• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI PRODUKTIVITAS SAPI MADURA DENGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KOMPARASI PRODUKTIVITAS SAPI MADURA DENGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI PRODUKTIVITAS SAPI MADURA

DENGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

(Comparison Study on The Productivity of Madura Cattle with

Ongole Crossbred Cattle)

MALIKAH UMAR1,MUKH ARIFIN2danAGUNG PURNOMOADI2

1

Fakultas Pertanian Universitas Madura, Pamekasan 2

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRACT

This study was aimed to study the production potency of Madura cattle by comparing each four cattle of Madura and Ongole Crossbred raised under feedlot management. The cattle were 1.5 years old with initial body weight of 147.75 kg for Madura cattle and 167.75 kg for Ongole Crossbred cattle. The feedstuff given was Napier grass ad libitum and concentrates (1.75% BW) to meet the protein content of 15%. Parameters measured were: body weight gain, daily feed intake, feed conversion rate and dry matter digestibility. Data observed was analyzed based on t-test using SPSS 10. The results showed that daily gain of Madura and Ongole Crossbred cattle was not different (P > 0.05), of 0.60 kg/d each. Similar results were found for feed intake (Madura: 6.08 kg/d; Ongole Crossbred: 5.69 kg/d) and feed conversion ratio (Madura: 10.21; Ongole Crossbred: 9.63), while digestible dry matter intake for both cattle breed was significantly different (P < 0.05): 3.98 and 3.52 kg/d for Madura and Ongole Crossbred, respectively. The feed intake per body weight for Madura cattle (3.61%BW) was significantly higher (P < 0.05) than that of Ongole Crossbred (3.03%BW). This result indicated that Madura cattle has a higher capacity to consume the feed in percentage to body weight than that of Ongole Crossbred cattle. This result showed that productivity of Madura cattle still could be improved by giving better feed quality than the diet used in this study.

Key Words: Productivity, Madura cattle, Ongole Crossbred Cattle

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui potensi produksi sapi pada pemeliharaan feedlot pada 4 ekor sapi Madura dan membandingkannya dengan 4 ekor sapi PO jantan. Masing-masing sapi berumur sekitar 1,5 tahun, dengan bobot hidup awal rata-rata 147,75 kg untuk sapi Madura dan 167,75 kg untuk sapi PO. Jenis pakan yang diberikan berupa rumput gajah ad libitum dan konsentrat (1,75% BH) dengan harapan PK pakan mencapai 15%. Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi pertambahan bobot hidup harian, konsumsi BK harian, konversi pakan dan kecernaan BK. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t menggunakan SPSS 10. Hasil perhitungan pertambahan bobot hidup antara sapi Madura dan PO tidak terdapat perbedaan (P ≥ 0,05) yakni keduanya mencapai 0,60 kg/hari, begitu pula pada konsumsi BK yaitu 6,08 kg/hari untuk sapi Madura dan 5,69 kg/hari pada sapi PO. Konversi BK pakan antara sapi Madura dan PO tidak berbeda (P > 0,05) masing-masing mencapai 10,21 dan 9,63,sedangkan BK tercerna menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P < 0,05) yaitu 3,98 kg pada Madura dan 3,52 kg pada sapi PO. Kemampuan untuk mengkonsumsi BK pada masing-masing bangsa tersebut juga berbeda nyata (P < 0,05) dimana sapi Madura mencapai 3,61% dari bobot hidup sedang sapi PO mencapai 3,03% dari bobot hidup yang menunjukkan bahwa sapi Madura memiliki kemampuan mengkonsumsi pakan dalam persentase bobot hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi PO. Hal ini menunjukkan bahwa sapi Madura masih dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan pakan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan pakan dalam penelitian ini.

