1.1 Latar Belakang
Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari usia harapan hidup (UHH) penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, memiliki UHH penduduk yang semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya perbaikan kualitas kesehatan, lingkungan hidup dan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik. Peningkatan UHH tidak hanya dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan saja, tetapi juga sebagai tantangan dalam proses pembangunan ke depannya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, peningkatan UHH di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 64,5 tahun dengan persentase populasi lansia sebanyak 7,18 %. Angka ini cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 UHH menjadi 69,43 tahun dengan persentase populasi lansia mencapai 7,56 % serta pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun dengan persentase populasi lansia yaitu 7,58 %. Berdasarkan data survei pada tahun 2012, persentase rata-rata populasi lansia di Indonesia mencapai 7,65% dan Provinsi Bali telah melebihi persentase rata-rata populasi nasional tersebut hingga mencapai 9,78% dan berada di peringkat ke-4 dengan populasi lansia terbanyak di Indonesia (Kemenkes, 2013).
Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (UU No 13 Tahun 1998). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batasan usia lansia, meliputi: kelompok usia 45-59 tahun sebagai usia pertengahan
(middle/young elderly), kelompok usia 60-74 tahun disebut sebagai lansia
(elderly), kelompok usia 75-90 tahun disebut tua (old), dan usia di atas 90 tahun
disebut sebagai sangat tua atau very old.
Proses penuaan (aging process) adalah peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami oleh setiap individu. Proses menua merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus-menerus, dan berkesinambungan. Perubahan yang terjadi meliputi aspek fisik, mental, dan sosial. Hal ini diartikan dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik dari seseorang, sehingga menyebabkan seseorang tersebut menjadi kurang produktif, rentan terhadap penyakit dan akan lebih banyak bergantung pada orang lain. Penurunan kapasitas fisik disebabkan oleh bertambahnya usia yang menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologi tubuhnya, salah satunya penurunan kapasitas vital organ tubuh seperti sistem pernafasan yang dimana terjadi atrofi otot pernafasan, penurunan elastisitas recoil paru, kekakuan trakea dan jalan nafas. Pembesaran
ductus alveolar yang mengakibatkan semakin besar gradien tekanan transmural
yang harus dibentuk selama inspirasi. Berkurangnya compliance paru yang
menurunkan kemampuan paru-paru untuk mengembang, hal tersebut
menyebabkan penurunan daya tahan paru juga mengurangi kapasitas vital paru (Stanley & Beare, 2007). Kapasitas vital paru adalah volume udara yang dapat
dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat, sehingga kapasitas vital paru mempengaruhi kerja paru dan bila mana asupan oksigen yang masuk ke paru berkurang, maka metabolisme dalam tubuh pun kurang maksimal sehingga kebugaran maupun kesehatan juga berkurang (Pearce & Evelyn, 2002).
Banyak macam cara untuk meningkatkan kapasitas vital paru yaitu salah satunya dengan pemberian latihan pernafasan. Penelitian Sarijo (2015) tentang ”Pengaruh latihan dasar seni pernafasan terhadap kapasitas vital paru lansia Satria Nusantara Kabupaten Kebumen”. Hasil penelitian pada pre test dan post test
kapasitas paru diperoleh mean (pre test) 1165 cm3 dan mean (post test)1710 cm3,
meningkat sebesar 545 cm3. Penelitian El-Batanoun (2009), menyebutkan bahwa
latihan pernapasan setelah enam minggu dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan sehingga fungsi ventilasi paru membaik. Perbaikan ventilasi dapat dicapai setelah latihan diaphragmatic, nafas dalam, spirometrik insentif, gaya berjalan dan latihan ekstremitas. Adanya peningkatan tahanan jalan udara dan penurunan udara residu mengakibatkan kekuatan otot inspirasi yang dibutuhkan menjadi minimal, sehingga salah satu latihan pernafasan yang efektif untuk meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia adalah diaphragmatic breathing
exercise dan deep breathing exercise.
Diaphragmatic Breathing Exercise merupakan teknik pernafasan yang
dilakukan dengan mengkontraksikan otot diafragma. Dalam penelitian Nurhayati (2013) diaphragmatic breathing memberikan peningkatan yang bermakna terhadap kapasitas inspirasi dengan hasil pre test sebesar 2035,83 ml dan hasil
post test sebesar 2188,33 ml. Pengaruh ini terjadi karena latihan diaphragmatic
breathing bertujuan mengembangkan pernapasan diafragma yang dimana latihan
pernafasan ini akan meningkatkan volume alur napas, menurunkan frekuensi respirasi dan residu fungsional, memperbaiki ventilasi dan memobilisasi sekresi mukus pada saat drainase postural (Vijai, 2008).
Deep Breathing Exercise merupakan latihan pernapasan dengan teknik
bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Smeltzer, et al, 2008). Dalam penelitian Westerdahl, et al (2005) latihan deep
breathing merupakan latihan pernapasan yang terbukti dapat meningkatkan
kemampuan otot inspirator, dimana dengan pemberian deep breathing 72% menunjukkan manfaat dari latihan pernafasan ini. Kekuatan otot inspirator yang terlatih akan meningkatkan compliance paru dan mencegah alveoli kolaps (atelektasis). Dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa latihan deep
breathing dapat meningkatkan fungsi ventilasi dengan perbaikan karakteristik
frekuensi dan keteraturan pernapasan (Westerdahl, et al., 2005). Terlatihnya otot inspirator akan meningkatkan kemampuan paru untuk menampung volume udara (Padula & Yeaw, 2006).
Melihat kedua latihan pernafasan tersebut, deep breathing exercise lebih efektif dalam meningkatkan kapasitas vital paru didukung dalam penelitian Nurhayati (2013) tentang Deep Breathing lebih meningkatkan nilai Kapasitas Inspirasi daripada Diaphragmatic Breathing sebesar 15,5%. Kemampuan otot
inspirasi yang meningkat terjadi karena saat inspirasi panjang dan dalam tersebut berpengaruh terhadap elastisitas recoil paru yang akan merangsang fungsi paru kembali seperti semula dengan meningkatkan tekanan transpulmonal dan volume paru pada saat inspirasi. Volume paru yang meningkat setelah inspirasi maksimal akan mampu meningkatkan jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara maksimal (Wettstein R, 2011).
Melihat latar belakang tersebut, maka penting untuk meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia agar dapat mempertahankan derajat kesehatan dari lansia sehingga dapat terhindar dari penyakit atau gangguan dan mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul ”Deep Breathing Exercise Lebih Efektif Daripada
Diaphragmatic Breathing Execise dalam Meningkatkan Kapasitas Vital Paru Pada
Lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Apakah Deep Breathing Exercise efektif dalam meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur? 2. Apakah Diaphragmatic Breathing Exercise efektif dalam meningkatkan
kapasitas vital paru pada lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur?
3. Apakah Deep Breathing Exercise lebih efektif daripada Diaphragmatic
Breathing Exercise dalam meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia di
Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum pemberian Deep Breathing Exercise lebih efektif daripada Diaphragmatic Breathing Exercise dalam meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui efektivitas pemberian Deep Breathing Exercise dapat meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.
2. Untuk mengetahui efektivitas pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise dapat meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.
3. Untuk mengetahui bahwa pemberian Deep Breathing Exercise lebih efektif dibandingkan dengan pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise dalam meningkatkan kapasitas vital paru pada lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
a).Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca terutama mahasiswa tentang pengaruh Deep Breathing Exercise dan Diaphragmatic
Breathing Exercise terhadap peningkatan kapasitas vital paru.
b).Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para pembaca terutama mahasiswa dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan
pelayanan fisioterapi yang tepat dalam pemilihan teknik Deep