• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae, Ordo adalah Poales, Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah Oryza sativa L.

Tumbuhan padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara tersusun yaitu pada batang pokok atau batang batang utama akan tumbuh anakan pertama, anakan kedua tumbuh pada batang bawah anakan pertama, anakan ketiga tumbuh pada buku pertama pada batang anakan kedua dan seterusnya. Semua anakan memiliki bentuk yang serupa dan membentuk perakaran sendiri (Luh, 1991).

Batang padi tersusun dari rangkaian ruas–ruas dan diantara ruas yang satu dengan ruas yang lainnya dipisahkan oleh satu buku. Ruas batang padi didalamnya berongga dan bentuknya bulat, dari atas ke bawah ruas buku itu semakin pendek. Ruas yang terpendek terdapat dibagian bawah dari batang dan ruas–ruas ini praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas–ruas yang berdiri sendiri. Sumbu utama dari batang dibedakan dari bagian pertumbuhan embrio yang disertai pada coleopotil pertama (Grist, 1960).

(2)

yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah) daun, dan bagian yamg terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daun bendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir pada (Siregar, 1981).

Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala

putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (Departemen Pertanian, 1983).

Pada dasar bunga terdapat ladicula (daun bunga yang telah berubah bentuknya). Ladicula berfungsi mengatur dalam pembuahan palea, pada waktu berbunga ia menghisap air dari bakal buah, sehingga mengembang.

Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka (Hasyim, 2000).

Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau bulir/gabah, sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea

serta bagian lain akan membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).

(3)

epicarpium, bagian yang tengah disebut mesocarpium dan bagian yang dalam disebut endocarpium. Biji sebagian besar ditempati oleh endosperm yang mengandung zat tepung dan sebagian ditempati oleh embrio (lembaga) yang terletak dibagian sentral yakni dibagian lemma (Departemen Pertanian, 1983).

Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi merunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen (Andoko, 2002).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman padi tumbuh di daerah tropis / subtropis pada 45O LU sampai dengan 45O LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan

empat bulan. rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun (http://www.ristek.go.id, 2008).

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 – 2000 mm (http://warintek.bantul.go.id. , 2008).

Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi

(4)

akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang juga rendah pada waktu bunting dapat menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991).

Tanah

Tanah yang baik untuk pertumbuhan padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada

tanah yang ketebalan lapisan atasnya 18 – 22 cm dengan pH 4,0 – 7,0 (http://warintek.bantul.go.id. , 2008).

Tidak semua jenis tanah cocok untuk areal persawahan. Hal ini dikarenakan tidak semua jenis tanah dapat dijadikan lahan tergenang air. Padahal dalam sistem tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. Oleh karena itu, jenis tanah yang sulit menahan air (tanah dengan kandungan pasir tinggi) kurang cocok dijadikan lahan persawahan. Sebaliknya, tanah yang sulit dilewati air (tanah dengan kandungan lempung tinggi) cocok dijadikan lahan persawahan. Kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porisitas tanah yang rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia (Suprayono dan Setyono, 1997).

Padi sawah menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18 - 22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur

(5)

dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus (http://www.ristek.go.id, 2008).

Keragaman Genotip dan Fenotip

Di dalam arti yang sangat terbatas, muncul suatu pertanyaan apakah karakteristik itu dari keturunan atau lingkungan, tidak ada nilainya?. Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005).

Apabila keragaman penampilan tanaman timbul akibat perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan keadaan lingkungan atau kedua-duanya dan apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan tanam dianggap mempunyai susunan genetik yang sama atau berasal dari jenis tanaman yang sama dan ditanam pada tempat yang sama, ini berarti cara yang diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau keadaan lingkungan atau kedua-duanya.

(6)

Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap bahwa susunan genetik dari bahan tanaman yang digunakan adalah sama karena berasal dari varietas yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatulingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001).

Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau

perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi (Mangoendidjojo, 2003).

Varietas Unggul Padi Sawah

Dalam rangka usaha peningkatan produksi padi, pemerintah selalu berupaya untuk mendapatkan jenis-jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik. Jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik itu disebut dengan “Padi jenis unggul”

(7)

atau disebut “Varietas unggul”. Caranya dengan mengadakan perkawinan-perkawinan silang antara jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik dengan jenis padi lain yang juga mempunyai salah satu sifat baik pula, sehingga akan didapat satu jenis padi yang mempunyai sifat yang paling baik atau unggul.

