• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pohon Apel itu masih (bisa) berbuah lebat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pohon Apel itu masih (bisa) berbuah lebat"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal - Ekspedisi Geografi Indonesia 2010 Jawa Timur, hal 78-82

Pohon Apel itu masih (bisa) berbuah lebat

Medha Baskara

Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya Email : mbaskara@ub.ac.id

Setiap mendengar kata ‘Apel’ yang terlintas di benak kita adalah buah yang segar, manis dan menyehatkan serta nama sebuah tempat di Jawa Timur yang sangat terkenal yaitu ‘Malang’. Betul... Malang selalu diidentikkan dengan buah Apel, sehingga masyarakat Indonesia sering menyebut Kota Malang identik sebagai Kota Apel. Padahal bila kita berkunjung ke Kota Malang, tidak satupun pohon Apel terdapat di kota tersebut. Kota yang lebih layak untuk disebut sebagai Kota Apel sebenarnya adalah Kota Batu, karena disanalah tanaman buah Apel banyak diusahakan oleh petani sebagai sumber utama perekonomian baik berupa buah maupun produk olahannya. Meskipun demikian bila masih ada masyarakat yang menyebut Malang sebagai pusat Apel juga tidak akan ada yang menyalahkan karena masih identik dengan Malang Raya, dimana Kota Batu termasuk didalamnya bersama Kabupaten Malang dan Kota Malang. Identitas Malang sebagai sentra buah Apel sangat kuat karena merupakan wilayah satu-satunya di Indonesia yang paling sesuai untuk dikembangkan pertanian Apel yang tersebar tidak hanya di Kota Batu namun juga beberapa tempat lain di Kabupaten Malang.

Buah Apel sebenarnya lebih dikenal sebagai buah yang dihasilkan oleh negara-negara yang mempunyai karakteristik iklim empat musim (sub-tropis) sehingga saat awal introduksi tanaman ini ke Indonesia oleh Belanda masih banyak yang menyangsikan kemungkinan keberhasilan pertumbuhan buah secara maksimal. Banyak orang pada masa itu menganggap mustahil pengusahaan tanaman Appel, yang umumnya diusahakan pada daerah subtropis, dapat berhasil di Indonesia yang beriklim tropis. Balai Penelitian Hortikultura di Pasar Minggu, Jakarta (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura) mengintroduksi sebanyak 17 kultivar dengan 5 bibit hasil okulasi untuk setiap kultivar. Uji coba penanaman bibit Apel pertama-tama dilakukan di daerah Cipanas, Jawa Barat pada ketinggian 700 m dpl. Setelah beberapa tahun hingga sampai pendudukan Jepang, tanaman Apel yang ditanam belum juga menghasilkan bunga, tetapi pertumbuhan vegetatif dari semua kultivar Apel tersebut cukup baik (Sitompul, 2007).

Sejarah Tanaman Apel Malang

Perkenalan wilayah Malang Raya dengan tanaman Apel dimulai pada tahun 1956 saat seorang peneliti Hortikultura bernama Bapak Widodo membawa serta bibit Apel ke Jawa Timur dari Cipanas bersamaan dengan penempatan beliau sebagai kepala Lembaga Penelitian

(2)

Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal - Ekspedisi Geografi Indonesia 2010 Jawa Timur, hal 78-82

Hortikultura, Cabang Malang. Uji coba penanaman bibit Apel di Jawa Timur pertama-tama dilakukan di daerah Tlekung, Batu dengan tehnik budidaya sederhana yang meliputi pemupukan dan penyiraman. Setelah beberapa tahun tanaman Apel yang ditanam belum juga menghasilkan bunga, tetapi pertumbuhan vegetatif dari semua kultivar Apel tersebut cukup baik. Penelitian kemudian mulai dilakukan sekitar tahun 1960-an dengan fokus pertama-tama pada pemupukan dan pengairan yang tidak juga berhasil membuat tanaman berbunga.

Perkembangan berikutnya mulai berubah saat berkembang informasi di masyarakat yang menyatakan bahwa pelengkungan batang dan pemangkasan tajuk pohon Apel mampu merangsang pembungaan dan pembentukan buah. Cerita tentang masyarakat yang memangkas tajuk pohon Apel yang tumbuh lebat yang timbul pembungaan dan pembentukan buah pada pohon Apel. Tehnik pemotongan tajuk dan pelengkungan batang pohon yang selanjutnya dikenal dengan istilah perompesan daun dan pelengkungan cabang yang kemudian diteliti, dan mulai dianjurkan pada bulan Maret 1962. Tanaman Apel yang telah menghasilkan buah di Indonesia pertama kali dilaporkan secara resmi mulai tahun 1963 melalui seminar, namun penjelasan detail masih belum lengkap. Beberapa hal selanjutnya dapat terjawab setelah penelitian antara tahun 1963-1966 secara intensif dilakukan oleh Balai Penelitian Hortikultura untuk penyempurnaan pengelolaan pertanaman Apel dengan pengetahuan dasar sebagai berikut:

• Varietas. Varietas Apel yang ideal belum tersedia untuk daerah tropis dengan suhu yang lebih tinggi, intensitas sinar matahari yang lebih rendah, dan panjang hari yang lebih pendek dari kondisi di daerah subtropis. Varietas yang tersedia sekarang ini dan cukup berhasil diusahakan dengan segala kekurangannya adalah Apel Manalagi, Anna, Wangli/Lali jiwo, Princess Noble dan Rome Beauty.

• Ketinggian tempat. Tanaman Apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada ketinggian 700-1200 m dpl, dengan ketinggian optimal 1000-1200 m dpl. Hasil penelitian di daerah Malang Raya menunjukkan bahwa hasil buah yang tinggi diperoleh pada ketinggian 800-1000 m dpl.

• Iklim. Pengalaman hasil uji coba penanaman di daerah Cipanas, Jawa Baat membawa pada kesimpulan bahwa curah hujan yang tinggi dapat menghambat penyerbukan dan pembentukan buah akibat kegagalan penyerbukan dari tepung sari yang basah. Curah hujan yang ideal adalah 1.000-2.600 mm/tahun dengan 110-150 hari/tahun, dan 6-7 bulan basah (3-4 bulan kering). Tanaman Apel setiap hari membutuhkan cahaya matahari >60% dari cahaya penuh (300 W.m-2 atau J.m-2.s-1 = 1277 mol.m-2.s-1) terutama pada saat pembentukan buah. Suhu yang sesuai berkisar antara 16-270C. Kelembaban udara yang dikehendaki tanaman Apel sekitar 75-85%. Kecepatan angin yang cukup tinggi dapat merangsang pembungaan yang dapat berhubungan sebagian dengan perontokan daun secara alami setelah panen

• Tanah. Jenis tanah yang terdapat pada daerah penanaman Apel di wilayah Malang Raya (Andisol dan Inceptisol) pada umumnya tidak menunjukkan pengaruh yang cukup nyata pada pertumbuhan dan hasil buah tanaman. Jenis tanah dengan tingkat kemasaman sekitar normal (pH 6-7), solum dalam, bahan organik tanah tinggi, struktur remah (gembur), aerasi baik, dan serapan air baik (porositas tinggi) adalah yang ideal untuk pengusahaan tanaman Apel.

(3)

Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal - Ekspedisi Geografi Indonesia 2010 Jawa Timur, hal 78-82

• Jarak tanam. Jarak tanam yang ideal untuk tanaman Apel tergantung pada varietas khususnya arsitektur tajuk dan sistem perakaran. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 3-3.5 x 3.5 m dianjurkan untuk varietas Manalagi dan Princess Noble, dan 2-3 x 2.5-3 m untuk varietas Rome Beauty dan Anna. Populasi yang relatif tinggi biasanya mendorong pertumbuhan vegetatif yang membuat kondisi lingkungan mikro yang tidak menguntungkan seperti sebaran sinar matahari dalam tajuk tanaman yang rendah dan kelembaban tinggi yang mendorong perkembangan penyakit.

• Pemangkasan. Pemangkasan dapat diperlukan yang ditujukan untuk membentuk arsitektur tajuk yang ideal untuk pelengkungan dan pembentukan buah.

• Perompesan. Perompesan daun atau tajuk tanaman diperlukan sekitar satu bulan setelah panen untuk meniru pengaruh musim gugur di daerah subtropis yang membawa pada pembentukan bunga dan buah. Perompesan telah dilakukan sejak lama pada tanaman Apel di daerah subtropis apabila cuaca kurang mendukung perontokan daun.

• Pengairan dan Penyiraman. Penyediaan yang cukup dan teratur sepanjang musim khususnya setelah perompesan daun dan perkembangan buah diperlukan. Karena masa ini biasanya berlangsung pada saat musim kemarau di wilayah Malang Raya, pengairan diperlukan dan dirancang sedemikian sehingga tidak mengakibatkan genangan air dan limpasan air permukaan yang tinggi.

• Pemupukan. Pemupukan dilakukan setelah perompesan daun untuk memenuhi kebutuhan dari pembentukan tajuk termasuk buah akan unsur hara yang dapat tidak tersedia cukup dalam tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 kg/pohon NPK (15-15-15) atau campuran Urea, TSP, KCl/ZK ± 3 kg/pohon (4:2:1). Pemupukan susulan dapat dilakukan pada saat perkembangan buah (2,5-3 bulan setelah rompes) tergantung pada tingkat pembentukan buah dengan dosis 1 kg/pohon NPK (15-15-15) atau campuran Urea, TSP dan KCl/ZK ± 1 kg/pohon (1:2:1) untuk pohon dengan buah yang lebat. Pemupukan yang dilakukan pada musim kemarau setelah perompesan daun harus disertai dengan pengairan yang cukup.

• Pelengkungan cabang. Pelengkungan cabang diperlukan untuk menekan dominasi titik tumbuh pada ujung cabang (apical dominance) dan merangsang pembentukan tunas lateral yang akan menghasilkan bunga dan buah. Setelah perompesan daun, pelengkungan cabang dilakukan dengan cara menarik ujung cabang ke arah bawah hingga cukup datar dengan tali (plastik) yang kemudian diikatkan pada batang atau cabang lain.

• Penjarangan buah. Penjarangan buah dapat diperlukan untuk pohon yang berbuah lebat untuk mendapatkan kualitas buah yang tinggi (ukuran besar dan seragam, kulit baik dan sehat). Buah yang tidak sehat atau normal (terserang hama penyakit dan ukurn kecil) menjadi pilihan untuk dibuang, dan umumnya buah yang sehat diperoleh pada tunas yang menghasilkan 3-5 buah/tunas. • Pembungkusan buah. Peningkatan warna buah dapat dilakukan dengan bahan kimia (Ethrel, 2.4

D & Paklobutrazol) yang bekangan ini tidak disukai oleh banyak konsumen yang berhubungan dengan kesehatan dan kelestarian lingkungan. Pembungkusan buah untuk sekitar 2-3 bulan sebelum panen dengan kertas yang dibuat berlubang pada bagian bawah pada mulanya ditujukan untuk mencegah serangan burung dan kelelawar. Tetapi perlakuan ini tanpa disadari dapat meningkatkan sistesis pigmen antocyanin yang menghasilkan warna buah yang merata (mulus).

