• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA (STUDI POLITIK HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM KERANGKA AL-MASALIH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBANGUNAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA (STUDI POLITIK HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM KERANGKA AL-MASALIH)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

(STUDI POLITIK HUKUM ISLAM DI INDONESIA DALAM

KERANGKA AL-MASALIH)

Absori

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura

E-mail: absorie@gmail.com

Fatkhul Muin

Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten Jl. Raya Jakarta KM. 4 Pakupatan Kota Serang

E-mail: fatkhulmoen@gmail.com

Naskah diterima tangal 10 September 2015. Revisi pertama tanggal 5 Oktober 2015, revisi kedua 4 November 2015.

Abstract: This essay attempts to reveal the political Islamic law in Indonesia as the basic construction of the Islamic law in Indonesia, using a normative paradigm with doctrinal approach. Developments of Islamic law in Indonesia in childbirth periodization legal political configuration. The birth of Djakarta charter that reduces the values of Islam as the value of Indonesian life is the beginning of the desire of the Indonesian people to establish Islamic law in Indonesia. The existence of Islamic law in Indonesia cannot be separated from the political perspective of law, so that the development of Islamic law in Indonesia must be oriented to the values of "al-masalih", which is the integration of positive law and the values of Islamic law.

Keywords:Construction law, law politics, Islamic law, al-masalih.

Abstrak:Tulisan ini mencoba mengungkap politik hukum Islam di Indonesia sebagai konstruksi dasar dari pembangunan hukum Islam di Indonesia, dengan mengunakan paradigma normative dengan pendekatan doctrinal. Pekembangan hukum Islam di Indonesia dalam beberapa periodesasi melahirkan konfigurasi politik hukum. Lahirnya piagam Djakarta yang mereduksi nilai-nilai Islam sebagai nilai kehidupan bangsa Indonesia merupakan awal dari keinginan bangsa Indonesia untuk membentuk hukum Islam di Indonesia. Eksistensi hukum Islam di Indonesia tidak terlepas dari persepektif politik hukum, sehingga pembangunan hukum Islam di Indonesia harus berorentasi kepada nilai-nilai “al-masalih”, yang merupakan integrasi hukum positif dan nilai-nilai hukum Islam.

Kata Kunci: Pembangunan hukum, politik hukum, hukum Islam, al-masalih.

Al-Risalah

Forum Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan Vol. 15, No. 2, Desember 2015 (hlm. 285-295)

(2)

Pendahuluan

Hukum yang merupakan seperangkat norma memiliki daya ikat dan daya laku terhadap setiap individu, kelompok dan status warga Negara. Dalam istilah bahasa Arab, hukum di-artikan sebagai al-hukm, dimana megandung arti sebagai berikut:1

Pertama, Al-hukm yang berarti hikmah

(bijaksana) dari al-ilm (pengetahuan), lafadz al-hakim seperti al-alim yang berarti yang memiliki kebijaksanaan. Allah SWT adalah

al-hakim yang berarti mempunyai hukum.

Lafadz al-hikmah adalah ibarat utuk menge-tahui sebaik-baik perkara dengan sebaik-baik pengetahuan. Maka orang yang mahir dan mengetahui ditailnya produksi juga disebut

al-hakim. Sedangkan mengetahu perintah jika dia memahaminya secara detail, dan melak-sanakan sesuai dengan apa yang diinginkan.

Lafadz al-hukm dan al-hakim dengan arti al-hakim adalah hakim (qadli), maka sesuai den-gan format fa’il dengan arti fa’il subyek yang menghukumi sesuatu dari undang-undang atau benar-benar memahaminya. Sedangkan lafadz hukma berarti menjadi hakiman (bijak-sana). Kedua, al-hukm dalam arti al-ilm dan

al-fiqh. Allah berrman dalam Surah Maryam ayat 12: “Wa atainahu al hukmu shabiyyah”, yang berarti pengetahuan dan pemahaman, ini apa yang dikemukakan Yahya Ibn Zakariya yaitu bentuk mashdar dari hakama yahkumu.

Ketiga, al-Hukm yang berarti al-man’u atau mencegah dari kelaliman.2Keempat,al-hukm

dengan arti al-qadlau bi al-‘adl (putusan se-cara adil), pluralnya adalah ahkam.