Kata Kunci: Produktivitas, Sapi Madura, Sapi Peranakan Ongole

PENDAHULUAN

Penurunan populasi sapi potong secara nasional pada periode 1994 – 2002 sebesar 3,1

persen per tahun (HADI et al., 2002 dalam DIWYANTO et al., 2005), menyebabkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, harus diimpor sebanyak 450.000 sapi/tahun

(2)

dari Australia (RUSFIDRA, 2005). Kondisi yang sangat menguras devisa negara ini memunculkan beberapa alternatif pemecahan diantaranya adalah pada pengembangan sapi-sapi lokal yang potensial sebagai penghasil daging yang telah terbukti memiliki keunggulan beradaptasi dengan lingkungan tropis dibanding sapi impor (RUSFIDRA, 2005). Harapan ini sejalan dengan kebijakan umum pembangunan peternakan dengan misi Terwujudnya Masyarakat yang Sehat dan Produktif Melalui Pembangunan Peternakan Tangguh Berbasis

Sumberdaya Lokal (HAKIM, 2003).

Sapi Madura merupakan salah satu sapi lokal yang berpotensi untuk dikembangkan, meskipun perlu perbaikan produktivitasnya yang selama ini dilaporkan rendah (SOEHADJI, 1992). Rendahnya produktivitas sapi Madura selama ini diyakini karena mutu genetiknya, sehingga dalam upaya perbaikan produktivitasnya hanya dilakukan dengan perbaikan mutu genetiknya. Selama ini penelitian tentang sapi Madura yang diarahkan untuk mengetahui kemampuan terbaik produktivitasnya, masih sangat terbatas. Untuk mengetahui tingkat produktivitas dalam kondisi yang baik, sapi Madura dipelihara secara intensif dengan pakan feedlot dengan kadar protein pakan tinggi. Kondisi pakan tersebut diberikan mengingat pertambahan bobot hidup sangat dipengaruhi oleh pakan (CAMPBELL dan LASLEY, 1985; TILLMAN et al., 1998). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dasar sebagai pertimbangan dalam penentuan kebijakan untuk mengembangkan sapi Madura lebih lanjut.

MATERI DAN METODE

Materi yang digunakan adalah 4 ekor sapi Madura jantan yang didatangkan dari pulau Madura dengan bobot hidup (BH) awal 147,75 ± 14,57 kg dan 4 ekor sapi Peranakan Ongole jantan yang diperoleh dari daerah sekitar Semarang dengan BB awal 167,75 ± 22,57 kg. Kedua kelompok sapi tersebut dipilih dengan

kisaran umur yang sama yakni 12 – 16 bulan. Pakan yang diberikan terdiri dari rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang telah dilayukan 7 – 10 hari dan dipotong-potong dengan ukuran 3 – 5 cm dan diberikan secara ad libitum. Selain hijauan, sapi penelitian juga diberi pakan konsentrat sebesar 1,75% BH yang terdiri dari campuran pollard (44,5%), dedak padi (46%) dan bungkil kedelai (9,5%). Pakan yang diberikan tersebut diharapkan memberikan kandungan protein kasar total sekitar 15%. Komposisi kimia bahan pakan penelitian ditampilkan pada Tabel 1.

Peralatan yang digunakan diantaranya timbangan ternak merk Sima kapasitas 2000 kg dengan tingkat ketelitian 1 kg, timbangan Ohauss untuk menimbang pakan, sisa pakan dan feses dengan kapasitas 6.000 g dan ketelitian 2 g. Timbangan analitik merk Ohauss dengan ketelitian 0,001 g juga digunakan untuk menimbang sampel pakan dan feses guna penentuan kadar air atau bahan keringnya. Total koleksi untuk menentukan nilai kecernaan pakan dilakukan dengan memasang harness yang dilengkapi dengan kantung penampung feses dan selang plastik untuk mengalirkan urin ke jerigen.

Penelitian ini dilaksanakan menurut

Independent Sample Comparison (STEEL dan

TORRIE, 1993), yaitu membandingkan 2 kelompok sapi dengan bangsa yang berbeda. Pengambilan data dilaksanakan setelah melalui 3 tahap yakni persiapan, adaptasi dan pendahuluan selama 8 minggu. Untuk mengetahui tingkat produktivitas dalam kondisi yang baik, dalam penelitian ini, baik sapi Madura maupun sapi PO dipelihara secara intensif dengan pakan feedlot dengan kadar protein pakan 15%.

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah produktivitas ternak, yang meliputi pertambahan bobot badan harian, konsumsi harian, konversi pakan dan kecernakan BK. Nilai kecernaan diperoleh dengan metode total koleksi yang dilakukan selama 7 hari berturut-turut. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t menggunakan SPSS 10.

Tabel 1. Komposisi kimia pakan penelitian (dalam 100% BK)

Bahan pakan BO PK LK SK Abu BETN

Rumput Gajah 82,28 8,41 2,05 29,10 17,72 42,72 Konsentrat 90,42 17,50 5,72 12,49 9,58 54,70

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan bobot hidup harian dan konsumsi pakan

Data pertambahan bobot hidup harian dan konsumsi bahan kering pakan yang diperoleh selama penelitian ditampilkan pada Tabel 2. Pertambahan bobot hidup harian antara sapi PO dan sapi Madura jantan yang diberi pakan dengan kandungan PK 14,7%, menunjukkan tidak ada perbedaan antara keduanya (P > 0,05) yakni mencapai 600 g. Pada penelitian ini faktor nutrisi pakan, jumlah konsumsi pakan, jenis kelamin, umur dan faktor lingkungan telah disamakan sehingga tidak saling mempengaruhi. Bobot hidup awal yang dimiliki kedua bangsa yaitu 167 kg untuk sapi PO dan 147 kg untuk sapi Madura, sementara itu faktor genetik menjadi tujuan dari penelitian ini yakni mengetahui potensi optimal dari kedua bangsa sapi lokal tersebut. Pencapaian PBHH sapi Madura pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian MORAN (1978) dan WARDHANI et al. (1992) yang menggunakan pada sapi Madura dengan pakan tambahan konsentrat sebesar 1,5% bobot badan dengan kandungan PK pakan 15,97% memperoleh PBHH 600 g. Hasil penelitian ini

lebih baik dari yang dilaporkan ARYOGI et al. (1994) pada sapi Madura yang diberi konsentrat 2 – 2,5% dari bobot hidup dengan PK 16% memperoleh PBHH 500 g. Pada penelitian yang lain, KUSWANDI et al. (2004) dengan menggunakan pedet sapi FH yang mempunyai bobot hidup awal 131 kg dengan PK pakan 13,98% hanya mampu mencapai pertambahan 260 g/hari.

Konsumsi BK total dan konsumsi BK konsentrat pada kedua bangsa sapi PO (5690 g/hari) dan Madura (6085 g/hari) tidak terdapat perbedaan (P > 0,05), demikian pula untuk konsumsi BK konsentrat masing masing 3113 dan 2830 g/hari. Konsumsi BK hijauan antara sapi PO (2583 g/hari) dan sapi Madura (3255 g/hari) menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05). Konsumsi BK total dan hijauan tersebut apabila dipersentasekan terhadap bobot hidup menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05) yang secara berurutan pada sapi PO 3,03 dan 1,38%BB serta sapi Madura 3,61 dan 1,94%BB, namun berbeda pada konsumsi BK konsentrat (P > 0,05) yakni 1,65% BH pada sapi PO dan 1,67% BH. Sapi Madura dengan bobot badan yang lebih kecil (147 kg), ternyata dapat mengkonsumsi BK total 395 g lebih tinggi dibandingkan sapi PO yang bobot hidupnya lebih besar (167 kg). Secara teori

Tabel 2. Bobot hidup dan konsumsi bahan kering pakan dari sapi PO dan Madura dengan pemeliharaan

intensif Bangsa Variabel PO Madura signifikansi Bobot badan, kg Awal 167 147 Akhir 209 189

Pertambahan bobot badan, g/hari 600 600 ns

Konsumsi BK total, g/hari 5690 6085 ns

Hijauan 2583 3255 *

Konsentrat 3113 2830 ns

Konsumsi BK total, %BB 3,03 3,61 *

Hijauan 1,38 1,94 *

Konsentrat 1,65 1,67 ns

Konsumsi BK tercerna, g/hari 3517 3977 *

Kecernaan BK, % 61,94 65,51 ns

Feed Conversion Ratio (FCR) 9,63 10,21 ns *: berbeda nyata (P < 0,05); ns: tidak berbeda (P > 0,05)

(4)

bobot hidup yang lebih besar akan mengkonsumsi BK lebih banyak, namun pada penelitian ini data tidak menunjukkan kesesuaian dengan keadaan tersebut. Kenyataan menunjukkan sapi Madura mampu mengkonsumsi BK 0,58% lebih tinggi dari sapi berdasarkan persen bobot hidup. SIREGAR (1994) menuliskan bahwa pemberian pakan yang tidak terbatas dilakukan untuk mengetahui potensi produksi seekor ternak, agar jumlah zat gizi yang dibutuhkan untuk mencapai produksi yang optimal dapat terpenuhi.

Rasio hijauan dan konsentrat pada sapi PO (45,3:54,7) dan sapi Madura (53,5:46,5) ini berubah dari rancangan awal penelitian yakni 30 : 70. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian hijauan diberikan secara ad libitum yang memungkinkan sapi menambah konsumsi pakannya. Keadaan ini sesuai dengan pendapat KEARL (1982) bahwa konsumsi BK pada ternak sangat dipengaruhi oleh bangsa dan bobot badan serta kapasitas saluran pencernaan dalam menampung digesta sebelum diserap ke dalam jaringan tubuh (TILLMAN et al., 1998). Penambahan konsumsi ini dilakukan karena dari bahan kering tersebut seekor ternak akan memperoleh suplai nutrisi yang diperlukan.

Konsumsi bahan kering tercerna pada sapi PO (3517 g/hari) dan sapi Madura (3977 g/hari) berbeda nyata (P < 0,05), meskipun kecernaan BK tidak berbeda (P > 0,05) yaitu pada sapi PO (61,94%) dan sapi Madura (65,51%), keadaan ini disebabkan oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan tidak berbeda baik pada sapi PO maupun sapi Madura. Walaupun nilai kecernaan BK pada keduanya tidak berbeda, namun sapi Madura 3,57% lebih tinggi dari sapi PO, hal ini berkaitan dengan konsumsi BK hijauan yang lebih tinggi, sehingga kondisi ini menjadi penyebab dari perbedaan BK tercerna. Bahan kering tercerna merupakan perpaduan antara persentase kecernaan BK dan konsumsi BK. Tidak berbedanya kecernaan antara kedua bangsa sapi dapat diinterpretasikan bahwa keduanya mempunyai kemampuan yang setara dalam menampung digesta dan laju pakan dalam saluran pencernaan (MAHESTI et al., 2004), dimana konsumsi serat kasar dan jumlah konsumsi pakan (TILLMAN et al., 1998) serta laju pakan dalam saluran pencernaan akan mempengaruhi tingkat kecernaan (RANJHAN dan PATHAK, 1989). Kecernaan pakan pada

ternak ruminansia juga sangat dipengaruhi oleh proses fermentasi dalam saluran pencernaan (SOEHARSONO dan MUSOFIE, 2004). Feed Conversion Ratio antara kedua bangsa sapi tidak berbeda nyata (P > 0,05) yaitu sebesar 9,63 untuk sapi PO dan 10,21 untuk sapi Madura, yang berarti bahwa baik sapi PO maupun sapi Madura mempunyai kemampuan sama dalam memanfaatkan pakan yang dikonsumsi untuk diubah menjadi bobot badan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Edy Rianto atas segala saran dan bantuan pemikiran selama penelitian, dan juga kepada Saiful, Ony, Nanik dan Satria atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitan.

DAFTAR PUSTAKA

ARYOGI,N.K.WARDHANI dan A.MUSOFIE. 1994. Tingkat efisiensi penggunaan energi ransum pada usaha pembesaran sapi jantan. Pros. Pertemuan Ilmiah. Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Sub Balai Penelitian Ternak Grati, Pasuruan.

CAMPBELL,J.R.dan J.F.LASLEY. 1985. The Science

of Animal that Serve Humanity. Edisi ke-3. Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd. New Delhi.

DIWYANTO, K.,A.PRIYANTI dan I.INOUNU. 2005.

Prospek dan Arah Pengembangan Komoditas Peternakan: Unggas, Sapi dan Kambing-Domba. Wartazoa 5(1): 11 – 25.

