• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG AGRIBISNIS TERNAK RUMINANSIA KECIL DENGAN SISTIM INTEGRASI DENGAN PERKEBUNAN SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELUANG AGRIBISNIS TERNAK RUMINANSIA KECIL DENGAN SISTIM INTEGRASI DENGAN PERKEBUNAN SAWIT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG AGRIBISNIS TERNAK RUMINANSIA KECIL

DENGAN SISTIM INTEGRASI DENGAN PERKEBUNAN

SAWIT

(Agribussiness Opportunities of Integrating Small Ruminants in Oil-Palm

Plantation)

SETEL KAROKARO danJUNJUNGAN SIANIPAR Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Galang

ABSTRACT

The agribusiness opportunities on the integration of small ruminant to oil palm production. The integration of small ruminants with oil palm plantation is discussed as an alternative for small ruminant agribusiness system development. Prospects for this integration are analized from the point of the potential of west product of oil palm processing such as palm kernel cake (PKC), solod decanter, molasses and oil palm’leave for small ruminant feed. Every hectare of oil palm is able to produce 46-46% of palm kernel cake, 12% palm press fiber, 2% palm oil slude which are potential for feeding of lambs. Model of integration is proposed based on the oil palm carrying capacity for small ruminant in the concept of oil palm industry mini or PKS mini (5000 ha) with carrying capacity of 66,279 unit of sheep per year.

Key words: Integration, by- product and small ruminants ABSTRAK

Integrasi ternak ruminansia kecil dengan perkebunan kelapa sawit mempunyai prospek yang cerah untuk pengembangan agribisnis ternak dimasa mendatang. Setiap hektar tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan sebanyak 10-15 ton tandan buah sawit segar (TBS) dan jika diolah maka tiap ton TBS akan menghasilkan 3 jenis limbah yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu : 45-46% bungkil inti sawit atau PKC (Palm

Kernel Cake), 12% sabut sawit atau PPF (Palm Press Fiber) dan 2% lumpur sawit atau POS (Palm Oil Sludge) kering. Hasil ikutan kelapa sawit seperti pelepah sawit tanpa olah (PSTO), pelepah sawit diperoses

secara amilase (PSA) dan pelepah sawit yang diperoses dengan lesitin (PSL) serta jenis pakan hasil pengolahan industri sawit seperti ex-decanter, molasses dan bungkil inti sawit mempunyai prospek yang baik sebagai pakan (konsentrat) untuk ternak domba. Pengunaan limbah sawit solid decanter sampai 30% dalam ransum penggemukan domba, dapat meningkatkan produksi (konsumsi, kecernaan pakan dan laju pertumbuhan). Penggunaan molasses sampai 50% dapat dipakai sebagai pakan tambahan sumber energi pada ternak domba dan dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup (PBH) sekitar 74±18 g/hari, tetapi penggunaan PKC sebaiknya dicampur dengan molasses sebagai pakan. Potensi limbah kebun sawit (pelepah dan daun sawit) pada suatu hamparan pabrik kelapa sawit mini, mampu menampung pengembangan ternak domba sampai sebanyak 66.279 ekor sepanjang tahun, namun dalam pemanfaatan kedua jenis limbah ini sebaiknya digunakan sebagai bahan pakan campuran pakan lengkap atau dikombinasi dengan molases agar limbah yang tidak disukai ternak ini dapat terkonsumsi terutama disaat ketersediaan pakan rumput terbatas atau pakan limbah ini di industrialisasi sebagai pakan pellet.

Kata kunci: Integrasi, limbah dan ruminansia kecil

PENDAHULUAN

Integrasi ternak ruminansia kecil (kambing atau domba) dengan perkebunan sawit merupakan alternatif yang memberikan harapan dan berperan penting dalam mendukung pengembangan agribisnis usaha peternakan. Salah satu kendala dalam usaha

integrasi ini adalah terbatasnya jumlah dan kualitas hijauan yang tersedia di lahan perkebunan. Produksi pakan hijauan menurun akibat tingkat naungan yang semakin tinggi sejalan dengan bertambahnya umur tanaman kelapa sawit (PURBA et al., 1997). Daya dukung lahan pada areal kelapa sawit muda mencapai 10-12 ekor domba per hektar, namun

(2)

setelah kelapa sawit dewasa, hal tersebut menurun cukup signifikan menjadi 2-4 ekor per hektar (HORNE, 1994). Oleh karena itu, proses integrasi dengan hanya mengandalkan ketersediaan hijauan di lahan perkebunan, pada umumnya hanya dilakukan oleh peternak kecil. Usaha integrasi yang berorientasi agribisnis menuntut ketersediaan pakan alternatif. Hasil ikutan perkebunan kelapa sawit seperti daun dan daging pelepah sawit merupakan alternatif pakan sumber serat. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan limbah padat berupa pelepah dalam jumlah cukup besar. Pelepah sawit diperoleh dari hasil pemangkasan pada saat panen ataupun pemangkasan daun yang dilakukan enam bulan sekali. Purba dkk, 1997 lebih lanjut menyebutkan bahwa kelapa sawit dewasa mampu menghasilkan 18-25 pelepah per pohon per tahun dan diperkirakan bobot kering pelepah tersebut mencapai ± 10 ton/ha/tahun. Tujuan makalah ini adalah membahas peluang pengembangan agribisnis ternak ruminansia kecil dengan system integrasi dengan perkebunan sawit, ditinjau dari aspek produktivitas ternak dan ketersedian pakan.

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan meliputi egvaluasi jenis pakan hasil limbah industri kelapa sawit dan hasil ikutannya. Kajian beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di Loka Penelitian Kambing Potong di Sei Putih Sumatera Utara dilakukan, terutama penelitian potensi pemanfaatan hasil industri

pengolahan pakan sawit dan hasil ikutannya untuk pakan ruminansia kecil. Nilai ekonomi penggunaan pakan tersebut dianalisis secara parsial dengan menggunakan benefit cost ratio dan dihitung produktivitas index dari ternak untuk menggambarkan produktivitas domba lokal Sumatera yang dipelihara secara integrasi dengan perkebunan kelapa sawit dangan pakan konsentrat limbah industri pabrik kelapa sawit. Daya tampung unit ternak pada suatu hamparan PKS mini dihitung dalam kaitannya dengan metode integrasi secara global dalam mendukung agribisnis peternakan ruminansia kecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ada beberapa jenis pakan hasil pengolahan industri sawit dan hasil kutannya yang telah dianalisis di labolatorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih yang mempunyai prospek baik sebagai pakan ternak ruminansia kecil (Tabel 1). Hasil ikutan kelapa sawit tersebut diantaranya daun sawit tanpa olah (DSTO), daun sawit yang diperoses secara amoniase (DSA), daun sawit yang diperoses dengan lesitin (DSL), pelepah sawit tanpa olah (PSTO), pelepah sawit diperoses secara amoniase (PSA) dan pelepah sawit yang diperoses dengan lesitin (PSL). Sedangkan jenis pakan hasil pengolahan industri sawit yang juga berpotensi sebagai pakan ternak diantaranya ex-decanter dan dua jenis solid yaitu solid I dan solid II. Secara grapik (Gambar 1) tampak bahwa solid II memiliki

Tabel 1. Komposisi pakan hasil pengolahan industri sawit

Parameter yang dianalisa Nama

sampel Kadar air (%) Lemak (%) BK (%) Abu (%) Protein kasar (%) NDF (%) Energi (Kcal/g)

DSTO 87,79 15,48 13,98 6,8409 DSA 60,37 15,15 12,98 6,5051 DSL 66,10 15,21 10,61 6,2241 PSTO 88,40 8,28 2,93 7,2691 PSA 48,75 6,28 11,62 7,3146 PSL 81,36 5,97 2,48 7,1004 Exdecanter 4,61 21,55 15,45 65,17 4,0046 Solid I 6,07 22,76 14,55 20,30 6,1600 Solid II 5,78 31,18 31,18 47,14 3,0215 Molases 0,1 21,46 4,39 4,6800 BIS 5,61 20,12 6,12 20,49 5,4543

(3)

Kandungan protein kasar dan energy 0 5 10 15 20 25 30 35 DSTO DS A DSLPSTO PSA PSL Ex D ecan ter Solid I Solid II Molase s B I S P ro te in ka sa r (% ) 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 E ne rgi (k .c al /g )

Protein kasar (%) Energi (k.cal/g)

Gambar 1. Perbandingan protein kasar (%) dan kandungan energi (k.cal/g) berbagai jenis pakan limbah

industri kelapa sawit

kadar protein kasar yang paling tinggi diikuti dengan ex-decanter dan daun sawit. Namun demikian kandungan energi tertingggi terdapat pada jenis pakan pelepah sawit tanpa olah (PSTO), pelepah sawit diperoses secara amoniase (PSA) dan pelepah sawit yang diperoses dengan lesitin (PSL). Analisis komposisi pakan ini menunjukkan bahwa pakan hasil pengolahan industri sawit dan hasil ikutannya sangat berpotensi dan dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia kecil, dengan jenis limbah yang paling potensial yaitu solid sawit dan pelepah sawit.

Untuk melihat potensi hasil limbah industri sawit terutama bungkil inti sawit (BIS), molasses dan solid sawit sebagai pakan domba, digunakan 32 ekor domba jantan lepas sapih yang terdiri dari 16 ekor domba F2 (persilangan lokal Sumatera dan St. Croix) dan 16 ekor domba lokal Sumatera. Ransum terdiri dari 70% pakan tambahan dan 30% rumput paspalaum (Tabel 2). BATUBARA et al., (1997) melaporkan bahwa pemberian solid sawit sampai tingkat 45% dalam pakan tambahan menyebabkan konsumsi bahan kering menurun (P>0.05). Penggunaan solid sawit sebanyak 15 dan 30% dalam pakan tambahan (R1 dan R2) tidak menyebabkan perbedaan nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering, protein dan energi tercerna. Pertambahan bobot hidup, kecernaan dan nilai ekonomis penggemukan yang paling effisien diperoleh dengan

pemberian solid sawit sebanyak 30% (ransum R2) dalam pakan tambahan. Evaluasi ekonomi penggunaan pakan ini menunjukkan bahwa keuntungan diperoleh berkisar Rp.3.268-5.859/bulan/ekor, dimana dengan pemberian solid sawit 30% memberikan keuntungan yang terbaik dibandingkan dengan tanpa solid dan pemberian solid sawit 15 maupun 45%.

Penelitian potensi solid decanter, bungkil inti sawit dan molases sebagai pakan domba maka tiga puluh dua ekor domba jantan berumur 6-7 bulan (50 % lokal Sumatra X 50 % St. Croix) dibagi dalam empat kelompok dan masing-masing diberikan ransum yang mengandung solid decanter sebesar 0% (R0), 10% (R1), 20% (R2) dan 30% (R3). Hasil analisis disajikan pada Tabel 3 dengan menggunakan rumput Bracharia sp. sebagai ransum basal. JUNJUNGAN et al. (1996) melaporkan bahwa solid decanter dalam pakan perlakuan yang diberikan menyebabkan konsumsi harian bahan kering, energi dan protein semakin meningkat (P<0.05) dan tertinggi terdapat pada pemberian ransum R3. Lebih lanjut disebutkan bahwa pemberian pakan tambahan yang mengandung limbah sawit decanter sampai tingkat 30% dalam ransum menunjukkan effisiensi pemanfatan zat-zat makanan dengan pertumbuhan bobot badan yang semakin meningkat (P<0.05). Disimpulkan bahwa pengunaan limbah sawit solid decanter sampai 30% dalam ransum

(4)

penggemukan domba, dapat meningkatkan effisiensi ransum (konsumsi dan kecernaan, laju pertumbuhan dan efisiensi waktu

mencapai bobot target), ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) semakin meningkat (P< 0,05).

Tabel 2. Penggunaan solid sawit dalam pakan domba

Bahan R0 R1 R2 R3

Bungkil inti sawit (BIS) (%) 14,29 12,86 17,29 15,71

Bungkil kelapa (%) 11,43 7,14 2,86 0 Jagung giling (%) 15,71 11,43 7,14 7,14 Bungkil kedelai (%) 0 2,14 1,43 3,57 Dedak halus (%) 29 27,14 21,43 14,50 Molases (%) 21,04 16,04 13,86 8,57 Tepung ikan (%) 0 1,43 0,71 0,71 Tepung tulang (%) 1,29 1,14 0,57 0,29 Garam dapur (%) 3,07 2,57 2,27 2,14 Kapur (%) 3,14 2,43 1,43 1,43 Urea (%) 1,03 0,67 1,01 0,93 Rumput paspalum (%) 30 30 30 30 Solid sawit (%) 0 15 30 45 Protein kasar (%) 14,19 14,18 14,19 14,19 DE (M,kal/kg) 2,99 2,99 2,99 2,98 Ca (%) 1,71 1,64 1,23 1,25 P (%) 0,81 0,81 0,62 0,48 Harga ransum (Rp/kg) 253 235 182 169 PBBH (g/hari/ekor) 119a 136b 136b 96c Keuntungan /ekor/bulan (Rp) 3.268 4.886 5.859 4.740

a,b,c Rataan dengan huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05)

Sumber: SIANIPAR et al. (1993)

Tabel 3. Susunan ransum untuk pakan domba

R0 R1 R2 R3 Bahan

(%)

Rumput Bracharia sp 100 70 60 50

Solid decanter 0 10 20 30

Bungkil Inti Sawit (BIS) 0 10 10 10

Molasses 0 4,5 4,5 4,5 Gaplek ubi 0 4,5 4,5 4,5 Urea 0 1 1 1 Protein kasar (%) 9 13 13,7 13,9 DE (M,cal/kg) 2,4 3 3,1 3,3 Harga rumput/ransum (Rp/kg) 25 273 273 273 PBBH (g/h/e) 29,9 a 58,3 b 64,6 b 77,0 c Konsumsi DE 1,09 a 1,54 b 1,72 c 1,82 d

Konsumsi protein (g/hari/ekor) 41 a 61,1 b 70,5 bc 71 c

Keuntungan/ekor /bulan (Rp) 2.893 3.343 3.424 3.942

a,b,c, d Rataan dengan huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05)

(5)

Potensi nutrisi molases dan PKC sebagai pakan domba telah diujicobakan beberapa susunan ransum untuk penggemukan ternak domba muda (Tabel 4). SIANIPAR et al. (1997) melaporkan bahwa penggunaan molases sampai 75% sebagai sumber energi tambahan pada pakan rumput mampu meningkatkan PBB dan relatif effisien dibanding biaya pemberian pakan komplet (R5 dan R6). Dengan perhitungan harga bahan saat perlakuan, maka diperoleh keuntungan per ekor per bulan terbaik dengan susunan ransum R3 dan R4. Lebih lanjut direkomendasikan bahwa penggunaan PKC sebaiknya dicampur dengan molases sebagai pakan.

Secara biologis terlihat bahwa semakin banyak bahan pakan yang diberikan dapat menghasilkan produksi yang semakin tinggi, hal ini mudah dipahami karena pakan lengkap akan mengandung nutrisi yang lengkap (ada efek supplementary) dan sesuai untuk kebutuhan produksi ternak. Ditinjau dari kebutuhan energi untuk domba muda, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan 20% molases dalam ransum R6 menghasilkan PBBH yang lebih rendah dibanding pemberian molases 10% dalam ransum R5. Hal ini menunjukkan bahwa selain dibutuhkan adanya

keseimbangan energi dan protein dalam ransum, juga mengindikasikan bahwa sumber energi selain diperoleh dari rumput dan molases juga diperoleh dari bahan pakan tambahan lain.

Produktivitas domba lokal Sumatera

Gambaran produktivitas domba lokal sumatera yang digembalakan di perkebunan sawit disajikan pada Tabel 5. Salah satu kriteria umum yang penting diukur adalah produktivitas index (PII) ternak yaitu produktivitas yang dihasilkan induk per ekor per tahun. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anak sekelahiran (litter size) adalah 2,13±0,02; bobot sapih 9,6 kg dengan tingkat mortalitas sebesar 9% dan jarak beranak 239/tahun.

Litter size x bobot sapih x (1-mortalitas) PII = ---

Jarak beranak 2,13 x 9,6 x (1-0,09)

PII = ---= 16 kg /induk/tahun 239/365

Tabel 4. Bungkil inti sawit dan molasses untuk pakan domba muda

R1 R2 R3 R4 R5 R6 Bahan (%) PKC 100 25 50 50 (0,5% BB) 40 Molasses 75 50 50 (0,5% BB) 10 20 Jagung 56.,7 Bungkil kelapa 9 Dedak padi 18,2 11 Bungkil kedelai 2,7 Tepung terigu 15 Biji karet 10 Ampas ikan 1,8 2 Limestone 1,6 Urea 999 0,5 Campuran mineral 0,5 Harga ransum (Rp/kg) 137 116 101 71 244 180 PBBH 53±12 50±17 74±18 53±26 100±10 106±38 Keuntungan (Rp/kg) 510 954 1371 1647 0 750

Harga (Rp/kg): PKC=168,5, Molasses=64, Jagung=275, Limestone=45, Dedak padi=175, Urea=150 dan harga jual ternak=2300/kg bobot hidup

(6)

Potensi genetik domba lokal Sumatera dan ekor gemuk (DEG) pada sistem pemeliharan yang baik (manajemen, pakan dan kesehatan) yang dipelihara pada pusat pemuliaan Small Ruminant Colaborative Research Support Program (SR-CRSP) di perkebunan karet Sungei Putih, menunjukkan respon bobot sapih yang relatif sama baik antar bangsa maupun jenis kelamin (Tabel 5). Penelitian terdahulu menyatakan bahwa produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh bangsa dan jenis kelamin ternak, terlebih-lebih dengan manajemen pemeliharaan di tingkat peternak rakyat yang bersifat tradisional (GATENBY et al., 1996)

Yang konsisten membedakan bobot lahir dan bobot sapih adalah periode beranak dan tipe kelahiran. Semakin tua umur induk maka akan semakin tinggi frequensi beranaknya (parity) dan bobot lahir anak yang dihasilkan cenderung akan semakin tinggi. Demikian pula bobot lahir anak tunggal lebih tinggi dibandingkan anak kelahiran kembar.

Konsep model agribisnis

Mengacu kepada potensi hasil ikutan dan dukungan teknologi yang telah tersedia, model pengembangan agribisnis berbasis ruminasia kecil-perkebunan (Estate Livestock Production System) adalah sebagai berikut:

Lokasi pengembangan

Mengacu kepada factor produksi secara efisien dan konsep integrasi berwawasan agribisnis terutama pakan yang merupakan 70-80% dari total biaya produksi, maka lokasi pengembangan dipusatkan di kawasan perkebunan kelapa sawit. Potensi limbah perkebunan sawit pada suatu hamparan pabrik kelapa sawit mini dengan luasan 5000 ha, diperkirakan lokasi pengembangan yang layak dan mampu menciptakan wawasan agribisnis peternakan ruminansia kecil yang berkelanjutan (Tabel 6).

Tabel 5. Produktivitas domba lokal sumatera pemeliharaan di kebun sawit

Bobot lahir Bobot sapih

N Rataan ±SE N Rataan ±SE

Sex Betina Jantan 214 165 2,09±0,04 2,16±0,04 105 94 8,7±0,4 8,8±0,3 Bangsa Lokal Lokal X DEG 131 125 2,06±0,07 2,08±0,05 65 64 8,8±0,7 7,8±1,1 Periode beranak (Parity)

1 2 3 >4 148 101 67 63 2,03±0,04 2,22±0,04 2,21±0,05 2,06±0,06 59 56 46 50 8,5±0,4 8,8±0,4 9,0±0,5 9,0±0,4 Jumlah anak lahir (Litter size)

- 1 - 2 Rataan 262 117 379 2,48±0,03 1,78±0,04 2,13±0,02 144 78 10,1±0,4 7,4±0,4

(7)

Tabel 6. Jenis limbah dan daya tampung ternak

Jumlah bahan kering/PKS Mini Jenis

limbah (ton/ha/tahun) Tanaman menghasilkan (TM) Produksi Tanaman belum menghasilkan (TBM)

Total produksi bahan kering 3500 ha 1500 ha (ton) Pelepah 486 1,701,000 729,000 2,430,000 Daun 17.1 59,850 25,650 85,500 Solid 840 2,940,000 0 2,940,000 PKC 378 1,323,000 0 1,323,000

Ransum Used (%) BB.RK= 20 kg Prod BK SUT.RK

Pelepah 40 320 2,430,000 20.805

Daun 50 400 85,500 586

Solid 30 240 2,940,000 33.562

PKC 40 320 1,323,000 11.327

BB (Bobot ternak), BK (Bahan kering), TM (Tanaman menghasilkan), TBM (Tanaman belum menghasilkan, SUT (satuan unit ternak), RK (ruminansia kecil)

Potensi limbah perkebunan sawit pada suatu hamparan pabrik kelapa sawit mini, dengan pola manajemen penanaman ulang (replanting) sebesar 70 : 30%, maka terdapat sebanyak 3500 hektar tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Estimasi melalui koefisien teknis produksi limbah akan terdapat produksi bahan kering limbah yang potensial sebagai pakan ternak, yaitu sebesar 6.778.500 ton dengan potensi limbah masing-masing yaitu 36% pelepah, 1% daun, 43% solid dan 20% bungkil inti sawit (PKC). Berdasarkan tingkat penggunaan limbah tersebut maka total populasi ternak domba yang mampu dipelihara pada suatu hamparan PKS mini yaitu sebanyak 66.279 ekor sepanjang tahun, dengan jenis limbah yang paling potensial yaitu solid sawit dan pelepah sawit.

Model pengembangan usaha

Reorientasi pembangunan agribisnis peternakan yang berbasis perkebunan memerlukan pergeseran paradigma dari pembangunan agribisnis yang dihela oleh faktor produksi (factor driven), kemudian dihela oleh modal (capital driven) dan didukung oleh inovasi (innovation and capital).

Model pengembangan agribisnis ternak ruminansia kecil melalui konsep integrasi dengan perkebunan sawit seyogianya melalui

pola kemitraan inti dan plasma. Pabrik kelapa sawit mini sebagai inti dan karyawan perkebunan sekitar PKS sebagai plasma. Inti difungsikan sebagai penyediaan modal bagi plasma dengan sistem kredit usaha kecil dan sekaligus sebagai pensuplai sarana produksi serta sarana pemasaran produksi baik domestik dalam jangka pendek dan pasar internasional untuk jangka panjang.

Skala usaha

Mengacu kepada produktivitas ternak domba yang dipelihara di perkebunan kelapa sawit dan tingkat penggunaan limbah dan total populasi ternak domba yang mampu dipelihara pada suatu hamparan PKS mini yaitu sebanyak 66.279 ekor sepanjang tahun, dengan jenis limbah yang paling potensial yaitu solid sawit dan pelepah sawit, maka skala usaha untuk PKS mini dapat diawali dengan jumlah 5000 ekor domba untuk pola pembibitan, sesuai dengan kajian BATUBARA (2003). Melalui skala usaha 5000 ekor didukung oleh sistem kelembagaan dalam proses agribisnis akan mampu menciptakan agribisnis peternakan ruminansia kecil yang diharapkan dapat berkelanjutan. Plasma diharapkan dapat sebagai suplai bakalan untuk penggemukan yang dipasarkan kepada inti dan proses perbanyakan bakalan (breeding) diharuskan

(8)

dapat berperan secara kontinyu sebagai penjamin penyediaan bakalan.

KESIMPULAN

Hasil ikutan kelapa sawit seperti pelepah sawit tanpa olah (PSTO), pelepah sawit diperoses secara amilase (PSA) dan pelepah sawit yang diperoses dengan lignin (PSL) dan jenis pakan hasil pengolahan industri sawit seperti ex-decanter, molases dan bungkil inti sawit mempunyai prospek yang baik sebagai pakan (konsentrat) untuk ternak domba.

Penggunaan solid sawit sampai tingkat 45% dalam pakan tambahan menyebabkan konsumsi bahan kering menurun. Penggunaan limbah sawit solid decanter sampai 30% dalam ransum penggemukan domba, dapat meningkatkan produksi (meningkatkan konsumsi dan kecernaan pakan, laju pertumbuhan dan efisiensi waktu mencapai bobot target).

Penggunaan molases sampai 50% dapat dipakai sebagai pakan tambahan sumber energi pada ternak domba dan dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup sekitar 74±18 g/hari dan penggunaan PKC sebaiknya dicampur dengan molases sebagai pakan.

Potensi limbah kebun sawit (pelepah dan daun sawit) pada suatu hamparan pabrik kelapa sawit mini, mampu menampung pengembangan ternak domba sampai sebanyak 66.279 ekor sepanjang tahun, namun dalam pemanfaatan kedua jenis limbah ini sebaiknya digunakan sebagai bahan pakan campuran pakan lengkap atau dikombinasi dengan molases agar limbah yang tidak disukai ternak ini dapat terkonsumsi terutama disaat ketersediaan pakan rumput terbatas atau pakan limbah ini di industrialisasi sebagai pakan pellet.

Model integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit sangat potensial untuk mengembangkan agribisnis peternakan ditinjau dari aspek pemanfaatan hasil limbah industri pabrik kelapa sawit dan hasil ikutannya khususnya untuk ternak ruminansia kecil (kambing/domba) guna memenuhi permintaan daging (swasembada daging) di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

AMIR, P, S. GINTING, Z. POELUNGAN, K. SIMANIHURUK dan J. SIANIPAR. 1977. Nilai nutrisi. dan manfaat pelepah kelapa sawit sebagai pakan ternak domba. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. Vol. 5 (3).

BATUBARA, L. P., M.D.SANCHEZ and K.R. POND. 1997. Feeding of lambs with palm kernel cake and molasses. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih (JPPS) Vol. 1 (3).

BATUBARA, L. P. 2003. Potensi integrasi peternakan dengan perkebunan kelapa sawit sebagai simpul agribisnis ruminan. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. Vol 13 (3).

GATENBY, R.M and S. KAROKARO. 1996. Productivity of sheep in the nucleus estate smallholder (NES) membang muda and factors affecting it. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih (JPPS) Vol. 1 (5). HORNE,P.M.,K.R.POND and L.P.BATUBARA. 1994.

Strategies for utilizing improve forage for developing sheep enterprises in North Sumateran and Aceh. Makalah ini dipresentasikan pada “Seminar produksi peternakan domba di Sumatera Utara dan prospek pengembangannya mendukung sigitiga pertumbuhan utara di Pusat Penelitian Karet, Sei Putih, Sumatera Utara.

PITONO A.D., M. DOLOK SARIBU dan R.M. GATENBY. 1993. Bobot Optimal Induk Domba Lokal Sumatera. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih (JPPS) Vol. 1 (3).

SIANIPAR,J.,K.SIMANIHURUK, D.SIHOMBING dan L.P. BATUBARA. 1997. Penggunaan solid decanter dalam pakan tambahan molasses, bungkil inti sawit dan gaplek ubi untuk penggemukan domba. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih (JPPS) Vol. 1 (43). SIANIPAR J.,S.P.GINTING dan S.KAROKARO. 1993.

Pengaruh pemberian beragam dan tunggal hijauan legum rambat dan gulma lebar dari areal perkebunan karet pada kambing dan domba lokal. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih (JPPS) Vol. 1 (43).

Gambar

Tabel 1. Komposisi pakan hasil pengolahan industri sawit
Gambar 1.  Perbandingan protein kasar (%) dan kandungan energi (k.cal/g) berbagai jenis pakan limbah  industri kelapa sawit
Tabel 2. Penggunaan solid sawit dalam pakan domba
Tabel 4. Bungkil inti sawit dan molasses untuk pakan domba muda
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam keluarga poligami maupun non-poligami harusnya tidak ada perbedaan dalam hal mendidik anak, hal ini didasarkan pada kewajiban orang tua dalam memberikan pendidikan

Untuk interval 3 jam yang ke 27 sample 3 O.AT yang ditunjukkan pada gambar 4.32, perubahan yang terjadi yaitu semen sedikit berwarna lebih gelap, butiran semen dan

Pengujian pewarnaan pada jamur dengan cara diidentifikasi menggunakan pewarnaan dengan lactophenol blue , pertama siapkan media agar sebanyak 5 ml secara aseptis

Madrasah diniyah yang selama ini menjadi lembaga formal pesantren sangat membantu dalam memberikan pemahaman keagamaan dan pembentukan ahklak yang karimah dengan kurikulum yang

Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang-penambang Kobalt di Schneeberg ( lebih dari 50% meninggal akibat kanker paru ) berkaitan dengan adanya bahan

a) Guru memberikan beberapa soal tiket masuk kelas (menggunakan kartu soal) untuk mengingatkan materi yang sudah dipelajari yaitu pembulatan ke satuan terdekat dengan

Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana otonomi

amplikon fragmen DNA genom EBV dengan teknik PCR konvensional adalah konsentrasi DNA virus yang rendah pada sampel penelitian yang digunakan, karena konsentrasi