Sifat-sifat baik yang harus dimiliki oleh padi jenis unggul antara lain: 1. produksi tinggi

2. umur tanam pendek

3. tahan terhadap hama\penyakit 4. tahan rebah dan tidak mudah rontok 5. mutu beras baik

6. rasanya enak. (Sugeng, 2001).

Penggunaan varietas unggul sangat berperan dalam peningkatan produksi dan produktivitas padi nasional. Pengembangan varietas unggul padi memperoleh momennya dengan dilepasnya varietas unggul modern PB5 dan PB8 (1967) yang dapat melipatgandakan hasil karena memiliki daya hasil yang jauh lebih tinggi daripada padi varietas lokal dan berumur genjah, sehingga dapat ditanam dua sampai tiga kali dalam setahun. Setelah itu varietas padi modern terus berkembang. Penelitian terus dilakukan dan berbagai varietas unggul terus dihasilkan, luas areal pertanaman varietas unggul pun terus meluas. Saat ini penanaman varietas unggul padi meliputi lebih dari 80% dari total areal pertanaman padi di Indonesia.

(8)

Varietas-varietas yang dihasilkan selama ini adalah varietas inbrida, yaitu varietas yang berupa galur murni. Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri, sehingga secara alami varietas yang terbentuk berupa galur murni (inbrida). Varietas unggul galur murni dapat dibuat dengan menyilangkan dua genotipe padi yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil persilangan ditanam dan secara alami akan terjadi perkawinan sendiri dalam satu tanaman. Hasilnya ditanam kembali dan akan sangat bervariasi karena terjadi segregasi gen-gen di dalamnya. Dari variasi yang ada pada generasi bersegregasi tersebut diseleksi tanaman terbaik sesuai dengan tujuan perakitan varietas yang dilakukan. Demikian seterusnya selama beberapa generasi. Pada proses tersebut terjadi fikasi (pengumpulan) gen sehingga gen-gen yang ada pada tiap tanaman menjadi seragam. Jika semua lokus (tempat gen) pada tanaman tersebut telah homosigot (terisi oleh gen yang sama), maka dikatakan galur tersebut telah murni (galur murni) dan akan melakukan penyerbukan sendiri menghasilkan keturunan

yang seragam dan sama persis dengan pertanaman generasi sebelumnya. Galur-galur murni terbaik sesuai dengan tujuan pemuliaan dilepas sebagai varietas

unggul. Varietas padi demikian adalah merupakan varietas padi inbrida (galur murni). Contohnya adalah PB5, PB8, IR-64, Cisadane, Ciherang, Widas, Wayapoburu, Cimelati, Gilirang, dan lain-lain.

Selain varietas inbrida seperti di jelaskan di atas, saat ini telah dikembangkan juga varietas hibrid yang diyakini mampu berproduksi lebih tinggi daripada varietas inbrida. Varietas hibrida pertama kali berkembang secara komersial di negeri China (tahun 1976). Padi hibrida di sana mampu memberikan hasil 30% lebih tinggi daripada varietas inbrida, sehingga terus berkembang dan

(9)

saat ini penggunaan pestisida meliputi lebih dari 50% areal pertanaman padi di Cina. Di Indonesia, varietas unggul padi hibrida mulai dilepas pada tahun 2001, yaitu Intani 1 dan Intani 2. Pada tahun 2002, dilepas varietas Maro dan Rokan hasil penelitian Badan Litbang Departemen Pertanian. Selanjutnya berkembanglah berbagai hibrida dari berbagai pihak, dengan berbagai keistimewaan yang ditawarkan (Susanto, 2001).

Pengembangan padi hibrida dimulai sekitar tahun 1970, saat ditemukan tanaman jantan steril dari populasi padi liar (Oryza sativa f. Spontanea) di Hainan, Cina. Padi liar ini disebut sebagai wild rice with abortive pollen atau disingkat padi WA. Padi WA ini disilang dengan padi lain untuk menghasilkan jantan steril yang disebut sebagai galur maintainer. Melalui proses persilangan yang diulang terus menerus (backcross) dengan induk dari galur maintainer ini diperoleh tanaman padi dengan karakter jantan steril yang stabil, yang disebut galur padi cytoplasmic male sterile atau disingkat CMS. Tanaman padi CMS ini digunakan sebagai salah satu induk untuk menghasilkan padi hibrida. Induk lainnya disebut sebagai galur restorer yang berfungsi memulihkan fertilitas galur CMS setelah disilangkan. Benih yang dihasilkan merupakan benih hibrida F1 yang mempunyai sifat superior (daya hasil tinggi), tetapi potensi hasil ini tidak dapat diturunkan ke generasi berikutnya (F2 dan seterusnya) (Lakitan, 2008).

Padi hibrida adalah hasil perkawinan dua tetua yang berbeda genotipenya. Melalui perkawinan itulah terkumpul gen-gen yang keberadaannya secara bersamaan memberikan efek heterosis, yaitu fenomena dimana tanaman yang tumbuh dari benih hasil persilangan dua genotipe yang berbeda (disebut generasi F1) memiliki sifat lebih baik dari tetuanya. Efek heterosis tersebut hanya terjadi

(10)

pada tanaman generasi F1, sedangkan keturunan dari F1 (F2) tidak lagi mampu menampilkan efek heterosis. Efek heterosis terjadi karena interaksi banyak gen yang harus ada secara bersama-sama. Gen-gen tersebut terkumpul hanya pada generasi F1, dan akan memisah (segregasi) pada generasi F2, sehingga kombinasi gen-gen yang menyebabkan heterosis tidak terkumpul lagi. Padi hibrida memiliki penampilan tanaman yang seragam, tetapi gen-gen pada pasangan lotusnya tidak seragam (heterosigot). Oleh karena itu, jika padi tersebut tumbuh dan secara alami melakukan kawin sendiri, akan terjadi segregasi gen-gen di dalamnya, sehingga keturunan yang dihasilkan tidak akan seragam. Hal yang lebih merugikan lagi adalah hilangnya efek heterosis.

Pada setiap produksi benih hibrida dilakukan empat kegiatan, yaitu : persilangan antara CMS dengan restorer untuk menghasilkan benih hibrida yang dijual kepada petani, persilangan antara CMS dengan galur Maintainer untuk menghasilkan CMS, serta penanaman Maintainer dan Restorer yang masing-masing melakukan perkawinan sendiri untuk menghasilkan Maintanier dan Restorer kembali. Seleksi terhadap tanaman tipe simpang juga dilakukan untuk menjaga kemurnian CMS, restorer, maupun maintainer. Perbedaan Perbedaan padi inbrida dengan padi hibrida dapat dilihat pada tabel berikut :

(11)

Tabel 1. Perbedaan padi inbrida dengan padi hibrida

PADI INBRIDA PADI HIBRIDA

1. Padi inbrida berasal dari galur murni yang melakukan

penyerbukan sendiri.

2. Turunan benih dapat ditanam kembali.

3. Tanaman padi kurang seragam 4. Produksinya rata-rata

5. Harga benih lebih murah

1. Merupakan perwakinan dari dua genotif yang berbeda sifatnya 2. Turunan keduanya tidak bisa

dibenihkan kembali sehingga harus terus membeli yang baru

3. Tanaman padi lebih tegak, kompak dan seragam

4. Hasilnya lebih tinggi 20 - 30 % dari padi inbrida

5. Harga benih lebih mahal karena proses produksinya yang rumit. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa kondisi genetik padi inbrida dan hibrida berbeda. Selain itu, teknologi produksi benihnya juga berbeda. Produksi benih padi hibrida jauh lebih rumit daripada produksi benih padi inbrida, sehingga wajar jika harganya pun lebih mahal. Produksi benih padi inbrida dilakukan dengan menanam dan menyeleksi agar kemurniannya terjaga. Ada beberapa kelas benih dalam hal ini. Pemulia tanaman (yang merakit varietas bersangkutan) menyediakan nucleus seed, yaitu malai-malai dari varietas yang diketahui oleh pemulianya sebagai varietas tertentu. Malai-malai tersebut ditanam dan diseleksi dengan ketat melalui prosedur tertentu menjadi benih pemulia (breeder seed). Benih pemulia ditanam kembali dan diseleksi dengan prosedur tertentu untuk menghasilkan benih-benih kelas di bawahnya sampai akhirnya dihasilkan benih sebar (extention seed) yang didistribusikan kepada petani.

Kecocokan suatu varietas terhadap kondisi iklim suatu daerah menjadi faktor kunci pertama pemilihan varietas. Pengujian kecocokan suatu varietas pada suatu daerah pada tiap musim sangat perlu dilakukan. Petani yang memiliki lahan luas hendaknya memiliki plot kecil untuk mencoba varietas-varietas terbaru. Jika hasilnya baik dapat diperluas skalanya pada musim yang akan datang. Jika

(12)

hasilnya kurang baik, kerugian tidak besar dan tidak dapat terhindar dari kerugian besar jika langsung menanam dalam skala luas. Antar daerah dan antar musim, bisa jadi menghendaki varietas terbaik yang berbeda, baik varietas hibrida maupun inbrida (Susanto, 2001).

Pertumbuhan Anakan Padi

Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan akan terjadi secara bersusun, yaitu:

• Anakan pertama (Primer)

Anakan primer ini tumbuh pada di antara dasar batang dan daun sekunder, sedangkan pada pangkal batang akan anakan primer terbentuk perakaran. Anakan primer ini tetap melekat pada batang utama hingga masa pertumbuhan berikutnya. Namun dalam mendapatkan zat makanan, anakan tersebut tidak tergantung pada batang utama sebab memiliki perakaran sendiri.

• Anakan kedua (Sekunder)

Anakan ini tumbuh pada batang bawah anakan primer, yaitu pada buku pertama dan juga membentuk perakaran sendiri.

• Anakan ketiga (Tersier)

Anakan tersier ini tumbuh pada buku pertama pada batang anakan sekunder dengan bentuk yang serupa dengan anakan primer dan sekunder.

Persentase anakan yang produkif bagi setiap varietas juga berbeda. Menurut IRRI persentase anakan yang produktif padi jenis lokal lebih kurang 50%, sedangkan untuk varietas unggul berkisar 75%.

(13)

Di samping itu terdapat faktor lain yang bisa mempengaruhi anakan tersebut, antara lain jarak tanam, musim tanam, pupuk. Jarak tanam yang lebar, didukung lingkungan yang memungkinkan, termasuk kesuburan tanahnya, akan menyebabkan tanaman bertambah jumlah anakannya, tetapi jarak yang terlalu lebar akan menurunkan jumlah anakan permeter persegi (Sugeng, 2001).

Tanaman padi dalam model SRI akan tampak kecil, kurus dan jarang di sawah selama sebulan atau lebih setelah transplantasi. Dalam bulan pertama, tanaman mulai menumbuhkan batang. Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata. Dalam bulan ke-3, petak sawah tampak “meledak” dengan pertumbuhan batang yang sangat cepat. Untuk memahami hal ini, perlu dimengerti konsep phyllochrons, sebuah konsep yang diaplikasikan pada keluarga rumput-rumputan, termasuk tanaman biji-bijian seperti padi, gandum, dan barley. Phyllochron bukan suatu benda, tetapi periode waktu antara munculnya satu phytomer (satu set batang, daun, dan akar yang muncul dari dasar tanaman) dan perkecambahan selanjutnya. Ukuran phyllochrons ditentukan terutama oleh temperatur, tapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti panjang hari, kelembaban, kualitas tanah, kontak dengan air dan cahaya serta ketersediaan nutrisi.

Bila kondisinya sesuai, phillochrons dalam padi lamanya lima sampai tujuh hari, meski dapat lebih singkat pada temperatur lebih tinggi. Di bawah kondisi yang bagus, fase vegetatif tanaman padi dapat berlangsung selama 12 phyllochrons sebelum tanaman mulai menumbuhkan malai dan masuk ke fase pembungaan. Ini mungkin dilakukan ketika pertumbuhan dipercepat, sehingga banyak phillochrons sudah tercapai sebelum inisiasi malai.

(14)

Tabel 2. Pertambahan Jumlah Batang yang Dihasilkan Tanaman Padi dalam Ukuran Phyllochrons

Phyllochrons

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Batang baru 1 0 0 1 1 2 3 5 8 12 20 31 Total batang 1 1 1 2 3 5 8 13 21 33 53 84

Keterangan : Batang pertama dan berikutnya menghasilkan batang baru yang menghasilkan batang baru lagi). Pada akhir seri, pertumbuhan tanaman meningkat secara eksponensial (berlipat) dan tidak satu-satu.

Sebaliknya, dalam kondisi miskin, phyllochrons berlangsung lebih lama, dan hanya sedikit yang mampu mencapai fase pembungaan. Yang perlu diingat : hanya beberapa batang yang tumbuh dalam fase awal phyllochrons (dan tidak ada sama sekali selama phillochrons kedua dan ketiga), namun setelah fase phillochrons ketiga setiap batang akan menghasilkan batang baru dari pangkalnya (dengan tenggang waktu satu phyllochrons sebelum proses malai). Dalam periode vegetatif berikutnya, dalam kondisi yang ideal, pertambahan batang tanaman menjadi berlipat (eksponensial) dan bukan aditif (sesuai dengan hukum Fibonacci dalam ilmu Biologi). Dalam praktek budidaya lama, periode produksi batang maksimum tercapai sebelum inisiasi malai, tapi dengan SRI keduanya bisa dicapai bersamaan.

Inilah mengapa, saat paling baik untuk transplantasi bibit adalah selama phyllochrons ke-2 atau ke-3, sehingga tidak ketinggalan fase berlipat (eksponensial) yang mulai pada phyllochrons ke-4 (Berkelaar, 2008). Kondisi awal bibit yang berumur 7-14 hari tidak akan mengalami stres pada saat pindah lapang yang berlanjut selama pertumbuhan vegetatif dan reproduktif. Semakin tinggi stres tanaman, maka semakin sedikit produksi bahan kering yang dihasilkan dan didistribusikan dari daun ke tangkai bunga (Masdar, dkk 2006).

(15)

mengering, saat ditanam di tempat yang tidak ada kontak dengan udara; dan saat bulu akar keluar dari akar pertama, akan hilang atau rusak jika terlambat ditranspalantasi. Trauma ini memperlambat pertumbuhan berikutnya, sehingga banyak phyllochrons yang tidak tercapai sebelum inisiasi malai. Banyak metode transplantasi (dan waktu) menyebabkan tanaman terhambat tumbuh selama satu atau dua minggu yang juga menghambat pertumbuhan selanjutnya. Untuk pertumbuhan batang maksimum, tanaman perlu menyelesaikan sebanyak mungkin phyllochrons selama fase vegetatif. Bila bibit ditranplantasi pada umur 3 atau 4 minggu, phyllochrons terpenting saat batang tumbuh tidak akan pernah tercapai (Berkelaar, 2008).

SRI (System Of Rice Intensification)

System of Rice Intensification (SRI) adalah sistem intensifikasi padi yang menyinergikan tiga faktor pertumbuhan padi untuk mencapai produktivitas maksimal. Ketiga faktor tersebut adalah maksimalisasi jumlah anakan, maksimalisasi pertumbuhan akar, dan maksimalisasi pertumbuhan dengan pemberian suplai makanan, air dan oksigen yang cukup pada tanaman padi (Wiyono, 2004).

Empat penemuan kunci penerapan SRI adalah: 1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal

Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Jangan dibiarkan bibit mengering. Tranplantasi saat bibit masih muda secara hati-hati dapat

(16)

mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif. Bulir padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di atas cabang, yang dihasilkan oleh batang yang subur). Lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai.

2. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun

Bibit ditranplantasi satu-satu daripada secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah.

3. Jarak tanam yang lebar

Bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm. Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak tanam dalam berbagai variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu menghasilkan rumpun subur tertinggi per m2) tergantung kepada struktur, nutrisi, suhu, kelembaban dan kondisi tanah yang lain.Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107 kg/ha. Belum lagi hasil panen yang diperoleh berlipat ganda karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi.

(17)

Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur.

Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional. Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.

Sebagai tambahan untuk prinsip diatas, praktek yang lain juga penting untuk SRI yaitu:

Pendangiran

Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah tranplantasi, dan pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran, namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari praktek ini bukan sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini dapat

(18)

memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah. Asupan Organik

Petani disaarankan untuk menggunakan kompos dan hasilnya lebih bagus. Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun taaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain seperti Tithonia dan Afromomum angustifolium, memberikan tambahan unsur P. Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah.

Berikut dilampirkan tabel perbandingan pertumbuhan padi antara metode tradisional dengan metode SRI

Tabel 3. Tabel perbandingan pertumbuhan padi antara metode tradisional dengan metode SRI

Faktor Pembeda Metode Tradisional Metode SRI

Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran

Rumpun/m2 56 42-65 16 10-25 Tanaman/rumpun 3 2-5 1 1 Batang/rumpun 8,6 8-9 55 44-74 Malai/rumpun 7,8 7-8 32 23-49 Bulir/malai 114 101-130 181 166-212 Bulir/rumpun 824 707-992 5,858 3,956-10,388

Hasil panen (t/ha) 2,0 1,0-3,0 7,6 6,5-8,8

Kekuataan akar (kg) 28 25-32 53 43-69

Keterangan : Data dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998).

(Berkelaar, 2008).

(19)

1. Tranplantasi bibit muda untuk mempertahankan potensi pertambahan batang dan pertumbuhan akar yang optimal sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik.

2. Menanam padi dalam jarak tanam yang cukup lebar, sehingga mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar rumpun.

3. Mempertahankan tanah agar tetap teraerasi dan lembab, tidak tergenang, sehingga akar dapat bernafas, untuk ini, perlu manajemen air dan pendangiran yang mampu membongkar struktur tanah.

4. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk tanah dan tanaman, sehingga tanah tetap sehat dan subur sehingga dapat menyediakan hara yang cukup dan lingkungan ideal yang diperlukan tanaman untk tumbuh.

(Berkelaar, 2008)

Berikut perbedaan mendasar antara budidaya tanaman padi sistem non SRI dan sistem SRI dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Perbedaan budidaya tanaman padi sistem non SRI dan sistem SRI

Faktor Pembeda Sistem Non SRI Sistem SRI

Umur pemindahan bibit 3-4 minggu dari persemaian 7-10 hari dari persemaian

Kebutuhan benih 50 kg / Ha 8-10 kg / Ha

Jarak tanam Rapat (<25x25 cm) Jarang (>30x30 cm) Jumlah bibit 5-10 bibit / lubang tanam 1 bibit / lubang tanam Pengairan/Penggenangan Digenangi terus-menerus Pengaturan pengairan Penggunaan pupuk

- Kimia Tinggi Rendah

- Organik Rendah Tinggi

(Gunawan, 2006).

Pada SRI semua tampak ideal untuk direalisasikan, tetapi disamping itu juga memiliki keterbatasan, diantaranya :

(20)

1. SRI membutuhkan lebih banyak tenaga kerja per ha daripada metode tradisional.

2. Dengan SRI, diperlukan lebih banyak waktu juga untuk mengatur pengairan sawah dibandingkan cara lama.

3. Pendangiran juga membutuhkan waktu lebih banyak bila sawah tidak digenangi air terus.

4. Awalnya, SRI membutuhkan 50-100% tenaga kerja (yang terampil dan teliti) lebih banyak, tapi lama kelamaan jumlah ini dapat menurun.

Karena penanaman dan pendangiran merupakan pekerjaan yang butuh tenaga kerja paling intensif dalam SRI, beberapa petani masih meragukan manfaat SRI. Sehingga mereka perlu dimotivasi untuk mencobanya di area kecil dahulu (Berkelaar, 2008).

Gambar

Tabel 1. Perbedaan padi inbrida dengan padi hibrida
Tabel 2. Pertambahan Jumlah Batang yang Dihasilkan Tanaman Padi dalam   Ukuran Phyllochrons

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal penjualan batubara dilakukan secara jangka tertentu (term), harga batubara mengacu pada rata-rata 3 (tiga) Harga Patokan Batubara terakhir pada bulan dimana

Seseorang yang keadaan psikhisnya sebagaimana yang ditentukan dalam ayat ini - yaitu jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit - , sekalipun ia

Secara statistik jumlah hujan pada musim hujan (Oktober hingga Maret untuk wilayah Jawa) adalah 80 persen dari jumlah hujan tahunan. Perubahan pola musim terjadi dengan

Jika peraturan dacrah telah diubah lebih dari satu kali, Pasal 1 memuat, selain mengikuti ketentuan pada nomor 154 huruf a, juga tahun dan nomor dari peraturan daerah perubahan

Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang

Hal yang mendasar, misalkan tidak cepat-cepat dalam mengambil keputusan, dapat melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi-informasi yang

1) Lingkungan keluarga; Marsh (1993) menyatakan bahwa ada kaitan yang positif antara keyakinan orangtua dan keyakinan anak terhadap kemampuannya. Hubungan ini meningkat selama

Koordinasi ini dapat dilakukan oleh seorang Manajer Pelayanan Pasien (MPP)/Case Manager. Alur pasien menuju dan penempatannya di unit gawat darurat berpotensi membuat