Berdasarkan data-data diatas, proses pertumbuhan tanaman Apel dari masa vegetatif hingga generatif yang menghasilkan buah-buah yang lebat memang sangat memerlukan kondisi

(4)

Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal - Ekspedisi Geografi Indonesia 2010 Jawa Timur, hal 78-82

iklim dan tanah yang khas serta mendapatkan perlakuan yang menyerupai kondisi di kawasan subtropis. Syarat tumbuh yang khas ini dapat disediakan oleh kondisi iklim di kawasan Malang Raya sehingga tanaman Apel dapat tumbuh baik dan menjadi salah satu komoditi utama yang diusahakan oleh masyarakat Malang.

Produktivitas Apel Malang yang menurun

Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan manfaat buah Apel bagi kesehatan merupakan salah satu alasan tingginya kebutuhan buah Apel di masyarakat. Kandungan Apel berupa zat berguna bagi tubuh manusia diantaranya pektin (sejenis serat),

quercetin (bahan anti kanker dan anti radang) serta vitamin C yang tinggi merupakan sebagian

alasan mengapa ahli gizi sangat menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi buah Apel secara teratur. Beberapa persoalan kesehatan seperti susah buang air besar, obesitas, kolesterol tinggi, arthritis dan lainnya dapat diatasi dengan terapi buah Apel. Kandungan anti oksidan yang sangat tinggi juga menjadi alasan tingginya konsumsi buah Apel oleh masyarakat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit dan disfungsi kesehatan tubuh lainnya. Kebutuhan buah Apel yang tinggi berimbas pada peningkatan kesejahteraan bagi petani Apel di Malang.

Masa keemasan tanaman Apel Malang terjadi antara tahun 1970 hingga 1990-an, namun setelah masa itu tanaman Apel terus mengalami kemerosotan produktivitas (tingkat produksi & kualitas). Ini dapat berarti bahwa teknologi budidaya yang diuraikan diatas tidak lagi efektif untuk mendukung produktivitas Apel yang tinggi. Sebagai konsekuensinya, daya saing Apel Malang Raya menjadi rendah terhadap Apel impor yang terjadi khususnya setelah krisis monenter 1997 sehingga pada akhirnya, tanaman Apel tidak lagi menjadi komoditi unggulan agribisnis bagi sebagian petani di Malang Raya. Ini tercermin pada penurunan jumlah pohon produktif, tingkat produksi, dan hasil buah/pohon sacara berturut-tururt sebesar 16%, 58% dan 49% antara tahun 2002 hingga tahun 2004 (Sitompul, 2007). Hasil studi LERD (Local Economic Resource Development) baru-baru ini (LERD, 2006) tidak cukup berhasil menegaskan secara spesifik akar permasalahan dari produktivitas Apel yang rendah sebagaimana direncakan pada saat awal. Studi ini hanya sampai pada kesimpulan umum bahwa produktivitas yang rendah di Batu adalah akibat kemerosotan kesuburan tanah. Namun Sitompul (2007) selanjutnya lebih mendetailkan beberapa hal yang menjadi alasan mengapa produktifitas tanaman Apel Malang menjadi menurun yang dikaitkan dengan pengurasan unsur hara termasuk akibat erosi, penurunan bahan organik tanah, peningkatan residu bahan kimia (pestisida), kerusakan ekosistem (penggundulan hutan), kenaikan suhu dan penurunan masukan pupuk. Penurunan kapasitas simpan air tanah dan pohon Apel yang sudah tua juga dipertimbangkan sebagai faktor yang terlibat dalam produktivitas Apel yang rendah.