Perkembangan hukum sebagai norma tidak terlepas dari politik hukum sebagai

1 Said Agil Husin Al Munawar, Membangun Met-odologi Ushul Fiqh, Telaah Konsep Al-Nadb dan Al-Karahah dalam Istimbath Hukum Islam (Ja-karta: Ciputat Press, 2004), hlm. 9-11.

2 Ibid, hlm. 10.

embrio dari lahirnya hukum. Berkaitan den-gan hukum Islam, secara historis pada abad Ke-17 M, Belanda mulai mengeluarkannya terhadap keberadaan Hukum Islam. Melalui

kantor dagang Belanda VOC (1602-1880),

pada 25 Mei 1760 yang dikeluarkan Resolutie der Indesche Regeering yang berisi ketentuan berlakunya sekumpulan aturan perkawinan dan kewarisan menurut Islam. Resolusi ini dekenal dengan Compendium Freiyer ini da-lam batasan-batasan tertentu, bisa dikatakan sebagai legislasi hukum Islam pertama di In-donesia.3 Lahirnya hukum Islam pertama kali

di Indonesia, maka tidak terlepas dari peran besar kepentingan umat Islam dan kolonial Belanda yang membatasi daya laku terhadap hukum Islam.

Dalam perkembangan pasca kemerde-kaan, maka wacana konstitusi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari syariat Islam. Hal ini terkait dengan keberadaan Piagam Jakar-ta terJakar-tanggal 22 Juni 1945 yang menentukan kewajiban untuk melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluknya. Namun, setelah ter-jadi perubahan atas rumusan Piagam Jakarta yang menghilangkan kewajiban melaksana-kan syariat Islam itu, maka terjadi perdeba-tan mengenai legalitas konstitusional syariat

Islam dalam sistem hukum nasional.4

Pen-gakuan dan jaminan konstitusional itu bela-kangan diperkuat oleh MPR-RI melalui Pe-rubahan Keempat UUD 1945 tertanggal 10 Agustus 2002 yang menetapkan : UUD Neg-ara RI 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali

den-3 Absori, et. al., Hukum Profetik, Kritik Terhadap Paradigma Hukum Non Sistemik (Yogyakarta: Genta Publishing, 2015), hlm. 382.

4 Aidul Fitriacida Azhari, Catatan Kritis Konsti-tusi, Hukum Tata Negara, Politik, Hukum Islam,

(3)

gan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR-RI. Penetapan Perubahan Keempat UUD 1945 itu menegaskan kembali kedudukan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, men-gakui syariat Islam yang terkandung dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Dengan demiki-an, pengakuan dan jaminan konstitusional atas belakunya syariat Islam di Indonesia semakin kuat dengan adanya penetapan oleh MPR-RI yang menurut UUD 1945 merupakan lemba-ga yang memiliki otoritas untuk menetapkan UUD.5 Penetapan tersebut sebagai bagian dari

hak dan kewenangan kelembagaan atas pen-gakuan adanya hukum Islam di Indonesia.

Dalam perspektif sosial umat Islam di Indonesia, maka dapat dilihat dari pandangan Abdurrahman, bahwa bagaimana arti penting-nya hukum Islam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dapat kita lihat da-lam tiga aspek:6

1. Secara faktual umat Islam di Indonesia bu-kan hanya sekedar merupabu-kan kelompok mayoritas di Indonesia tetapi juga merupa-kan kelompok terbesar dari umat Islam di dunia. Hukum Islam sebagai hukum yang dibuat dan berlaku terutama bagi umat tersebut adalah terutama hukum dengan subjek yang besar. Sehingga betapapun dalam dalam kondisi yang demikian hu-kum Islam menempati posisi yang san-gat startegis bukan saja bagi umat Islam Indonesia tetapi bagi dunia Islam pada umumnya dan sekaligus juga menempati posisi yang startegis dalam sistem hukum Indonesia. Akan tetapi, arti pentingnya yang demikian akan sangat bergantung pada posisi dan kedudukan Umat Islam

5 Ibid, hlm, 315-316.

6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di In-donesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992), hlm. 2-4.

untuk siap hukum itu berlaku. Ia akan mempunyai nilai-nilai yang lebih penting bilamana umat Islam tersebut memper-lakukan dan melaksanakan ketentuannya dengan sebaik-baiknya, sedangkan kalau ia bersikap sebaliknya dapat menimbul-kan dampak negatif terhadap kedudumenimbul-kan hukum Islam itu sendiri.

2. Sekalipun Negara Republik Indonesia bu-kan negara Islam abu-kan tetapi dengan me-netapkan Pancasila sebagai dasar negara dan satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsan dan bernegara, Hukum Islam secara tidak langsung menempati posisi yang sangat penting sekali. Sila Ketu-hanan Yang Maha Esa adalah sejalan den-gan ajaran tauhid yang merupakan sendi-sendi pokok dari ajaran Islam dan hukum Islam memberikan landasan idiil yang cukup kokoh untuk melaksanakan keten-tuan Hukum Islam dalam negara hukum yang berdasarkan kepada Pancasila. Ke-mudian dalam UUD 1945 ditegaskan pula bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk aga-manya masing-masing dan untuk beriba-dat menurut agama dan kepercayaannya. Landasan konstitusional ini merupakan jaminan formal dari setiap muslim dan umat Islam di Indonesia untuk melaksan-akan ketentuan-ketentuan hukum Islam dalam hidup dan kehidupannya ditengah masyarakat dan bangsa Indonesia serta dalam kehidupan bernegara.

(4)

nanti. Dalam proses yang demikian Hu-kum Islam mempunyai peluang yang be-sar untuk dapat masuk sebagai salah satu bahan pokok yang sangat diperlukan un-tuk membina hukum nasional tersebut. Disamping bahan-bahan hukum lainnya seperti yang berasal dari hukum Barat dan hukum adat. Dalam hubungan ini bi-lamana hukum Islam ingin mendapatkan tempat yang lebih luas dalam kehidupan hukum Nasional yang akan datang ia har-us dapat menunjukan keunggulan keung-gulan komperatifnya dari berbagai hukum yang lainnya.

Hal tersebut memberikan gambaran terh-adap konstruksi hukum Islam di Indonesia da-lam pembangunan hukum nasional, sehingga hak-hak konstitusional dalam bergama tidak diartika sebagai makna yang bersifat abstrak, tetapi lebih memberikan makna yang bersifat konkrit melalui hukum formal yang memiliki nilai-nilai materil sebagai dasar dalam pen-guatan sistem hukum Islam dalam pembangu-nan hukum nasional.

Menurut Alwi Sihab yang dikutip oleh Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan bahwa secara umum kebijakan hukum Islam yang berlaku di Indonesia sebelum kemerde-kaan yang disarankan oleh Hurgronje didasar-kan kepada 3 (tiga) prinsip utama, yaitu:7

1. Dalam semua masalah ritual keagamaan, atau aspek ibadah dalam Islam, rakyat Indonesia harus diberikan bebas men-jalankannya. Logika dibalik kebijakan ini adalah membiarkan munculnya keya-kinan dalam pikiran banyak orang bahwa pemeintah kolonial Belanda tidak ikut

7 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,

Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KIH) (Jakarta: Kanana, 2004), hlm, 16.

campur dalam masalah keimanan mereka. Ini merupakan wilayah yang peka bagi kaum muslimin karena hal itu menyentuh nilai-nilai keagaman mereka yang paling dalam. Dengan berbuat demikian pemer-intah akan berhasil merebut hati banyak kaum muslim, menjinakan mereka dan sejalan dengan itu akan mengurangi jika tidak menghilangkan sama sekali pen-garuh perlawanan “kaum muslim fanatik” terhadap pemerintah kolonial.

2. Bahwa sehubungan dengan lembaga-lem-baga sosial Islam, atau aspek muamalat dalam Islam seperti perkawinan, warisan, wakaf, dan hubungan sosial lain, pemerin-tah harus berupaya memperpemerin-tahankan dan menghormati keberadaannya. Meskipun demikian, pemerintah harus berusaha menarik sebanyak mungkin perhatian orang-orang Indonesia terhadap berbagai keuntungan yang dapat diraih dari kebu-dayaan barat. Hal itu dilakukan dengan harapan agar mereka bersedia mengganti-kan lembaga-lembaga sosial Islam di atas lembaga-lembaga sosial di Barat.

3. Paling penting adalah bahwa dalam masalah-masalah politik, pemerintah dinasehatkan untuk tidak menoleransi kegiatan-kegiatan apapun yang dilakukan oleh kaum muslim yang dapat menyebar-kan seruan-seruan Pan-Islamisme yang menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintaha kolo-nial.

