• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serat langendriya episode damarwulan ngarit (suatu tinjauan filologis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Serat langendriya episode damarwulan ngarit (suatu tinjauan filologis)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SERAT LANGENDRIYA

EPISODE

DAMARWULAN NGARIT

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh ROMANIA

C0105043

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

SERAT LANGENDRIYA

EPISODE DAMARWULAN NGARIT

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh

ROMANIA C0105043

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I

Drs. Supardjo, M. Hum. NIP 19560921 198601 1001

Pembimbing II

Drs. Imam Sutarjo, M. Hum. NIP 19600101 198703 1004

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M. Hum.

(3)

iii

SERAT LANGENDRIYA

EPISODE DAMARWULAN NGARIT

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh

ROMANIA C0105043

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal 4 Agustus 2009

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum.

NIP 19581101 198601 2001 ...

Sekretaris : Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum.

NIP 19620503 198803 1002 ...

Penguji I : Drs. Supardjo, M. Hum.

NIP 19560921 198601 1001 ...

Penguji II : Drs. Imam Sutarjo, M. Hum.

NIP 19600101 198703 1004 ...

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

(4)

iv

PERNYATAAN

Nama : Romania

NIM : C0105043

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (Suatu Tinjauan Filologis) adalah betul – betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal – hal yang bukan

karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh

dari skripsi tersebut.

Surakarta, 28 Juli 2009

Yang membuat pernyataan,

(5)

v

PERSEMBAHAN

§ Kakek tersayang, terima kasih atas do’a dan

nasehatmu.

§ Ayah dan ibu terkasih, terima kasih atas do’a, kasih

sayang, perhatian serta dukungannya.

§ Arif Yulianto, aku menjadi bangkit atas motivasi,

nasehat dan bimbinganmu.

§ Kakak dan keponakanku Bintang yang aku cintai. § Rekan-rekan Sastra Daerah angkatan 2005 yang aku

banggakan.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan

karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Serat

Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (Suatu Tinjauan Filologis)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar sarjana

sastra jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis sadar sepenuhnya bahwa karya ini

tidak akan terselesaikan tanpa adanya dorongan, bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. HM. Syamsulhadi, Sp.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Imam Sutarjo, M. Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan selaku

pembimbing dua yang telah memberikan bimbingan pada penulisan skripsi

ini.

4. Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum selaku Pembimbing Akademik Jurusan

Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

5. Drs. Supardjo, M. Hum selaku dosen pembimbing pertama yang selalu

(7)

vii

6. Kepala dan staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta

Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan

berbagai referensi.

7. Kepala dan staf perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta

yang telah membantu dalam pencarian, pengumpulan, dan analisis data.

8. Kepala dan staf Yayasan Sastra Surakarta memberikan banyak informasi

kepada penulis.

9. Teman – teman Sasda angkatan 2005, terutama bidang filologi: Daning, Ama,

Wiwik, Ambar, Eby, Tantri, Mita,dan Uus. Tetap semangat menghadapi

tantangan hidup ini. Sukses untuk kita semua!!!

10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk

itu saran dan kritik yang bersifat membangun akan sangat diharapkan. Besar

harapan penulis bahwa karya sederhana ini dapat bermanfaat terhadap para

pecinta budaya Jawa dan para pembaca.

Surakarta, 4 Agustus 2009

(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK...xiv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. KAJIAN TEORI... 14

A. Pengertian Filologi ... 14

B. Obyek Penelitian Filologi ... 14

(9)

ix

1. Penentuan Sasaran Penelitian...16

2. Inventarisasi Naskah ...16

3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah ...17

4. Perbandingan Naskah... 18

5. Penentuan Naskah Dasar... 18

6. Transliterasi/ Transkripsi Naskah...20

7. Kritik Teks dan Aparat Kritik ...20

8. Sinopsis ...22

D. Pengertian Langendriyan......23

E. Pengertian Etos Kerja...24

BAB III. METODE PENELITIAN...26

A. Bentuk dan Jenis Penelitian………..…….26

B. Lokasi Pencarian Data………..….26

C. Sumber Data dan Data Penelitian………...27

D. Teknik Pengumpulan Data...27

E. Teknik Analisis Data ...29

BAB IV. ANALISIS DATA... 31

A. Kajian Filologis... ..31

1. Deskripsi Naskah ...31

2. Perbandingan Naskah...39

a. Perbandingan Urutan Pupuh dan Jumlah Bait setiap Pupuh...40

b. Perbandingan Kata dan Kelompok Kata...43

(10)

x

4. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat Kritik...48

a. Transliterasi ... 50

b. Sinopsis ...72

B. Pembahasan Isi ...78

BAB V. PENUTUP...88

A. Kesimpulan ...88

B. Saran ...88

DAFTAR PUSTAKA ...90

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Perbandingan urutan pupuh dan banyaknya bait ...6

Tabel 4. 1 Perbandingan urutan pupuh dan banyaknya bait ...40

Tabel 4. 2 Perbandingan urutan bait...42

Tabel 4. 3 Perbandingan kata ...43

(12)

xii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SL : Serat Langendriya

Naskah A : Naskah dengan nomor katalog D. 166

Naskah B : Naskah dengan nomor katalog G. 162

Naskah C : Naskah dengan nomor katalog D. 167

è : Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti ’yaitu’.

ê : Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata sêkar yang berarti ‘bunga’.

# :Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan

konvensi tembang.

* :Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan

pertimbangan linguistik.

/ : Menandakan tiap pergantian baris

// : Menandakan akhir dari tiap bait

(13)

xiii

DAFTARLAMPIRAN

Lampiran Naskah SL (D. 166)...92

Lampiran 1 Naskah SL, Halaman 4...93

Lampiran 2 Naskah SL, Halaman 5...94

Lampiran 3 Naskah SL, Halaman 6...95

Lampiran 4 Naskah SL, Halaman 7...96

Lampiran 5 Naskah SL, Halaman 8...97

Lampiran 6 Naskah SL, Halaman 9...98

Lampiran 7 Naskah SL, Halaman 10...99

Lampiran 8 Naskah SL, Halaman 11...100

Lampiran 9 Naskah SL, Halaman 12...101

(14)

xiv ABSTRAK

Romania. C0105043. 2009. Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit

(Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Obyek dalam penelitian ini adalah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit, koleksi Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor katalog D. 166 dan Serat Lampahan Damarwulan Ngarit, koleksi Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor katalog G. 162. Kedua naskah tersebut diteliti karena ada keunikan dari segi filologis dan isinya menarik, sehingga dicari naskah yang bersih dari kesalahan dan mendekati aslinya.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana suntingan teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi? (2) Bagaimana isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya EpisodeDamarwulan Ngarit?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyajikan suntingan teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. (2) Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya EpisodeDamarwulan Ngarit.

Teknik pengumpulan data berdasarkan membaca katalog, kemudian observasi langsung, mendeskripsikan isi, dan transliterasi. Kedua naskah tersebut ditemukan beberapa perbedaan, yaitu: perbedaan urutan pupuh, perbedaan jumlah bait, perbedaan kata dan kelompok kata. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif komparatif, yaitu mengungkapkan naskah apa adanya secara keseluruhan, kemudian berdasarkan kondisi naskah yang akan diteliti yaitu jamak, maka dibandingkan naskah yang satu dengan naskah yang lain guna mendapat naskah yang paling mendekati aslinya. Metode penyuntingan teks ini menggunakan metode landasan, yaitu menentukan naskah yang paling unggul kualitasnya, melalui tahapan-tahapan: (1) deskripsi naskah, (2) perbandingan naskah, (3) penentuan naskah dasar, (4) suntingan teks dan aparat kritik, (5) sinopsis.

(15)

xv

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang kaya akan kebudayaan.

Kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah warisan dari nenek

moyang yang merupakan ciri khas yang menunjukkan kepribadian bangsa

Indonesia dari bangsa lain. Di antara warisan budaya tersebut adalah karya sastra

atau karya tulis yang tersimpan pada bahan yang lama seperti batu, logam, kulit

binatang, kulit kayu dan kertas (Siti Baroroh Baried, 1983). Karya tulis yang

tersimpan pada logam, kulit binatang, kulit kayu dan kertas disebut naskah.

Naskah dipandang suatu dokumen budaya, potret dari suatu kebudayaan masa

lalu. Siti Baroroh Baried (1985) menyatakan bahwa : “naskah–naskah nusantara

mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan ini dapat ditunjukan oleh aneka

ragam aspek kehidupan yang dikemukakan; misalnya masalah sosial, politik,

ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa dan sastra. Apabila dilihat dari

pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu pada sifat–

sifat historis dan religius”.

Dalam usaha untuk menggali dan mengungkapkan khasanah kepribadian

bangsa Indonesia ini, ternyata masih banyak sumber yang dapat dimanfaatkan.

Salah satunya adalah khasanah naskah–naskah Jawa yang isinya beraneka ragam.

Keanekaragaman isi yang terkandung di dalam naskah–naskah lama dapat dilihat

dalam katalog-katalog naskah Jawa. Naskah–naskah lama tersimpan di tempat–

(16)

xvi

yang tersimpan pada perorangan atau koleksi pribadi. Jumlah naskah di Indonesia

sangat banyak, namun kurang diimbangi dengan usaha penelitian naskah untuk

mendayagunakan isi yang terkandung di dalamnya. Usaha penelitian naskah di

Indonesia terbilang masih langka, akibatnya materi yang terkandung dalam

naskah-naskah tersebut belum banyak yang didayagunakan. Masyarakat kesulitan

dalam membaca dan mempelajari naskah-naskah kuna terutama mengenai bahasa

dan tulisannya.

Dari sekian banyak naskah–naskah lama, tidak semua sampai kepada kita.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain: banyak naskah yang

hilang karena bencana alam dan ada sebagian naskah yang dibawa pulang oleh

penjajah ke negerinya pada waktu perang, selain itu kondisi fisik naskah sendiri

yang umumnya terbuat dari lontar, bambu, dluwang dan kulit binatang,

menyebabkan naskah menjadi mudah rusak dan rapuh, serta tidak tahan pada

cuaca yang lembab. Naskah yang sampai kepada kita sekarang ini sebagian besar

bukan lagi naskah asli. Kebanyakan naskah–naskah turunan akibat adanya budaya

salin menyalin naskah, sehingga tidak menutup kemungkinan banyak terjadi

kesalahan atau perubahan. Kesalahan terjadi karena penyalin tidak memahami

tulisan, salah baca atau tidak menguasai pokok permasalahan naskah yang disalin.

Perubahan yang terjadi karena ada bagian teks yang diambil atau ditambah dengan

tujuan untuk memperindah atau melengkapi isi teks yang dirasa kurang oleh

penyalin. Adanya banyak kesalahan atau perubahan maka diperlukan peranan

filologi untuk menangani naskah dengan menggunakan cara kerja filologi.

Menurut Haryati Soebadio (1975), tugas utama filolog adalah mendapatkan

(17)

sebaik-xvii

baiknya dan yang bisa dipertanggungjawabkan pula sebagai naskah yang paling

dekat dengan aslinya.

Naskah yang akan dijadikan sebagai objek penelitian dan disajikan yaitu

Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (yang selanjutnya disebut SL). Menurut Girardet–Soetanto, mereka mengelompokkan jenis naskah sebagai

berikut:

a. Kronik, Legende dan Mite

Di dalamnya termasuk naskah–naskah: babad, pakem, wayang purwa, menak,

panji, pustakaraja dan silsilah.

b. Agama, Filsafat dan Etika

Di dalamnya termasuk naskah–naskah yang mengandung unsur–unsur:

hinduisme–budhisme, islam, mistik jawa, kristen, magic dan ramalan, sastra

wulang.

c. Peristiwa kraton, hukum, peraturan-peraturan

d. Buku teks dan penuntun,kamus, ensiklopedi tentang linguistik, obat–obatan,

pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak–memasak

dan sebagainya.

Berdasarkan penggolongan naskah yang dilakukan oleh Girardet–Soetanto

di atas, kedudukan SL berada pada bagian a, yaitu: kronik, legende, dan mite, yang di dalamnya termasuk naskah jenis pakem. Dalam Kamus Bausastra Jawa

karangan Purwadarminta (1939: 458), “pakem adalah suatu patokan dalam cerita pedhalangan”. Menurut Suyanto (2003) pakem ada dua jenis, yaitu pakem jangkep

(18)

xviii

Sedangkan pakem balungan adalah kerangka lakon yang bersifat singkat (hanya menulis tempat, tokoh, dan konflik permasalahan). Menurut keterangan mengenai

pakem jangkep dan balungan, naskah SL termasuk pakem jangkep.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari katalog, naskah SL hanya terdapat di Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunagaran Surakarta, yakni:

a. Naskah berjudul Pakem Mandraswara, dengan nomor katalog D.166. (Girardet, 1983)

b. Naskah berjudul Pakem Mandraswara, dengan nomor katalog D. 167. (Girardet, 1983)

c. Naskah berjudul Serat Lampahan Damarwulan Ngarit, dengan nomor katalog G. 162. (menurut katalog lokal milik perpustakaan Reksapustaka Pura

Mangkunegaran Surakarta)

Langkah selanjutnya adalah mengadakan pengecekan langsung ke tempat

penyimpanan naskah. Naskah SL benar-benar terdapat di satu tempat, yaitu: Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta. Berdasarkan

pengecekan ketempat penyimpanan naskah tersebut, ternyata ditemukan 3 naskah,

yaitu: naskah dengan nomor katalog D. 166 (yang selanjutnya disebut naskah A),

naskah dengan nomor katalog G. 162 (yang selanjutnya disebut naskah B), naskah

dengan nomor katalog D. 167 (yang selanjutnya disebut naskah C). Perlu

diketahui bahwa judul pada cover naskah A bertuliskan “Pakem Mandraswara, Lampahan Damarwulan Ngarit, macapat” yang berarti ‘Pakem Mandraswara,

(19)

xix

‘Di bawah ini bagian awal dari Serat Langendriya disertai nama sandi dari pengarangnya . Gaya penulisan huruf antara judul cover dengan isi teks berbeda.

Setelah membaca isi teks pada naskah A, dapat diketahui bahwa judul

naskah bukan Pakem Mandraswara tetapi berjudul Serat Langendriya, sedangkan naskah B berbentuk puisi (tembang macapat) yang dipadukan dengan prosa berupa dialog dan monolog. Naskah C ternyata merupakan tedhakan yang berarti ‘salinan’ dari naskah A, hal itu dapat diketahui dari judul pada cover naskah C,

yaitu Pakem Mandraswara, Lampahan Damarwulan Ngarit, tetedhakan saking pakeming Tandhakusuman yang berarti ‘Pakem Mandraswara, Episode

Dmarwulan Ngarit, salinan dari pakem Tandhakusuma. Dengan demikian naskah C dieliminasi karena merupakan salinan dari naskah A dan penyalinannya belum

selesai atau hanya sampai pada pertengahan cerita, sehingga yang dijadikan obyek

dalam penelitian ini adalah naskah A dan B. Naskah yang lain dijadikan sebagai

pembanding.

Alasan naskah SL dijadikan sebagai obyek kajian dalam penelitian karena dalam segi filologi, naskah SL perlu segera ditangani berdasarkan dua alasan.

Pertama, adanya varian-varian dalam teks SL yang menjadi faktor pendorong untuk ditemukannya naskah yang paling mendekati aslinya sesuai

dengan cara kerja filologi. Penanganan ini dilakukan karena dalam 2 naskah yang

ditemukan memiliki perbedaan urutan pupuh, jumlah bait, perbedaan kata dan kelompok kata.

(20)

xx

bila didasarkan pada konvensi tembang Pangkur, baris keempat mamiliki konvensi guru wilangan dan guru lagu 7a, sehingga seharusnya, baris ini berbunyi “jagat dewa bathara”. Selain itu, adanya pengurangan guru wilangan,

seperti yang terjadi pada halaman 7 tembang Kinanthi bait keempat baris kedua. Pada baris ini berbunyi “ing ma rêkyana patih”, yang seharusnya, bila didasarkan pada konvensi tembang Kinanthi, baris kedua memiliki konvensi guru wilangan

dan guru lagu 8i, sehingga seharusnya, baris ini berbunyi “ing rama rêkyana patih”. Kesalahan kata, seperti yang terjadi pada halaman 10 tembang Sinom bait keempat baris keempat. Berbunyi “sun rumangsa kokbisiki”, kata bisiki tidak sesuai dengan konteks kalimat, sehingga seharusnya “sun rumangsa kokbêciki”.

Sementara itu, salah satu perbedaan jumlah bait dapat dilihat pada naskah A

yang pada pupuh XX memiliki 6 bait tembang Durma, sedangkan naskah B memiliki 5 bait tembang Durma. Untuk mempermudah mengetahui perbedaan tersebut, maka dibuatkan tabel perbandingan mengenai perbedaan jumlah pupuh, urutan pupuh serta banyaknya bait dalam naskah SL.

Tabel 1. 1. Perbandingan urutan pupuh dan banyaknya bait.

Jumlah Bait

No Urutan Pupuh

Naskah A Naskah B

1 Dhandhanggula 3 3

2 Kinanthi 3 3

3 Sinom 4 4

4 Gambuh 1 2

5 Pangkur 6 6

(21)

xxi

7 Durma 3 3

8 Sinom 4 4

9 Pangkur 10 10

10 Kinanthi 6 6

11 Durma 5 5

12 Gambuh 6 6

13 Pocung 6 6

14 Asmaradana 6 6

15 Sinom 4 4

16 Megatruh 7 7

17 Mijil 5 6

18 Durma 3 3

19 Pangkur 4 4

20 Durma 6 5

Dengan melihat varian-varian di atas inilah yang mendorong dilakukannya

penelitian dengan cara perbandingan naskah untuk mendapatkan naskah yang

paling mendekati naskah aslinya.

Kedua, naskah SL ini diteliti karena dalam naskah ini isinya menarik, yaitu mengisahkan perjalanan Damarwulan ketika mengabdi di Majapahit. Cerita

dimulai dengan percakapan antara Ratu Ayu dari Majapahit dengan Patih

Logender tentang situasi kerajaan. Patih Logender menerangkan bahwa situasi

kerajaan baik-baik saja, tetapi ada satu adipati yang membangkang yaitu Adipati

(22)

xxii

ditolak maka akan terjadi perang pupuh. Cerita mengenai pengabdian

Damarwulan ketika menjadi pelayan Patih Logender. Pada mulanya, Damarwulan

menjadi penjaga pintu kerajaan, kemudian beralih menjadi perawat kuda yang

selalu diganggu oleh Raden Seta dan Kumitir. Di situlah Damarwulan bertemu

dengan Dewi Anjasmara, saling jatuh cinta dan pada akhirnya menikah.

Naskah SL merupakan bentuk kesenian langendriyan. Cirinya, penggarapan adegan dilaksanakan dengan pola wayang orang, tetapi percakapannya dilakukan

dengan tembang yang berarti ‘nyanyian’. Riwayat terciptanya langendriyan, pada pertengahan abad kesembilan belas hidup seorang Indo Jerman di kota Solo yang

bernama Tuan Godlieb. Beliau seorang saudagar batik yang sukses, dan

pegawainya rata-rata para gadis desa. Pada waktu luang, mereka menghibur diri

dengan menyanyi (ura-ura). Tertarik akan hal itu, maka tuan Godlieb meminta RMA Tandakusuma untuk membina para pegawainya sebagai kegiatan

sampingan selain membatik. Perlu diketahui bahwa RMA Tandakusuma adalah

menantu dari Mangkunegara IV, yang ahli di bidang gendhing dan tari. Menyanggupi tawaran tuan Godlieb, RMA Tandakusuma segera menulis naskah

yang judulnya Serat Langendriya yang terdiri dari empat episode, yaitu:

Damarwulan Ngarit, Pejahipun Ranggalawe Tuban, Menakjingga Lena, Ratu Ayu Dhaup kaliyan Damarwulan. Pada mulanya, hanya dilakukan dalam bentuk nyanyian (uran-uran) yang diiringi gamelan, tanpa adanya gerakan tari. Pada suatu saat, perusahaan Tuan Godlieb mengalami kemunduran, sehingga Ia tidak

mampu lagi mengurusi dan membiayai kegiatan tersebut. Atas saran RMA

(23)

xxiii

dilakukan dengan tari dilaksanakan pada masa pemerintahan Mangkunegara V.

(Sutarwo, 1985)

Kenikmatan pertunjukan langendriyan tidak hanya disalurkan melalui indera pendengaran dengan mendengar pemainnya bernyanyi (uran-uran), melainkan juga lewat indera penglihatan dengan melihat tariannya, sehingga selain sebagai

tontonan yang sifatnya menghibur, pasti di dalamnya ingin menyampaikan suatu

pesan. Di dalam naskah SL pesan yang terkandung adalah berisi ajaran, yaitu ajaran mengenai perjuangan hidup. Perjuangan hidup yang dijalani dengan

semangat hidup yang tinggi, gigih, mau bekerja keras, walaupun banyak cobaan

yang menghadang. Segala usaha yang dijalani dengan tabah, tekun dan ulet pasti

akan membuahkan hasil yang maksimal. Dalam naskah SL, walaupun Damarwulan hanya bekerja sebagai pelayan dan perawat kuda, Ia selalu tekun,

ulet, tabah, dan kerja keras dalam melaksanakan pekerjaannya walaupun banyak

terhalang rintangan, sehingga berkat kegigihannya, Damarwulan bisa menjadi raja

di Majapahit. Berbeda dengan jaman sekarang, masyarakat lebih suka hal-hal

apapun yang sifatnya cepat, tidak mau repot, susah, dan rumit. Masyarakat

sekarang lebih suka hal-hal yang sifatnya praktis. Contoh, banyak mahasiswa

yang membayar seseorang untuk mengerjakan skripsinya. Mahasiswa tersebut

melakukannya karena malas berusaha dan tidak mau bekerja keras. Timbul

dampak negatif, yaitu pada saat ujian, mahasiswa tersebut kurang menguasai

materi dan untuk jangka panjang, akan berdampak pada saat mencari pekerjaan,

(24)

xxiv

Dengan melihat uraian isi di atas, maka naskah SL perlu diteliti dan dikaji, agar pembaca dapat mengetahui cerita dan makna yang terkandung dalam naskah

SL.

B.

Batasan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan naskah SL ini sangat beragam, yaitu kondisi naskah, perbedaan bentuk naskah, perbedaan urutan pupuh, perbedaan

jumlah bait, perbedaan kata dan kelompok kata masing-masing naskah, serta isi

naskah yang menceritakan episode-episode Langendriyan, seperti: episode

Damarwulan Ngarit, Ranggalawe Gugur, Menakjingga Lena, dan Ratu Ayu Dhaup kaliyan Damarwulan. Di dalam mengungkap makna cerita yang terkandung di dalam naskah, baik dari segi ajaran, sejarah, jalan cerita, tokoh

pemeran, dan jenis iringan musiknya, tidak mungkin akan dibahas semuanya.

Batasan masalah sebagai pencegah meluasnya bahasan dalam penelitian,

maka dilakukan dua kajian. Yaitu kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis

meliputi deskripsi naskah, perbandingan naskah, penentuan naskah dasar, kritik

teks, transliterasi naskah, aparat kritik dan sinopsis Episode Damarwulan Ngarit. Kajian isi meliputi bagaimana isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

C. Rumusan Masalah

Berdasar pada permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini dapat

dirumuskan dua permasalahan, yaitu:

(25)

xxv

2. Bagaimana isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya EpisodeDamarwulan Ngarit?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkan suntingan teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi.

2. Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam naskah Serat Langendriya EpisodeDamarwulan Ngarit.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu

manfaat praktis dan manfaat teoretis.

1. Manfaat Praktis

a. Menyelamatkan data dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit dari kerusakan dan hilangnya data dari naskah tersebut.

b. Mempermudah pemahaman isi teks naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit bagi khalayak umum.

c. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang cerita yang terdapat

pada naskah Serat Langendriya EpisodeDamarwulan Ngarit

d. Memberi data sebagai pedoman bagi para seniman yang ingin

(26)

xxvi 2. Manfaat Teoretis

a. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum

terungkap isinya.

b. Membantu peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut teks Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit khususnya dan naskah Jawa umumnya dari berbagai disiplin ilmu.

c. Menumbuhkan minat peneliti–peneliti lain dari berbagai disiplin ilmu.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih

jelas mengenai laporan hasil penelitian. Laporan penelitian ini dibagi menjadi

lima bab, yang disusun sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, pembatasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II Kajian Teoretik

Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian filologi, objek penelitian

filologi, langkah kerja penelitian filologi, kritik teks dan aparat kritik,

pengertian langendriyan, serta pengertian etos kerja. Bab III Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai bentuk dan jenis penelitian, lokasi

pencarian data, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan

(27)

xxvii Bab IV Analisis Data

Dalam bab ini dikemukakan mengenai kajian filologis dan kajian isi

naskah. Kajian filologis terdiri dari deskripsi naskah, perbandingan

naskah, penentuan naskah dasar, kritik teks, transliterasi naskah, aparat

kritik, dan sinopsis cerita. Kajian isi membahas ajaran perjuangan hidup.

Bab V Penutup

Dalam bab ini dikemukakan mengenai kesimpulan dari yang telah

diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Selain kesimpulan, dalam bab ini

juga akan dikemukakan saran-saran.

Bagian akhir dari penulisan laporan hasil penelitian ini dilampirkan

daftar pustaka dan copy naskah yang dipakai sebagai bahan acuan dalam

(28)

xxviii

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A.

Pengertian Filologi

Kata Filologi berasal dari bahasa Yunani yaitu philologia, gabungan dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti ilmu (Siti Baroroh Baried, et al. 1994: 2). Hal itu mengisyaratkan kata philologia bermakna cinta kata atau senang bertutur. Arti ini kemudian berkembang menjadi senang belajar,

senang ilmu dan senang kesastraan.

Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami perubahan dan

perkembangan. Pengertian dan penerapannya di Indonesia, pada awal mulanya

dipengaruhi oleh para ahli terdahulu, yang sedikit banyak dilatarbelakangi oleh

pengetahuan dan pemahaman tentang filologi yang berlaku dan yang diperlukan

untuk karya-karya abad pertengahan yang menjadi sasaran dan obyek kerja para

peneliti filologi terdahulu. Menurut Edward Djamaris (1997), filologi adalah ilmu

yang obyek penelitiannya naskah-naskah lama, sedangkan menurut Akhadiati

Ikram (1980), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi

kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan.

B.

Objek Penelitian Filologi

Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai

(29)

xxix

Baried, et al. 1994: 55). Objek penelitian yang konkrit yaitu naskah dan teks hasil

dari tulisan tangan. Semua bahan tulisan tangan disebut naskah, sedangkan teks

menurut Siti Baroroh Baried, dkk (1994) adalah kandungan atau muatan naskah,

sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan.

Dari pengertian-pengertian naskah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

naskah merupakan semua bahan tulisan tangan sebagai wadah penyimpanan teks

yang wujud kongkritnya dapat dilihat dan dipegang yang tertulis pada daun lontar,

nipah, bambu, kulit kayu, rotan dan dluwang. Teks adalah kandungan atau muatan

naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat

berbagai ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada

pembacanya. Kaitannya dengan penelitian ini, obyek penelitian yang dikaji adalah

naskah tulisan Jawa carik yang berjudul Serat Langendriya Episode

Damarwulan Ngarit.

C.

Langkah Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian filologi, yaitu inventarisasi

naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar–dasar penentuan naskah

yang akan ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah (Edward

Djamaris, 1977: 23). Teori tersebut tidak semuanya dan selamanya harus dipakai

untuk mengkaji semua naskah. Setiap naskah memiliki kondisi yang berbeda–

beda, sehingga teori itupun juga harus disesuaikan dengan naskah yang nantinya

akan kita kaji.

Dalam penelitian ini, penulis menempuh langkah kerja yang meliputi

(30)

xxx

deskripsi naskah; perbandingan naskah; penentuan naskah dasar; transliterasi/

transkripsi naskah; kritik teks dan aparat kritik; sinopsis. Langkah ini tentu saja

tidak jauh berbeda dengan prinsip cara kerja filologi, berikut adalah perinciannya :

1. Penentuan Sasaran Penelitian

Langkah pertama adalah menentukan sasaran, karena banyak ragam yang

perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Karena ada naskah

yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali, dan Batak. Ada naskah yang ditulis

pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Ada naskah yang berbentuk

puisi dan ada pula yang berbentuk prosa. Ada naskah yang berisi cerita nabi,

bertema adat-istiadat, sejarah, agama, atau pewayangan.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menentukan sasaran yang diteliti adalah

sebagai berikut: naskah bertuliskan huruf Jawa carik, ditulis pada kertas dan

dluwang, berbentuk puisi Jawa/ tembang macapat dan berisi masalah piwulang ajaran hidup. Keseluruhan rangkaian bentuk di atas terangkum di

dalam Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

2. Inventarisasi Naskah

Inventarisasi adalah upaya untuk mendaftar atau mendata semua naskah

dengan judul sama maupun yang hampir sama untuk dijadikan obyek

penelitian. Tujuannya untuk mengetahui tempat penyimpanannya, jumlah

naskah, nomor naskah, umur naskah, tulisan naskah, tahun pembuatan serta

pengarang. Menurut Edi S. Ekadjati (1980) bila hendak melakukan

(31)

xxxi

akan dijadikan pokok penelitian, dengan mendatangi tempat-tempat koleksi

naskah atau mencarinya melalui katalog.

3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah

Observasi pendahuluan dilakukan dengan mengecek data secara langsung ke

tempat koleksi naskah sesuai informasi yang diungkapkan oleh katalog.

Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit, maka diadakanlah deskripsi naskah dan ringkasan isi naskah.

Deskripsi naskah ialah uraian ringkas naskah secara terperinci untuk

mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu, serta membantu

kita dalam memilih naskah yang paling baik untuk ditransliterasi dan

digunakan untuk perbandingan.

Emuch Hermansoemantri (1986) menguraikan bahwa deskripsi naskah

merupakan sarana untuk memberikan informasi mengenai: judul naskah,

nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah,

ukuran naskah dan teks, tebal, jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara,

tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur

naskah, identitas pengarang/ penyalin, fungsi sosial naskah hingga pada

ikhtisar teks/ cerita. Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk

mengetahui garis besar kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dan

(32)

xxxii 4. Perbandingan Naskah

Perbandingan naskah menurut Edward Djamaris (1977) perlu dilakukan

apabila sebuah cerita ditulis dalam dua naskah atau lebih, untuk

membetulkan kata-kata yang salah atau tidak terbaca, untuk menentukan

silsilah naskah, untuk mendapatkan naskah yang terbaik dan untuk

tujuan-tujuan yang lain.

Perbandingan naskah ini dilakukan dengan mengacu pada cara perbandingan

naskah Edward Djamaris. Menurut Edward Djamaris (1977), perbandingan

naskah dilakukan dengan cara:

a.Perbandingan kata demi kata dan kelompok kata

Untuk membetulkan kata-kata yang salah atau tidak terbaca,

menentukan silsilah naskah, dan mendapatkan teks asli atau terbaik.

b. Perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa

Untuk mengelompokkan cerita dalam beberapa versi dan untuk

mendapatkan cerita yang bahasanya lancar dan jelas.

c.Perbandingan Isi Cerita

Untuk mendapatkan naskah yang isinya lengkap dan tidak

menyimpang serta untuk mengetahui penambahan unsur atau

pengurangan unsur yang telah ada dalam naskah semula.

5. Penentuan Naskah Dasar

Berdasarkan perbandingan naskah tersebut, kemudian dilakukan

pertimbangan naskah. Bertolak dari pertimbangan naskah tersebut dapat

(33)

xxxiii

langsung dari naskah lainnya, serta naskah yang berbeda versinya. (Sisyono

EW, 2000: 14). Selanjutnya, naskah terpilih yang memiliki keunggulan

sebagai hasil dari perbandingan naskah tersebut dijadikan sebagai naskah

dasar suntingan. Penentuan naskah dasar, yang nantinya akan ditransliterasi,

menurut Edward Djamaris (1977) harus dihubungkan dengan tujuan

penelitian filologi yaitu untuk mendapatkan naskah yang paling lengkap dan

paling baik atau paling representatif dari naskah-naskah yang ada.

Edward Djamaris (1977: 28-29), mengemukakan bahwa untuk menentukan

naskah dasar sebagai berikut:

a.isinya lengkap dan tidak menyimpang dari kebanyakan naskah lain;

b. tulisannya jelas dan mudah dibaca;

c. keadaan naskah baik dan utuh;

d. bahasanya lancar dan mudah dipahami;

e.umur naskah lebih tua

Naskah yang memenuhi kriteria sebagaimana teori di atas adalah naskah

yang layak dijadikan sebagai naskah dasar, namun sebelum diadakan

suntingan teks, terlebih dahulu diadakan suatu kritik teks untuk

membersihkan kesalahan-kesalahan yang mengikuti naskah dasar tersebut.

Hal ini dilakukan, agar naskah yang disunting benar-benar terbebas dari

kesalahan, atau setidaknya dapat meminimalkan kesalahan yang ada di

(34)

xxxiv 6. Transliterasi/ Transkripsi Naskah

Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari

abjad yang satu ke abjad yang lain (Bani Sudardi, 2003: 66). Penyajian

bahan transliterasi harus selengkap–lengkapnya dan sebaik–baiknya, agar

mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan mengalihkan

huruf Jawa ke huruf Latin.

Transkripsi adalah gubahan teks dari satu ejaan ke ejaan yang lain. Segala

kesalahan harus dijelaskan oleh filolog, sehingga tidak terdapat lagi

kekeliruan dan salah tafsir. Filolog hendaknya dapat menyajikan bahan

transliterasi atau transkripsi itu selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya,

sehingga mudah dibaca dan dipahami. Di samping itu, juga disajikan

perbedaan-perbedaan kata pada naskah-naskah lain, perbaikan-perbaikan

serta komentar dan penjelasannya; sehingga dapat ditetapkan bagaimana

bunyi teks itu seharusnya.

7. Kritik Teks dan Aparat Kritik

Penyalinan berkali-kali terhadap teks tidak menutup kemungkinan akan

timbulnya berbagai kesalahan dan perubahan. Oleh karena itu, perlu adanya

suatu kajian untuk meluruskan teks tersebut sesuai dengan keadaan teks

asalnya. Kajian yang dimaksud di sini adalah kajian secara filologis. Kajian

filologis menurut Teeuw (1988) bertujuan untuk memulihkan teks asli dan

murni lewat perbandingan naskah yang cermat. Untuk mencapai tujuan itu

dilakukanlah pemurnian teks yang disebut dengan kritik teks. Usaha kritik

(35)

xxxv

dkk. (1994) kata “kritik” teks berasal dari bahasa Yunani krites yang artinya ‘seorang hakim’, krinein berarti menghakimi, kriterion berarti dasar penghakiman. Kritik teks mengandung arti sikap menghakimi dalam

menghadapi sesuatu, sehingga dapat berarti menempatkan sesuatu yang

sewajarnya atau memberikan evaluasi terhadap teks. Jadi mengadakan kritik

teks berarti menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberikan

evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah, lembaran

bacaan yang mengandung kalimat–kalimat atau rangkaian kata–kata tertentu

(Maas, 1972 dalam Darusuprapta1989: 20). Kegiatan kritik teks bertujuan

untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya.

Berdasarkan jumlah naskah yang dikaji, metode kritik teks dibagi menjadi

dua yaitu metode edisi naskah tunggal dan edisi naskah jamak. Dalam

penelitian yang melibatkan dua naskah, maka metode yang digunakan

adalah metode edisi naskah jamak. Metode untuk naskah jamak meliputi

metode intuitif, metode objektif, metode gabungan dan metode landasan.

Penelitian SL ini, memakai metode naskah jamak, yaitu metode landasan. Menurut Siti Baroroh Baried (1985), mengungkapkan bahwa metode

landasan diterapkan apabila menurut tafsirannya ada satu atau segolongan

naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah

sejenis, diperiksa dari sudut bahasa, kesusastraan, sejarah dan lain

sebagainya. Sehingga dapat dinyatakan sebagai naskah yang mengandung

paling banyak bacaan yang baik. Oleh sebab itu, naskah itu dipandang

paling baik sebagai landasan untuk edisi. Sebelum menggunakan metode

(36)

xxxvi

menentukan versi bentuk naskah yang dianggap paling unggul. Hal ini

dilakukan mengingat data yang terdiri dari dua versi bentuk naskah yakni

naskah A berbentuk puisi, sedangkan naskah B berbentuk puisi yang

dipadukan dengan prosa.

Usaha pengelompokan naskah ini meliputi perbandingan urutan pupuh, jumlah bait, kata per kata, dan kelompok kata. Perbandingan ini dilakukan

untuk mengelompokkan dan menentukan naskah yang dianggap autoritatif,

yaitu naskah atau sekelompok naskah yang memiliki keunggulan dibanding

dengan naskah yang lain; seperti kelengkapan isi, bahasa termasuk ejaannya.

Sedangkan varian-varian dari naskah lain dipakai sebagai pelengkap atau

penunjang, dimuat dalam aparat kritik.

Pengertian aparat kritik menurut Darusuprapta (1984) adalah uraian tentang

kelainan bacaan, yaitu bagian yang merupakan suatu pertanggungjawaban

ilmiah dalam penelitian naskah, berisi segala macam kelainan bacaan dalam

semua naskah yang diteliti. Jika peneliti melakukan perubahan,

pengurangan, dan penambahan itu harus disertai pertanggungjawaban

melalui dasar teori yang tepat. Kesemuanya itu dicatat dan ditempatkan pada

aparat kritik. Maksud diadakan aparat kritik supaya pembaca bisa mengecek

bagaimana bacaan naskah, dan bila perlu membuat penafsiran sendiri. Jadi,

aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban secara ilmiah.

8. Sinopsis

Sinopsis adalah ringkasan cerita secara garis besarnya saja yang merupakan

(37)

xxxvii

itu bertujuan agar memudahkan pembaca dalam memahami isi teks yang

terdapat dalam naskah.

D. Pengertian

Langendriyan

Langendriyan adalah penyajian drama tari yang semula dilakukan di pendhapa Istana Mangkunegaran, yaitu drama tari yang menggunakan dialog

dalam bentuk tembang yang berarti ‘nyanyian’. Bentuk yang disajikan adalah

lakon Damarwulan. (buku Bab Langendriya: 1938, Reksapustaka, Mangkunegaran).

Langendriyan adalah dari kata langen dan driya. Langen berarti hiburan, sedangkan driya berarti hati. Jadi, langendriya adalah hiburan hati. (Suranto, BA).

Langendriya juga disebut Mandraswara. (Pigeaud dan R.M.Ng. Partahudaya). Pengertian Langendriyan di kalangan masyarakat luas menurut S.D Humardani yaitu :

1. Semua drama tari yang dialognya vokal.

2. Drama tari yang dialognya vokal dan dengan lakon Damarwulan.

3. Dramatari yang dialognya vokal dengan lakon Damarwulan dan dilakukan oleh wanita.

Langendriyan adalah ciptaan R.M H. Tandakusuma, menantu K.G.P.A.A Mangkunegara IV (1853-1881), pada tahun 1881 di Surakarta. Semula

(38)

xxxviii

lebih menarik. Pertunjukan langendriyan digunakan untuk pahargyan peringatan kelahiran, pahargyan penobatan raja, dan menyambut tamu agung.

Pigeaud menyatakan bahwa semula cerita langendriyan yang ditulis R.M.H Tandakusuma, adalah lakon Damarwulan Ngarit dan Menakjingga Lena. Setelah

langendriyan di bawah kekuasaan Mangkunagara V, R.M.H Tandakusuma menyusun 2 lakon : Damarwulan Ngarit dan Ranggalawe Gugur.

Menurut catatan R.M.Ng. Partahudaya, bahwa Pakem Langendriya oleh R.M.H Tandakusuma ada empat lakon, yaitu : Damarwulan Ngarit, Ranggalawe Gugur, Menakjingga Lena, Pernikahan Damarwulan dengan Ratu Ayu di Majapahit.

E.

Pengertian Etos Kerja

Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan

dalam hidup, maka dalam hal ini etos kerja adalah kesadaran akan diri sendiri

yang menjadi sumber daya moral untuk terus berusaha hingga tercapainya

eksistensi diri sendiri. Etos kerja yang tinggi biasanya muncul karena berbagai

tantangan-tantangan, harapan-harapan, dan kemungkinan-kemungkinan yang

menarik. Etos kerja suatu masyarakat merupakan suatu sikap yang dikehendaki

dengan bebas yang tumbuh dari suatu kesadaran untuk selalu bekerja dengan

tekun. Perilaku yang mencerminkan etos kerja adalah efisiensi, kerajinan,

ketrampilan, sikap tekun, tepat waktu, kesederhanaan, kejujuran, sikap mengakui

rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, kesediaan untuk berubah,

kegesitan dalam menggunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, sikap

(39)

xxxix

mau bekerja sama, dan kesediaan mau memandang jauh ke masa depan. (Tjoek

Suwarso: 1995)

Etos kerja pada dasarnya suatu pengertian tentang makna kerja, apakah kerja

itu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang perlu dilakukan untuk hidup, ataukah

mengandung tujuan luhur dan muatan nilai sosial. Sehingga dapat dikatakan etos

kerja adalah sikap kehendak tentang pekerjaan yaitu suatu sikap yang diambil

(40)

xl

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian terhadap naskah SL adalah bentuk penelitian filologi yang

obyek kajiannya mendasarkan pada manuskrip (naskah tulisan tangan). Penelitian

ini bersifat deskriptif kualitatif, artinya melalui pendekatan kualitatif yang bersifat

deskriptif, yang berarti semata-mata menggambarkan, melukiskan, menuliskan,

melaporkan obyek penelitian pada saat ini berdasarkan data yang ditemukan atau

sebagaimana adanya.

Penelitian ini menggunakan teknik komparatif atau perbandingan naskah,

untuk mendapatkan naskah yang sedapat mungkin mendekati aslinya sesuai

dengan tujuan penelitian filologi tradisional. Sedangkan jenis penelitian yang

digunakan adalah jenis penelitian pustaka (Library Research). Penelitian pustaka ini diharapkan dapat mengumpulkan data-data, informasi dengan bantuan

buku-buku, majalah, naskah-naskah cetakan, dokemen-dokumen, yang terdapat di

perpustakaan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.

B. Lokasi Pencarian Data

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari katalog naskah mengenai

keberadaan naskah SL, diperoleh informasi tentang keberadaan naskah yang menjadi sasaran penelitian tersebut yaitu di wilayah Surakarta dan Yogyakarta.

(41)

xli

perpustakaan Sasana Budaya Yogyakarta. Namun, setelah dilakukan observasi langsung, naskah SL hanya terdapat di wilayah Surakarta yaitu perpustakaan

Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta.

C. Sumber Data dan Data Penelitian

1. Sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Serat Langendriya koleksi Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor D. 166

2. Data dalam penelitian ini adalah:

a. Teks Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit dalam Serat Langendriya koleksi Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor D. 166.

b. Teks Serat Lampahan Damarwulan Ngarit koleksi Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta dengan nomor G. 162.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber data yang berupa

buku-buku, makalah, artikel dan sumber informasi penunjang lainnya yang dapat

membantu memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian naskah

tentang SL.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data ini, menggunakan atau mengacu pada

langkah awal dari cara kerja penelitian filologi seperti yang dikemukakan oleh

(42)

xlii

mengumpulkan data. Dalam usaha pengumpulan data ini, informasi yang

digunakan bersumber pada katalog-katalog yang ada.

Langkah pertama yang dilakukan adalah membaca buku katalog. Dari

informasi yang didapat dari katalog tersebut kemudian dicatat judul naskah yang

sama, mencatat nomor katalog (nomor koleksi naskah), tempat penyimpanan

naskah dan mencatat informasi lain yang ada kaitannya dengan naskah tersebut

yang dianggap penting. Setelah itu melacak data, mencocokan pada tempat–

tempat yang menyimpan naskah sesuai dengan informasi yang terdapat pada

katalog tadi. Adapun katalog-katalog tersebut adalah sebagai berikut:

1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Soetanto, 1983) 2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java a Preliminary

Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida, 1994)

3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I dan II Museum Sana Budaya Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990)

4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-B (Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998)

5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994)

6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta 7. Katalog Lokal Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta

8. Katalog Lokal Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta

(43)

xliii

Setelah memperoleh informasi dari katalog, langkah selanjutnya adalah

mengecek ke tempat penyimpanan naskah tersebut. Kemudian melakukan

observasi atau pengamatan, deskripsi naskah dan selanjutnya dalam

mengumpulkan data digunakan teknik transliterasi dan fotografi. Hal ini bertujuan

untuk memperoleh gambaran wujud asli naskah.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan suatu upaya pengolahan data dan menempatkan

data sesuai dengan cara kerja penelitian filologi. Dalam penelitian filologi yang

dimaksud dengan analisis data yaitu meliputi tiga teknik, yaitu analisis deskriptif,

analisis komparatif dan analisis interpretasi.

Analisis deskriptif yaitu naskah diungkapkan apa adanya secara

keseluruhan, meliputi judul bendel naskah, judul naskah, nomor naskah, tempat

penyimpanan naskah, identitas pengarang/ penyalin, manggala/ kolofon, ukuran naskah, ukuran teks, tebal naskah/ jumlah halaman, jumlah baris tiap halaman,

cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, huruf, aksara, tulisan,

keadaan naskah, umur naskah, ikhtisar teks/ cerita, dan catatan lain.

Pendeskripsian itu dilakukan untuk memudahkan di dalam perbandingan naskah.

Berdasarkan deskripsi naskah-naskah SL, dibuat tabel mengenai jenis dan jumlah

pupuh, serta jumlah bait yang terdapat di dalam setiap naskah. Tabel-tabel tersebut bermanfaat untuk mempermudah pemahaman di dalam menentukan

naskah mana yang akan dijadikan sebagai landasan atau naskah dasar. Selanjutnya

dibuat tabel mengenai perbandingan kata per kata dan kelompok kata. Pembuatan

(44)

xliv

perbandingan naskah, terutama perbandingan untuk menentukan naskah yang

autoritatif atau naskah yang dianggap sebagai naskah landasan.

Analisis komparatif digunakan berkenaan dengan data naskah yang jamak,

sehingga diperlukan untuk membandingkan bagian naskah yang satu dengan

naskah yang lain guna mendapatkan naskah yang paling mendekati aslinya.

Penelitian terhadap SL ini, dilakukan dengan mengelompokkan naskah dan menggunakan metode landasan dengan membandingkan isi masing-masing

naskah, jenis pupuh, urutan dan jumlah bait setiap pupuh, serta bacaan naskah. Perbandingan ini dilakukan untuk mengelompokkan naskah yang dianggap

autoritatif, yaitu naskah atau sekelompok naskah yang memiliki

keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan naskah yang lain; seperti kelengkapan isi,

bahasa termasuk ejaannya, yang akan digunakan sebagai dasar suntingan teks.

Penentuan naskah dasar ini menggunakan metode landasan. Sedangkan

varian-varian dari naskah lain dipakai sebagai pelengkap atau penunjang, dimuat dalam

aparat kritik.

Analisis interpretasi digunakan untuk menginterpretasikan isi naskah

melalui berbagai sudut pandang dengan suatu kondisi misalnya makna dibalik

(45)

xlv

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Kajian Filologis

Kajian filologis memiliki tujuan menggambarkan, melukiskan, menuliskan,

melaporkan obyek penelitian pada saat ini, berdasarkan data yang ditemukan atau sebagaimana adanya. Kajian ini terdiri atas: deskripsi naskah, perbandingan

naskah (meliputi: perbandingan urutan pupuh dan jumlah bait tiap pupuh) serta perbandingan isi naskah (meliputi: perbandingan kata per kata dan kelompok

kata), penentuan naskah dasar, kritik teks, transliterasi naskah dan aparat kritik,

serta sinopsis cerita.

Keenam bagian tersebut selengkapnya akan diuraikan sebagaimana berikut

ini:

1. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah adalah gambaran secara ringkas dan terperinci mengenai

wujud fisik naskah maupun isi naskah dengan tujuan untuk mempermudah

pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Deskripsi naskah dalam

penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit secara ringkas atau padat, lengkap dan jelas. Deskripsi naskah dapat membantu dalam memilih naskah yang paling baik

untuk ditransliterasikan dan naskah yang digunakan untuk perbandingan.

Deskripsi naskah yang akan dilakukan berpedoman pada pendapat yang

(46)

xlvi

Hal-hal yang diungkapkan dalam deskripsi naskah antara lain menyangkut

informasi atau data mengenai : (1) judul bendel naskah; (2) judul naskah; (3)

nomor naskah; (4) tempat penyimpanan naskah; (5) identitas pengarang/ penyalin;

(6) kolofon; (7) ukuran naskah; (8) ukuran teks; (9) tebal naskah/ jumlah halaman;

(10) jumlah baris pada setiap halaman; (11) cara penulisan; (12) bahan naskah;

(13) bahasa naskah; (14) bentuk teks; (15) huruf, aksara, tulisan; (16) keadaan

naskah; (17) umur naskah; (18) ikhtisar teks/ cerita; dan (19) catatan lain. Berikut

deskripsi lengkap naskah SL:

a. Naskah D. 166 1. Judul bendel naskah

Serat Langendriya

Judul bendel tersebut terdapat pada halaman 1 teks naskah, yaitu: Ing ngandhap punika, purwakaning Serat Langendriya, mawi kasukanan sandi asmanipun ingkang nganggit. Sedangkan pada cover berjudul Pakem Mandraswara, yaitu: Pakem Mandraswara, Lampahan Damarwulan Ngarit, macapat.

2. Judul Naskah

Serat LangendriyaEpisode Damarwulan Ngarit

Judul ini dapat diketahui dari isi cerita. Seperti yang terdapat pada teks

naskah D. 166 halaman 7-8, yaitu:

èh Damarwulan kulup ...

sun marèni gonmu dadi kêmit kori sun lih dadi tunggonipun

(47)

xlvii

angarita sukêt sampène binukti marang jaran rolas mau

Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa judul naskah pada halaman

2-13 adalah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit.

3. Nomor Naskah

D.166

Tercantum di dalam Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscript and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Nicolaus Girardet : 1983)

4. Tempat penyimpanan naskah

Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta

5. Identitas Pengarang/ Penyalin

Raden Mas Harya Tandhakusuma

Menurut bunyi teks naskah SL pada halaman 1 bait 1 yang merupakan

sandiasma dari pengarangnya. Dapat dilihat dari suku kata awal sampai ke bawah, yaitu:

rading candra angèsthi dumadi

dènira mrih sarkara ginita

masang lêlangên sêdyane

hardaning tyas kayungyun

yayah kadya nggayuh wiyati

tontonên kandhanira

dhadharing para gung

kumaraning nungswa Jawa

sumawana winahyu wahyèng pamardi

maladi kata dibya

6. Kolofon

Naskah ini ditulis pada tahun 1811 Jawa atau tahun 1881 M. Sebagaimana

(48)

xlviii …

rading candra angèsthi dumadi 1 1 8 1

merupakan sengkalan yang berarti tahun 1811 AJ (1881 M)

7. Ukuran naskah

17 cm x 21 cm

8. Ukuran teks

14 cm x 19 cm

· Margin atas : 1,5 cm

· Margin bawah : 0,5 cm

· Margin kiri : 2 cm

· Margin kanan : 1 cm

9. Tebal Naskah/ jumlah halaman

· Jumlah halaman Serat Langendriya: 21 halaman · Untuk episode Damarwulan Ngarit: 12 halaman 10. Jumlah baris pada setiap halaman

24 baris

11. Cara Penulisan

Penempatan tulisan pada lembaran naskah, teks ditulis sejajar dengan lebar

lembaran naskah.

Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulis secara berdampingan lurus ke

samping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya.

Nomor halaman naskah ditulis di bagian atas-tengah lembaran,

(49)

xlix 12. Bahan naskah

Kertas folio tidak bergaris

Kualitas kertas, tebal, masih baik tetapi agak rapuh, mudah patah/ patah

kalau ditekuk.

Warna kertas, coklat kekuningan.

13. Bahasa naskah

Bahasa Jawa dengan menggunakan ragam ngoko dan krama.

Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah dapat dipahami

masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah.

14. Bentuk teks

Berbentuk puisi (tembang macapat). 15. Huruf, aksara, tulisan

Jawa carik, dengan ukuran font sedang.

Bentuk huruf, ngetumbar.

Keadaan tulisan, jelas dan mudah dibaca.

Jarak antarhuruf, agak renggang.

Warna tinta, hitam, sudah agak kecoklat-coklatan.

16. Keadaan Naskah

Keadaan naskah secara fisik baik dan utuh/ lengkap, tidak ada

lembaran-lembaran naskah yang hilang. Tetapi di bagian tepi naskah banyak yang

sobek.

17. Umur naskah

(50)

l 18. Ikhtisar Teks / Cerita

Cerita yang dimulai dengan percakapan antara Ratu Ayu dari Majapahit

dengan Patih Logender tentang situasi kerajaan. Maka Patih Logender

menerangkan bahwa semua baik-baik saja, tetapi ada satu adipati yang

membangkang yaitu Adipati Menakjingga dari Blambangan. Kemudian,

cerita mengenai pengabdian Damarwulan kepada Patih Logender ketika

menjadi perawat kuda. Pernikahan Damarwulan dengan Dewi Anjasmara

(putri Patih Logender).

19. Catatan Lain

Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit ini berada pada bendel

Serat Langendriya, yang isinya terdiri dari 2 episode, yaitu: a. Episode Damarwulan Ngarit (hal. 2-13)

b. Episode Ranggalawe Gugur (hal. 13-21)

b. Naskah G. 162 1. Judul bendel naskah

Serat Lampahan Damarwulan Ngarit

Tetapi setelah dibaca isi teksnya, ternyata sama dengan naskah D. 166 dan

sama-sama terdapat 2 episode cerita, yaitu Damarwulan Ngarit dan

Ranggalawe Gugur. Setelah dibandingkan dengan naskah D. 166, judul bendel naskah G. 162 bukan Serat Lampahan Damarwulan Ngarit, tetapi

Serat Langendriya. 2. Judul Naskah

(51)

li

Judul ini dapat diketahui dari cover naskah dan perbandingan isi cerita dari

naskah D. 166. Pada cover naskah, judul ditulis dengan pensil, yaitu: Serat Lampahan Damarwulan Ngarit. Isi ceritanya sama dengan naskah D. 166, sehingga judulnya juga pasti sama.

3. Nomor Naskah

G. 162

Tercantum di dalam katalog lokal Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta.

4. Tempat penyimpanan naskah

Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta

5. Identitas Pengarang/ Penyalin

Anonim

6. Kolofon

Tidak tercantum tanggal penulisan naskah.

7. Ukuran naskah

16,5 cm x 21 cm

8. Ukuran teks

15,5 cm x 18,5 cm

· Margin atas : 2 cm

· Margin bawah : 0,5 cm

· Margin kiri : 0,5 cm

· Margin kanan : 0,5 cm

9. Tebal Naskah/ jumlah halaman

(52)

lii

· Untuk episode Damarwulan Ngarit: 31 halaman 10. Jumlah baris pada setiap halaman

24 baris, tetapi pada halaman 2 hanya terdiri 18 baris

11. Cara Penulisan

Penempatan tulisan pada lembaran naskah, teks ditulis sejajar dengan lebar

lembaran naskah.

Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulis secara berdampingan lurus ke

samping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya.

Nomor halaman naskah ditulis di bagian atas-tengah lembaran,

menggunakan angka arab, urut dari halaman 1-66. Untuk Episode Damarwulan Ngarit berada di halaman 1-31.

12. Bahan naskah

Kertas folio bergaris

Kualitas kertas, tebal, masih baik.

Warna kertas, putih kecoklatan.

13. Bahasa naskah

Bahasa Jawa dengan menggunakan ragam ngoko dan krama.

Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah dapat dipahami

masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah.

14. Bentuk teks

Teks berbentuk puisi (tembang macapat) yang dipadukan dengan prosa.

15. Huruf, aksara, tulisan

Jawa carik

(53)

liii

Keadaan tulisan, kurang jelas dan agak sukar dibaca.

Jarak antarhuruf, agak rapat

Warna tinta, biru. Agak tebal. Tetapi banyak yang jemblok, karena terkena

air.

16. Keadaan Naskah

Keadaan naskah secara fisik baik dan utuh/ lengkap, tidak ada

lembaran-lembaran naskah yang hilang.

17. Umur naskah

Tidak diketahui.

18. Ikhtisar Teks / Cerita

Cerita yang dimulai dengan percakapan antara Ratu Ayu dari Majapahit

dengan Patih Logender tentang situasi kerajaan. Maka Patih Logender

menerangkan bahwa semua baik-baik saja, tetapi ada satu adipati yang

membangkang yaitu Adipati Menakjingga dari Blambangan. Kemudian,

cerita mengenai pengabdian Damarwulan kepada Patih Logender sebagai

perawat kuda. Pernikahan Damarwulan dengan Dewi Anjasmara (putri Patih

Logender).

2. Perbandingan Naskah

Setelah dilakukan deskripsi naskah untuk memberikan gambaran mengenai

perbedaan dan persamaan secara fisik naskah yang diteliti, langkah selanjutnya

adalah proses penentuan naskah dasar. Proses penentuan naskah dasar ini diawali

dengan tahap perbandingan naskah. Perbandingan naskah ini mengacu pada

(54)

liv

yang sama merupakan naskah yang seversi. Usaha ini dilakukan karena dalam

penelitian ini ditemukan dua naskah yang memiliki isi cerita yang sama, namun

berbeda dalam bentuk naskahnya. Naskah A berbentuk puisi (tembang macapat)

dan naskah B berbentuk puisi (tembang macapat) yang dipadukan dengan prosa.

Perbandingan isi ini diikuti dan ditunjang oleh perbandingan urutan pupuh,

jumlah bait tiap pupuh, perbandingan kata per kata dan kelompok kata.

Secara garis besar, perbandingan yang disebutkan di atas untuk menentukan

naskah yang autoritatif, sehingga layak dijadikan dasar suntingan.

a. Perbandingan urutan pupuh dan jumlah bait setiap pupuh

Naskah A dan B terdapat perbedaan jumlah bait yaitu pada pupuh ke 4 tembang Gambuh, naskah A berjumlah 1 bait sedangkan naskah B berjumlah 2 bait, dan pada pupuh ke 17 tembang Mijil, naskah A berjumlah 5 bait sedangkan naskah B berjumlah 6 bait. Untuk lebih jelasnya dan untuk mempermudah

mengetahui perbedaan tersebut, maka dibuatkan tabel perbandingan mengenai

perbedaan urutan pupuh serta banyaknya bait dalam naskah SL. Tabel perbedaan itu adalah sebagai berikut:

Tabel 4. 1. Perbandingan Urutan Pupuh dan Banyaknya Bait

Jumlah Bait

No Urutan Pupuh

Naskah A Naskah B

1 Dhandhanggula 3 3

2 Kinanthi 3 3

3 Sinom 4 4

(55)

lv

5 Pangkur 6 6

6 Mijil 2 2

7 Durma 3 3

8 Sinom 4 4

9 Pangkur 10 10

10 Kinanthi 6 6

11 Durma 5 5

12 Gambuh 6 6

13 Pocung 6 6

14 Asmaradana 6 6

15 Sinom 4 4

16 Megatruh 7 7

17 Mijil 5 6

18 Durma 3 3

19 Pangkur 4 4

20 Durma 6 5

Dari tabel di atas tampak secara jelas bahwa jumlah bait tiap pupuh dari kedua naskah ada yang berbeda. Perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan

urutan bait-bait pada kedua naskah tersebut. Berikut ditampilkan perbandingan

urutan bait pada kedua naskah dan kutipan teks dari naskah B pupuh ke 4 bait ke 2

Gambar

Tabel 1. 1. Perbandingan urutan pupuh dan banyaknya bait.
Tabel 4. 1. Perbandingan Urutan Pupuh dan Banyaknya Bait
Tabel 4. 2. Perbandingan Urutan Bait
Tabel 4.3. Perbandingan Kata

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menyajikan suntingan teks SP yang sahih menurut kajian filologis.. Sedangkan tujuan penelitian adalah menyajikan suntingan teks SP

Tujuan penelitian ini yaitu menjelaskan suntingan teks Serat Primbon yang sahih (menjaga kemurnian teks) yang dapat dipertanggung jawabkan secara filologis.. Pendekatan yang

cara kerja filologi kawiwitan saking deskripsi naskah, kritik teks, aparat kritik, transliterasi , suntingan teks Ngalamating Supêna wontên ing panalitèn

Dengan demikian satu naskah dapat dinyatakan sebagai naskah yang mengandung paling banyak bacaan yang baik, dan dijadikan landasan induk teks untuk edisi, varian-varian

Langkah kerja berikutnya setelah mendapatkan naskah yang bersih dari kesalahan atau yang dianggap paling mendekati aslinya adalah dilakukan analisis isi teks berdasarkan

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimana suntingan teks naskah dengan judul Bab Dodotan yang bersih dari kesalahan sesuai cara kerja

Suntingan teks dalam penelitian ini merupakan teks Babad Pasanggrahan Dalêm Madusita yang bersih dari kesalahan (2) Babad Pasanggrahan Dalêm Madusita merupakan

Tujuan penelitian ini adalah (1) menyajikan suntingan teks Pratelan Bêksa Wirèng Lawung yang bersih dari kesalahan setelah melalui cara kerja filologi, dan (2)