BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Good Corporate Governance (GCG)
2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Dalam Keputusan Menteri BUMN (KEP-117/M-MBU/2002) tentang
Good Corporate Governance, ditetapkan, yang dimaksud dengan Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Organ adalah Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), komisaris dan Direksi untuk Perusahaan Perseroan (PERSERO), dan
Pemilik Modal, Dewan Pengawas dan Direksi untuk Perusahaan Umum
(PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN). BUMN wajib menerapkan GCG
secara konsisten dan atau menjadikan GCG sebagai landasan operasionalnya.
Menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yang dimaksud dengan Corporate Governance adalah serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan
berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Pengertian Good Corporate Governance (GCG) merupakan struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebgai upaya untuk memberi
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan moral, etika, budaya dan aturan berlaku lainnya.
Definisi menurut Cadbury mengatakan bahwa Good Corporate Governance adalah mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan. Adapun Center for European Policy Study (CEPS), memformlasikan GCG adalah seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses dan pengendalian baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan, dengan catatan bahwa hak di sini
adalah hak dari seluruh stakeholders dan bukan hanya terbatas kepada satu
stakeholder saja. Noensi, seorang pakar GCG dari Indo Consult, mendefinisikan GCG adalah menjalankan dan mengembangkan perusahaan dengan bersih, patuh
pada hukum yang berlaku dan peduli terhadap lingkungan yang dilandasi
nilai-nilai sosial budaya yang tinggi. (Sutedi, 2012:1)
Sementara itu, OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development) memberikan pengertian GCG sebagai suatu bentuk hubungan antara manajemen suatu perusahaan, board of directors, pemegang saham, dan
stakeholder lainnya. Hubungan ini meliputi berbagai aturan dan insentif terbentuknya struktur dan tujuan perusahaan yang pasti, dan cara mencapai tujuan
serta pengawasan kinerja perusahaan. Corporate Governance yang efektif menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian
perusahaan, sehingga dapat ditekan seminimal mungkin peluang-peluang
terjadinya korupsi, penyalahgunaan wewenang masing-masing organ perusahaan,
penggunaan aset dan sumber daya lainnya, sehingga dicapai hasil uasaha yang
maksimal. (Sutedi, 2012:30)
2.1.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Sutedi (2012:4), unsur-unsur GCG secara umum adalah sebagai
berikut:
1. Fairness (keadilan), menjamin perlindungan hak para pemegang saham dan menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
2. Transparancy (transparansi), mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan, yang
menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan
perusahaan.
3. Accountability (akuntabilitas), menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen
dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
4. Responsibility (pertanggungjawaban), memastikan dipatuhinya peraturan-peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cermin dipatuhinya nilai-nilai
sosial.
Sementara dalam Keputusan Menteri BUMN (KEP-117/M-MBU/2002)
tentang Good Corporate Governance, prinsip-prinsip GCG adalah:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat;
4. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.3 Manfaat Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Corporate Governance Perception Index (CGPI), penerapan GCG dalam rangka pemenuhan kepatuhan, atau karena kebutuhan, maupun
memanfaatkan pembelajaran yang ada, dapat memberikan manfaat bagi
perusahaan antara lain:
a. Mempertahankan going concern perusahaan
b. Meningkatkan nilai perusahaan dan kepercayaan pasar
c. Mengurangi agency cost dan cost of capital
d. Meningkatkan kinerja, efisiensi dan pelayanan kepada stakeholders
e. Melindungi organ dari intervensi politik dan tuntutan hukum, dan
Penerapan GCG juga memberikan manfaat kepada organ dan anggota
perusahaan dalam mendukung pencapaian kinerja perusahaan, pemenuhan
akuntabilitas, mengurangi agency cost, menjaga independensi dan profesionalisme organ dan anggota perusahaan, memenuhi kepatuhan, mengelola
risiko dan hal-hal yang berdampak pada kesinambungan perusahaan, serta
mewujudkan hubungan kerja yang beretika, adil dan bermartabat. (IICG: 2013)
Bagi mitra bisnis dan para pihak yang berkepentingan lainnya
(stakeholders), mendapatkan manfaat dari perusahaan yang telah menerapkan GCG yaitu jaminan produk dan layanan yang berkualitas, komitmen dalam
praktik bisnis yang beretika dan memenuhi tingkat kepatuhan yang baik,
komitmen dalam ketepatan dan kewajaran pemenuhan perjanjian bisnis/kerja dan
proses pengadaan, keterbukaan informasi dan menerima keluhan serta saran dan
masukan dari stakeholders.
Komitmen para pengelola terhadap penerapan GCG dan bisnis yang
beretika dapat memberikan kontribusi bagi terciptanya dunia bisnis yang
terpercaya dan bermartabat sehingga mampu mendorong pertumbuhan industri
secara khusus dan perekonomian nasional.
2.1.4 Tujuan Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
Secara umum, penerapan prinsip GCG secara konkret, memiliki tujuan
terhadap perusahaan sebagai berikut (Surya, 2008:68):
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing;
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan;
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder terhadap perusahaan;
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Dari berbagai tujuan tersebut, pemenuhan kepentingan seluruh stakeholder
secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya masing-masing dalam suatu
perusahaan, merupakan tujuan utama yang hendak dicapai.
Sementara tujuan GCG menurut Keputusan Menteri nomor 11 tahun 2002
tentang Good Corporate Governance, yaitu:
1. Penerapan GCG pada BUMN, bertujuan untuk; memaksimalkan nilai BUMN
dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat
dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing
yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ;
3. Mendorong agar Organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial
BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN;
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
6. Mensukseskan program privatisasi.
2.1.5 Implementasi Good Corporate Governance
2.1.5.1 Komisaris Independen
Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas
dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan. Di Indonesia,
dewan komisaris merupakan dewan yang bersifat pasif dan tidak dapat
menjalankan fungsi pengawasannya secara efektif terhadap direksi. Atau
sebaliknya, peran komisaris yang terlalu kuat dalam perusahaan, sehingga sering
kali melakukan intervensi terhadap kebijakan direksi. Fenomena ini menjadi
masalah pada perusahaan terbatas biasa, namun akan berbeda halnya bila
perusahaan tersebut telah go public. Sikap pasif ini atau sikap yang mengintervensi setiap kebijakan yang diambil direksi tersebut pada akhirnya akan
dapat merugikan kepentingan pemegang saham (minoritas) serta para stakeholder
lainnya. (Sutedi, 2012:134-135)
Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral
terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Peraturan BEJ mewajibkan
perusahaan yang sahamnya tercatat di BEJ untuk memiliki komisaris independen
sekurang-kurangnya 30% dari jajaran anggota dewan komisaris yang dapat dipilih
dahulu melalui RUPS sebelum pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai
2.1.5.2 Komite Audit
Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan
prinsip GCG. Komite audit ini dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan
pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi
direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas
penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan. Komite audit ini memiliki
kewenangan dan fasilitas untuk mengakses data perusahaan.
Komite audit merupakan organ yang dibentuk dan berada di bawah dewan
komisaris. Keberadaan komite audit dalam suatu perseroan terbatas untuk
membantu pemberdayaan (empowerment) dewan komisaris. Oleh karena itu, pertanggungjawaban komite audit kepada dewan komisaris. (Sutedi, 2012:142)
2.1.5.3. Kepemilikan Institusional
Kebanyakan pemegang saham perorangan kurang mempedulikan hak-hak
mereka seperti menggunakan hak suara dan mengawasi kegiatan board of director
dan manajemen perusahaan, ini dikarenakan jumlah saham yang mereka miliki
relatif kecil, hal ini berbeda dengan institusional ownership yang memiliki jumlah saham yang relatif besar. Oleh karena itu, peran institusional ownership dalam perwujudan CG semakin meningkat karena dapat mengurangi agency problem
2.2 Profitabilitas
2.2.1 Pengertian Profitabilitas
Menurut Kasmir (2008:196), profitabilitas merupakan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode waktu tertentu, sebab untuk
dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan
yang menguntungkan/profitable. Oleh karena itulah, para pemilik maupun pihak manajemen akan berusaha meningkatkan keuntungan ini karena mereka
menyadari betul pentingnya keuntungan ini bagi masa depan perusahaan. Dari
kemampuan ini dapat juga digambarkan bagaimana efektivitas manajemen
perusahaan dalam melaksanakan kegiatan operasinya.
Sumber daya yang ada dalam perusahaan seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya diberdayakan
sedemikian rupa untuk menghasilkan laba (profit) bagi perusahaan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa profitabilitas itu merupakan perbandingan antara laba
dengan modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.
Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba merupakan bagian dari
kinerja perusahaan. Menurut Brigham dalam bukunya “Managerial Finance” menyebutkan, profitability is the result of a large number of policies and decision. Profitabilitas menjadi sebuah indikator dalam kinerja keuangan perusahaan jangka panjang. Dan kinerja keuangan ini nantinya dapat dilihat
melalui analisis laporan keuangan.
Profitabilitas suatu perusahaan juga menjadi dasar dalam pembagian
mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang ditanamkannya dalam
perusahaan. Profitabilitas yang tinggi dapat menarik hati para investor untuk
menanamkan sejumlah dana untuk memperluas usaha, sebaliknya profitabilitas
yang rendah menyebabkan para investor bisa saja menarik dananya dari
perusahaan.
Profitabilitas yang tinggi juga akan menunjukkan apakah perusahaan
tersebut memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang. Karena itu,
perusahaan berusaha meningkatkan profitabilitasnya agar kelangsungan hidup
perusahaannya terjamin. Sehingga berdasarkan gambaran di atas, dapat kita
simpulkan bahwa profitabilitas berbicara tentang tingkat kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dengan menggunakan
sumber-sumber yang dimiliki oleh perusahaan baik yang berhubungan dengan penjualan,
jumlah aktiva, maupun modal sendiri.
2.2.2 Rasio Profitabilitas
Oleh karena profitabilitas dipandang sebagai salah satu dasar penilaian
kondisi perusahaan, maka dibutuhkan alat analisis untuk dapat menilainya. Rasio
profitabilitas merupakan alat analisis untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas
manajemen dalam mengelola perusahaannya. Hasil pengukuran ini dijadikan alat
untuk mengevaluasi kinerja manajemen, apakah telah berjalan secara efektif atau
tidak. Jika pada akhirnya didapati kegagalan dalam mencapai target, maka harus
diselidiki di mana letak kesalahannya untuk dijadikan acuan dalam merencanakan
kegiatan fungsional manajemen, seperti keuangan, pemasaran, sumberdaya
manusia, dan operasional.
Ada beberapa rasio yang digunakan untuk menghitung profitabilitas
menurut Kasmir (2008), yaitu:
2.2.2.1 Return On Asset (ROA)
Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan.
Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih
cepat berputar dan meraih laba.
2.2.2.2 Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) ini mengukur kemampuan perusahaan menyediakan pendapatan bagi para pemilik saham atas modal yang mereka
investasikan di dalam perusahaan. ROE menunjukkan rentabilitas suatu usaha.
Secara umum, semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tingginya pula
tingkat penghasilan yang diperoleh para pemegang saham.
2.2.3 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi
pihak luar perusahaan (Kasmir, 2008 :197), antara lain:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal sendiri.
7. dan tujuan lainnya.
Manfaat yang diperoleh adalah :
1. mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode
2. mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang
3. mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu
4. mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri
5. mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri
6. manfaat lainnya.
2.3 Leverage
Leverage keuangan dapat didefinisikan sebagai penggunaan potensial biaya keuangan tetap untuk meningkatkan pengaruh perubahan dalam laba
sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap laba per lembar saham perusahaan
(Warsono, 2003: 217). Leverage (Sadalia, 2010 : 128) digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana
yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi
saat yang sama hal tersebut juga dapat memperbesar return yang diperoleh.
Semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi risiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat return atau penghasilan yang diharapkan.
Salah satu rasio yang digunakan dalam menghitung leverage perusahaan adalah Debt to Equity Ratio (DER) (Kasmir, 2008). Debt to Equity Ratio
merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini
dicari dengan cara membandingkan seluruh hutang perusahaan dengan seluruh
ekuitasnya. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan
peminjam (kreditur) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini
berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang digunakan sebagai
jaminan utang. Bagi bank (kreditur) semakin besar rasio ini, akan semakin tidak
menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan
yang mungkin terjadi di perusahaan.
Namun bagi perusahaan, semakin besar rasio ini akan semakin baik.
Sebaliknya dengan rasio yang rendah, maka menunjukkan semakin tinggi tingkat
pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi
peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini
juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan
perusahaan.
2.4 Ukuran (Size) Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar
digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa
besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal
yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang,
dan semakin besar kapitalisasi pasar semakin besar pula perusahaan dikenal dalam
masyarakat. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan
total aktiva karena nilai aktiva relatif stabil dibandingkan dengan nilai penjualan
dan kapitalisasi pasar.
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
N
Penelitian Hasil Penelitian
1. Renny Governance and
Its Impact on Corporate Performance: The Mediation Role of Firm Size (Empirical
Study from Indonesia)
Variabel Independen: Penerapan GCG
Variabel Perantara: Firm size
Penerapan GCG mempengaruhi secara langsung kinerja perusahaan, dan juga kinerja perusahaan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan.
2. Duc Vo Evidence From
Vietnam komisaris wanita, dualitas CEO, tingkat
perusahaan Penerapan Good
Corporate Governance terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan
Variabel Independen: Penerapan GCG
Variabel Dependen: Kinerja keuangan dengan rasio likuiditas, leverage, profitabilitas, aktivitas, dan pasar.
Hasil penelitian menunjukkan penerapan GCG memberikan pengaruh signifikan pada kinerja keuangan yang diukur dengan rasio likuiditas, leverage, aktivitas, dan pasar. Tetapi pada rasio profitabilitas, GCG tidak memberikan pengaruh signifikan. 4. Elvi
Dan Kinerja Perusahaan (Studi Empiris
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar
Di Bursa Efek ukuran dewan komisaris, kualitas auditor, ukuran
perusahaan) Variabel Dependen: manajemen laba yang diukur dengan absolute discretionary accrualsdan kinerja perusahaan (reported performance and unmanaged performance)
Regresi berganda
Pengaruh mekanisme corporate
governance terhadap manajemen laba bahwa institutional ownership dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif. Tetapi ukuran dewan komisaris dan kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Pengaruh mekanisme corporate
governance terhadap manajemen laba bahwa institutional ownership dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif. Tetapi ukuran dewan komisaris dan kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 5. Dian
Prasinta (2012)
Pengaruh Good Corporate
Independen: Good Corporate
Governance (skor
CGPI) Variabel Dependen: Kinerja Keuangan (return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan
Regresi Berganda
Tidak terdapat hubungan positif antara Good Corporate
Governance dengan
return on assets, namun terdapat hubungan positif antara Good Corporate
Tobin’s Q) return on equity, dan tidak terdapat hubungan positif antara Good Corporate
Governance dengan
tobin’s Q. 6. Maringan
Hutagalun g (2012)
Pengaruh Corporate
Governance dan
Market Independen: CG (insider
ownership, institutional ownership, number of director, non executive dipengaruhi oleh Corporate Governance, khususnya untuk pengukuran insider ownership dan institutional ownership yang berhubungan positif, dan non executive berhubungan negatif.
7. Dani Riandi dan Hasan Sakti Siregar (2011)
Pengaruh Penerapan Good
Corporate Governance terhadap Return
On Asset, Net Profit Margin, dan Earning Per
Share Pada Perusahaan yang Terdaftar
di Corporate Governance Perception
Index
Variabel Independen: Good Corporate Governance (GCG)
Variabel
Dependen: Return on Assets (ROA), Net Profit Margin (NPM), dan Earning Per Share (EPS)
berpengaruh secara Parsial terhadap ROA, tetapi
berpengaruh terhadap NPM dan EPS secara parsial. ROA tidak dapat dijelaskan oleh GCG, sementara NPM dan EPS dapat Keuangan Bank
Perkreditan proporsi outside directors, dan jumlah board of directors (BOD)) Variabel kontrol: ukuran BPR dan umur BPR Variabel
Dependen: kinerja keuangan (rasio NPL, KPMM, LDR, dan ROA)
Analisis regresi berganda
Mekanisme CG secara simultan berpengaruh terhadap rasio NPL, KPMM, dan ROA. Secara parsial, kepemilikan manajerial dan proporsi outside directors menunjukkan pengaruh negatif terhadap rasio NPL dan ROA, sedangkan jumlah BOD
9. Endang Kemalasari (2009)
Pengaruh Penerapan Good
Corporate Governance terhadap Kinerja
Perusahaan Perbankan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel
Independen: GCG (dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan komite audit)
Variabel Dependen: Kinerja keuangan (ROA, NPM,
Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukan bahwa secara simultan dan parsial GCG (dewan komisaris,
kepemilikan institusional, dan komite audit) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA, NPM, ROE, dan BOPO), bahkan komite audit
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap NPM serta
kepemilikan
institusional terhadap ROE. Evidence on
Corporate Governance in
Europe (The Effect on Stock Returns, Firm Value and
Performance)
Dependen: kinerja keuangan (NPM dan ROE)
Regresi Berganda
Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap NPM dan ROE
2.6 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang penelitian dan tinjauan pustaka, dapat
diketahui bahwa GCG merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana
organisasi dioperasikan dan dijalankan dengan baik karena GCG sebagai sarana
interaksi yang mengatur antar struktur dan mekanisme yang menjamin adanya
kontrol, namun tetap mendorong efisiensi dan kinerja perusahaan. Sebuah
perusahaan akan mengalami peningkatan kinerja jika menerapkan GCG.
Dengan adanya Good Corporate Governance di mana digambarkan dengan komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan institusional,
independen memegang peranan penting dalam implementasi Good Corporate Governance karena merupakan inti dari Good Corporate Governance yang bertugas untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan. Dewan komisaris juga
bertanggung jawab atas kualitas laporan yang disajikan.
Komite audit yang bertanggung jawab mengawasi laporan keuangan
menciptakan kedisiplinan dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan
terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan. Kepemilikan
institusional yang tinggi menunjukkan semakin meningkat pengawasan pihak
eksternal terhadap perusahaan. Jadi semakin besar persentase proporsi komisaris
independen dan kepemilikan institusional serta dengan adanya komite audit, maka
akan lebih meningkatkan pengawasan terhadap operasional perusahaan, yang pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan (Kemalasari, 2009: 53). Bentuk
kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Good Corporate Governance
(GCG):
Komisaris Independen (X1)
Komite Audit (X2)
Kepemilikan Institusional
(X3)
Profitabilitas:
Return on Asset (Y1)
Return on Equity (Y2)
Variabel Kontrol:
• Leverage (Debt to Equity
Ratio-DER)
2.7 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: