terlihat pada tabel 2 berikut:

(5)

Tabel 2

Pedoman Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Skor Skala

I. Memahami masalah II. Menyelesaikan masalah

III. Menjawab masalah

0

Tidak ada usaha. Tidak ada usaha.

Tidak ada jawaban atau jawaban salah

berdasar pada rencana yang tidak

tepat.

1 Kesalahan menginterpretasi masalah secara lengkap.

Keseluruhan rencana tidak tepat.

Kesalahan menyalin, menghitung, hanya menjawab sebagian untuk masalah dengan banyak jawaban, pelabelan jawaban tidak benar. 2 Sebagian besar salah dalam

menginterpretasi masalah. Sebagian prosedur benar tetapi sebagian besar salah. Solusi benar.

3 Sebagian kecil salah dalam menginterpretasi masalah. Prosedur benar secara substansial dengan sedikit kekurangan atau kesalahan prosedur.

4 Memahami masalah dengan lengkap

Rencana yang menuntun kepada solusi yang benar tanpa ada kesalahan

aritmatik.

Skor maksimum 4 Skor maksimum 4 Skor maksimum 2

(Szetela, 1992: 42)

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian ekspeimen semu dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik di kelas VIII4 sebagai kelas eksperimen dan dan

pendekatan pembelajaran konvensional di kelas VIII6 sebagai kelas kontrol SMP Negeri 8

Kendari. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Kendari yang tersebar pada 7 kelas paralel. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Purposive

Sampling, yaitu dengan memperhatikan nilai

rata-rata dan varian yang mendekati sama antara

dua kelas (kelompok belajar) berdasarkan pemberian Pretest kemampuan pemecahan masalah matematis. Tahapan pengambilan data

Posttest pada seluruh kelas VIII SMP Negeri 8

kendari dimulai tanggal 8 sampai 13 April 2016. Tahapan pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilaksanakan pada tanggal 2 sampai 20 Mei 2016. Tahapan pengambilan data posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2016.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu perlakuan berupa Hidayat Teguh, Lambertus, Moh.Salam 75

(6)

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik pada kelas eksperimen dan perlakuan berupa pendekatan pembelajaran konseptual (konvensional) pada kelas kontrol dan variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Desain penelitiannya ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3

Gambaran Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

Eksperimen X1 Y1

Kontrol X2 Y2

(Sugiyono, 2015 : 13)

Dimana :.

Y1 = Hasil Posttest siswa pada kelas

eksperimen.

Y2 = Hasil Posttest siswa pada kelas

eksperimen.

X1 = Perlakuan berupa pendekatan pembelajaran

matematika realistik

X2 = Perlakuan berupa pendekatan pembelajaran

konvensional

Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji empiris. Analisis validitas digunakan untuk mengetahui validitas instrumen melalui hasil uji dengan menggunakan rumus korelasi product moment, sedangkan reliabilitas instrument menggunakan rumus alpha

cronbatch.

Penelitian ini dilakukanlah pengujian

hipotesis (uji-t) dengan terlebih dahulu

dilakukan uji syarat normalitas dan

homogenitas data. Rumus uji-t yang

digunakan adalah:

2 1 g 2 1 hitung 1 1 S Y Y t n n + − =

Untuk mendapatkan nilai simpangan baku

gabungan digunakan rumus:

(

)

(

)

2 n n S 1 n S 1 n S 2 1 2 2 2 2 1 1 g + − + − =

(Sudjana, 2005: 239)

Keterangan:

t

hitung

= Nilai hitung untuk uji-t

1

Y

= Rata-rata skor responden kelas

eksperimen

2

Y

= Rata-rata skor responden kelas

kontrol

n

1

= Jumlah responden kelas

eksperimen

n

2

= Jumlah responden kelas kontrol

S

g

= Simpangan baku gabungan

2 1

S

= Varians data sampel kelas

eksperimen

2 2

S

= Varians data sampel kelas kontrol

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

Terima H

0

jika

thitung<t(1−α,n1+n2−2)

, untuk

harga-harga t yang lainnya H

0

ditolak.

Hasil

Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik oleh guru di kelas eksperimen pada materi prisma dan limas, keberhasilan pengelolaan pembelajaran pada 4 pertemuan sudah baik. Tingkat keberhasilan secara berturut turut sebesar 100%, 87,5%, 81,25% dan 93,75%.

Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik di kelas eksperimen pada materi prisma dan limas pada 4 pertemuan, ketercapaian seluruh aspek yang diamati adalah 80%, 66,67%, 66,67% dan 93,33%. Persentase ini menunjukkan tidak pada setiap pertemuan siswa mampu mengkondisikan diri maupun kelompoknya untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan 76 www.jppm.hol.es

(7)

pendekatan pembelajaran matematika realistik secara maksimal.

Data hasil penelitian pada kelas eksperimen, menghasilkan data yang disajikan pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4

Data N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen

Interval Kriteria F Persentase (%)

N-Gain > 0,70 Tinggi 4 16.67

0,30 < N-Gain ≤ 0,70 Sedang 7 29.17

N-Gain < 0,30 Rendah 13 54.17

Jumlah 24 100

Berdasarkan Tabel 4 maka dapat dibuat grafik distribusi data N-Gain Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen sebagai berikut :

Gambar 1. Data N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen

Adapaun distribusi perolehan nilai

kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa pada kelas kontrol dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5

Data N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Kontrol

Interval Kriteria F Persentase (%)

N-Gain > 0,70 Tinggi 1 3.70

0,30 < N-Gain ≤ 0,70 Sedang 7 25.93

N-Gain < 0,30 Rendah 19 70.37

Jumlah 27 100

Berdasarkan Tabel 5 maka dapat

dibuat grafik

distribusi data N-Gain

Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Kelas Kontrol sebagai

berikut.

0 5 10 15 N-Gain > 0,70

(Tinggi) 0,30 < N-Gain ≤ 0,70 (Sedang) N-Gain < 0,30 (Rendah)

4 7

13

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen

(8)

Gambar 2. Distribusi N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol Ukuran statistik data diperoleh dari

analisis data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang dilaksanakan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara purposive seperti yang telah dikemukakan pada bab III. Kelas eskperimen yaitu kelas VIII4 dengan jumlah siswa 24 orang,

dan kelas kontrol yaitu kelas VIII6 dengan

jumlah siswa 27 orang.

Hasil analisis deskriptif pada kelas

eksperimen sebagaimana disajikan pada

tabel di atas diperoleh nilai terrendah 25 dan

nilai tertinggi 75, nilai rata-rata 51,145,

median atau nilai tengah 46,25, modus atau

nilai yang sering muncul yaitu 45, standar

deviasi 13,771 dan varians 189,662.

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data kemampuan pemecahan masalah matematis kedua kelas berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak digunakan statistik uji normalitas dengan uji Liliefors, menggunakan bantuan program Ms. Excell. Hasil perhitungannya bahwa nilai L hitung maks =

0,174.

Data pada kelas eksperimen

berdistribusi normal, sebab L

hitung maks

=

0,174

< L

(𝛼,24-1)

= 0,185

. Adapun L hitung maks =

0,164.

Data pada kelas kontrol juga

berdistribusi normal, sebab L

hitung maks

=

0,164

< L

(𝛼,27-1)

= 0,174.

Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kedua kelas berdistribusi normal.

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data mempunyai varians yang sama (homogen) atau tidak. Untuk menguji apakah data mempunyai varians yang sama atau tidak digunakan statistik uji F dengan menggunakan program microsoft excel seperti yang terlihat bahwa nilai dari Fhitung < Ftabel maka

H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

kedua kelompok memiliki varians yang relatif sama. Ini berarti sebaran kedua kelompok yaitu yang mendapat pendekatan pembelajaran matematika realistik dan pendekatan pembelajaran konvensional memiliki varians homogen. Data yang diperoleh berdistribusi normal, dan memiliki varians yang homogen, maka untuk menguji tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran konvensional, digunakan uji one sample t test. Rumus hipotesis statistik yang diuji adalah :

H

0

: µ

1

≤ µ

2

lawan H

1

: µ

1

>

µ

2

Keterangan :

H

0

= Pendekatan matematika realistik

tidak

lebih baik

dibanding

pendekatan konvensional terhadap

kemampuan pemecahan masalah

matematis.

H

1

= Pendekatan matematika realistik

lebih baik dibandingkan dengan

pendekatan konvensional terhadap

0 10 20 30 40 N-Gain > 0,70

(Tinggi) 0,30 < N-Gain ≤ 0,70 (Sedang) N-Gain < 0,30 (Rendah) 1

7

19

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Kontrol

(9)

kemampuan pemecahan masalah

matematis.

µ

1

= Rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang

diajar dengan pendekatan

matematika realistik.

µ

2

= Rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa yang

diajar dengan pendekatan

konvensional.

Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada

Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6

Hasil Analisis Statistik Uji-t dua sampel independen Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kelompok

N

Mean

Varians

t

hitung

t

tabel

Kesimpulan

Eksperimen

24

51,145

189,662

0.224

2.009

H

0

diterima

Kontrol

27

46,944

177,083

Hasil uji-t diperoelh t

hitung

= 0.224 > t

tabel

=

2.009 sehingga H

0

diterima. Hal ini berarti

bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa kelas eksperimen tidak

lebih baik daripada kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa kelas kontrol

.

Pembahasan

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen tentang efektivitas pendekatan pembelajaran matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi prisma dan limas kelas VIII SMP Negeri 8 Kendari. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 2016 sampai tanggal 21 Mei 2016. Waktu pembelajaran dalam pelaksanaan penelitian antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama, masing-masing 10 jam pelajaran. Kedua kelas diberikan waktu 60 menit pada pertemuan kelima yang digunakan untuk pelaksanaan

Posttest kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

Kedua kelas diberikan materi yang sama yaitu materi pokok prisma dan limas. Perbedaan yang diberikan kepada kedua kelompok hanyalah perlakuan pendekatan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik, sedangkan kelas kontrol diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional. Model pembelajaran kedua kelas diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievman Division (STAD).

Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini terdiri atas 4 langkah pembelajaran yaitu memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, serta menyimpulkan. Pada tahap memahami masalah kontekstual, siswa membaca dan memahami masalah pada LKS kemudian menanyakan kepada teman atau guru apabila siswa tidak memahami masalah pada LKS. Pada langkah ini siswa membaca masalah-masalah pada LKS dengan lancar. Langkah selanjutnya menyelesaikan masalah kontekstual. Pada langkah ini, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah-masalah pada LKS secara berkelompok. Siswa menyelesaikannya berdasarkan pemahaman dasar siswa, serta menggunakan langkah-langkah dan simbol-simbol sesuai pemahaman siswa sendiri. Beberapa siswa yang masih tidak mengerti diarahkan oleh guru dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang harus dilakukan.

Guru tidak langsung memberi langkah-langkah penyelesaian, tetapi hanya mencoba menggali pemahaman siswa sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan pendapatnya sendiri. Langkah selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Setelah siswa menyelesaikan masalah-masalah pada LKS, siswa saling berdiskusi jawaban bersama teman kelompoknya. Siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dan jawabannya kepada teman kelompoknya. Setelah diskusi bersama anggota

kelompoknya, setiap kelompok mempresentasekan jawabannya kemudian ditanggapi oleh anggota kelompok lain. Pada Hidayat Teguh, Lambertus, Moh.Salam 79

(10)

langkah ini, merupakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk mengemukakan pendapat dihadapan teman-temannya, sehingga dapat memotivasi siswa bahwa jawaban mereka patut untuk dihargai, sebagaimana mereka pula belajar untuk menghargai jawaban orang lain.

Langkah terakhir menyimpulkan. pada langkah ini, guru membimbing siswa menarik kesimpulan dan merumuskan bentuk formal. Bentuk formal tersebut dibuat berdasarkan hasil jawaban-jawaban siswa. Guru membimbing siswa merumuskan bentuk formal seakan-akan bentuk tersebut hasil temuan mereka sendiri. Rangkaian tahap-tahap dalam pembelajaran ini sangat menekankan kepada siswa agar mampu menyelesaikan suatu malasah kontekstual dengan idenya sendiri, sehingga materi palajaran dapat mudah diingat oleh siswa dan tidak mudah dilupakan serta dapat melatih dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Selama 4 kali tatap muka pada proses pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik pada kelas eksperimen, diperoleh tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran terkategori cukup baik. Berdasarkan lembar observasi aktifitas siswa pertemuan pertama, diperoleh persentase perolehan keaktifan siswa sebesar 80%. Pada pertemuan pertama keaftifan siswa dikatakan baik sebab sebelum melaksanakan pembelajaran, guru terlebih dahulu telah menyampaikan kepada siswa nama-nama kelompok sehingga tidak lagi dilakukan pada pertemuan pertama. Pada pembelajaran kedua dan ketiga persentase perolehan keaktifan siswa berdasarkan lembar observasi mengalami penurunan pada angka 66,67%. Keadaan ini disebabkan seluruh siswa belum berada di dalam kelas, ditambah lagi karakteristik PMR yang interaktif mengharuskan guru menciptakan suasana komunikatif didalam kelas yang terkadang menggunakan alokasi waktu pembelajaran diluar RPP.

Selain masalah diatas, kekurangan pada pertemuan kedua dan ketiga juga terletak pada keadaan siswa sulit memahami masalah di dalam LKS, Keadaan ini mengharuskan guru membimbing keseluruhan kelompok dengan alokasi waktu yang melebihi batasan sehingga berdampak pada proses akhir pembelajaran yaitu meyimpulkan materi tidak terlaksana, siswa tidak sempat lagi menyimpulkan materi sehingga guru hanya menyampaikannya.

Pada pembelajaran keempat perolehan persentase keaktifan siswa berdasarkan lembar observasi meningkat kembali dan dikatan jauh lebih baik dari sebelumnya yaitu sebesar 93,33%. Pada pertemuan keempat, guru lebih memperhatikan kekurangan-kekurangan pada pertemuan kedua dan ketiga. Berdasarkan lembar observasi, kekurangan siswa pada pertemuan ini hanya terletak pada siswa yang kurang berani mengemukakan pendapat. Berdasarkan data ini, dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari tingkat keaktifan siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik terintrepetasi baik dengan rata-rata keaktifan mencapai (80% + 66,67% + 66.67% + 93,33%)/4 = 76,67%. Dengan kata lain, salah satu kriteria kefektifan dalam proses pembelajaran terpenuhi.

Deskripsi hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, mula-mula dimulai dari tahap persiapan instrument tes. Soal-soal Posttest yang digunakan terlebih dahulu dilakukan uji telaah oleh 3 orang panelis ahli untuk mengetahui tingkat keterbacaan soal dan kesesuaiannya dengan indikator. Setelah ditelaah, soal Posttest diujicobakan dengan tujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Tes tersebut diujicobakan kepada 19 siswa di kelas VIII3 SMP Negeri 13 Kendari

pada tanggal 4 Mei 2016. Selanjutnya diadakan pengolahan data untuk mengetahui soal yang memenuhi kriteria valid dan reliabel. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat 1 soal yang tidak valid sehingga hanya 4 soal yang digunakan sebagai instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Reliabilitas tes berada pada kategori tinggi dengan r11 adalah

0,843.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari data yang diperoleh melalui Posttest kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diujikan, pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata sebesar 51,145 lebih tinggi dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas kontrol sebesar 46,944. Hal ini mengindikasikan dari segi rata-rata hasil posttest, kelas yang diajar dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diajar dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Dari segi keragaman data (varians), kelas eksperimen dengan nilai varians 189,662 dan kelas kontrol dengan nilai varians 177,083. Nilai varians 80 www.jppm.hol.es

(11)

tersebut menunjukkan bahwa data hasil Posttest kelas eksperimen lebih beragam daripada kelas kontrol. Median (nilai tengah) dari hasil Posttes kelas eksperimen adalah 46,25 sedangkan median kelas kontrol yaitu 50. Nilai yang paling sering muncul (modus) dari hasil Postest kelas eksperimen adalah 45 yang terletak pada kategori sangat kurang, sedangkan modus pada kelas kontrol adalah 52,5 yang terletak pada kategori kurang. Hasil analisis deskriptif juga menunjukan bahwa terdapat 21 siswa atau 45,84% siswa yang peningkatan kriteria sedang sampai tinggi pada kelas eksperimen dan hanya terdapat 8 siswa atau 29,83% siswa yang peningkatan kriteria sedang sampai tinggi pada kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis tersebut, tidak dipenuhi salah satu kriteria keefektifan pembelajaran ditinjau dari jumlah siswa yang mengalami peningkatan

normalized-gain terhadap kemampuan pemecahan masalah

pada kategori sedang sampai tinggi, baik itu pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Hasil uji-t menunjukkan bahwa nilai thitung < ttabel sehingga H0 diterima. Hal ini

berarti bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen tidak lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas kontrol.

Merujuk pada kriteria keefektifan: (1) Rekapitulasi rata-rata persentase siswa yang aktif pada pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik mencapai 75%, (2) Kriteria Ketuntasan Klasikal siswa lulus (nilai 70) pada pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik mencapai 75% dan (3) Pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

Pada penelitian ini, hanya kriteria (1) yaitu Rekapitulasi rata-rata persentase siswa yang aktif pada pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik mencapai 75% yang terpenuhi, adapun kriteria (2) dan (3) tidak terpenuhi. Dengan adanya gambaran seperti ini, terus terang disimpulkan bahwa: terbatas pada penelitian ini, penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik tidak lebih efektif efektif dibanding pendekatan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kesimpulan ini, tidaklah menggugurkan penelitian sebelumnya atau bahkan teori-teori

yang pernah ada tentang penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik.

Penulis sadari, masih banyak kekurangan yang menyebabkan hal ini terjadi. Pada pandangan penulis, pendekatan pembelajaran matematika realistik, memilki potensi meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, namun disadari atau tidak, alokasi waktu 4 kali pertemuan rasanya belum cukup agar menjadikan penerapan pendekatan pembelajaran ini menjadi efektif. Kendala yang utama dihadapi guru pada penelitian ini, adalah siswa baru mengalami pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik. Guru telah berusaha mengajak siswa pada masalah kontekstual agar siswa lebih bekesan dalam memahami materi, namun alokasi waktu untuk itu pun tidak boleh diabaikan. Bagi guru, sulit untuk memaksimalkan alokasi waktu yang ada dengan berbagai karakter dan tingkah laku siswa di dalam kelas.

Penulis percaya bahwa penelitian ini, tidaklah gagal. Berdasar pada apa yang penulis kemukakan diatas, penulis sangat senang terhadap antusias siswa-siswa didalam proses pembelajaran, ditambah lagi walaupun pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik adalah hal baru, mereka mampu memperoleh hasil yang walaupun terus terang tidak terkategori baik, namun telah mengimbangi bahkan melebihi rata-rata perolehan hasil tes pada kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran yang telah digunakan selama ini.

Secara teoritis, pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik seharusnya efektif diterapkan terhadap kamampuan pemecahan masalah matematis siswa. Namun pada penelitian ini, justru menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik tidak efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil penelitian ini. Selain keadaan nyata yang peneliti hadapi seperti dikemukakan diatas, dipertegas bahwa faktor yang menjadi perhatian peneliti adalah proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan. Pendekatan pembelajaran baru yang diterapkan sebanyak 4 kali pertemuan tentu belum efektif untuk memberikan hasil yang Hidayat Teguh, Lambertus, Moh.Salam 81

(12)

maksimal. Langkah-langkah pembelajaran yang berbeda dengan pembelajaran yang biasanya jelas menuntut pembiasaan perubahan prilaku, baik bagi siswa dalam belajar maupun guru dalam mengajar.

Adaptasi yang dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan tidak menjamin ketercapaian keterlaksanaan pembelajaran yang optimal. Hal ini terbukti dengan hasil observasi guru dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik yang tidak selalu mencapai 100%. Persentase pengolaan kelas oleh guru pada 3 dari 4 pertemuan tidak mencapai 100%.

Adaptasi siswa terhadap pendekatan pembelajaran matematika realistik pun demikian. Siswa masih sulit membiasakan diri untuk bertingkah laku sesuai dengan langkah langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik. Hal ini terbukti dengan hasil pengamatan aktivitas siswa saat pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik tidak begitu baik. Bahkan, tidak ada pertemuan yang persentase keaktifan siswa mencapai 100%. Hasil ini jelas menunjukkan ketercapaian yang tidak sempurna.

Selain faktor tersebut, ketidaksesuaian antara teori dan hasil penelitian relevan yang sudah pernah dilaksanakan dengan penelitian ini tentu disebabkan juga oleh keterbatasan guru dalam mengelola pendekatan pembelajaran yang digunakan, dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik. Keterbatasan dalam mengelola pembelajaran itu meliputi keterbatasan dalam mengelola kelompok dalam kelas, keterbatasan dalam mengkondisikan kelas agar pelaksanaan pembelajaran berlangsung menyenangkan bagi siswa, keterbatasan dalam menyusun lembar kerja siswa agar sesuai dengan masalah kontekstual dan bersifat komunikatif, dan masih banyak keterbatasan lainnya. Karena beberapa faktor yang sudah disebutkan inilah sehingga diperoleh hasil menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik tidak efektif daripada pendekatan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut :

1. Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik pada kelas VIII SMP Negeri 8 Kendari terkategori baik. Secara keseluruhan persentase tingkat keterlaksanaan pembelajaran oleh guru pada 4 kali pertemuan berturut-turut adalah 100%, 87,5%, 81,25% dan 93,75%, persentase ini terkategori baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah 90.63%. Sedangkan persentase tingkat keaktifan siswa pada 4 kali pertemuan berturut-turut adalah 80%, 66,67%, 66,67% dan 93,33%, dengan rata-rata persentase keaktifan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah 76,67%.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII4 SMP Negeri 8 Kendari

yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik pada pokok bahasan prisma dan limas tergolong kurang. 79,17% siswa memperoleh skor kurang dari 65. Selain itu, diperoleh nilai rata-rata yaitu 51,145, standar deviasi 13,771, varians 189,662, median 46,25, modus 45, nilai minimum 25 nilai maksimum 75 dan diperoleh diperoleh data siswa yang memiliki peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis tergolong kategori rendah sebanyak 13 siswa atau 54.17%, siswa yang memiliki peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis tergolong kategori sedang sebanyak 7 siswa atau 29.17% dan siswa yang mempunyai peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis tergolong kategori tinggi sebanyak 4 orang atau 16,67%.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII6 SMP Negeri 8 Kendari

yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan prisma dan limas tergolong kurang. 96,3% siswa memperoleh skor kurang dari 65. Selain itu, diperoleh nilai 82 www.jppm.hol.es

(13)

rata-rata yaitu 46,944, standar deviasi 13,307, varians 177,083, median 50, modus 52,5, nilai minimum 17,5 nilai maksimum 85 dan diperoleh data siswa yang memiliki peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis tergolong kategori rendah sebanyak 19 siswa atau 70,37%, siswa yang memiliki peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis tergolong kategori sedang sebanyak 7 siswa atau 25,93% dan siswa yang mempunyai peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis tergolong kategori tinggi sebanyak 1 siswa atau 3,7%.

4. Pendekatan pembelajaran matematika realistik tidak lebih efektif daripada pendekatan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan prisma dan limas terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Kendari. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran-saran seperti berikut ini :

1. Pendekatan pembelajaran matematika realistik sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan, dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang agar pendekatan pembelajaran matematika realistik menjadi efektif terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Masalah-masalah yang dijadikan bahan ajar maupun LKS pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik harus benar-benar merupakan masalah-masalah realistik dan dialami siswa dalam kehidupannya sehari-hari, oleh karenanya guru sebaiknya selalu mencari referensi dari berbagai sumber untuk mengembangkan bahan ajar maupun LKS, agar peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis benar-benar dapat dimaksimalkan.

Daftar Pustaka

Branca, N.A. (1980). “Problem Solving as a

Goal, Process, and Basic Skill”.

Problem Solving in School

Mathematics. Editor: Krulik, S. and

Reys, R.E. Reston: NCTM.

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning

Mathematics (in Secondary

Schools).Second Printing. Dubuque,

Iowa: Wm. C. Brown. Company. Daryanto. (2013). Inovasi Pembelajaran Efektif.

Yrama Widya. Bandung.