Kekuatan-kekuatan hukum Islam di In-donesia yang lahir dari kehendak masyarakat menghasilkan produk hukum Islam di Indone-sia dalam masa beberapa periode terakhir ini. Dalam padangan Ahmad Syai Maarif8,

(5)

wa sebagai penduduk yang mayoritas berag-am Islberag-am, seharusnya umat Islberag-am tidak hanya mempersoalkan berkaitan dengan hubungan Islam semata, keindonesiaa dan aspek ke-manusiaan, tetapi pada tiga konsep tersebut, maka yang diperlukan bagi Islam adalah dengan menyatukan 3 (tiga) konsep tersebut menjadi satu sehingga dapat melahirkan Islam yang rahmah, terbuka, inklusif, dan mampu memberikan solusi terhadap semua problema-tika kebangsaan di Indonesia. ketiga konsep tersebut harus melahirkan konsep dasar se-bagai Islam yang rahmatan lil alamin. Oleh karena itu dalam kajian ini ada dua pokok per-masalah yang menjadi dasar kajian, yaitu: (1) Bagaimana peran umat Islam Indonesia dalam mendorong terwujudnya sistem hukum Islam di Indonesia? dan (2) Bagaimana politik hu-kum dalam mewujudkan huhu-kum Islam di In-donesia yang berorentasi kepada al-masalih? Dalam penulisan ini dimana menggunakan paradigm kualitatif dengan pendekatan doc-trinal.

Peran Umat Islam Indonesia

Islam merupakan agama mayoritas bagi umat Islam sebelum kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini. Dalam masa penjajah hukum Islam sudah berkembang di Indonesia secara terbatas, hal tersebut sesuai dengan pendap-at Carel Frederik Winter, seorang ahli tertua mengenai soal-soal Jawa Javaichi yang lahir dan meninggal di Yogyakarta (1799-1857), Solomon Keuzer (1823-1868) maha guru ilmu bahasa dan ilmu kebudayaan Hindia Belanda, terakhir Prof. Mr. Lodewijke Willem Christian Van den Berg (1845-1927), yang dalam tahun

1845 menulis buku Muhammadansch Rechts

(Asas-asas hukum Islam), menyatakan bahwa, “Hukum Islam diperlukan bagi orang-orang Islam bumiputra walaupun dengan sedikit

penyimpangan-penyimpangan”.9 Selain itu,

secara umum konik sistem hukum di

Indo-nesia digerakan oleh kebutuhan-kebutuhan kolonialisme dimasanya, konik berkembang karena dua sistem hukum (hukum barat dan hukum adat) disokong penuh oleh penguasa waktu itu. Hal tersebut dapat dilihat dari poli-tik hukum yang diskriminatif terhadap hukum Islam dan usaha-usaha penguasa mengecilkan peran dan fungsi peradilan agama.10 Sehingga

dengan kondisi seperti itu, maka hukum Islam

9 Sayuti Tahlib, “Receptio a Contrario, (Hubun-gan Hukum Adat den(Hubun-gan Hukum Islam)”, Dalam Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia

(Jakarta: Sinar Grafika, 1997), hlm. 54. Menurut Sayuti Thalib, pendapat tersebut sesuai dengan Regeerings Reglements (Stastsblad 1884 No. 129 di Negeri Belanda Jo. S. 1885 No. 2 di In-donesia, terutama diatur dalam pasal 75, pasal 78 Jo. Pasal 109 RR tersebut), pada waktu itu dike-nal dengan Receptio in Complexu. Pasal 75 ayat (3) R.R. tersebut mengatur: “apabila terjadi sen-gketa perdata antara orang-orang Indonesia yang beragama Islam oleh Hakim Indonesia haruslah diperlakukan hukum Islam Gronsdienstig Wetten dan kebiasaan mereka”. Sedangkan dalam ayat (4) pasal 75 R.R. itu disebut: “Undang-undang agama, adat dan kebiasaan itu juga dipakai un-tuk mereka oleh Hakim Eropa pada pengadilan yang Huger Beroep, bahwa dalam hal ini terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia atau mereka yang dipersamakan dengan orang Indonesia, maka mereka tunduk kepada keputu-san Hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang agama atau ketentuan lama merkea” Menurut pasal 109 R.R. ditentukan pula: “Ketentuan seperti tersebut dalam pasal 75 dan pasal 78 itu berlaku juga bagi mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Indonesia, yaitu orang-orang Arab, Moor, orang Cina, dan semua mereka yang beragama Islam, maupun orang-orang yang tidak beragama Islam”. Ibid.

