• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL DUAL – CODING DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL DUAL – CODING DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur)."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi sebagian dari syarat memperoleh Gelar Magister Pendidikan Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh

SANTI KURNIAWATI NIM: 1204758

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur)

Oleh Santi Kurniawati

S.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia, 2005

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Santi Kurniawati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Santi Kurniawati, NIM: 1204758. Judul tesis “PENERAPAN MODEL DUAL – CODING DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande

Kabupaten Cianjur)” Dibimbing oleh, Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. sebagai pembimbing I dan Prof. Helius Sjamsuddin, M.A., P.hD. sebagai pembimbing II.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa selama ini pembelajaran IPS belum mempertimbangkan cara pemrosesan informasi di dalam otak dengan memisahkan antara saluran verbal dengan saluran visual, yang berakibat kepada rendahnya hasil belajar siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah kelas VII-G, terdiri dari dua puluh satu orang siswa laki-laki dan tujuh belas orang siswa perempuan, serta seorang guru mata pelajaran IPS sebagai guru mitra. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, catatan lapangan, tes hasil belajar, angket, wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan. Penelitian menggunakan Dual-coding Theory yang dioperasionalkan oleh Meyer dan Anderson. Tindakan dilaksanakan selama dua siklus, siklus I terdiri dari dua pertemuan dan siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata hasil belajar siswa sebelum pelaksanaan tindakan masih rendah, hanya tiga orang siswa yang nilainya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Setelah pelaksanaan tindakan siklus I, rata-rata hasil belajar naik, namun hanya lima belas siswa yang nilainya mencapai atau melebihi KKM dan setelah pelaksanaan siklus II nilai hasil belajar siswa meningkat dan tiga puluh lima siswa mencapai atau melebihi nilai KKM. Bagi guru, hasil dari penelitian ini adalah meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional. Sedangkan bagi siswa adalah memberi pengalaman belajar baru untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan bantuan gambar. Kendala yang dihadapi selama pelaksanaan tindakan adalah guru belum memahami prinsip-prinsip Dual-Coding Theory dan siswa yang pasif. Cara mengatasi kendala adalah melakukan diskusi intensif dengan Guru Mitra dalam

refleksi dan menggunakan metode “Roda Berantai”.

(5)

ABSTRACT

Santi Kurniawati, NIM: 1204758. Thesis title "APPLICATION OF DUAL - CODING MODEL OF LEARNING TO IMPROVE STUDENT’ SOCIAL STUDIES LEARNING OUTCOMES (Classroom Action Research in SMP Negeri 3 Mande Cianjur)" Supervised by Prof.. Dr.. H. Dadang Supardan, M.Pd. as a supervisor I and Prof. Helius Sjamsuddin, M.A., P.hD. as supervisor II.

This research came by the fact that during this learning social studies have not considered how the information processing in the brain by separating the verbal channel with visual channels, which resulted in a lack of student learning outcomes. The method used in this study is action research. Subjects were class VII-G, consisting of twenty-one boys and seventeen girls, as well as a social studies teacher as teacher partner. The instruments used are observation, field notes, achievement test, questionnaire, interview and documentation. Data analysis using data reduction, exposure data and drawing conclusions. Research using the Dual-coding Theory which is operated by Meyer and Anderson. Actions carried out during two cycles, the first cycle consisted of two meetings and the second cycle consists of three meetings. The results showed that the average student learning outcomes prior to implementation of the action is still low, only three students were valued at a minimum completeness criteria. After the implementation of cycle I, the average result of learning gained, but only fifteen students whose value reaches or exceeds the KKM and after the implementation of the second cycle increases the value of student learning outcomes and thirty-five students reach or exceed the KKM. For teachers, the results of this research is to improve the pedagogical and professional competence. As for the students is to provide a new learning experience to build their own knowledge with the help of images. Obstacles encountered during the implementation of the action is not teachers understand the principles of Dual-Coding Theory and the students are passive. How to overcome obstacles is to conduct intensive discussions with the Teachers Partners in reflection and using the "Wheel Chain".

(6)

DAFTAR ISI

2.a Prinsip-prinsip Belajar Bruner ………. 19

2.b Teori Konstruktivistik Piaget .……….. 23

2.c Teori Kultural-Historis Vygotsky ……… 25

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar………..………. 28

C. Penerapan Model Dual Coding dalam Pembelajaran IPS…….. 32

1. Teori Pemrosesan Informasi……… 36

2. Inti Dual CodingTheory ………... 33

3. Langkah-langkah Aplikasi Model Dual Coding..…………… 41

D. Pembelajaran IPS……….... 45

E. Model Dual Coding dalam Pembelajaran IPS……… 50

F. Hasil Belajar……….... 53

(7)

D. Teknik Pengumpulan Data………..………. 74

2. Pelaksanaan Penerapan Dual Coding Theory dalam Pembelajaran IPS ……….……….. 102

a. Siklus I ……… 102

1) Tahap Perencanaan………. 102

2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi……….. 103

3) Analisis dan Refleksi Pembelajaran ……….. 110

b. Siklus II……… 112

1) Tahap Perencanaan………. 112

2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi……….. 113

3) Analisis dan Refleksi Pembelajaran ……….. 122

3. Hasil Belajar Melalui Penerapan Dual Coding Theory…….. 123

4. Kendala yang Dihadapi dan Alternatif Penyelesaiannya….. 130

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……….. 134

B. Rekomendasi……… 136

(8)

DAFTAR TABEL

2.1 Tahapan Penggunaan Lambang dalam Memori dan Atensi ... 27

2.2. Prinsip-Prinsip Dual Coding dengan Pembelajaran yang Menggunakan Multimedia ... 41

2.3. Dimensi IPS Dalam Kehidupan Manusia ... 49

3.1. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 72

3.2. Matriks jadwal penelitian ... 73

3.3. Data Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

4.1. Keadaan Tenaga Edukatif dan Non Edukatif SMPN 3 Mande Tahun Pelajaran 2013/2014 ... 89

4.2. Profil Guru Mitra ... 92

4.3. Komposisi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 93

4.4. Lembar Observasi Penerapan Dual-Coding Theory Dalam Pembelajaran IPS Siklus I ... 109

4.5. Lembar Observasi Penerapan Dual-Coding Theory dalam Pembelajaran IPS Siklus II ... 120

4.6. Nilai Hasil Belajar Siklus I ... 123

4.7. Nilai Hasil Belajar Siklus II ... 125

(9)

DAFTAR BAGAN

2.1 Jenis Strategi Pembelajaran Kognitif ... 22

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar ... 28

2.3 Skema pemrosesan informasi dalam otak manusia ... 36

2.4 Model Umum Teori Dual Coding ... 37

2.5 Langkah-langkah dual coding dalam Pembelajaran dengan Multimedia ... 43

3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas dari Ebbut ... 66

3.2. Alur siklus pelaksanaan penelitian ... 67

3.3 Alur observasi kelas... 75

3.4 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ... 81

4.1 Denah SMPN 3 Mande ... 87

(10)

DAFTAR GAMBAR

4.1 Foto Proses sosialisasi penerapan Dual Coding Theory dalam

pembelajaran IPS oleh observer kepada Guru Mitra ... 95

4.2 Contoh gambar dalam tayangan slide power point siklus I pertemuan 1 ... 104

4.3 Foto Kegiatan siswa pada Siklus I pertemuan 1 ... 106

4.4 Foto Kegiatan Pembelajaran Siklus II, pertemuan ke-2 ... 116

4.5 Foto Kegiatan Pembelajaran Siswa pada Siklus II ... 118

(11)
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai

komponen, bersifat timbal balik, dan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pada dasarnya baik tidaknya pembelajaran yang berlangsung sangat

menentukan pemahaman siswa terhadap konsep materi yang diajarkan.

Pembelajaran yang tidak efektif akan mempengaruhi terhadap pemahaman

siswa. Salah satu upaya pembaharuan dalam pembelajaran di bidang

pendidikan adalah pembaharuan metode mengajar. Metode mengajar dapat

dikatakan relevan jika mampu mengantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran

pada umumnya dan tujuan ilmu pengetahuan sosial pada khususnya. Wena

(2009:2) menyatakan: “… guru sebagai komponen penting dari tenaga

kependidikan, memiliki tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran”.