De Lange, J. (1987). Mathematics, Insight, and

Meaning. Utrecht: OW & CO.

Hadi, S. (2000). Teori Matematika Realistik,

The Second Tryout of RME-based INSET 2000. University of Twente.

Enschede: Tidak diterbitkan.

Hudoyo dan Sutawijaya. (1998). Pendidikan

Matematika I. Jakarta. Dirjen Dikti

Depdiknas.

Kaur, B. (2004). Teaching of Mathematics in

Singapore Schools. [Online]. Paper

Presented at ICME – 10 Copenhagen, Denmark. 2004. Tersedia di: home.sandiego.edu. Diakses pada 20 mei 2016.

Popham, W. James. (2003). Teknik Mengajar

Secara Sistematis (Terjemahan).

Jakarta: Rineka Cipta.

Putrayasa, I.B. (2012). Buku Ajar: Landasan

Pembelajaran. Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pasca Sarjana. Universitas Pendidikan Ganesha. Undiksha Press. Bali.

Rianto M. (2006). Pendekatan, Strategi dan

Metode Pembelajaran. Bahan Ajar

Diklat Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMA Junjung Dasar. PPPG IPS dan PMP. Malang. Romberg, T.A. (1994). Classroom Instruction

that Foster Mathematical Thinking and Problem Solving: Connections between Theory and Practice. In

Mathematical Thinking and

Problem Solving. Editor:

Schoenfeld, A.H. Hove: Lawrence Erlbaum Associates.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada

Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

(14)

Sumaryanta. 2013. Pembelajaran Matematika

Realistik dan Strategi Implementasinya di Kelas. Staf

PPPPTK Matematika. Universitas PGRI Yogyakarta.

Supinah & Agus DW. (2009). Strategi

Pembelajaran Matematika Sekolah

Dasar. Depdiknas PPPPTK

Matematika 2009. Sleman.

Szetela, Walter and Nicol. 1992. Evaluating

Problem Solving in Mathematics.

Essensial Education Reseach. Cambridge University Press. Tersedia di http://repository.upi.edu

/17436/2/T_PD_1200973_Bibliogra phy.pdf. Diakses pada tanggal 3 Desember 2015.

Wulandari Novi. 2014. Kemampuan

Pemecahan Masalah Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Di SMP. Jurnal Pendidikan Matematika

FKIP Untan. Pontianak. Tidak dipublikasikan. Tersedia di http://jurnal.untan.ac.id/index.php /jpdpb/article/download/-5549/6313. Diakses pada tanggal 3 Desember 2015.

Gambar

Gambar 1. Data N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen  Adapaun distribusi perolehan nilai
Gambar 2. Distribusi N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol  Ukuran statistik data diperoleh dari
Tabel  6  berikut ini.

Referensi

Dokumen terkait

Langsung Maret - Oktober 2013 8 Bln - Belanja Barang yang diserahkan Kepada Masy.. Pembangunan Rumah Garam di Desa

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti telah mendapatkan pengaturan yang memadai dalam KUHAP dan

Peran auditor dalam suatu perusahaan diperlukan dalam upaya mengaudit proses bisnis yang telah berlangsung, sehingga hasil dari aktivitas bisnis yang telah dilakukan

- Terpilihnya Pemenang Lomba-lomba pada Jambore UKS - Terpilihnya Pemenang Lomba PHBS tingkat Kota Balikapan - Terbinanya UKBM berorientasi kesehatan di Kota Balikpapan

tersedia di Kantor Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumenstasi Kabupaten Nias Utara memadai dan kurang dengan kebutuhan pengguna serta jumlah buku yang dapat dipinjam juga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui temperatur maksimum sebesar 58,4 o C, nilai maksimum dari rata–rata efisiensi kolektor sebesar 0,825 %, dan efisiensi sistem sebesar 35,907

Penggunaan sebuah piranti server terdedikasi kurang efisien apabila hanya digunakan untuk sistem operasi tunggal dengan kebutuhan sumberdaya kecil. Mesin

Sangat miris memang, namun inilah yang terjadi di lingkungan peneliti, ada beberapa hipotesis dari peneliti mengapa komunikasi sangat sulit terjadi antara mereka dan mahasiswa