• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Procrastination

1. Pengertian Procrastination

Istilah procrastination berasal dari bahasa latin “procrastinare” dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang artinya keesokan hari (Steel, 2007). Secara harfiah procrastination memiliki arti “menangguhkan atau menunda hingga keesokan hari”. Pertama kali istilah procrastination digunakan oleh Brown dan Holtzman untuk menggambarkan sesuatu kecenderungan menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan (Hayyinah, 2004).

Menurut Ellis dan Knaus (2002) procrastination adalah penundaan sebagai keinginan untuk menghindari suatu kegiatan, dan berjanji untuk menyelesaikannya diakhir, dengan penggunaan alasan membuat untuk membenarkan penundaan dan menghindari menyalahkan. Sedangkan menurut pendapat dari Noran (2000), procrastination adalah penundaan sebagai seseorang yang tahu apa yang dilakukan dan berencana untuk melakukan tugas, tetapi tidak menyelesaikan tugas, atau penundaan berlebihan pada saat mengerjakan tugas.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chu dan Choi (2005) mengemukakan bahwa procrastination adalah kurangnya atau tidak adanya

(2)

kinerja mandiri dan kecenderungan perilaku untuk menunda apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa procrastination adalah suatu perilaku menunda-nunda yang dilakukan oleh individu dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan dikarenakan menghindari suatu kegiatan, tidak adanya kinerja mandiri dan menunda apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

2. Aspek – Aspek Procrastination

Menurut Tuckman (1990) aspek-aspek procrastination terdiri dari:

a) Kecenderungan menunda melakukan sesuatu (Tendency to delay) Seorang prokrastinator biasanya memiliki kecenderungan untuk membuang-buang waktu hingga akhirnya melakukan penundaan dalam melakukan suatu tugas atau pekerjan.

b) Kecenderungan untuk menghindari tugas (Task avoidance)

Keadaan dimana seseorang cenderung menghindar dalam mengerjakan tugas dikarenakan mengalami kesulitan ketika melakukan hal yang dianggap tidak menyenangkan.

c) Kecenderungan untuk menyalahkan hal lain di luar diri sendiri untuk satu keadaan tidak menyenangkan yang dialami (Blaming others) Suatu kecenderungan menyalahkan hal lain di luar diri sendiri untuk setiap konsekuensi dari procrastination.

(3)

3. Jenis – Jenis Procrastination

Menurut Ferrari (Husetiya, 2010) membagi procrastination menjadi dua jenis procrastination, yaitu:

a. Functional procrastination

Jenis penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi lengkap dan akurat.

b. Disfunctional procrastination

Jenis penundaan yang tidak bertujuan, berakibat buruk dan menimbulkan masalah. Disfunctional procrastination dibagi lagi menjadi dua hal berdasarkan tujuan mereka melakukan penundaan, yaitu decisional procrastination, yakni procrastination dilakukan individu dalam menyesuaikan diri untuk membuat keputusan pada situasi yang dipersepsikan penuh stress. Penundaan jenis ini berhubungan dengan kelupaan atau kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak berkaitan dengan kurang tingkat intelegensi seseorang dan behavioral procrastination, yakni procrastination yang dilakukan untuk menghindari tugas yang dirasa tidak menyenangkan dan sulit untuk dilakukan. Individu menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan, yang akan mendatangkan nilai negatif dalam dirinya.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Procrastination

Wicaksana (2014) menyatakan bahwa procrastination dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

(4)

a. Tidak yakin terhadap kemampuan diri.

Seorang procrastinator merasa belum mampu dalam melaksanakan tugasnya.

b. Toleransi frustasi yang rendah.

Frustasi yang disebabkan adanya tekanan atau stress yang berlebihan.

c. Menuntut kesempurnaan.

Tuntutan akan suatu tugas harus diselesaikan dengan sempurna, merasa lebih aman untuk tidak melakukan dengan segera, karena hasil yang didapat akan menghasilkan sesuatu yang tidak maksimal.

d. Perbedaan jenis kelamin.

Terkait dengan respon, antara laki-laki dan perempuan memiliki respon yang berbeda-beda, respon mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan.

e. Pandangan fatalistik

Memandang sebuah permasalahan yang dihadapi adalah suatu nasib yang tidak dapat dirubah.

B. Self-Efficacy

1. Pengertian Self-Efficacy

Konsep self-efficacy mengacu keyakinan individu tentang kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan langkah-langkah tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan keyakinannya

(5)

tentang kemampuan untuk belajar atau melakukan tugas (Kitsantas & Zimmerman, 2009). Menurut Cao (2012) Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai suatu penilaian individu mengenai kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas dan berhasil dalam kegiatan.

Merideth (2007) menyatakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian seseorang akan kemampuan pribadinya untuk memulai dan berhasil melakukan tugas yang ditetapkan pada tingkat yang ditunjuk, dalam upaya yang lebih besar, dan bertahan dalam menghadapi kesulitan.

Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa self-efficacy adalah suatu penilaian keyakinan individu mengenai kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan dan bertahan menghadapi kesulitan.

2. Aspek – Aspek Self-Efficacy

Self-efficacy yang dimiliki individu berbeda-beda berdasarkan pada aspek-aspek yang mempunyai dampak yang penting pada perilaku. Bandura (1997) mengemukakan aspek-aspek dalam self-efficacy yaitu: a) Tingkat kesulitan tugas (Level)

Aspek ini diartikan sebagai suatu tingkat dimana individu meyakini usaha atau tindakan yang dapat dilakukan. Penilaian tentang kecakapan dari setiap orang yang terbatas pada tugas yang mudah, meluas sampai tugas yang taraf kesulitannya sedang atau bahkan mencakup tugas-tugas yang sangat sulit pada bidang tertentu.

(6)

b) Kemantapan keyakinan (Strength)

Aspek ini mengacu pada derajat kemampuan individu tehadap keyakinan atau harapan yang dibuatnya. Individu yang memiliki keyakinan diri yang kuat akan kemampuannya bersikap optimis dan terus berusaha mencapai apa yang diinginkannya meskipun terkadang mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas tersebut, sebaliknya individu yang keyakinan lemah terhadap kemampuannya dapat dengan mudah menyerah bila menghadapi hambatan dalam melaksanakan tugas.

c) Luas bidang perilaku (Generality)

Aspek ini mengacu pada situasi dalam pelaksanaan tugas yang disertai perasaan yakin akan kemampuan dirinya. terkadang individu merasa yakin akan kemampuannya hanya pada bidang dan situasi tertentu saja atau dalam serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. Hal inilah yang dapat membedakan tingkat self-efficacy yang dimiliki individu.

Ketiga aspek ini erat satu sama lain, tinggi rendahnya self-efficacy individu selalu diukur dalam hubungannya dengan ketiga dimensi tersebut. Individu dapat dikatakan memiliki self-efficacy yang tinggi apabila mampu melakukan tugas mulai dari yang mudah hingga sangat sulit, serta memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya bukan hanya dalam situasi dan aktivitas tertentu saja, melainkan dalam serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.

(7)

C. Kerangka Pemikiran

Bandura (2001) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bandura (Baron & Bryne, 2002) juga menjelaskan bahwa self-efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuannya atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan.

Feist & Feist (2010) menerangkan, keyakinan manusia mengenai self-efficacy memengaruhi bentuk tindakan yang akan mereka pilih untuk dilakukan, sebanyak apa usaha yang akan mereka berikan ke dalam aktivitas ini, selama apa mereka akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, serta ketangguhan mereka mengikuti adanya kemunduran.

Self-efficacy merupakan suatu penilaian individu terhadap kemampuan dirinya atau tingkat keyakinan individu dalam menghadapi atau melaksanakan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam proses belajar dan mengendalikan situasi, self-efficacy merupakan suatu indikator yang dapat mendorong individu untuk selalu memiliki keyakinan atas kemampuannya dalam melaksanakan tugas ataupun mengatur suatu kondisi. Seringkali mahasiswa mengalami berbagai kesulitan dalam mengerjakan skripsi, maka self-efficacy pada mahasiswa sangat menentukan seberapa besar usaha yang dikeluakan dan seberapa besar mahasiswa tersebut bertahan. Oleh sebab itu, mahasiswa yang tidak memilki keyakinan diri pada kemampuannya sendiri untuk mengatasai kesulitannya maka mahasiswa tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk melakukan procrastination.

(8)

Solomon dan Rothblum (2005) menjelaskan bahwa suatu penundaan dikatakan procrastination, apabila penundaan itu dilakukan pada tugas penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbukan perasaan tidak nyaman, secara subyektif dirasakan oleh seorang prokrastinator. Tuckman (2002), juga menerangkan bahwa procrastination sebagai ketidakmampuan pengaturan diri yang mengakibatkan dilakukannya penundaan pekerjaan yang seharusnya dapat berada di bawah kendali.

