• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3. Seperti yang telah dijelaskan pada bab satu, bahwa penulis akan menganalisis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 3. Seperti yang telah dijelaskan pada bab satu, bahwa penulis akan menganalisis"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 3

Analisis Data

Seperti yang telah dijelaskan pada bab satu, bahwa penulis akan menganalisis perilaku penyimpangan seksual pada tokoh Hiroyuki Yoshida dalam film Nagisa no Shindobaddo dengan membagi analisis tersebut menjadi dua hal, yakni analisis latar belakang keluarga dan lingkungan pertemanan Yoshida sebagai penyebab homoseksual dan analisis dampak perilaku Yoshida sebagai penyebab homoseksual.

Yoshida memiliki latar belakang kehidupan keluarga yang tidak utuh, yakni ketiadaan sosok ayah sebagai panutan dalam perkembangan masa remajanya. Menurut Erikson dalam Yusuf (2007:188) masa remaja merupakan tahapan penting dalam siklus kehidupan dan berkaitan erat dengan perkembangan perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Sosok ayah dalam perkembangan seorang anak laki – laki menuju masa remaja akan menjadi dominan, karena seorang anak akan mencontoh cara hidup dan pola pikir sebagai mana layaknya ia seorang lelaki. Oleh karena itu, ketidakhadiran ayah seperti dalam kehidupan Yoshida menjadi salah satu masalah dalam perkembangan menuju kesadaran akan jati dirinya. Salah satu masalah tersebut adalah penyimpangan seksual, yakni perilaku homoseksual.

Dalam analisa data ini, penulis menggunakan konsep homoseksual yang ditunjang dengan teori keluarga, konsep keluarga Jepang dewasa ini dan teori remaja. Di bawah ini merupakan penjelasan pembagian analisis tersebut :

(2)

3.1. Analisis Latar Belakang Keluarga dan Lingkungan Pertemanan Yoshida Sebagai Penyebab Homoseksual

Pada bagian ini penulis akan menjelaskan penyebab perilaku homoseksual pada diri Yoshida yang dilatarbelakangi pada ketidakutuhan keluarga dan faktor lingkungan pergaulan, yakni dalam lingkungan pertemanan di sekolah. berikut ini adalah penjabaran dari pembagian analisis di atas:

3.1.1 Analisis Latar Belakang Keluarga Yoshida Sebagai Penyebab Homoseksual

Yoshida adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia merupakan remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jepang dan tinggal bersama ibu dan adik perempuannya. Dalam kehidupannya ia kehilangan sosok ayah yang telah meninggal, sedangkan ibunya selain mendidik Yoshida dan adik perempuannya, ia juga sibuk bekerja di klab malam miliknya. Kesibukan ibu Yoshida lama – kelamaan menjadikan situasi dan kondisi keluarga Yoshida tidak harmonis. Komunikasi dan perhatian ibunya semakin berkurang karena secara otomatis ibu Yoshida harus terfokus pada pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Hal inilah yang mempengaruhi perkembangan kepribadian dan pembentukan pola pikir Yoshida sebagai seorang yang beranjak remaja. Berikut ini adalah kilasan adegan yang mencerminkan keadaan keluarga Yoshida :

(3)

Adegan menit ke 95:31

Gambar 3.1

( Yoshida Bersama Ibu dan Adik Perempuannya)

Sumber: Nagisa no Shindobaddo, 1995

Adegan di atas menggambarkan ketika liburan musim panas, Yoshida bersama ibu dan adik perempuannya mengunjungi makam ayahnya yang berada di daerah perbukitan. Untuk menuju ke makam, mereka harus melewati jalan yang menanjak. Setibanya Yoshida di makam ayahnya, ia pun membersihkan dan mempersiapkan peralatan untuk berdoa. Setelah selesai membersihkan, ibunya meminta bunga kepada Yoshida dan mereka pun berdoa. Tampak kesedihan di wajah Yoshida ketika ia mendoakan ayahnya. Tak berapa lama setelah selesai berdoa, mereka pun pulang tanpa sepatah kata pun di antara Yoshida dan ibunya.

Analisis:

Dalam film ini Yoshida digambarkan sebagai remaja yang pendiam dan tertutup. Dalam menjalani kehidupannya Yoshida jarang berinteraksi dengan ibunya dikarenakan kesibukan ibunya sehingga jarang sekali Yoshida dan ibunya saling bertemu. Semenjak ayah Yoshida meninggal, ibunya menjadi tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan

(4)

hidup dan juga untuk membiayai pendidikan Yoshida dan adiknya. Tetapi, ibunya bekerja mulai dari malam hari sampai dengan larut malam bahkan sampai menjelang pagi, sehingga waktu istirahat ibu pagi hari ketika Yoshida dan adiknya ingin pergi ke sekolah masing – masing. Yoshida juga termasuk seorang remaja yang aktif di sekolahnya, sehingga baru pulang sekolah pada malam hari karena ada kegiatan yang diikutinya yaitu kegiatan musik. Oleh sebab itulah, interaksi dan komunikasi di antara Yoshida dan ibunya menjadi tidak terjalin dengan baik.

Menurut penulis keadaan ini menunjukkan hubungan yang tidak harmonis yang dapat mengakibatkan komunikasi menjadi tidak baik atau kaku. Oleh karena itu, bisa dikatakan kondisi keluarga Yoshida termasuk keluarga yang tidak sehat karena ketidakutuhan dalam struktur keluarga, di mana ayah Yoshida telah wafat dan komunikasi dengan ibunya tidak terjalin dengan baik. Menurut Hawari (2004:758) bahwa salah satu kriteria kondisi keluarga tidak sehat yakni keluarga yang tidak utuh. Maksud tidak utuh disini adalah anggota keluarganya tidak lengkap, dan interaksi diantara keluarga tidak berjalan dengan baik (Willis, 1994:64).

Kemudian pada adegan Yoshida ketika mengunjungi makam ayahnya, ia terlihat sedih karena tampak ia sangat kehilangan sosok ayah yang seharusnya dapat membimbing hidupnya. Ia pun juga tampak merindukan ayahnya, terbukti pada saat liburan ia tidak merencanakan pergi kemana – mana, dan waktunya hanya direncanakan untuk ke makam ayahnya.

Ayah Yoshida merupakan seseorang yang seharusnya menjadi panutan bagi Yoshida. Wajar saja ia sangat merasa kehilangan sosok ayah dalam hidupnya. Hal ini juga

(5)

ditunjukkan dengan setiap hari ia selalu berdoa untuk ayahnya di altar rumah. Dan ketiadaan sosok ayah dalam kehidupan Yoshida membentuk perkembagan fisik dan mental Yoshida menjadi orang yang tidak bisa menentukan jati dirinya sebagai seorang remaja pria sewajarnya, yang pada akhirnya menimbulkan kebimbangan dan kemandirian yang tidak terarah. Maksud kemandirian tidak terarah disini yaitu membentuk kepribadian Yoshida menjadi seseorang yang tertutup terhadap orang lain sehingga membuat Yoshida susah untuk menemukan jati diri nya sebagai laki – laki seutuhnya. Menurut penulis, penyimpangan seksual yang terdapat dalam lingkungannya dengan mudahnya diserap oleh Yoshida tanpa ada bimbingan dan pendidikan dari orang tua. Padahal pada masa remaja seperti Yoshida yang seharusnya berperan penting dalam mengarahkan menuju kepribadian yang sehat dalam penentuan jati diri adalah sosok ayah. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Madubrangti (2008:55-56) bahwa peran ayah dalam keluarga sangat penting bagi perkembangan dan kepandaian anaknya, karena masyarakat Jepang mempercayai bahwa ayah mengajarkan anak-anaknya tentang norma masyarakat yang diperlukan dalam hubungan sosial dengan orang lain selain dengan orang – orang di dalam keluarga batih.

Bimbingan kedua orang tua pun sangat berperan penting dalam memberikan pemahaman atau wawasan tentang dirinya (anak) dan lingkungannya, dan juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupan (Yusuf, 2007:41). Kondisi keluarga Yoshida tergolong keluarga yang tidak sehat karena ketidaklengkapan dalam struktur keluarga, dimana ayah Yoshida sudah wafat dan ibunya tidak mendidik Yoshida dengan sewajarnya sehingga tidak lengkapnya peran orang tua (ayah dan ibu) dalam mendidik

(6)

ataupun dalam kehidupan sehari – hari di keluarga tersebut menjadikan ketidakpahaman dan mudahnya menyerap ajaran dan perilaku yang menyimpang dari lingkungan sekitar.

Adegan menit ke 29:40

Dalam adegan pada gambar 3.3 menggambarkan situasi ibu Yoshida yang sedang bekerja. Berikut merupakan kilasan adegannya:

Gambar 3.2 Gambar 3.3 Ibu Yoshida Bersama Salah Satu Yoshida Dikamarnya Pengunjung di Klab Malam

Sumber: Nagisa no Shindobaddo, 1995

Pada adegan di atas menggambarkan ketika ibu Yoshida sedang bekerja di klab malam miliknya. Di klab tersebut ibu Yoshida sedang menemani salah satu pengunjung berkaraoke ria. Karena ibu Yoshida pemilik klab malam tersebut, ia tidak segan untuk menemani dan beramah – tamah terhadap pengunjung yang mayoritas adalah pria. Ibu Yoshida tampak menikmati pekerjaannya bahkan ia juga bermesraan dan minum minuman keras bersama pengujung tersebut. Klab malam miliknya berada di lantai satu rumahnya, dan pada waktu yang sama Yoshida sedang berada di kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia merasa terganggu dan risih akan keadaan di klab tersebut. Ia pun

(7)

memukul meja dengan genggaman tangannya karena benci dengan pekerjaan ibunya. Namun ia hanya terdiam di kamar karena tidak bisa melarang apa yang dilakukan ibunya, mau tidak mau Yoshida harus melihat kenyataan pekerjaan ibunya untuk memenuhi kebutuhan Yoshida dengan adiknya sehari – hari.

Analisis:

Adegan ketika Yoshida memukul meja dengan genggaman tangannya yang menunjukkan tanda kekesalan merupakan kebencian Yoshida terhadap pekerjaan ibunya yang seharusnya tidak dilakukan dengan pengunjungnya. Sebagai seorang anak ia tampak risih dengan perbuatan ibunya di klab tersebut. Ibu Yoshida merupakan tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, Yoshida mau tidak mau harus memaklumi cara mencari nafkah ibunya yang pada kenyataannya ia sangat benci dengan pekerjaan ibunya. Namun, pola pikir Yoshida tidak sependapat dengan ibunya, seharusnya sebagai satu – satunya orang yang menjadi panutan dalam keluarga memberikan kasih sayang, rasa aman dan nyaman pada Yoshida. Yusuf (2007:38) dalam pernyataannya mengatakan bahwa fungsi dasar keluarga adalah memiliki rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik di antar keluarga. Hubungan cinta kasih tidak sebatas perasaan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya. Namun hal ini tidak didapatkan oleh Yoshida dari seorang wanita, yakni ibunya. Seharusnya ia mendapatkan kasih sayang seutuhnya dari ibunya. Karena minimnya kasih sayang dan perhatian dari ibunya menjadikan kehidupannya tidak terarah dan merasa kesepian dan ia pun mencari perhatian di luar lingkungan keluarganya, yakni lingkungan pergaulannya. Hal ini seperti yang dikatakan Ali dan Asrori (2005:91)

(8)

bahwa masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dengan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Kemiskinan akan hubungan atau perasaan kesunyian remaja disertai kesadaran sosial psikologis yang mendalam yang kemudian menimbulkan dorongan yang kuat akan pentingnya pergaulan untuk menemukan suatu bentuk sendiri.

Interaksi keluarga Yoshida terlihat tidak harmonis. Hal ini disebabkan oleh faktor kesibukan ibunya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang berakibat interaksi anggota keluarganya pun tidak berjalan dengan baik karena kesibukan urusan masing – masing anggota keluarga, sehingga saling tidak mengetahui perkembangan atau kejadian masing – masing anggota keluarganya. Akan tetapi, Yoshida tampaknya tidak bisa memilih interaksi yang baik di luar.

Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial, Yoshida selalu melihat sosok seorang wanita yang menurutnya berperilaku tidak baik. Kemudian dalam lingkungan pergaulannya ia melihat Ito sebagai seorang lelaki memperhatikan dan memberikan kasih sayang yang tidak ia dapatkan dari ibunya. Hal ini membuat Yoshida trauma kepada perilaku ibunya sehingga ia lebih memilih lelaki sebagai pasangannya. Trauma akan ibunya termasuk salah satu penyebab Yoshida berperilaku homoseksual. Faktor penyebab terjadinya homoseksual, yakni seorang anak wanita atau laki- laki yang pernah mengalami traumatis dengan ayah ataupun ibunya, sehingga timbul kebencian / antipati terhadap ayah atau ibunya dan semua laki – laki atau wanita, lalu muncul dorongan homoseksual yang menjadi menetap (Kartono, 1991:247). Dalam hal ini, Yoshida

(9)

menjadi benci dan mengakibatkan trauma atas perilaku ibunya, sehingga ia mempunyai jiwa homoseksual yang terpengaruh dari lingkungannya.

Perilaku ibu Yoshida membentuk Yoshida menjadi pribadi tidak sehat akibat dari kurangnya kasih sayang dan salahnya pola asuh yang diberikan ibunya. Pemberian kasih sayang dan pola asuh yang baik serta sesuai dengan perkembangan anak merupakan faktor yang kondusif dalam mempersiapkan anak menjadi pribadi yang sehat. Karena keluarga merupakan suatu wadah atau tempat dalam memenuhi kebutuhan manusia, terutama dalam hal biologis maupun dalam pengembangan kepribadian dan pertahanan hidupnya (Gunarsa, 2004:1).

3.1.2. Analisis Latar Belakang Lingkungan Pertemanan Yoshida Sebagai Penyebab Homoseksual

Lingkungan pertemanan merupakan lingkungan sosial bagi remaja yang mempunyai peranan cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Peranan tersebut yaitu membantu remaja untuk memahami identitas diri (jati diri) sebagai suatu hal yang yang sangat penting. Hal ini akan penulis analisis dalam adegan – adegan berikut ini tentang lingkungan pertemanan Yoshida yang menyebabkan ia berperilaku menyimpang karena pengaruh dari lingkungan pertemannya. Berikut adegan – adegannya.

(10)

Adegan menit ke 09:41

Gambar 3.4

Yoshida dan Teman – Teman Kelasnya

Sumber: Nagisa No Shindobaddo, 1995

Adegan di atas terlihat situasi di sekolah sebelum pelajaran di mulai. Di mana Yoshida yang pada saat itu sedang duduk di kelas melihat teman wanitanya sedang meminta uang kepada Shimizu, teman sekelasnya. Dua wanita itu meminta uang dengan alasan, salah satu temannya sakit. Yoshida yang mendengar alasan mereka itu, sudah bisa ditebak bahwa alasan kedua temannya itu bohong. Memang dua wanita tersebut sudah sering berbuat seperti itu. Oleh karena itu, Yoshida hanya melihat dengan tatapan tidak suka dan kemudian tidak menghiraukan percakapan mereka itu.

Analisis :

Dari tatapan Yoshida terlihat ia tidak menyukai perbuatan yang dilakukan kedua teman wanitanya. Menurut penulis, karena selama masa remajanya Yoshida dihadapkan dengan wanita – wanita yang berperilaku tidak baik, maka ia tampak ragu untuk menjalin hubungan dengan seorang wanita. Keraguan Yoshida akan sosok wanita telah membentuk pola pikirnya menjadi tidak menyukai lawan jenis ditambah lagi dengan

(11)

trauma atas perilaku ibunya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kartono (1991:247) bahwa seorang anak wanita atau laki – laki yang pernah mengalami traumatis dengan ayah atau ibunya, sehingga timbul kebencian atau antipati terhadap ayah atau ibunya dan semua laki – laki atau wanita lalu muncul dorongan homoseksual yang jadi menetap. Bila rasa trauma datang berkali – kali maka akan menimbulkan rasa benci. Keraguan Yoshida timbul akibat ia tidak bisa memahami dirinya, hal ini disebabkan tidak adanya bimbingan dari ibunya sebagaimana mestinya. Maka ia pun membenarkan sikap tidak simpatinya pada wanita sehingga membentuk kepribadiannya menjadi tidak sehat.

Menurut Erikson dalam Yusuf (2007:188) bahwa apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran – perannya, dan makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingungan ini berdampak kurang baik bagi remaja. Dia cenderung kurang dapat menyesuaikan dirinya, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan kata lain, Yoshida gagal dalam memahami akan dirinya, lalu ia mengalami kebimbangan dalam menentukan jati dirinya yang akhirnya membuat kepribadiannya menjadi tidak sehat, yakni merasa tidak simpatik terhadap wanita dan memilih menerima sosok lelaki yang membuat hidupnya menjadi lebih nyaman dibandingkan bersama wanita. Bagi Yoshida keadaan seperti tersebut di atas menyebabkan ia memiliki rasa tidak suka terhadap wanita. Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab perilaku seksual yang menyimpang.

(12)

Adegan menit ke 20:28

Gambar 3.5 Yoshida dan Ito

9

Sumber: Nagisa No Shindobaddo, 1995

Adegan di atas menggambarkan ketika Yoshida mengantar Ito, yakni teman sekelasnya pulang ke rumah dengan mengendarai motor karena hari sudah larut malam. Diceritakan mereka sering pulang sekolah di malam hari karena ada kegiatan musik di sekolahnya. Ketika mereka berboncengan di motor, terlihat sekali dari wajah Ito, bahwa Ia merasa senang dan nyaman berada dekat Yoshida. Ito berusaha sedekat mungkin dengan wajah Yoshida dan setelah ia merasa sudah dekat, ia memejamkan mata menikmati keadaan tersebut. Yoshida terlihat hanya diam saja merasakan kedekatan Ito pada dirinya dan tetap konsentrasi mengendarai motornya.

Analisis :

Pada adegan ketika Ito dibonceng motor oleh Yoshida terlihat Ito merasa mempunyai ketertarikan dan kecocokan terhadap Yoshida. Perilaku seperti ini jelas menunjukkan bahwa Ito adalah seorang homoseksual. Jadi, ia berusaha mendekati dan menarik perhatian Yoshida karena pada kenyataannya secara diam – diam Ito suka kepada

(13)

Yoshida. Dan ketika ada kesempatan pulang bersama dengan Yoshida maka ia berusaha memanfaatkannya.

Bila melihat adegan di atas, bisa terlihat Yoshida merasakan pula kedekatan wajah Ito di kepalanya. Dengan kata lain ia mengetahui perilaku Ito dan hanya menanggapinya dengan raut wajah yang biasa. Berarti Yoshida merasa tidak keberatan bila Ito bersikap seperti itu. Ia seperti mendapat kenyaman dari Ito, terbukti Yoshida tampak tidak risih dengan sikap Ito yang tidak selayaknya seorang laki – laki terhadap teman sesama jenisnya. Ito memiliki orientasi seksual terhadap sesama jenis. Hal ini mendorong ketertarikan Ito lebih dari sekedar bersahabat dengan Yoshida. Walaupun Yoshida tidak memiliki kecenderungan perilaku menyimpang seperti Ito, kebersamaan mereka perlahan-lahan dapat menyebabkan Yoshida merasa tertarik terhadap Ito. Yoshida tidak mendapatkan kasih sayang dan kenyamanan seutuhnya dari ibunya, kemudian tidak adanya sosok lelaki (ayah) dalam keluarga Yoshida sebagaimana mengajarkan ia sebagai sosok lelaki secara utuh membuat Yoshida mencontoh perilaku temannya Ito yang ternyata seorang homoseksual. Ketika Ito masuk dalam kehidupan Yoshida dan memberikan kenyamanan lebih dibandingkan ibunya, maka secara otomatis ia akan mengikuti pola pikir Ito yang seorang homoseksual. Sigelman dan Shaffer dalam Yusuf (2007:61) mengatakan bahwa remaja yang memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya (iklim keluarga sehat) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orangtuanya kurang baik. Bisa dikatakan bahwa Yoshida tidak bisa menghindarkan diri dari penyimpangan seksual yang dilakukan oleh Ito. Selain faktor iklim keluarganya yang tidak sehat juga dalam pembentukan masa remajanya ia tidak ada bimbingan untuk

(14)

menentukan jati dirinya dalam berhubungan. Yoshida yang tidak menolak dengan kedekatan Ito menandakan bahwa ia suka dengan apa yang dilakukan Ito, sehingga akan menjadi awal dari perilaku penyimpangan seksual, yakni ikut terhanyut dalam perilaku homoseksual.

Adegan menit ke 55:41

Gambar 3.6 Gambar 3.7

Ketika Ito Mencium Yoshida Ketika Ito Memeluk Yoshida

Sumber: Nagisa No Shindobaddo, 1995

Adegan di atas menggambarkan ketika Ito dan Yoshida berada di dalam kelas. Situasi yang hanya ada Yoshida dimanfaatkan oleh Ito untuk menyatakan perasaan Ito kepada Yoshida. Ito memberanikan diri jujur tentang perasaannya kepada Yoshida bahwa Ito menyukai Yoshida. Setelah menyatakan perasaan cintanya, Ito yang tepat berdiri di hadapan Yoshida kemudian memeluk dan mencium bibir Yoshida. Awalnya Yoshida menolak karena hal ini sangat tidak wajar. Akan tetapi, Yoshida pun mengizinkan Ito untuk mencium dan memeluk dirinya karena terlihat ia nyaman namun masih ada keraguan. Setelah dicium, Yoshida pun langsung pergi meninggalkan Ito ke luar kelas.

(15)

Analisis :

Pada adegan Ito menyatakan perasaan cinta kepada Yoshida sudah jelas bahwa Ito ingin hubungan yang lebih selayaknya hubungan heteroseksual. Pada awalnya Yoshida tampak kaku dan sulit menerima keadaan Ito, namun terlihat ia tidak bisa memungkiri kalau ia juga merasa tertarik dan menikmati ketika dicium dan dipeluk.

Kartono (1991:247) mengatakan bahwa pengaruh lingkungan yang tidak baik membuat tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal. Sikap Ito kepada Yoshida yang terang – terangan merupakan pengaruh lingkungan pertemanan yang tidak baik. Pada dasarnya homoseksual adalah perilaku seksual yang menyimpang dan tidak sesuai dengan norma – norma hukum atau asusila di masyarakat (Sarwono, 2001:164). Oleh karena itu, sikap Ito membawa pengaruh yang tidak baik bagi perkembangan kepribadian Yoshida dalam mencari jati diri, terutama dalam kematangan seksual yang normal.

Kemudian, karena perilaku homoseksual Ito yang pada dasarnya terlihat menjadikan Yoshida mendapatkan kasih sayang dan perhatian membawa kematangan kepribadian seksual Yoshida menjadi menyimpang. Hal ini dibenarkan oleh Sigelman dan Shaffer dalam Yusuf (2007:61) yang berpendapat bahwa Apabila hubungan remaja tidak sehat, dapat melindungi remaja tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat. Tidak sedikit remaja yang berperilaku menyimpang karena pengaruh teman sebayanya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Yoshida dalam perkembangan kepribadiannya yang menyimpang dipengaruhi oleh Ito. Karena Ito memberikan kenyamanan yang tidak ia dapatkan dari seorang wanita maka ia pun menerima bahwa dirinya juga menyukai Ito.

(16)

3.2 Analisis Dampak Perilaku Yoshida Sebagai Penyebab Homoseksual

Adegan menit ke 68:11

Gambar 3.8

Yoshida, Shimizu, Ito, dan Aihara

Sumber: Nagisa No Shindobaddo, 1995

Pada adegan di atas, digambarkan ketika Yoshida yang telah usai menonton film di bioskop bersama Shimizu, kemudian mereka memutuskan untuk jalan-jalan dan mampir di sebuah toko. Ketika sedang melihat – lihat, tanpa di sengaja Yoshida dan Shimizu bertemu dengan Ito yang saat itu sedang bersama Aihara. Setelah berbincang sejenak, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi bersama ke salah satu tempat bermain. Lalu mereka pun naik kereta gantung yang berada di tempat bermain tersebut. Namun di dalam kereta gantung tersebut tampak Yoshida dan Ito menjaga jarak. Yoshida menjaga jarak sejak kejadian ia dicium oleh Ito. Ia hanya menanggapi ketika Shimizu dan Aihara berbincang – bincang.

Analisis :

Dalam adegan di mana Yoshida dan Ito naik kereta gantung dan mereka tidak saling berdekatan memperlihatkan keadaan Yoshida berusaha mencoba untuk bersikap wajar

(17)

dan ingin melupakan kejadian pada waktu Ito mencium Yoshida. Akhirnya Yoshida menutupi perasaannya dengan berusaha mengajak Shimizu menonton bioskop sebagaimana layaknya kencan seorang pasangan. Dan ternyata Ito pun melakukan hal yang sama dengan mengencani Aihara. Namun hal itu tidak dapat berjalan dengan baik. Ketika mereka berada di dalam kereta gantung, mereka terlihat canggung. Bila Yoshida tidak memiliki perasaan yang sama dengan Ito seharusnya Yoshida dapat bersikap wajar dan melupakan kejadian waktu di kelas. Karena kecanggungan Yoshida, mereka terlihat sama – sama tidak nyaman dan berusaha menutupi gejolak perasaan mereka masing – masing.

Menurut penulis, sikap yang mereka perlihatkan tergolong homoseksual jenis ego-distonik, yakni Yoshida berusaha menutupi jati dirinya sebagai orang yang memiliki perasaan suka terhadap Ito. Hal ini dibenarkan dengan pernyataan Handoyo dalam Novita (1996:43-44) yang mengatakan bahwa seorang individu yang merasa dirinya homoseksual namun ia merasa tertekan dengan keadaan dirinya tersebut sehingga ia berusaha tampil sebagai seorang yang heteroseksual. Individu tersebut merasa tertekan karena ia tidak dapat menampilkan keadaannya yang homoseksual. Hal ini disebabkan pendidikan moral dan agama yang terlalu kuat dan ketat, tekanan dari keluarga atau masyarakat yang tidak menerima homoseksualitas. Oleh karena itu, selain Yoshida masih ragu dengan perasaannya kepada Ito, ia pun malu bila ada kedua teman wanitanya tahu bahwa ia pasrah saja ketika dicium oleh Ito. Secara otomatis temannya akan mengira ia nyaman dengan perlakuan Ito.

Ketidaknyamanan yang terlihat di wajah Yoshida menunjukkan bahwa ia takut orang lain tahu perasaan Yoshida yang sesungguhnya. Dengan kata lain, bila Yoshida sudah

(18)

merasa takut, berarti Yoshida tahu dengan apa yang dilakukan Ito adalah perilaku yang menyimpang. Bila Yoshida merasa tidak nyaman berkencan dengan Shimizu, berarti ia dapat dikatakan sudah memasuki tahap menjadi seseorang yang mempunyai perilaku homoseks.

Adegan menit ke 119:50

Gambar 3.9 Gambar 3.10 Yoshida, Ito dan Aihara Yoshida, Ito dan Aihara

Sumber: Nagisa No Shindobaddo, 1995

Pada adegan di atas, menggambarkan ketika Yoshida, Ito dan Aihara berada di pantai. Pada adegan 3.9 Aihara meminta Yoshida untuk jujur tentang hubungannya dengan Ito. Aihara telah mengetahui tentang Ito yang memiliki kelainan seksual yakni homoseksual. Menurutnya hubungan Yoshida dan Ito sangat tidak wajar karena tidak hanya menjalin persahabatan saja tetapi hubungan seperti pasangan kekasih sesama jenis. Yoshida tidak mau mengakui tentang hal itu, sampai akhirnya mereka terlibat pertengkaran. Ito hanya diam dan pasrah saja tanpa berkata satu kata apapun. Yoshida tetap membantah ia homoseksual dan Aihara pun memberanikan diri untuk menantang Yoshida apakah ia bisa berhubungan dengan wanita atau tidak. Yoshida pun menerima tantangan Aihara

(19)

dan berusaha melakukan hubungan badan dengan Aihara. Namun, Yoshida tidak bisa melakukannya dengan Aihara. Yoshida terlihat sedih dan malu karena tidak sanggup berhubungan dengan Aihara. Pada saat yang bersamaan pula, ketika Yoshida tidur di atas Aihara, Ito merasa cemburu dengan yang dilakukan Yoshida dan Aihara. Ia pun mundur perlahan-lahan menuju ke tengah pantai mencoba bunuh diri. Yoshida yang mengetahui perbuatan Ito langsung berenang untuk menolongnya. Yoshida berhasil menolong Ito dan membawanya ke pinggir pantai, saat itu Ito dalam keadaan pingsan, kemudian Yoshida memberikan nafas buatan dengan cara mencium bibir Yoshida. Akhirnya Ito tersadar dan ternyata Ito hanya pura – pura pingsan agar Yoshida mencium dirinya, selain itu Ito juga ingin memberitahukan secara langsung kepada Aihara bahwa mereka saling menyukai.

Pada adegan gambar 3.10 menggambarkan Yoshida, Aihara dan Ito saling berpelukan karena akhirnya mereka sama – sama menerima keadaan masing – masing. Mereka tetap tidak saling menjauhi setelah tahu kenyataan yang sebenarnya. Mereka juga tetap menjalin persahabatan seperti biasa sebelum Aihara tahu hubungan Ito dan Yoshida sebenarnya.

Analisis :

Ketika Yoshida menerima tantangan Aihara dengan cara mencoba meraba tubuh dan mencium Aihara, terlihat Yoshida ingin membuktikan kepada Aihara bahwa ia benar – benar tidak menyukai Ito dan bisa berhubungan dengan wanita selayaknya hubungan heteroseksual. Namun, pada kenyataannya tampak Yoshida tidak menikmati saat ia meraba dan menciumi Aihara. Terbukti dengan di tengah ia menciumi Aihara, ia

(20)

langsung melepaskannya dan duduk. Dalam adegan ini bisa terlihat bahwa sebenarnya Yoshida menolak bahwa dirinya menyukai sesama jenis dan ingin membuktikan apa yang dipikirkan oleh Aihara tidak benar bahwa ia menyukai lelaki. Penolakan yang Yoshida lakukan untuk menutupi perasaan tertekannya bahwa ia tidak bisa tampil dengan keadaannya yang homoseksual. Seorang remaja merasa bahwa ketertarikan seksualnya terhadap laki – laki menimbulkan masalah yang sulit dihadapi. Pada umumnya, seseorang berusaha menolak identitasnya sebagai homoseksual dan berusaha mempertahankan identitasnya sebagai seorang heteroseksual (Kelly, 2001: 4). Menurut Handoyo dalam Novita (1996, 43-44) perasaan seperti ini bila dilihat dari segi kejiwaan termasuk dalam jenis homoseksual ego-distonik, yakni seorang individu yang merasa dirinya homoseksual namun ia merasa tertekan dengan keadaan dirinya tersebut sehingga ia berusaha tampil sebagai seorang yang heteroseksual. Individu tersebut merasa tertekan karena ia tidak dapat menampilkan keadaannya yang homoseksual. Hal ini disebabkan pendidikan moral dan agama yang terlalu kuat dan ketat, tekanan dari keluarga atau masyarakat yang tidak menerima homoseksualitas. Yoshida tampak merasa takut bila masyarakat dan lingkungan sekitarnya tidak bisa menerima keadaannya sebagai seorang yang homoseksual.

Setelah Yoshida tidak mampu untuk meneruskan tantangan Aihara, ia pun berhenti. Dalam hal ini, ia terlihat sudah membohongi dirinya sendiri bahwa ia mampu berhubungan heteroseksual. Dan ketidaksanggupannya untuk meneruskan tantangan Aihara menunjukkan bahwa ia sadar memang dirinya adalah seorang yang lebih menyukai lelaki. Kesadaran diri seseorang terhadap identitas seksualnya terlihat dari label yang ia berikan kepada dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual atau

(21)

biseksual (Santrock dalam Puspita, 2001:7). Kesadaran Yoshida akan identitas seksualnya setelah ia merasa tidak sanggup berhubungan dengan seorang wanita menandakan ia menerima keadaan dirinya sebagai seorang homoseksual dan memilih label homoseksual pada identitas seksualnya. Hal ini diperkuat dengan adegan ketika Ito berlari ke laut untuk bunuh diri karena merasa cemburu dengan apa yang dilakukan Yoshida, lalu Yoshida berusaha menolongnya dan terlihat Yoshida tidak ingin terjadi apa – apa dengan Ito. Perilaku yang diperlihatkan Yoshida menunjukkan bahwa ia memang benar – benar mempunyai jiwa homoseksual dan tidak malu lagi untuk memperlihatkan bahwa ia memang seorang gay di hadapan Aihara. Sikap Yoshida menandakan ia yakin akan keputusan yang ia pilih dan tidak ingin membohongi diri sendiri. Ia pun terlihat sudah merasa nyaman ketika berhadapan dengan Ito. Seseorang yang sudah mampu mendefinisikan dirinya sebagai seorang gay atau lesbi, serta memperlihatkan orientasi seksual mereka pada orang – orang yang selektif dapat menjalani kehidupannya dengan nyaman (Bird dan Melville, 1994:3). Begitu juga halnya Yoshida, ia sudah mampu mendefinisikan kepada Aihara bahwa dirinya memang seorang homoseksual dan ia pun tampak nyaman menjalaninya. Oleh karena itu, sikap Yoshida yang diperlihatkan kepada Ito merupakan suatu pengaruh untuk memilih identitas seksual Yoshida yang selama ini dipenuhi kebimbangan.

Gambar

Gambar 3.5  Yoshida dan Ito

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengungkapkan praktek pembiayaan mudharabah muqayyadah mulai dari proses pembiayaan, akad yang digunakan, bagi hasil serta langkah yang dilakukan oleh

1) Tulis daftar faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman yang

Stereotip yang ditunjukkan dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa Part 1 berupa setereotip terhadap orang Muslim Turki sebagai penjajah yang kalah dan stereotip terhadap pemakai

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi dan efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Aceh Singkil Pada Era Otonomi Daerah, sejak

Siti Projo RT 05/IX Nanggulan, Kutowinangun Tingkir REKAP REALISASI HIBAH BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN 2013.. No

memperhatikan apa yang dijelaskan guru. Disini terjadi interaksi antara guru dengan siswa. Ada beberapa siswa bertanya mengenai materi yang belum dipahami. Setelah

Bintang Sembilan sudah menerapkan proses penghitungan pajak yang sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 karena perusahaan tersebut sudah

Parfum Laundry Halmahera Timur Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI JENIS PRODUK NYA:.. Kimia Untuk Laundry Satuan/Kiloan