Perkembangan dunia pendidikan di jaman modern ini menuntut proses

pendidikan yang manusiawi, yaitu sebuah pendidikan yang konsen pada

perkembangan berbagai dimensi kecerdasan peserta didik dengan konsep

pembelajaran yang menyenangkan (Silberman, 1996). Jadi dalam hal ini, hakekat

pendidikan bukan sekedar memindahkan ilmu pengetahuan dari guru kepada

siswa, akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah keterlibatan mental dan

tindakan itu sendiri. Oleh karena itu peran siswa dalam pembelajaran sudah

seharusnya lebih dikedepankan. Sedangkan guru sebagai fasilitator harus bisa

menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga dapat mendukung

proses pembelajaran.

Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam

memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun

(13)

kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan

pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang

lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Tujuan pendidikan IPS secara umum adalah menjadikan peserta didik

sebagai warga negara yang baik, dengan berbagai karakter yang berdimensi

spiritual, personal, sosial, dan intelektual. Pendidikan IPS menurut NCCS

mempunyai tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and information), nilai

dan tingkah laku (attitude and values), dan tujuan ketrampilan (skill): sosial,

bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan keterampilan intelektual (Jarolimek,

1986:58). Menurut materinya, ruang lingkup materi IPS adalah : 1) Merupakan

perpaduan atau integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. 2)

Terkait dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan dan kebangsaan, seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan dunia

global. 3) Jenis materi IPS dapat berupa fakta, konsep dan generalisasi, terkait

juga dengan aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan nilai-nilai spiritual.

Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar

dan Menengah mengutarakan bahwa mata pelajaran IPS di SMP secara rinci

memiliki 4 tujuan, yaitu: a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan

kehidupan masyarakat dan lingkungannya; b) memiliki kemampuan dasar untuk

berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan

keterampilan dalam kehidupan sosial; c) memiliki komitmen dan kesadaran

terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; d) memiliki kemampuan

berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk,

di tingkat lokal, nasional dan global. Keempat tujuan tersebut pada dasarnya untuk

membentuk dan mengembangkan tiga kecakapan peserta didik, yaitu kecakapan

akademik, kecakapan personal dan kecakapan sosial. Kecakapan akademik

dijabarkan lebih rinci dalam tujuan pertama: mengenal konsep – konsep yang

berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kecakapan personal

(14)

untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan

keterampilan dalam kehidupan sosial serta memiliki komitmen dan kesadaran

terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Sedangkan kecakapan sosial

diuraikan lebih rinci dalam tujuan yang keempat, yaitu siswa diharapkan memiliki

kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat

yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.

Bloom dalam Popham (2011 : 35) membedakan tujuan pembelajaran

dalam tiga kategori. Walaupun sebenarnya dalam proses pembelajaran tiga

kategori tersebut muncul dalam perilaku siswa ketika harus mengerjakan tugas

dalam proses pembelajarannya. Misalnya ketika siswa harus mengerjakan ujian

esai dalam pelajaran IPS, siswa mungkin menggunakan pensil untuk menulis

esainya. Dalam hal ini, maka ranah psikomotor siswa sedang bekerja. Kemudian

siswa merasa percaya diri dengan esai yang dikerjakannya, maka ranah afektif

siswa sedang berperan dalm proses tersebut. Namun ranah terpenting yang

ditampilkan adalah ranah kognitif. Karena keterampilan kognitif merupakan hasil

dari proses intelektual tentang bagaimana menyelesaikan soal tes. Pengaturan

kecerdasan atau intelektualitas siswa untuk merespon atau menjawab pertanyaan

merupakan suatu hal yang benar-benar diperhitungkan dalam sebuah essai.