(5)

Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal - Ekspedisi Geografi Indonesia 2010 Jawa Timur, hal 78-82 Perbaikan Kualitas Pertanaman Apel Malang

Strategi revitalisasi tanaman Apel Malang sebagai komoditi unggulan kawasan pertanian Malang Raya diupayakan terus menerus untuk mengembalikan kejayaan masa lalu disamping usaha menjaga keberlanjutan lingkungan serta melestarikan identitas/image Malang Raya. Pemerintah bersama masyarakat dan perguruan tinggi bahu membahu terus mengupayakan perbaikan sistem pertanian tanaman Apel untuk dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan produktivitasnya. Untuk mengatasi persoalan produktivitas dan kualitas pertanian Apel diatas, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FPUB) melakukan penelitian intensif guna mencari faktor pertumbuhan dan pembatas pengusahaan tanaman Apel. Faktor pertumbuhan yang banyak mendapat perhatian selama ini antara lain adalah Ketinggian Tempat (Altitude), Suhu, Kelembapan, Infiltrasi (resapan air tanah), Status Hara Tanah atau Tanaman, dan Jarak Tanam (Area per pohon). Beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penurunan produktivitas tanaman Apel masih dapat diatasi dengan melakukan perbaikan terhadap manajemen pertanaman yang dapat meningkatkan kesehatan daun apel melalui pengurangan pengaruh faktor pembatas suhu, hidrologi dan unsur hara. Manajemen tidak sama untuk semua wilayah, tapi ditentukan aspek hamparan lahan disamping keadaan tanah dan hidrologi. Karena itu analisis geografi wilayah menjadi sangat penting dilakukan untuk pendataan tidak hanya aspek hamparan lahan tapi juga kendala dari sifat tanah dan hidrologi lahan disamping manajemen yang diterapkan petani. Dengan demikian, manajemen yang tepat dapat dirancang untuk setiap hamparan usaha pertanaman apel dengan memperhatikan beberapa hal detail hasil penelitian Sunaryo, Sitawati dan Rofiq (2007) diantaranya adalah :

• Ketinggian Tempat, Hasil penelitian ini menegaskan bahwa ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman Apel. Ketinggian optimum pada kondisi sekarang sudah bergeser dari yang diinformasikan sebelumnya yang dapat berhubungan dengan perubahan iklim (pemanasan global) belakangan ini.

• Suhu dan kelembaban,

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata suhu dan kelembapan udara pada sekitar tengah hari berkisar secara berturut-turut diantara 22,3-27,70C dan 62,0-76,3. Ini berarti bahwa suhu dan kelembapan pada pertanaman Apel saat ini masih dalam kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman Apel.

• Infiltrasi (resaan air tanah),

Hubungan yang erat antara produktivitas dengan tingkat infiltrasi tidak dijumpai. Sifat fisik tanah masing-masing lokasi tanaman apel dapat merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan hubungan yang tidak erat antara produktivitas dengan tingkat infiltrasi.

(6)

Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal - Ekspedisi Geografi Indonesia 2010 Jawa Timur, hal 78-82 • Status hara tanah.

Ada indikasi bahkan bahwa penyediaan unsur hara N, P & K pada sebagian lahan sudah melebihi kebutuhan tanaman (over dosis). Produktivitas tanaman Apel yang rendah tidak berhubungan dengan penyediaan unsur hara N, P & K yang terbatas

• Status hara tanaman. Ada indikasi bahwa penyediaan N yang tinggi pada saat pertumbuhan vegetatif dapat berpengaruh negatif pada pembentukan buah, tetapi penyediaan N yang cukup diperlukan pada saat pertumbuhan generatif.

• Jarak tanam. Jarak tanam yang diterapkan di Batu sekarang ini dapat merupakan faktor yang mengakibatkan perbedaan produktivitas tanaman untuk sebagian petani.

• Spasial. Aspek lahan Tingkat produktivitas paling tinggi terdapat pada aspek Tenggara yaitu lahan yang umumnya tersebar pada punggung bukit Anjasmoro (penyinaran maksimum di pagi hari). Produktivitas pada tingkat yang lebih rendah secara berurutan terdapat pada aspek Timur & Selatan, Utara, Barat Laut dan hamparan lahan datar.

Perbaikan agribisnis tanaman Apel di malang Raya tidak saja dilakukan pada aspek lahan dan teknik budidaya, aspek sosial-ekonomi dan budaya juga menjadi perhatian utama dalam perbaikan kualitas produksi tanaman Apel. Pemerintah pusat dan daerah sebagai regulator dan pengambil kebijakan juga melakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kondisi ini. Salah satu upaya perlindungan lahan pertanian Apel dari alih fungsi lahan saat inipun juga dijamin oleh pemerintah dengan diterbitkannya Undang-undang no 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berlanjut. Kebijakan lain berupa penetapan Kota Batu sebagai kawasan Agropolitan juga menjadi salah satu upaya nyata dalam mendukung keberlanjutan tanaman Apel di Malang Raya dengan pendekatan pada semua subsistem agribisnis (subsistem agribisnis hulu, usahatani, agribisnis hilir dan jasa penunjang). Penggabungan usaha pertanian dan wisata juga dikembangkan sebagai strategi dalam meningkatkan perekonomian kawasan. Untuk meningkatkan pendapatan petani Apel yang menurun, pengembangan nilai tambah dengan pengusahaan kegiatan wisata agro di perkebunan apel juga didorong terus sebagai usaha diversifikasi pertanian (Baskara, 2010). Nilai tambah wisata dapat dikembangkan sebagai alternatif pendapatan petani dalam mengusahakan tanaman Apel. Tingginya animo masyarakat untuk berkunjung di perkebunan apel sebagai kegiatan wisata menjadi indikasi bahwa tanaman Apel masih mampu berfungsi sebagai identitas/icon kawasan Malang Raya. Daya tarik rasa, tampilan dan khasiat buah apel Malang dibanding buah apel impor masih menjadi magnet masyarakat mengkonsumsi buah apel lokal. Oleh karena itu segala upaya untuk menjaga pohon-pohon buah apel Malang untuk dapat terus berbuah lebat secara terus menerus pada akhirnya juga akan dapat memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya petani Apel Malang.

(7)

Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal - Ekspedisi Geografi Indonesia 2010 Jawa Timur, hal 78-82 Daftar Pustaka

Baskara, Medha. 2010. Pengembangan Konsep Agropolitan Sebagai Potensi Wisata Agro. Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Optimalisasi Pengembangan Wisata Agro di Jawa Timur, Hotel Selecta Kota Batu. Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Timur.

LERD, 2006. Penyusunan Program Agribisnis Apel Batu. Local Workshop, Hotel Purnama, Batu. Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kota Batu

Sitompul, S.M. 2007. Kendala Produktivitas Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) di Wilayah Malang Raya. Seminar hasil penelitian PHK A2, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Sunaryo, Sitawati dan M. Rofiq, 2007. Kendala Produktivitas Tanaman Apel di Wilayah Malang Raya. Laporan Akhir penelitian PHK A2, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Referensi

Dokumen terkait

Umumnya tanah dan udara sekitar yang kurang lembab (airnya cukup) akan sangat baik atau cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena pada kondisi seperti

Kerangka Berpikir Sistem Pemantau Pertumbuhan Pohon Di Area Hutan Penampung Air Tanah Menggunakan Metode Inderaja dan Sistem Informasi Geografis Di Wilayah Provinsi Jawa

Umumnya tanah dan udara sekitar yang kurang lembab (airnya cukup) akan sangat baik atau cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena pada kondisi seperti

Aplikasi bahan pembenah tanah zeolit di pembibitan utama umumnya dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit, akan tetapi peningkatan tersebut tidak nyata

Hasil penelitian menunjukkan pemberian margarin apel manalagi tersuplementasi minyak kacang tanah b erpengaruh nyata (α=0,05) terhadap darah tikus Sprague dawley

Campuran medium kulit kayu, kulit kacang tanah, dan sabut kelapa pada umumnya memberi- kan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol pada pertumbuhan dan pembl;Jngaan tanam-

buah ini merupakan salah satu buah yang cukup banyak dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Apel malang merupakan buah lokal yang masih perlu

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,