HAKIM, L. 2003. Progam pemuliaan sapi Madura

dalam rangka meningkatkan performan produksinya. Makalah Seminar Evaluasi Semen Beku Pejantan Sapi Madura, Malang. KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirements of

Ruminants in Developing Countries. Int’l Feedstuff Inst. Utah Agric. Exp. Sta. USU, Lagon, Utah, USA.

KUSWANDI,C.TALIB dan T.SUGIARTI. 2004. Pakan

strategis pada pedet Friesian Holstein. J. Pengembangan Peternakan Tropis. Buku 1. Special Edition. Oktober 2004. hlm. 40 – 45. MAHESTI, G., E. RIANTO, J.A. PRAWOTO dan A.

PURNOMOADI. 2004. Pemanfaatan protein

pada sapi Peranakan Ongole dan sapi Peranakan Limousin yang mendapat pakan rumput raja dan ampas bir. J. Pengembangan Peternakan Tropis. Buku 1. Special Edition. Oktober 2004. hlm. 91 – 95.

(5)

MORAN,J.B. 1978. Perbandingan performance jenis

sapi daging Indonesia. Pros. Seminar Ruminansia. P3T Ciawi, Bogor.

RANJHAN, S.K. and N.N. PATHAK. 1989. Management and Feeding of Buffalloes. Vikas Publishing House, Puv, Ltd, New Delhi. RUSFIDRA, A. 2005. Potensi sapi pesisir sebagai

penghasil daging. Analis Masalah Peternakan. Cakrawala. Kamis, 12 Mei 2005.

SIREGAR,S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia.

Penebar Swadaya. Jakarta.

SOEHADJI. 1992. Kebijakan pengembangan ternak potong di Indonesia. Tinjauan khusus sapi Madura. Pros. Pertemuan Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura. Badan Litbang Peternakan, Sumenep.

SOEHARSONO dan A. MUSOFIE. 2004. Substitusi

bahan pakan konsentrat dengan gaplek – urea yang dikukus terhadap konsumsi dan kecernaan pada domba lokal. J. Pengembangan Peternakan Tropis. Buku 1. Special Edition. Oktober 2004. hlm. 51 – 55.

STEEL,R.G.D. dan J.H.TORRIE. 1993. Prinsip dan

Prosedur Statistika. PT Gamedia Pustaka Utama. Jakarta. (Diterjemahkan oleh: B. SUMANTRI).

TILLMAN,A.D.,H.HARTADI,S.REKSOHADIPROJO,S.

PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1998. Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. WARDHANI, N.K., A. MUSOFIE, ARYOGI dan A.

RASYID. 1992. Pengaruh tingkat energi ransum terhadap pertambahan berat badan dan efisiensi pakan sapi Madura. J. Ilmiah Penelitian Ternak Grati. Pasuruan. hlm. 1 – 6.

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia pakan penelitian (dalam 100% BK)
Tabel 2. Bobot hidup dan konsumsi bahan kering pakan dari sapi PO dan Madura dengan pemeliharaan  intensif  Bangsa  Variabel  PO Madura  signifikansi  Bobot badan, kg  Awal 167  147  Akhir 209  189

Referensi

Dokumen terkait

arti memiliki cukup memiliki motif untuk menolong orang lain (merasa sedih dan iba melihat orang yang membutuhkan pertolongan namun hanya ingin menolong orang tertentu

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh faktor ini menunjukkan hubungan yang bermakna dengan ketidakpatuhan pasien yaitu dengan diperolehnya nilai kebermaknaan sebesar

TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK – PRINGAPUS)..

Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa sangat lega jika semua ini berakhir.. 11 Saya menemukan

Perkebunan Nusantara III ( PERSERO ) Medan telah dapat menentukan harga pokok produksi kelapa sawit dengan baik, sehingga biaya yang diperoleh akurat dan telah sesuai

Kombinasi HPMC K4M – amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat maupun interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan, floating

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil validasi produk pengembangan oleh tiga orang dosen ahli pembelajaran fisika. Data tersebut dikumpulkan

It is argued that Indonesia needs to improve the role of National Innovation System in order to gain more from the implementation China and ASEAN free trade area. Keywords: