• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 20 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NGAWI,

Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan semakin berkembang serta meningkatnya kegiatan usaha telekomunikasi sejalan dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan fasilitas telekomunikasi di wilayah Kabupaten Ngawi telah mendorong peningkatan pembangunan menara telekomunikasi dan berbagai sarana pendukungnya sehingga untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan, mendesak untuk dilakukan pengendalian menara telekomunikasi oleh Pemerintah Daerah ;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan, kenyamanan, keamanan masyarakat, dengan mempertimbangkan estetika lingkungan serta menganut prinsip jasa umum terhadap menara telekomunikasi tersebut agar penggunaan bisa optimal ;

c. bahwa untuk mencegah terjadinya pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi yang tidak sesuai dengan kaidah tata ruang, lingkungan dan estetika, perlu dilakukan pengendalian terhadap menara telekomunikasi;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 9) ;

2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lambaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor : 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

(2)

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252) ;

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355) ;

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400) ;

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;

11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) ;

13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578) ;

(3)

18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi ;

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 ;

22. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRT/M/2009, Nomor

19?PER/M.KOMINFO/03/2009, Nomor 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi ;

23. Keputusan Menteri Dalam Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2000 tentang Keselamatan Operasi Penerbangan ;

24. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

25. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02 / PER / M. KOMINFO / 03 / 2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi ;

26. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ngawi ;

27. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 25 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2002 Nomor 25) ; 28. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2007 Nomor 07) ;

29. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi ; 30. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2008 Nomor 04). 31. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2008 Nomor 08) ;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI dan

BUPATI NGAWI

(4)

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Kabupaten adalah Kabupaten Ngawi.

2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Ngawi. 3. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi. 4. Bupati adalah Bupati Ngawi.

5. Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Daerah Kabupaten Ngawi.

6. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai negeri yang ditunjuk dan diberi tugas tertentu di bidang pengendalian menara telekomunikasi di Kabupaten NgawiI sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

7. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

8. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistim elektromagnetik lainnya.

9. Penyelenggara Tekomunikasi adalah perorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, instansi keamanan negara yang telah mendapatkan ijin untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi, jaringan telekomunikasi dan telekomunikasi khusus.

10. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

11. Penyedia Menara adalah badan usaha yang membangun, memiliki, menyediakan serta menyewakan menara telekomunikasi untuk digunakan bersama oleh penyelenggara telekomunikasi.

12. Pengelola Menara adalah badan usaha yang mengelola atau mengoperasikan menara telekomunikasi yang dimiliki oleh pihak lain.

13. Menara Telekomunikasi adalah bangunan yang berfungsi sebagai penunjang jaringan telekomunikasi yang desain dan bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan jaringan telekomunikasi.

14. Rekomendasi Operasional Pengendalian Menara Bersyarat adalah rekomendasi yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Ngawi yang memberi hak dan kewajiban kepada pemohon untuk mengoperasikan menara telekomunikasi yang telah ada/akan dioperasionalkan dalam wilayah Daerah, yang berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang kembali.

(5)

15. Izin Gangguan, adalah pemberian izin tempat usaha / kegiatan kepada orang pribadi atau badan usaha di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan Izin Gangguan, tidak termasuk tempat usaha / kegiatan yang lokasinya telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah,

16. Izin Mendirikan Bangunan Menara yang selanjutnya disebut IMB Menara adalah Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan peraturan perundang– undangan yang berlaku.

17. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.

18. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

19. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

20. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 21. Wajib Retribusi, adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan

perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

22. Masa Retribusi, adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa tertentu dari Pemerintah Kabupaten Ngawi.

23. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Umum Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya pokok retribusi.

25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

26. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 27. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah

untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 28. Pemeriksaan, adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah

data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi.

29. Zona adalah batasan area persebaran peletakan menara telekomunikasi berdasarkan potensi ruang yang tersedia.

30. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi yang selanjutnya disingkat RPMT, adalah jumlah biaya retribusi pemberian izin penyelenggaraan menara telekomunikasi yang dibayarkan kepada Pemerintah Kabupaten.

(6)

31. Koefisien Zona yang selanjutnya disingkat KZ, adalah angka koefisien yang didasarkan pada klasifikasi Zona penempatan menara telekomunikasi sesuai tata ruang menara, luas wilayah, dan kepadatan penduduk dengan parameter.

32. Koefisien Konstruksi yang selanjutnya disingkat KK, adalah koefisin yang didasarkan pada jenis dan atau type konstruksi menara telekomunikasi dengan parameter.

33. Koefisien Ketinggian yang selanjutnya disingkat KT, adalah koefisien yang didasarkan pada ketinggian menara dari permukaan tanah dengan parameter.

34. Tarif Dasar yang selanjutnya disingkat TD, adalah besarnya tarif Dasar yang didasarkan pada prosentase kali biaya investasi, operasional, pemeliharaan, dan bunga.

35. Pembangunan adalah kegiatan pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama yang dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyedia menara di atas tanah/lahan milik Pemerintah Kabupaten atau milik masyarakat secara perorangan maupun lembaga sesuai dengan Rencana Induk Telekomunikasi yang meliputi perencanaan, pengurusan perizinan, pembangunan fisik Menara Telekomunikasi Bersama beserta fasilitas pendukungnya.

36. Tim Penataan dan Pengawasan Pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama yang selanjutnya disebut TP3MB adalah Tim yang dibentuk dan ditetapkan melalui Keputusan Bupati Ngawi, yang bertugas melaksanakan kegiatan pengawasan dan penataan pembangunan menara telekomunikasi dan memberikan masukan kepada instansi teknis terkait mengenai hasil monitoring dan kajian lapangan terhadap menara Komunikasi di Kabupaten Ngawi.

BAB II

KETENTUAN PEMBANGUNAN MENARA

Bagian Kesatu

Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama

Pasal 2

(1) Pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi di seluruh wilayah daerah wajib mengacu kepada Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama di Daerah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.

(2) Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk mengarahkan, menjaga, dan menjamin agar pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi di Daerah dapat terlaksana secara tertata dengan baik, berorientasi masa depan, terintegrasi dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak serta dalam rangka :

a. menjaga estetika kawasan daerah tetap indah, bersih, dan lestari ;

b. mendukung kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi serta kegiatan kepemerintahan; c. menghindari pembangunan menara telekomunikasi yang tidak terkendali;

d. menentukan lokasi-lokasi menara telekomunikasi yang tertata; e. standarisasi bentuk, kualitas, dan keamanan menara telekomunikasi; f. kepastian peruntukan dan efisiensi lahan;

g. menjaga estetika dan keindahan wilayah; h. meminimalisir gejolak sosial;

i. meningkatkan citra wilayah;

j. keselarasan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; k. memudahkan pengawasan dan pengendalian ;

(7)

l. mengantisipasi menara telekomunikasi illegal sehingga menjamin legalitas setiap menara telekomunikasi ;

m. memenuhi kebutuhan lalu lintas telekomunikasi selular secara optimal; n. menghindari wilayah yang tidak terjangkau (blank spot area) ;

o. acuan konsep yang dapat digunakan oleh seluruh operator, baik gsm (global system for mobile comunications) maupun cdma (code division multiple access) serta dapat digunakan untuk layanan nir kabel, Local Area Network, dan lain-lain;

p. mendorong efisiensi dan efektifitas biaya telekomunikasi dan biaya investasi akibat adanya kerja sama antar operator;

q. mendorong persaingan yang lebih sehat antar operator.

(3) Masa berlaku Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama adalah sebagaimana tertera di dalam Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama di Daerah.

(4) Paling lama 3 (tiga) bulan sebelum rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) habis masa berlakunya Pemerintah Daerah wajib melakukan penyempurnaan dan/atau menyusun Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama yang baru sehingga dapat dijadikan sebagai acuan yang lebih memadai dalam rangka pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama di Daerah untuk kurun waktu berikutnya.

Bagian Kedua

Penetapan Zona Pembangunan Menara

Pasal 3

(1) Penetapan Zona pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama disesuaikan dengan kaidah penataan ruang keamanan dan ketertiban lingkungan, estetika, dan kebutuhan kegiatan usaha yang zonanya telah ditetapkan berdasarkan Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama yang berlaku di wilayah Daerah.

(2) Zona Menara Telekomunikasi Bersama yang telah ditetapkan berdasarkan Rencana Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tersebar diseluruh wilayah Kabupaten.

Bagian Ketiga

Tim Penataan dan Pengawasan Pembangunan Menara Telekomunikasi

Pasal 4

(1) Dalam rangka kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan program menara telekomunikasi Bersama di Daerah Bupati membentuk TP3MB.

(2) Tugas TP3MB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara umum bertugas untuk melakukan kajian teknis terhadap desain, penataan, pembangunan atau memberikan masukan dan saran atas pemberian izin pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama dan asistensi terhadap Bupati dalam melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama di Daerah, hal mana menyangkut struktur, personel, tugas dan tanggungjawabnya diatur dan ditetapkan tersendiri melalui Keputusan Bupati.

(3) TP3MB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur unit teknis terkait yang memiliki kompetensi dibidangnya .

(8)

Bagian Keempat

Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama Pasal 5

Demi efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka menara telekomunikasi harus digunakan secara bersama dalam bentuk Menara Telekomunikasi Bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi.

Pasal 6

(1) Pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha yang terdiri dari :

a. badan usaha milik negara; b. badan usaha milik daerah; c. badan usaha swasta nasional.

(2) Untuk mewujudkan pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Untuk melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

(4) Pembangunan menara telekomunikasi harus memiliki IMB Menara dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang – udangan yang berlaku.

(5) Pemberian IMB Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang di daerah, keselamatan operasi penerbangan pesawat udara, serta hasil kajian teknis terhadap desain penataan, pembangunan, dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama dan didasarkan pada Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama.

(6) Penyedia Menara atau Kontraktor Menara dalam mengajukan IMB Menara wajib menyampaikan informasi rencana penggunaan Menara Telekomunikasi Bersama.

(7) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dilakukan dengan perjanjian tertulis antara Penyelenggara Telekomunikasi dengan Pemerintah Daerah.

Pasal 7

(1) Pemasangan antena pemancar telekomunikasi harus dilakukan pada Menara Telekomunikasi Bersama.

(2) Penyelenggaraan menara Telekomunikasi tidak diperkenankan melakukan pemasangan antena pemancar telekomunikasi di atas bangunan, papan iklan, ataupun bangunan lainnya yang tidak sesuai peruntukannya, selain pada Menara Telekomunikasi Bersama.

Pasal 8

(1) Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing.

(9)

(2) Penyedia Menara, Pengelola Menara, atau Kontraktor Menara yang bergerak dibidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan usaha Indonesia yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri.

(3) Penyelenggara Telekomunikasi yang menaranya dikelola pihak ketiga harus menjamin bahwa pihak ketiga tersebut memenuhi krieteria sebagai Pengelola Menara dan/atau Penyedia Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 9

Pembangunan menara Telekomunikasi Bersama harus sesuai dengan standar baku tertentu untuk menjamin keamanan lingkungan dengan memperhitungkan faktor – faktor yang menentukan kekuatan dan kestabilan konstruksi menara telekomunikasi, antara lain :

a. tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan bersama; b. ketinggian menara telekomunikasi;

c. struktur menara telekomunikasi;

d. rangka struktur menara telekomunikasi; e. pondasi menara telekomunikasi; dan f. kekuatan angin.

Pasal 10

(1) Menara Telekomunikasi Bersama harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas.

(2) Sarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan peraturan perundang – udangan yang berlaku, antara lain ;

a. pentanahan ( grounding ); b. penangkal petir;

c. catu daya;

d. lampu halangan penerbangan (Aviation Obstruction Light); dan e. marka halangan penerbangan (Aviation Obstruction Marking).

(3) Identitas hukum terhadap Menara Telekomunikasi Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain :

a. nama pemilik Menara Telekomunikasi Bersama; b. lokasi menara Telekomunikasi Bersama;

c. tinggi menara Telekomunikasi Bersama;

d. tahun pembuatan / pemasangan Menara Telekomunikasi Bersama; e. kontraktor Menara Telekomunikasi Bersama; dan

(10)

Bagian Kelima

Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Khusus

Pasal 11

Untuk kepentingan pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi khusus yang memerlukan kriteria khusus seperti untuk keperluan meteorologi dan geofisika, radio siaran, navigasi, penerbangan, pencarian dan pertolongan kecelakaan, amatir radio, TV, komunikasi antar penduduk dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus instansi pemerintah tertentu/swasta serta keperluan transmisi jaringan telekomunikasi utama (backbone) dikecualikan dari ketentuan Peraturan ini.

Bagian Keenam

Ketentuan Pembangunan Menara di Kawasan Tertentu

Pasal 12

Pembangunan menara telekomunikasi di kawasan tertentu harus memenuhi ketentuan perundang – undangan yang berlaku untuk kawasan dimaksud.

Pasal 13

Kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu, antara lain :

a. kawasan bandar udara/ pelabuhan; b. kawasan pengawasan militer; c. kawasan cagar budaya; d. kawasan pariwisata; dan/atau e. kawasan hutan lindung.

Bagian Ketujuh

Pembangunan dan Pengoperasian Menara Tambahan Penghubung Dan Menara Kamuflase

Pasal 14

Pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi tambahan penghubung diizinkan apabila fungsinya hanya untuk meningkatkan kehandalan cakupan (coverage) dan kemampuan trafik frekuensi telekomunikasi dan dibangun dalam bentuk Menara Telekomunikasi Tunggal dan / atau Menara Telekomunikasi Kamuflase sebagai bagian dari Menara Telekomunikasi Bersama.

(11)

Pasal 15

Pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama yang berada di kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, apabila dimungkinkan menurut hasil kajian secara teknis dari Pemerintah Daerah maka bentuk dan desain menara wajib berwujud Menara Telekomunikasi Kamuflase serta bangunan pendukungnya wajib selaras dengan estetika lingkungan dan / atau kawasan setempat yang juga merupakan bagian dari Menara Telekomunikasi Bersama.

Bagian Kedelapan Jenis Menara Telekomunikasi

Pasal 16

(1) Menara Telekomunikasi Rangka adalah menara telekomunikasi yang konstruksinya merupakan rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul untuk menyatukannya.

(2) Menara Telekomunikasi Tunggal adalah menara telekomunikasi yang konstruksinya berbentuk tunggal tanpa adanya simpul-simpul rangka yang mengikat satu sama lain.

(3) Menara Telekomunikasi Kamuflase adalah penyesuaian bentuk menara telekomunikasi yang diselaraskan dengan lingkungan dimana menara tersebut berada.

BAB III

PENGGUNAAN MENARA BERSAMA

Pasal 17

Penyedia Menara Telekomunikasi Bersama atau Pengelola Menara Telekomunikasi Bersama, harus memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada para penyelenggara telekomunikasi lain untuk menggunakan menara telekomunikasi Bersama secara bersama–sama sesuai kemampuan teknis menara telekomunikasi Bersama.

Pasal 18

Calon pengguna Menara Telekomunikasi Bersama dalam mengajukan surat permohonan untuk penggunaan Menara Telekomunikasi Bersama harus memuat keterangan sekurang–kurangnya, antara lain :

a. nama penyelenggara telekomunikasi dan penanggungjawabnya; b. izin penyelenggaraan telekomunikasi ;

c. maksud dan tujuan penggunaan menara yang diminta dan spesifikasi teknis perangkat yang digunakan; dan

d. kebutuhan akan ketinggian, arah, jumlah, atau beban menara.

Pasal 19

(1) Penggunaan Menara Telekomunikasi Bersama oleh Penyelenggara Telekomunikasi dilarang menimbulkan interferensi yang merugikan.

(12)

(2) Dalam hal terjadi interferensi yang merugikan, Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan Menara Telekomunikasi Bersama harus saling berkoordinasi.

(3) Dalam hal koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan Menara Telekomunikasi Bersama dan / atau Penyedia Menara dapat meminta kepada Kepala Dinas untuk melakukan mediasi.

BAB IV

PRINSIP – PRINSIP PENGGUNAAN MENARA BERSAMA

Pasal 20

(1) Penyedia Menara Telekomunikasi Bersama atau Pengelola Menara Telekomunikasi Bersama harus memperhatikan ketentuan hukum tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

(2) Penyedia Menara Telekomunikasi Bersama atau Pengelola Menara Telekomunikasi Bersama harus menginformasikan ketersediaan kapasitas menaranya kepada calon pengguna Menara Telekomunikasi Bersama secara transparan.

(3) Penyedia Menara Telekomunikasi Bersama atau Pengelola Menara Telekomuniksi Bersama harus menggunakan sistem antrian dengan mendahulukan calon pengguna Menara Telekomunikasi Bersama yang lebih dahulu menyampaikan permintaan penggunaan Menara Telekomunikasi Bersama dengan tetap memperhatikan kelayakan dan kemampuan.

Pasal 21

(1) Penggunaan Menara Telekomunikasi Bersama antara Penyelenggara Telekomunikasi, antar Penyedia Menara dengan Penyelenggara Telekomunikasi, atau antar Pengelola Menara dengan Penyelenggara Telekomunikasi, harus dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dicatatkan kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas.

(2) Pencatatan atas perjanjian tertulis oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas permohonan yang harus dilakukan oleh Penyelenggara Telekomunikasi, Penyedia Menara atau Pengelola Menara.

BAB V

KETENTUAN PERIZINAN

Bagian Kesatu Perizinan

Pasal 22

Setiap pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama wajib memiliki izin berdasarkan rekomendasi TP3MB yang meliputi :

a. Izin Pengusahaan Menara Telekomunikasi Bersama; b. Izin Gangguan (Hinder Ordonantie) ;

c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menara; dan

(13)

Bagian Kedua

Izin Pengusahaan Menara Telekomunikasi Bersama

Pasal 23

(1) Setiap Badan Usaha yang menyelenggarakan kegiatan pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama wajib memiliki Izin Pengusahaan Menara Telekomunikasi Bersama dalam rangka pembangunan dan pengoperasian seluruh Menara Telekomunikasi Bersama di Daerah sebagaimana tercantum didalam Rencana Induk Menara Telekomunikasi Bersama Kabupaten Ngawi.

(2) Izin Pengusahaan Menara Telekomunikasi Bersama dikeluarkan oleh Bupati melalui mekanisme sebagaimana diatur di dalam peraturan-perundang-undangan yang berlaku setelah mendapat rekomendasi dari TP3MB.

(3) Masa berlaku Izin Pengusahaan Menara Telekomunikasi Bersama adalah 5 (lima) tahun.

Bagian Ketiga

Izin Mendirikan Bangunan Menara ( IMB Menara ) Telekomunikasi Bersama

Pasal 24

(1) Setiap pembangunan Menara Telekomunikasi Bersama wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan.

(2) Izin Mendirikan Bangunan dikeluarkan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan atas nama Bupati dengan cara, diajukan oleh pemohon secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan, rekomendasi dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Cipta Karya dan Kebersihan sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagian Keempat

Rekomendasi Operasional Menara Telekomunikasi Bersama

Pasal 25

(1) Setiap pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama wajib memiliki rekomendasi Operasional Menara Telekomunikasi Bersama.

(2) Rekomendasi Operasional Menara Telekomunikasi Bersama dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika atas nama Bupati dengan cara mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati Melalui Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika.

(3) Rekomendasi Operasional Menara Telekomunikasi Bersama berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk masa setiap 5 (lima) tahun setelah dilakukan penilaian dan evaluasi secara teknis oleh TP3MB.

(4) Permohonan Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk setiap menara dilampiri persyaratan sebagai berikut :

a. rekomendasi ketinggian yang diperbolehkan;

b. surat kuasa yang sah dari perusahaan apabila diurus oleh pihak lain; c. bukti kepemilikan tanah ;

d. surat kerelaan atau perjanjian penggunaan / pemanfaatan / sewa tanah atau lahan;

e. surat pernyataan sanggup mengganti kerugian kepada warga masyarakat apabila terjadi kerugian/kerusakan yang diakibatkan oleh keberadaan menara telekomunikasi yang dibangun dan dioperasikan;

(14)

f. surat kesanggupan membongkar Menara Telekomunikasi Bersama apabila sudah tidak dimanfaatkan kembali atau habis masa perizinannya atau keberadaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

g. Izin Mendirikan Bangunan ; h. gambar teknis,meliputi :

1. peta situasi lokasi; 2. site plan;

3 denah bangunan 1: 100;

4. tampak,potongan,rencana pondasi 1: 100; 5. perhitungan struktur/konstruksi;

6. uji penyelidikan tanah; 7. grounding (penangkal petir); 8. titik koordinat ( dari GPS).

i. surat pernyataan kesanggupan untuk memakai menara telekomunikasi secara Bersama. j. surat kontrak kerjasama dari 2 (dua) operator atau lebih.

(5) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat permohonan Rekomendasi secara lengkap dan benar, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika atas nama Bupati menerbitkan Rekomendasi Operasional Menara Telekomunikasi Bersama.

(6) Rekomendasi Operasional Menara Telekomunikasi Bersama tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain.

Pasal 26

(1) Permohonan perpanjangan Rekomendasi Operasional setiap Menara Telekomunikasi Bersama disampaikan kepada Bupati Melalui Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika secara tertulis setelah mendapat rekomendasi dari TP3MB.

(2) Permohonan pembaruan Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) huruf g.

BAB VI

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 27

Dengan nama Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi dipungut retribusi atas pemanfaatan ruang untuk Menara Telekomunikasi.

Pasal 28

(1) Objek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum.

(2) Dikecualikan dari obyek retribusi adalah pembangunan dan/atau pengoperasian Menara Telekomunikasi untuk kepentingan pertahanan keamanan dan bencana alam yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

(15)

Pasal 29

Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memanfaatkan ruang untuk menara telekomunikasi.

BAB VII

GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 30

Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi termasuk golongan Retribusi Jasa Umum. BAB VIII

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 31

Tingkat penggunaan jasa pelayanan Pengendalian Menara Telekomunikasi diukur berdasarkan biaya operasi, pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.

BAB IX

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 32

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

BAB X

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 33

(1) Struktur dan besarnya tarif untuk tiap obyek retribusi ditetapkan paling tinggi sebesar 2% (dua persen) dari nilai jual objek pajak yang digunakan sebagai dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan menara telekomunikasi, yang besarnya retribusi dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi, dengan ketentuan sebagai berikut : a. menara telekomunikasi jenis celluler tarif retribusinya sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I Peraturan Daerah ini;

b. menara telekomunikasi jenis non celluler untuk WLAN/LAN tarif retribusinya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini;

(2) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus RPMT = KZ x KK x KT x TD.

(3) KZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan nilainya sebagai berikut :

a. Zona I meliputi Kecamatan : Ngawi, Paron, Geneng, dan Gerih, memiliki bobot nilai 1,80 (satu koma delapan puluh) ;

(16)

b. Zona II meliputi Kecamatan : Kasreman, Karangjati, Bringin, dan Padas, memiliki bobot nilai 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) ;

c. Zona III meliputi Kecamatan : Mantingan, Widodaren, dan Kedunggalar, memiliki bobot nilai 1,70 (satu koma tujuh puluh) ;

d. Zona IV meliputi Kecamatan : Sine, Ngrambe, Jogorogo, dan Kendal, memiliki bobot nilai 1,65 (satu koma enam puluh lima) ;

e. Zona V meliputi Kecamatan : Kwadungan, dan Pangkur, memiliki bobot nilai 1,60 (satu koma enam puluh) ;

f. Zona VI meliputi Kecamatan : Pitu, dan Karanganyar, memiliki bobot nilai 1,55(satu koma lima puluh lima).

(4) KK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan nilainya sebagai berikut :

a. Konstruksi menara telekomunikasi dengan menggunakan bentuk bulat dan atau tunggal, memiliki bobot nilai 1,40 (satu koma empat puluh) ;

b. Konstruksi menara telekomunikasi dengan menggunakan kerangka bentuk segitiga, memiliki bobot nilai 1,45 (satu koma empat puluh lima) ;

c. Konstruksi menara telekomunikasi dengan menggunakan kerangka bentuk segiempat, memiliki bobot nilai 1,50 (satu koma lima puluh).

(5) KT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan nilainya sebagai berikut :

a. Ketinggian menara telekomunikasi 0 s/d 12 (nol sampai dengan dua belas) meter memiliki bobot nilai 2,80 (satu koma lima puluh) ;

b. Ketinggian menara telekomunikasi 13 s/d 28 (tiga belas sampai dengan dua puluh delapan) meter memiliki bobot nilai 2 (dua) ;

c. Ketinggian menara telekomunikasi 29 s/d 44 (dua puluh sembilan sampai dengan empat puluh empat) meter memiliki bobot nilai 2.50 (dua koma lima puluh) ;

d. Ketinggian menara telekomunikasi lebih dari 44 (empat puluh empat) meter memiliki bobot nilai 3 (tiga).

(6) TD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan nilainya sebagai berikut :

a. Tarif Dasar menara telekomunikasi untuk celluler bentuk bulat/tunggal 2,5 (dua koma lima) per seribu x Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) ;

b. Tarif Dasar menara telekomunikasi untuk celluler bentuk kerangka segitiga 2,5 (dua koma lima) per seribu x Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) ;

c. Tarif Dasar menara telekomunikasi untuk celluler bentuk kerangka segiempat 2,5 (dua koma lima) per seribu x Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) ;

d. Tarif Dasar menara telekomunikasi untuk non celluler WLAN/LAN bentuk bulat/tunggal 5 (lima) per seribu x Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) ;

e. Tarif Dasar menara telekomunikasi untuk non celluler WLAN/LAN bentuk kerangka segitiga 5 (lima) per seribu x Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah) ;

f. Tarif Dasar menara telekomunikasi untuk non celluler WLAN/LAN bentuk kerangka segiempat 5 (lima) per seribu x Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).

(17)

BAB XI

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 34

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.

BAB XII

MASA RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 35

Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun.

Pasal 36

Retribusi terutang dalam masa retribusi terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XIII

TATACARA PEMUNGUTAN

Pasal 37

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis,

kupon, dan kartu langganan.

(4) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk wajib retribusi yang menggunakan SSRD.

(5) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Umum Daerah paling lambat 1 x 24 jam.

(6) Tata Cara pelaksanaan pemungutan retribusi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB XIV

TATACARA PEMBAYARAN

Pasal 38

(1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai atau lunas.

(2) Pembayaran retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan..

(3) Tata cara pembayaran, penentuan tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran retribusi diatur dalam Peraturan Bupati.

(18)

BAB XV

TATACARA PENAGIHAN

Pasal 39

(1) Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat

lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib retribusi belum melunasi retribusi yang terutang maka diterbitkan STRD.

(4) Surat Teguran, Surat Peringatan atau STRD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

BAB XVI

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 40

(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain dapat diberikan kepada pengusaha kecil untuk mengangsur.

(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain diberikan kepada Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam atau kerusuhan.

(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB XVII

KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 41

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika: a. diterbitkan Surat Teguran; atau

b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,

kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

(19)

Pasal 42

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata Cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Keputusan Bupati. BAB XVIII SANKSI Bagian Kesatu Sanksi Administrasi Pasal 43

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

Bagian Kedua Sanksi Pidana

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi yang terutang yang tidak mau atau kurang bayar.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.

Bagian Ketiga

Sanksi Bagi Pengelola Menara Telekomunikasi

Pasal 44

(1) Setiap Badan Usaha yang telah memiliki izin yang meliputi Izin Mendirikan Bangunan Menara, dan Rekomendasi Operasional Pengendalian Menara Bersyarat dalam rangka pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi diberikan peringatan secara tertulis apabila : a. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

dalam izin dan rekomendasi yang telah diperolehnya ;

b. melaksanakan kegiatan yang tidak sesuai dengan perizinan dan rekomendasi yang diberikan;

c. melaksanakan ketentuan teknis, keamanan dan keselamatan serta kelestarian fungsi lingkungan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku; d. tidak bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan izin dan

rekomendasi yang telah diberikan ; atau

e. tidak membantu pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh petugas yang berwenang.

(2) Peringatan tertulis diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut turut dengan tenggang waktu masing masing 1 ( satu ) bulan.

(20)

Pasal 45

(1) Izin Mendirikan Bangunan Menara dan Rekomendasi Operasional Pengendalian Menara Bersyarat dalam rangka pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi dibekukan apabila setiap orang yang telah memiliki izin dan rekomendasi dimaksud dalam rangka pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi tidak melakukan upaya sebagaimana tertera dalam surat peringatan setelah mendapatkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) Peraturan Daerah ini.

(2) Pembekuan izin dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara penyegelan terhadap Menara Telekomunikasi yang sedang atau telah selesai dibangun dan/atau dioperasikan.

(3) Selama Izin Mendirikan Bangunan Menara dan Rekomendasi Operasional Pengendalian Menara Bersyarat atas pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi yang bersangkutan dibekukan, maka Badan Usaha pengelola menara telekomunikasi tetap dapat mengoperasikan Menara Telekomunikasinya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat dilakukan dibawah pengawasan Pemerintah Kabupaten.

(4) Jangka waktu pembekuan Izin Mendirikan Bangunan Menara dan Rekomendasi Operasional Pengendalian Menara Bersyarat atas pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkannya penetapan pembekuan izin.

(5) Izin Mendirikan Bangunan Menara dan Rekomendasi Operasional Pengendalian Menara Bersyarat atas pembangunan serta pengoperasian Menara Telekomunikasi yang telah dibekukan dapat di berlakukan kembali apabila pemilik izin yang bersangkutan telah mengindahkan peringatan dengan melakukan perbaikan dan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 46

(1) Izin Mendirikan Bangunan Menara dan Rekomendasi Operasional Pengendalian Menara Bersyarat Telekomunikasi dapat dicabut apabila :

a. ada permohonan tertulis dari pemilik izin/rekomendasi ;

b. izin/rekomendasi dikeluarkan atas data yang tidak benar/dipalsukan ;

c. pemilik izin/rekomendasi tidak melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku setelah selesai masa pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4).

(2) Pelaksanaan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pembongkaran Menara Telekomunikasi.

Pasal 48

Seluruh pelaksanaan Sanksi administrasi bagi kegiatan pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi ditetapkan oleh Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika atas nama Bupati.

(21)

Pasal 47

(1) Pengusahaan Menara Telekomunikasi dicabut apabila pihak pengelola Menara Telekomunikasi melakukan ingkar janji/wan prestasi atas perjanjian/kerjasama yang telah disepakati dengan Pemerintah Daerah.

(2) Pencabutan pengelolaan Menara Telekomunikasi dilakukan oleh Bupati apabila pengelola Menara Telekomunikasi di Daerah tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah sebelumnya Bupati memperoleh rekomendasi pencabutan izin pengusahaan menara telekomunikasi dari TP3MB.

Pasal 48

(1) Setiap orang atau badan yang membangun dan mengoperasikan menara telekomunikasi yang tidak sesuai dengan penetapan zona pembangunan menara wajib dibongkar.

(2) Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut–turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) minggu.

(3) Menara telekomunikasi dan bangunan penunjangnya yang tidak sesaui dengan ketentuan yang berlaku, langsung dibongkar setelah mendapatkan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) minggu dan pembongkaran dilakukan setelah dikeluarkannya rekomendasi pembongkaran oleh TP3MB.

Pasal 49

Seluruh pelaksanaan sanksi administrasi bagi kegiatan pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku ditetapkan oleh Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika atas nama Bupati setelah mendapat rekomendasi dari TP3MB.

Bagian Ketiga Pembongkaran Menara

Pasal 50

(1) Pembongkaran menara telekomunikasi dan/atau bangunan penunjang menara telekomunikasi dapat dilakukan oleh pemilik bangunan menara telekomunikasi atau oleh Pemerintah Kabupaten. (2) Menara telekomunikasi dan/atau bangunan penunjang menara yang tidak dibongkar oleh pemilik bangunan, melainkan dibongkar paksa oleh Pemerintah Kabupaten, maka barang bekas bongkarannya menjadi milik Pemerintah Kabupaten.

(22)

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi.

Ditetapkan di Ngawi

pada tanggal 30 Desember 2010 BUPATI NGAWI,

ttd

BUDI SULISTYONO

Diundangkan di Ngawi

pada tanggal 30 Desember 2010

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NGAWI, ttd

MAS AGOES NIRBITO MOENASIWASONO

(23)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 20 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

I. PENJELASAN UMUM :

Bahwa pengendalian menara telekomunikasi sangat diperlukan selain karena semakin banyaknya pengelola menara telekomunikasi bersaing untuk membangun menaranya dengan berbagai fasilitas dan jangkauan frekuensinya.

Pemerintah Daerah juga berharap agar dikemudian hari tidak sampai terjadi Kabupaten Ngawi menjadi daerah hutan menara telekomunikasi yang selain bangunannya menjulang tinggi, juga terdapat resiko bagi masyarakat sekitarnya yang harus diminimalisir dengan cara dikendalikan dan diawasi pengoperasiannya oleh Pemerintah Daerah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 cukup jelas Pasal 2 cukup jelas Pasal 3 cukup jelas Pasal 4 cukup jelas Pasal 5 cukup jelas Pasal 6 cukup jelas Pasal 7 cukup jelas Pasal 8 cukup jelas Pasal 9 cukup jelas Pasal 10 cukup jelas Pasal 11 cukup jelas Pasal 12 cukup jelas Pasal 13 cukup jelas Pasal 14 cukup jelas Pasal 15 cukup jelas

(24)

- 2 - Pasal 16 cukup jelas Pasal 17 cukup jelas Pasal 18 cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 cukup jelas Pasal 21 cukup jelas Pasal 22 cukup jelas Pasal 23 cukup jelas Pasal 24 cukup jelas Pasal 25 cukup jelas Pasal 26 cukup jelas Pasal 27 cukup jelas Pasal 28 cukup jelas Pasal 29 cukup jelas Pasal 30 cukup jelas Pasal 31 cukup jelas Pasal 32 cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

a. contoh perhitungan Tarif Retribusi untuk menara Cellular dengan Kerangka Segiempat pada Ketinggian lebih dari 44 (empat puluh empat) meter :

1. Zona I tarif retribusinya :

1,75 X 1,5 X 3 X 2.500.000 = 19.687.500 / tahun ; 2. Zona II tarif retribusinya :

1,65 X 1,5 X 3 X 2.500.000 = 18.562.500 / tahun ; 3. Zona III tarif retribusinya :

1,55 X 1,5 X 3 X 2.500.000 = 17.437.500 / tahun ; 4. Zona IV tarif retribusinya :

(25)

- 3 -

5. Zona V tarif retribusinya :

1,35 X 1,5 X 3 X 2.500.000 = 15.187.500 / tahun 6. Zona VI tarif retribusinya :

1,25 X 1,5 X 3 X 2.500.000 = 14.062.500 / tahun

c. Contoh perhitungan Tarif Retribusi untuk menara WLAN/LAN dengan Kerangka Segitiga pada Ketinggian 13 s/d 28 (tiga belas sampai dengan dua puluh delapan) meter :

1. Zona I tarif retribusinya :

1,75 X 1,35 X 2,25 X 60.000 = 318.938/ tahun 2. Zona II tarif retribusinya :

1,65 X 1,35 X 2,25 X 60.000 = 300.713 / tahun Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 34 cukup jelas Pasal 35 cukup jelas Pasal 36 cukup jelas Pasal 37 cukup jelas Pasal 38 cukup jelas Pasal 39 cukup jelas Pasal 40 cukup jelas Pasal 41 cukup jelas Pasal 42 cukup jelas Pasal 43 cukup jelas Pasal 44 cukup jelas Pasal 45 cukup jelas Pasal 46 cukup jelas

(26)

-4- Pasal 47 cukup jelas Pasal 48 cukup jelas Pasal 49 cukup jelas Pasal 50 cukup jelas Pasal 51 cukup jelas Pasal 52 cukup jelas

(27)

LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR : 20 TAHUN 2010

TANGGAL : 30 Desember 2010 Tarif Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

Untuk Menara Cellular

No

Zona /

Kecamatan Tipe Konstruksi

Ketinggian

Menara Tarif

Rp / Tahun

1 2 3 4 5

1 ZONA I 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 5,742,188

Ngawi, Gerih, 13 – 28 meter 7,382,813

Paron, Geneng 29 – 44 meter 9,023,438

> 44 meter 9,843,750

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 8,268,750

13 – 28 meter 10,631,250

29 – 44 meter 12,993,750

> 44 meter 14,175,000

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 11,484,375

13 – 28 meter 14,765,625

29 – 44 meter 18,046,875

> 44 meter 19,687,500

2 ZONA II 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 5,414,063

Karangjati, 13 – 28 meter 6,960,938

Bringin, Padas 29 – 44 meter 8,507,813

Kasreman. > 44 meter 9,281,250

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 7,796,250

13 – 28 meter 10,023,750

29 – 44 meter 12,251,250

> 44 meter 13,365,000

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 10,828,125

13 – 28 meter 13,921,875

29 – 44 meter 17,015,625

> 44 meter 18,562,500

3 ZONA III 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 5,085,938

Mantingan, 13 – 28 meter 6,539,063

Widodaren, 29 – 44 meter 7,992,188

Kedunggalar > 44 meter 8,718,750

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 7,323,750

13 – 28 meter 9,416,250

29 – 44 meter 11,508,750

> 44 meter 12,555,000

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 10,171,875

13 – 28 meter 13,078,125

29 – 44 meter 15,984,375

(28)

- 2 -

4 ZONA IV 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 4,757,813

Sine, Ngrambe, 13 – 28 meter 6,117,188

Jogorogo, Kendal 29 – 44 meter 7,476,563

> 44 meter 8,156,250

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 6,851,250

13 – 28 meter 8,808,750

29 – 44 meter 10,766,250

> 44 meter 11,745,000

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 9,515,625

13 – 28 meter 12,234,375

29 – 44 meter 14,953,125

> 44 meter 16,312,500

5 ZONA V 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 4,429,688

Kwadungan, 13 – 28 meter 5,695,313

Pangkur 29 – 44 meter 6,960,938

> 44 meter 7,593,750

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 6,378,750

13 – 28 meter 8,201,250

29 – 44 meter 10,023,750

> 44 meter 10,935,000

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 8,859,375

13 – 28 meter 11,390,625

29 – 44 meter 13,921,875

> 44 meter 15,187,500

6 ZONA VI 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 4,101,563

Pitu, Karanganyar 13 – 28 meter 5,273,438

29 – 44 meter 6,445,313

> 44 meter 7,031,250

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 5,906,250

13 – 28 meter 7,593,750

29 – 44 meter 9,281,250

> 44 meter 10,125,000

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 8,203,125

13 – 28 meter 10,546,875 29 – 44 meter 12,890,625 > 44 meter 14,062,500 BUPATI NGAWI, ttd BUDI SULISTYONO

(29)

LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI

NOMOR : 20 TAHUN 2010

TANGGAL : 30 Desember 2010

Tarif Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi (untuk menara Non Cellular : WLAN/ LAN)

No

Zona /

Kecamatan Tipe Konstruksi

Ketinggian

Menara Tarif

Rp / Tahun

1 2 3 4 5

1 ZONA I 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 38,281

Ngawi, Gerih, 13 – 28 meter 49,219

Paron, Geneng 29 – 44 meter 60,156

> 44 meter 65,625

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 248,063

13 – 28 meter 318,938

29 – 44 meter 389,813

> 44 meter 425,250

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 574,219

13 – 28 meter 738,281

29 – 44 meter 902,344

> 44 meter 984,375

2 ZONA II 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 36,094

Karangjati, 13 – 28 meter 46,406

Bringin, Padas 29 – 44 meter 56,719

Kasreman. > 44 meter 61,875

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 233,888

13 – 28 meter 300,713

29 – 44 meter 367,538

> 44 meter 400,950

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 541,406

13 – 28 meter 696,094

29 – 44 meter 850,781

> 44 meter 928,125

3 ZONA III 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 33,906

Mantingan, 13 – 28 meter 43,594

Widodaren, 29 – 44 meter 53,281

Kedunggalar > 44 meter 58,125

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 219,713

13 – 28 meter 282,488

29 – 44 meter 345,263

> 44 meter 376,650

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 508,594

13 – 28 meter 653,906

29 – 44 meter 799,219

> 44 meter 871,875

(30)

2

-4 ZONA IV 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 31,719

Sine, Ngrambe, 13 – 28 meter 40,781

Jogorogo, 29 – 44 meter 49,844

Kendal > 44 meter 54,375

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 205,538

13 – 28 meter 264,263

29 – 44 meter 322,988

> 44 meter 352,350

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 475,781

13 – 28 meter 611,719

29 – 44 meter 747,656

> 44 meter 815,625

5 ZONA V 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 29,531

Kwadungan, 13 – 28 meter 37,969

Pangkur 29 – 44 meter 46,406

> 44 meter 50,625

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 191,363

13 – 28 meter 246,038

29 – 44 meter 300,713

> 44 meter 328,050

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 442,969

13 – 28 meter 569,531

29 – 44 meter 696,094

> 44 meter 759,375

6 ZONA VI 1. Tunggal / Bulat 0 – 12 meter 27,344

Pitu,Karanganyar 13 – 28 meter 35,156

29 – 44 meter 42,969

> 44 meter 46,875

2. Kerangka / Segitiga 0 – 12 meter 177,188

13 – 28 meter 227,813

29 – 44 meter 278,438

> 44 meter 303,750

3. Kerangka / Segiempat 0 – 12 meter 410,156

13 – 28 meter 527,344 29 – 44 meter 644,531 > 44 meter 703,125 BUPATI NGAWI, ttd BUDI SULISTYONO

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: Dari hasil analisa klien tidak bisa mengendalikan diri untuk sadar agar tidak lagi ketergantungan dengan Narkotika

Penelitian ini menggunakan satu variable independen (kinerja keuangan), satu variabel dependen (Nilai Perusahaan) dan dua variabel moderasi ( Corporate Social

Berdasarkan hasil penelitian Widodo (2011), hasil afektif siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model NHT pada pokok bahasan besaran dan pengukuran di kelas

Hasil uji t dengan moderate menunjukan H5 yang merupakan interaksi antara Profitabilitas terhadap keputusan pendanaan dengan pertumbuhan perusahaan memberikan koefisien

dapat diketahui bahwa terdapat 5 famili arthropoda, yaitu famili Formicidae, famili Alydidae, famili Coccinellidae, famili Staphylinidae, dan famili Scarabaeidae,

tidak dipengaruhi oleh arang, akan tetapi kadar lemak pada dedak padi tersebut dipengaruhi oleh masa penyimpanan. Masa penyimpanan menyebabkan kadar lemak menjadi

Guna mengatasi persoalan terbatasnya sumberdaya internal tersebut perlu adanya inisiasi dari agen pengembangan komunitas di dusun Pandes yang masih bertahan untuk

7.. Adalah benar sebagai lembaga yang memiliki kredibilitas dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan masyarakat, dan dianggap layak mengajukan dana