(6)

tidak dapat berkembang secara maksimal. Dalam perkembangan hukum Islam di Indonesia, secara konkrit menjadikan hukum Islam menjadi bagian dalam hukum formal, maka terbagi kedalam tiga kategorisasi, dima-na ketiga kategorisasi tersesebut dikonstruk-sikan berdasarkan perkembangan kenegaraan di Indonesia. Pada tahap awal, tentu yang dis-ampaikan diatas yaitu pada awal menuju ta-hap kemerdekaan, terjadinya perdebatan ter-hadap dasar negara Indonesia, pada akhirnya bersepakat dengan memasukan kata kunci Ketuhanan Yang Maha Esa sebaga pola hidup bernegara, dimana perundang-undangan yang pertama kali diajukan diajukan pada tahun 1967, tepatnya pada tanggal 22 Mei, diser-ahkan ke DPR “Rancangan Undang-undang Pokok Peraturan Pernikahan Umat Islam, yang jelas-jelas mengacu pada Piagam Jakar-ta, pada konsidrannya dan dasar mengingat dan penjelasannya sebagai berikut:11

Menimbang: a. bahwa dinyatakan Piagam Ja-karta tanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan meru-pakan satu rangkaian kesatuan dengan UUD 1945 oleh Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tanggal 5 Juli 1959, berakibat bahwa bagi pemeluk agama Islam dapat dicip-takan perundang-undangan yang sesuai dengan syari’at Islam.

Penjelasan-penjelasan yang terdapat da-lam Undang-undang tersebut, sebagai beri-kut:

Hampir seluruh isi Piagam Jakarta tersebut te-lah masuk dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, kecuali anak kalimat pada aline empat kata: “Ke-Tuhanan”. Dengan adanya Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angka-tan Perang tersebut, maka sesudah kata “Ke

11 Andree Feillard, Islam et Armee Dans L’Indonesie Contemporaine Les Pionniers de la Tradition, L’Harmattan-Association Archiple, diterjemah-kan oleh Lesmana, NU Vis-à-vis Negara, Pencar-ian Isi, Bentuk dan Makna, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 117-118.

Tuhanan Yang Maha Esa” dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 harus dianggap tertulis anak kalimat tersebut diatas. Jadi bu-nyinya lalu menjadi “Ke Tuhanan Yang Maha Esa, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Pada tahap kedua, yaitu pada tahap ren-cana penyusunan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama Peradilan Agama12 dan Kompilasi

Hukum Islam (KHI), sebagai rumusan awal dari proses legislasi hukum Islam di Indonesia dengan merumuskan hal-hal yang bersifat ke-pentingan secara khusus bagi umat Islam pada periodesasi Orde Baru. Pada tahap ketiga, dirumuskan beberapa peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian dari kepent-ingan umat Islam, yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,13

12 Dalam bidang Peradilan Agama telah mengalami beberapa kali perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, yaitu dengan beberapa pe-rubahan melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.

(7)

mengang-Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang

Zakat,14 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

kat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimban-gan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin).

Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip Syariah yang disebut Perbankan Syariah. Prinsip Per-bankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Is-lam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan mengguna-kan sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank Syariah dapat mencipta-kan iklim investasi yang sehat dan adil karena se-mua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh pen-gelola modal.

14 Dalam Penjelasan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011, bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat meru-pakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk menin-gkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka men-ingkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pe-layanan dalam pengelolaan zakat. Menurut Yusuf Qardawi, bahwa Zakat dalam pandangan Islam mempunyai karakteristik lain. Sesungguhnya Is-lam telah menjadikan Zakat salah satu rukun dari pada rukun-rukun lainnya, salah satu syiar dari-pada syiar-syiar lainnya, salah satu pengabdian dari berbagai pengabdian kepada-Nya. Seorang muslim memenuhi kewajiban Zakat ini, dengan sifatnya, sebgai kewajiban agama yang suci, da-lam rangka melaksanakan peritahnya dan men-cari ridha-Nya. Yusuf Qardawi, Fiqhuz-Zakat,

tentang Wakaf, dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pada periode ketiga tipologi perkemban-gan hukum Islam yang masuk dalam legislasi nasional berpengaruh terhadap perkembangan implementasinya, ini dapat terlihat dari data implementasi UU Zakat, wakaf dan sodaqah, sebagaimana dalam Grak 1.

Perkembangan zakat, infak sodaqoh se-bagai bagian dari upaya pembangunan hukum Islam di Indonesia melalui legislasi hukum Islam menjadi hukum positif di Indonesia, se-lain itu pada bidang perbankan syariah, bah-wa terlihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan, seperti dalam Grak 2.

Perkembangan perbankan syariah In-donesia yang menempati peringkat keempat di dunia berdasarkan kepada variabel yang ditentukan15, menunjukan bahwa pada tahap

ketiga tipologi perkembangan hukum Islam di Indonesia mengalami perkembangan dari aspek impelemntasinya. Selain perkemban-gan hukum Islam pada tingkat nasional, maka pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Keberadaan peraturan daerah yang bernuansa syariah dianggap bertentangan dengan

kon-Terj. Salman Harus, Didin Hafihudin dan Hasa-suddin (Bandung: Litera AntarNusa dan Mizan, 1999), hlm. 844.

15 Menurut Muhammad Daud Ali, bahaw nilai-nilai dasar ekonomi Islam, yaitu : (1). Nilai dasar kepemilikan, menurut sistem ekonomi islam, (a). pemilik bukan penguasa mutlak atas sumber-sumber ekeonomi Islam. (b). lama pemilikan manusia atas suatu benda tergantung kepada ma-nusia hidup. (c). sumber-sumber kekayaan umum yang menrupakan sumber hajat orang banyak harus menjadi milik negara. (2). Keseimbangan, keseimbangan merupaka nilai dasar yang mem-pengaruhi berbagai aspek tingkat ekonomi orang muslim. (3). Keadilan. Muhammad Daud Ali,

(8)

stitusi, sehingga ketika dilaksanakan harmon-isasi, banyak yang tidak dapat diberlakukan di daerah-daerah.

Politik Hukum yang Berorentasi kepada

al-Masalih”

Pemikiran tentang politik hukum, maka tidak terlepas dari pemikiran Mahfud MD yang memetakan politik hukum di Indonesia.16

Da-16 Ringkasan tema besar yang hadir dalam tulisan Marx sendiri dan Marxis dalam pendekatan hu-kum adalah Huhu-kum Tak Terelakkan Politik Atau Hukum Adalah Salah Satu Dari Politik. Alan Hunt, Explorations in Law and Society, Toward a Constitutive Theory of Law, (London: Routledge, 1993), hlm. 249. Lihat juga Mahfud MD,

Poli-lam IsPoli-lam, maka posisi politik hukum tidak terlepas dari proses lahirnya hukum, seh-ingga peran para mujtahid diperlukan dalam menghasilkan hukum Islam. Nilai-nilai masa-lih merupakan salah satu dasar dari adanya pemikiran hukum Islam, sehingga orientasi dari lahirnya suatu hukum harus memberikan nilai-nilai dasar kemaslahatan bagi umat ma-nusia, bukan melahirkan nilai-niali kemafsa-datan bagi umat manusia.

Hukum Islam sendiri merupakan repre-sentasi pemeikiran Islam, manifestasi yang paling khas dari pandangan hidup Islam, dan intisari dari Islam itu sendiri. Hukum Islam

tik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo, 2012), hlm. 33.

Grafik 1. Implementasi UU Zakat, wakaf dan sodaqah

Sumber: BAZNAS Tahun 2015.

Grafik 2. Peringkat perbankan syariah di Indonesia di antara sejumlah negara

(9)

adalah sebuah contoh yang mengandung pela-jaran tentang sebuah “hukum suci”. Hukum ini merupakan suatu fenomena yang san-gat berbeda dari semua bentuk hukum yang meskipun demikian tentu saja tidak selaman-ya terdepan dan menentukan.17 Bergantung

kepada suatu dan kondisi hukum itu berada. Menurut Imam Ghazali r.a, dalam kitab-nya Al-Mustaofa, bahwa tujuan syari’at Islam agama bagi manusia ada lima hal, yaitu meme-lihara (menjamin dan melindungi) agamanya, dirinya, akalnya, keturunannya dan harta ben-danya. Maka semua yang mencakup jaminan perlindungan yang kelima hal pokok tersebut dikategorikan maslahat (kemaslahahan) dan semua yang mengancam keselamatan atau merugikan keloma pokok itu dikategorikan

mafsadat dan upaya menghindarinya adalah juga maslahat.18

Dalam perkembangan zaman, negara men-jadi instrumen dalam kehidupan masyarakata saat ini, sehingga dengan keberadaan negara, maka hukum agama akan terbentuk dalam suatu negara dan menjadi sumber hukum dari suatu Negara, dapat dilihat dari lahirnya suatu negara dan bentuk negara tersebut, sehingga keberadaan hukum agama apakah menjadi hukum positive negara yang bersifat secara langsung diundangkannya, atau bersifat parsi-alitas, tergantung kepada situasi dan kondisi.

Asas hukum Islam sendiri ditegaskan bahwa tidak diingkari perubahan hukum kar-ena perubahan zaman. Ada tiga syarat peruba-han peraturan hukum, yaitu:19

17 Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Oxford University Press, London : 1965, Terj. Joko Supomo, (Bandung: Nuansa, 2010), hlm.22-23.

18 Alie Yafie, dalam Anang Haris Himawan, et. al.,

Epistimologi Syar’, Mencari Format Baru Fiqih Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 91.

19 Mustofa dan Abdul Wahid, Hukum Islam

Kon-a. Adanya tuntutan untuk melakukan pe-rubahan;

b. Peraturan tersebut tidak menyangkut sub-tansi ibadah;

c. Perubahan baru itu tertampung oleh nilai dan asas syariah lainnya.

Ilmu hukum Profetik sebagai pilar dalam pembangunan hukum Islam berkaitan dengan dengan al-maqasihid, dimana al-maqasid se-bagai basis dalam reformulasi hukum Islam melalui Ilmu Ushul Fiqh. Menurut Syahtibi, untuk mengetahui tentang maqasid syari’ah, ada 4 empat cara yaitu:20

a. Kejelasan prinsip-prinsip perintah mau-pun larangan

b. Memperhatikan al’illah dalam suatu per-intah dan larangan.

c. Mencermati al-mashalih yang mengikuti suatu perintah maupun larangan.

d. Sikap diam syariah terhadap suatu perin-jinan bersama adanya motif untuk perjan-jian.

Menurut Ibn Taimiyah dalam belantara

temporer (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 5. 20 Asmuni Mth, et. al., Pribumisasi Hukum Islam,

(10)

pemikiran al-maqashid, bagi dia bahwa sya-riah datang untuk maslahat dan menggugur-kan mafsadat. Ibnu Taimiyah tidak setuju dengan cakupan al-dharuriyat al-khums han-ya terbatas pada lima aspek, karena bagi be-liau menckup pula makna-makna lain seperti cinta dan takut kepada Allah SWT, keikhlasan dalam beragama dan beramal yang berbasis kepada keikhlasan tersebut.21 Menurut Ibnu

Taimiyah, Tuhan memerintahkan hambanya untuk berusaha semaksimal mungkin berpe-gang pada maslahat dan yang lebih maslahat, dan menjauhkan mafsadat dan seterusnya.22

Keberadaan kemaslahatan merupakan tolak ukur utama bagi lahirnya maqasid syariah,

sehingga dengan tolak ukur maslahat maka

tidak akan menciptakan ke-mafsadat-an terh-adap masyarakat umum.

Hukum Islam merupakan bagian yang in-tegral dalam kehidupan masyarakat Indonesia, ini dapat dilihat dari keberadaan masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut agama Islam. Transformasi terhadap nilai-nilai Is-lam daIs-lam sistem hukum di Indonesia tidak terlepas dari kondisi faktual masyarakat In-donesia yang saat ini menghendaki hukum Is-lam ditansformasikan daIs-lam hukum positif di Indonesia, sehingga nilai-nilai Islam menjadi bagian dari hukum Nasional.

Penutup

Politik hukum Islam merupakan pemikiran dasar dari bangunan hukum Islam melalui ijti-had para mujtahid. Indonesia sebagai Negara yang merupakan mayoritas beragama Islam, maka peran umat Islam dalam pembangunan hukum Islam di Indonesia besar. Lahirnya Piagam Djakarta sebagai embrio dasar dari lahirnya hukum Islam di Indonesia tidak

ter-21 Ibid, hlm. 142. 22 Ibid, hlm. 143.

lepas dari kehendak umat Islam untuk mela-hirkan hukum Islam di Indonesia.

Dalam beberapa dekade, hukum Islam di Indonesia berkembang sejalan dengan perkem-bangan umat Islam, bahkan keberadaan hu-kum Islam di Indonesia memiliki karakteris-tik yang bersifat unik, karena dikonstruksikan hukum Islam dalam hukum nasional. Lahirnya KHI (Kompilasi Hukum Islam), Undang-Un-dang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan beberapa peraturan perundang-undangan tentang zakat, pengelolaan haji dan perbankan syariah merupakan dimensi kuatnya politik hukum Islam yang beroreantasi kepada nilai-nilai dasar kemaslahatan bagi umat Islam. Oleh karena itu, integrasi hukum Islam dalam hukum nasional diperlukan sebagai penguatan pembangunan hukum Islam di Indonesia.

Bibliography

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di

In-donesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992.

Absori, et. al., Hukum Profetik, Kritik Terh-adap Paradigma Hukum Non Sistemik,

Yogyakarta: Genta Publishing, 2015.

Ahmad Syai Maarif, Islam Dalam

Bing-kai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, Sebuah Refleksi Sejarah, Bandung: Mi-zan, 2009.

Aidul Fitriacida Azhari, Catatan Kritis Kon-stitusi, Hukum Tata Negara, Politik, Hu-kum Islam, Solo: Penerbit Nutrisi Per-adaban, 2009.

Alan Hunt, Explorations in Law and Society, Toward a Constitutive Theory of Law, London: Routledge, 1993.

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,

(11)

Ja-karta: Kanana, 2004.

Anang Haris Himawan, et. al., Epistimologi Syar’, Mencari Format Baru Fiqih In-donesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Andree Feillard, Islam et Armee Dans

L’Indonesie Contemporaine Les Pion-niers de la Tradition, L’Harmattan-As-sociation Archiple, diterjemahkan oleh Lesmana, Yogyakarta: LKiS, 1999.

Asmuni Mth, et. al., Pribumisasi Hukum Is-lam, Pembacaan Kontemporer Hukum Islam di Indonesia, (Perangkat Teoritik dan Metode Perumusan Maqasid Al-Syar’iah Al-Syatibi), Yogyakarta: Kau-kaba, 2012.

Bank Indonesia Tahun 2015.

Basiq Djalil, Peradilan Islam, Jakarta: Amzah, 2012.

BAZNAS Tahun 2015.

Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Oxford University Press, London: 1965, Terj. Joko Supomo, Bandung: Nu-ansa, 2010.

Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Ja-karta: Rajagrando, 2012.

Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum

Is-lam, Sejarah Timbul dan Berkembang-nya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, Jakarta: Si-nar Graka, 1997.

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi

Is-lam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988.

Mustofa dan Abdul Wahid, Hukum Islam

Kon-temporer, Jakarta: Sinar Graka, 2009. Puji Kurniawan, “Legislasi Undang-Undang

Zakat”, Jurnal Ar-Risalah, Volume 13 Nomor 1 Mei 2013.

Said Agil Husin Al Munawar, Membangun

Metodologi Ushul Fiqh, Telaah Kon-sep Al-Nadb dan Al-Karahah dalam Is-timbath Hukum Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2004.

Yusuf Qardawi, Fiqhuz-Zakat, Terj. Salman Harus, Didin Hahudin dan Hasasuddin, Bandung: Litera AntarNusa dan Mizan, 1999.

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan model pembelajaran inkuri terbimbing berbantuan media benda konkret untuk meningkatkan kreativitas siswa

Dengan demikian setiap penganut agama perlu sikap ”rendah hati” untuk mengakui bahwa kebenaran tentang Tuhan yang kita pahami adalah hanya sebagian kecil dari kebenaran Tuhan

Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surabaya. Bagi STIE

The hyperproduction of mutant may be caused mutation of one or more biosynthesis of penicillin gene or the disrupsion of the lys2 gene (gene for lysine

Dengan memanfaatkan portal ini dapat dipastikan bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Gunungkidul tidak terdapat Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, baik itu

Secara implementatif penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan yang telah diundangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 masih belum

Micromagnetic study of material thickness dependence of Barium-ferrite nano-dot magnetization dynamics has been performed. The used materials characteristics in this research

Dalam pelaksanaan PPL, praktikan mendapatkan guru pamong yang sudah berpengalaman dalam mengajar. Beliau adalah Bapak Dadag Wisnu Handono. Beliau adalah guru senior yang