Menurut Ferrari dan Morales (2007) procrastination memberikan dampak negatif bagi para mahasiswa, yaitu banyaknya waktu yang terbuang tanpa menghasilkan sesuatu yang berguna. Procrastination juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan etos kerja individu sehingga membuat kualitas individu menjadi rendah (Utomo, 2010).

Perilaku procrastination memiliki dampak negatif dan positif. Menurut Klassen, dkk., (2007) bahwa procrastination memiliki dampak negatif yaitu menambah beban pikiran, mudah tertekan, tidak percaya diri, cemas, dan kurang maksimal saat mengerjakan tugas. Selain itu dampak positif yaitu dapat mengatasi stress dan bad mood, sehingga seseorang bisa melakukan aktivitas lain seperti berkumpul dengan teman-teman dan keluarga. Namun saat mendekati batas waktu pengumpulan tugas, tingkat stres yang dialami menjadi dua kali lipat.

Berbagai penelitian menemukan aspek-aspek pada diri individu yang mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu kecenderungan

(9)

procrastination, antara lain rendahnya self-control, self-consciuous, self-esteem, self-efficacy, dan kecemasan sosial (Ferrari, 2004).

Self-efficacy menentukan pemilihan tingkah laku atau aktivitas yang akan dilakukan. Individu akan dengan yakin melaksanakan dan melakukan aktivitas yang dinilai mampu untuk dilakukan. Sebaliknya, individu akan cenderung menghindari tugas dan situasi yang dipersepsi melebihi kemampuannya (Bandura, 2001). Hal ini jelaslah bahwa self-efficacy berhubungan secara langsung dengan procrastination (Bandura, Burka & Yuen; Judge & Bono dalam Stell, 2007).

Dengan self-efficacy yang tinggi individu dapat menumbuhkan keyakinan untuk tidak melakukan perilaku procrastination atau menunda-nunda untuk mengerjakan tugas skripsi dan permasalahan mengenai procrastination dapat berkurang.

Dari uraian diatas maka peneliti menduga bahwa terdapat hubungan antara self-efficacy dengan perilaku procrastination pada individu yang sedang mengerjakan skripsi dalam hal ini adalah mahasiswa Universitas Mercu Buana, Jakarta. Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi memiliki kecenderungan procrastination yang rendah. Begitupun sebaliknya, mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang rendah cenderung melakukan procrastination yang tinggi

Gambar 2.1 Gambar Hubungan Antar Variabel

Procrastination Self-Efficacy

(10)

D. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah :

H1 : Ada hubungan positif antara self-efficacy dengan procrastination pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Universitas Mercu Buana.

H2 : Ada hubungan negatif antara self-efficacy dengan procrastination pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Universitas Mercu Buana.

Gambar

Gambar 2.1 Gambar Hubungan Antar Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Pada latihan fisik ini bisa berdampak terjadinya peningkatan radikal bebas yang berasal dari oksigen yang diperlukan untuk membentuk energi yang berupa ATP melalui

Tabel diatas berguna untuk membantu pembaca menyeleksi saham-saham berdasarkan sinyal yang dihasilkan oleh indikator teknikal.. Indikator teknikal yang digunakan antara lain

Panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh tersebut (406 nm) digunakan sebagai panjang gelombang dalam pengukuran absorbansi larutan standar zat warna

logika dalam hal ini mempunyai hubungan yang erat meskipun secara sejarah keduanya berbeda. Logika dilibatkan dengan pertanyaan-pertanyaan, sedangkan amatematika

Herlina (2018) mengatakan didalam proses kegiatan perdagangan ekspor yang dilakukan Indonesia khususnya terhadap Amerika Serikat terkadang terjadi kendala

Drs H Fuad Ihsan (1996:44-45) dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran -- ditinjau dari beberapa aspek-- tentang urgensi pendidikan seumur

Hal ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hans pada tahun 2006, yang menemukan pasien CHF yang mengalami penurunan fungsi ginjal

Seftriakson merupakan antibiotik profilaksis yang paling sering digunakan pada kasus bedah digestif sebelum (13,13 DDD/100 pasien hari) dan setelah pembuatan PPAB (11,18