• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Penanganan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Penanganan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), termasuk pneumonia dan influenza, masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut laporan dari International Vaccine Access Centre At The Johns Hopkins University Bloomberg School Of Public Health pada bulan November 2010, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India, nomor 2 di Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8.

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua selalu disertai batuk dan nafas cepat dan tarikan dinding dada ke dalam. Namun pada bayi seringkali tidak disertai batuk (Sulaeman,2011)

(2)

Menurut World Health Organization (WHO) pneumonia/ISPA telah banyak membunuh anak yang berumur di bawah 5 tahun di semua wilayah yang ada di dunia. Diperkirakan 9 juta anak mati pada tahun 2007, sekitar 20% atau 1,8 juta dikarenakan penyakit pneumonia. Meskipun penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang besar di kehidupan manusia akan tetapi sumber daya global yang didedikasikan untuk mengatasi masalah ini sedikit. Kematian akibat Infeksi Saluran pernapasan akut pada anak sangat terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan akses yang memadai untuk ke perawatan kesehatan. Di Indonesia sendiri penyakit ISPA menduduki peringkat pertama pada pola penyakit pasien rawat di RS tahun 2005. Angka kesakitan penduduk tersebut diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari dinkes kabupaten/kota yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan sarana kesehatan bahwa 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dirumah sakit. Selanjutnya penyakit yang terdata di pelayanan kesehatan di Yogyakarta selama adanya debu vulkanik adalah ISPA dengan jumlah hampir 120 pasien yang menderita penyakit ISPA.

(3)

(seperti legionella), bertambahnya jumlah penjamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab pneumonia. Bayi dan balita lebih rentan terhadap pneumonia karena respon imunitas masih belum berkembang dengan baik (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006)

Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Sumatera Utara masih rendah. Pada tahun 2012, dari 148.431 perkiraan balita yang menderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani hanya 17.443 balita atau 11,74%; angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2011 yaitu 22.442 balita atau 15,56%. Dari 33 kabupaten/kota, terdapat 3 kabupaten/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus yaitu Kabupaten Nias Utara, Batubara dan Kota Binjai. Kabupaten dengan jumlah kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32,44%, disusul dengan Kota Medan sebesar 25,50% dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53% (Profil Kesehatan Provinsi Sumut, 2012)

Tahun 2013 jumlah balita di Kabupaten Deli Serdang adalah sebanyak 211.511 balita. Penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani ada sebanyak 3.806 balita (18,0%). Angka ini sangat jauh dari jumlah perkiraan penderita pneumonia di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 yaitu 21.151 balita. (Dinkes Kabupaten Deli Serdang, 2013)

(4)

perawatan beberapa penyakit pada balita yang disebut manajemen terpadu balita sakit (MTBS). MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menangani balita sakit. MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, United Nations Internasional Children’s Emergency

Fund (Unicef) dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di negara-negara berkembang (Depkes RI, 2008).

Bank Dunia tahun 1993 menjabarkan bahwa MTBS adalah intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia, diare, campak, malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut (Depkes RI, 2008). Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan MTBS sejak tahun 1997. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date buku bagan MTBS dilakukan secara berkala (Dirjen Bina Kesehatan Anak, 2013).

(5)

membuat pencatatan serta pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten (Nurhayati, 2010). Adapun manajemen kasus balita sakit dengan MTBS yaitu, penilaian dan klasifikasi anak sakit, menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling ibu, dan tindak lanjut (Depkes, 2008).

MTBS bukan merupakan program kesehatan, akan tetapi suatu standar pelayanan dan tata laksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditunjukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS apabila memenuhi kriteria melaksanakan/melakukan pendekatan MTBS minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut.

Sedangkan penelitian yang mengevaluasi pelayanan MTBS terhadap kesembuhan pneumonia pada balita di Provinsi Jambi dilakukan oleh Nurhayati, dkk (2010), hasil penelitian menunjukan bahwa pelayanan MTBS yang standar memberikan peningkatan peluang keberhasilan yang lebih tinggi dalam kesembuhan pneumonia pada anak balita dibandingkan dengan pelayanan MTBS yang tidak standar, selain itu pendidikan dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke pelayanan kesehatan juga mempengaruhi keberhasilan pneumonia pada balita.

(6)

Tabel 1.1 Data 3 besar puskesmas jumlah penderita pneumonia tertinggi

No. PUSKESMAS DAERAH PUSKESMAS JUMLAH PENDERITA PNEUMONIA

1 Bandar Khalipah Percut Sei Tuan 2063 balita

2 Mulyorejo Sunggal 1487 balita

3 Tanjung Morawa Tanjung Morawa 1355 balita

Puskesmas Bandar Khalipah merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan Percut Sei Tuan dan merupakan salah satu puskesmas yang memulai program MTBS di Sumatera Utara pada tahun 2004. Jumlah wilayah kerja puskesmas Bandar Khalipah sebanyak 7 wilayah kerja. Adapun cakupan imunisasi di puskesmas Bandar Khalipah pada tahun 2013 sebesar 98% dan pada tahun 2014 sebesar 95%. Pada tahun 2013 angka cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita yang ditemukan dan ditangani adalah sebanyak 642 balita dari perkiraan jumlah penderita 2.461 balita dan dengan jumlah balita di wilayah kerja puskesmas yaitu 20.633 balita. Jumlah kunjungan balita di Puskesmas Bandar Khalipah pada tahun 2013 adalah sebanyak 2.461 balita dan balita yang ditangani dengan MTBS sebanyak 642 balita (31,1%) sedangkan data pada tahun 2014 menunjukan adanya peningkatan jumlah penderita pneumonia sebanyak 2.734 yang artinya peningkatan jumlah penderita pneumonia meningkat sebanyak 273 penderita. Berdasarkan wawancara singkat peneliti dengan petugas bagian MTBS bahwa masih banyak ibu balita yang tidak mengikuti prosedur pengobatan pneumonia dengan yang telah diterapkan oleh program MTBS.

(7)

Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi penanganan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi penanganan pneumonia pada balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dan tambahan bagi penelitian lebih lanjut tentang faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia pada balita utamanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(8)

pneumonia pada balita dengan menggunakan MTBS dalam terwujudnya penurunan balita yang menderita pneumonia.

Gambar

Tabel 1.1 Data 3 besar puskesmas jumlah penderita pneumonia tertinggi

Referensi

Dokumen terkait

АКТИВНОСТИ ЗА УНАПРЕЂЕЊЕ И РАЗВОЈ ТРЖИШТА ЕЛЕКТРОНСКИХ КОМУНИКАЦИЈА 4.1 Праћење и анализа тржишта електронских комуникација: • спровођење другог круга

Hasil uji Chi Square didapatkan nilai χ 2 sebesar 9,111 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,003 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

The portrait of professional knowledge was examined by comparing what student teachers obtained in initial teacher education and the experience they implemented during their study

Dari hasil penelitian, seluruh responden memiliki umur lebih dari 50 tahun dimana Diabetes Melitus tipe 2 sering menyerang orang yang berumur >40 tahun, sebagian besar memiliki

Keberadaan Taman Kalpataru, Taman Dipangga dan Embung Taman Kota Way Halim yang merupakan bagian dari RTH Kota Bandar Lampung perlu dilakukan penelitian untuk

P rofil Pengendalian Risiko Lingkungan adalah gambaran singkat kegiatan Bidang Pengendalian Risiko Lingkungan KKP Kelas I Tanjung Priok, yang meliputi kegiatan

Oleh kerana rentetan faktor sosial, teknologi dan pengaruh budaya luar yang mempengaruhi pemikiran bangsa Indonesia terhadap sejarah negara sendiri telah menghasilkan pelbagai

Dalam pelaksanaan Program Induksi, pembimbing ditunjuk oleh kepala sekolah/madrasah dengan kriteria memiliki kompetensi sebagai guru profesional; pengalaman mengajar