Intinya, keterampilan kognitif menjadi dasar dari berbagai keterampilan yang

diharapkan dapat dimiliki siswa. Meskipun keberhasilan pendidikan tidak

tertumpu hanya dari ranah kognitif saja. Akan tetapi ranah kognitif adalah ranah

yang paling jelas muncul dan dapat diases dengan perangkat tes yang ada.

Banyak kritik terhadap proses pembelajaran yang dianggap gagal yang

tercermin dari hasil belajar siswa yang rendah. Namun jarang yang mengkritisi

pembelajaran dari sisi bagaimana pengetahuan diproses dalam otak manusia.

Dengan kata lain yang selama ini dikritisi adalah perangkat keras pendidikan,

berupa kurikulum, model, metode maupun media pembelajaran. Sedangkan

perangkat lunaknya, yaitu otak siswa jarang mendapat perhatian. Padahal jika

(15)

mengoptimalkan kinerja otak dalam menerima dan mengolah informasi

(pengetahuan) untuk kemudian diaplikasikan dalam berbagai bentuk

keterampilan.

Dalam konteks program pembelajaran, tanpa mengurangi arti penting serta

tanpa mengesampingkan faktor-faktor yang lain, faktor kualitas pembelajaran

merupakan faktor yang sangat berperan dalam meningkatkan hasil pembelajaran

yang pada akhirnya akan berujung pada meningkatnya kualitas pendidikan, karena

muara dari berbagai program pendidikan adalah pada terlaksananya program

pembelajaran yang berkualitas. Menurut Clark (1981:12) dalam Widoyoko,

(2010:6): “…hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan

siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan”. Sedangkan salah satu lingkungan

belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah adalah

kualitas pembelajaran. Kemampuan siswa disini termasuk diantaranya bagaimana

siswa mengolah informasi berupa materi pelajaran.

Kualitas pembelajaran mempunyai andil yang sangat besar dalam keberhasilan belajar siswa. Hasil penelitian Senduperdana (2007:31),

memperlihatkan bahwa kualitas pembelajaran mempunyai hubungan positif dan

signifikan dengan hasil belajar mahasiswa. 21 % variasi hasil belajar mahasiswa

dapat diprediksi dari kualitas pembelajarannya. Guna meningkatkan kualitas

pembelajaran dapat dilihat dari indikator-indikator kualitas pembelajaran. Ada 10

kategori kelompok indikator kualitas pembelajaran, yaitu: 1) lingkungan fisik

mampu menumbuhkan semangat siswa untuk belajar; 2) iklim kelas kondusif

untuk belajar; 3) guru menyampaikan pelajaran dengan jelas dan semua siswa

mempunyai harapan untuk berhasil; 4) guru menyampaikan pelajaran secara

koheren dan terfokus; 5) wacana yang penuh pemikiran; 6) pembelajaran bersifat

riil (autentik dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan siswa; 7) ada

penilaian diagnostik yang dilakukan secara periodik; 8) membaca dan menulis

sebagai kegiatan yang esensial dalam pembelajaran; 9) menggunakan penalaran

(16)

efektif. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu dasar

peningkatan pendidikan secara keseluruhan

Kesulitan umum yang dihadapi siswa dalam mempelajari mata pelajaran

IPS antara lain (1) kurangnya minat siswa pada pelajaran IPS yang beranggapan

bahwa IPS merupakan pelajaran menghafal, (2) pelajaran yang abstrak sehingga

sulit dipahami oleh siswa (3) kurangnya pemahaman siswa tentang konsep-konsep

dasar dalam materi, (4) pembelajaran yang terlalu sering menggunakan media

cetak, (5) pembelajaran yang hanya berpusat pada guru. Untuk mengatasi masalah

itu, maka kualitas dari pengajaran harus ditingkatkan serta didukung oleh

faktor-faktor lainnya.

Mengapa seseorang dapat membaca atau mendengarkan setiap kata dari

sebuah penjelasan ilmiah, termasuk penjelasan tentang hubungan sebab-akibat,

tetapi tidak dapat menggunakan informasi tersebut untuk memecahkan masalah?

Menurut Pranata (2004): “…menyajikan penjelasan verbal mengenai bagaimana

sesuatu sistem bekerja tidak menjamin seseorang dapat memahami penjelasan

tersebut.” Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari banyak siswa kesulitan

menyerap pelajaran di kelas. Namun siswa dapat menyerap dengan cepat

informasi yang mereka dapat dari televisi. Sehingga banyak dikeluhkan oleh para

orangtua pengaruh televisi yang demikian besar dalam kehidupan anak-anak

mereka. Padahal idealnya, pengaruh itu harusnya adalah hasil dari proses

pembelajaran mereka di sekolah. Penelitian juga telah menemukan bukti bahwa

cara yang efektif untuk membantu agar informasi ilmiah dapat lebih mudah

dipahami ialah melalui penjelasan informasi secara multimodal. Artinya

pesan pembelajaran dikemas dengan sedemikian rupa melalui beragam saluran

yaitu visual, audio maupun keduanya secara simultan.

Kenyataan bahwa pendidikan memberikan porsi terhadap proses proses

pengetahuan verbal dimaksudkan untuk memancing siswa agar dapat belajar

menggunakan cara visual dalam merepresentasikan sebuah informasi.

(17)

meningkatkan aktivitas otak (Marzano, 1998). Pada saat siswa berusaha

menyampaikan sesuatu yang mereka ketahui dalam sebuah bagan visualisasi,

mereka (sebenarnya) dipaksa untuk menggambarkan dua proses, apa yang telah

dipelajari dan bagaimana keterkaitan antar ide, informasi dan konsep, sebuah

bentuk pengembangan kemampuan berpikir ke taraf yang lebih tinggi (seperti

berpikir analitis) dan menyatukan pengetahuan agar dapat merasakan

lingkungan. Visualisasi juga membantu siswa untuk menyimpan dan mengingat

sebuah informasi dengan lebih mudah. Informasi/materi pengajaran melalui teks

dapat diingat dengan baik jika disertai dengan gambar. Seseorang yang

membaca/memahami teks yang disertai gambar, aktifitas yang dilakukannya

yaitu : memilih informasi yang relevan dari teks, membentuk representasi

proporsi berdasarkan teks tersebut, dan kemudian mengorganisasi informasi

verbal yang diperoleh ke dalam mental model verbal.

Kondisi di lapangan sekarang menunjukan hal yang berbeda.

Pembelajaran, khususnya IPS, di sekolah berlangsung monoton. Diungkapkan

oleh Geoffrey Partington (dalam Widja 1989 : 3) bahwa praktik-praktik

pengajaran yang berlaku selama ini sering dicap sebagai pelajaran hapalan yang

yang didominasi oleh situasi “too much chalk and talk by a lack of involvement of

children in their own learning”. Hal ini berdampak pada kurangnya pemahaman

siswa terhadap materi yang disampaikan sehingga hasil belajarnya kurang

maksimal. Menurut Somantri (2001 : 54), proses pembelajaran IPS di tingkat

persekolahan masih mengandung beberapa kelemahan diantaranya:

Kurang memperhatikan perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi, dan peran pendidikan IPS di sekolah, tujuan pembelajaran kurang jelas dan tegas (not purposeful). Posisi, peran dan hubungan fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan. Informasi faktual lebih bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang mendaya gunakan sumber-sumber lainnya serta proses pembelajaran masih berpusat pada guru.

Masalah belajar tidak terlepas dari masalah memori. Memori dan

(18)

berupa hasil belajar. Menurut Gagne (dalam Fadillah, 2005:1): “… bahwa dalam

pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah

sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar”. Memori mengacu

pada penyimpanan informasi, mengakses informasi yang pernah diterima. Pada

dasarnya memori mencakup proses encoding (penyandian), storage

(penyimpanan), dan retrieval (memanggil kembali). Jadi memori berkaitan

dengan penerimaan informasi, penyimpanan informasi, sampai

pemanggilan kembali informasi yang disimpan.

Menurut Naylor & Diem (1987:209), ”… proses pembelajaran dilihat dari

sudut pandang para ahli teori Pemrosesan Informasi adalah menyediakan

pengalaman belajar yang memperbolehkan para siswa memasukan informasi

dalam Long Term Memory yang dapat dipakai kapan pun diperlukan/dipanggil”.

Hal tersebut dapat dilakukan, jika siswa difasilitasi dengan proses pembelajaran

yang memungkinkan informasi baru terhubung dengan informasi lama yang sudah

tersimpan sebelumnya. Yang belum menjadi perhatian adalah bagaimana

informasi di dalam memori manusia dapat diolah dengan tepat, sehingga cepat

muncul ketika diperlukan. Salah satu metode yang efektif untuk mencapai hal ini

adalah melalui penggunaan berbagai media yang disesuaikan dengan gaya belajar

si pembelajar. Salah satu teori yang menjadi dasar dari pemikiran ini adalah Dual

Coding Theory yang dikemukakan oleh Paivio (1971).

Di SMP Negeri 3 Mande sendiri, pembelajaran, khususnya pada mata

pelajaran IPS telah dilaksanakan secara bervariasi. Maksudnya proses

pembelajaran IPS di kelas telah menggunakan beragam metode pembelajaran

secara bergantian dan menggunakan berbagai media pembelajaran, seperti media

visual maupun audio visual. Namun dari perbincangan dengan guru mata

pelajaran IPS, mereka menggunakan metode pembelajaran maupun media

pembelajaran di kelas tanpa memisahkan antara media berupa kata-kata (verbal)

dengan media berupa gambar (visual). Tujuan penggunaan metode maupun media

(19)

menghindari kebosanan, bukan untuk mengoptimalkan pengolahan memori

sebagai modal dasar siswa belajar. Padahal, jika penggunaan metode dan media

pembelajaran didasari dengan teori yang tepat, proses pembelajaran akan jauh

lebih efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada waktu pra observasi, kenyataan di

lapangan khususnya pada pembelajaran IPS kelas VII di SMP N 3 Mande Cianjur

guru dalam memberikan penjelasan mengenai suatu konsep pelajaran IPS lebih

banyak berceramah, bercerita tanpa didukung visualisasi yang konkrit

berhubungan dengan materi. Pembelajaran seperti ini berakibat pada

pembelajaran yang lebih menekankan pada verbalisme. Proses pembelajaran IPS

yang berlangsung selama ini kurang efektif dan aplikatif, karena tingkat

pemahaman siswa akan IPS terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru yang

bersumber pada buku teks. Sedangkan unsur visual yang dapat membantu siswa

memahami pembelajaran. Metode pembelajaran yang demikian menyebabkan

siswa cenderung sulit memahami materi pembelajaran dan lebih banyak

menghafal. Siswa hafal, belum tentu mengerti atau paham dengan apa yang

mereka hapalkan. Hal ini berdampak kepada hasil belajar siswa yang rendah.

Kriteria Ketuntasan Minimal pelajaran IPS untuk Standar Kompetensi 1 adalah

70. Dari 38 siswa kelas VII-G dua orang yang mencapai batas Ketuntasan

Minimal 70, sedangkan nilai rata-rata IPS yang dicapai kelas VII-G adalah 57,6.

Hal ini membuktikan rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas VII-G.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan Model Dual-Coding dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa?” .Dari rumusan

masalah diatas dapat dikemukakan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai

(20)

1. Bagaimanakah gambaran awal pembelajaran IPS sebelum penerapan

Model Dual-Coding di SMP Negeri 3 Mande?

2. Bagaimana pelaksanaan Model Dual-Coding untuk meningkatkan

hasil belajar IPS siswa di SMP Negeri 3 Mande?

3. Bagaimana hasil-hasil yang diperoleh pembelajaran dengan Model

Dual-Coding untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPS?

4. Upaya apa saja yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala dalam

penerapan Model Dual-Coding pada pembelajaran IPS?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian merupakan sasaran, arahan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memproleh gambaran umum tentang penerapan Model Dual-Coding dalam

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3

Mande. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui gambaran awal pembelajaan IPS sebelum penerapan

Model Dual-Coding.

2. Memahami bagaimana guru melaksanakan kegiatan pembelajaran IPS

dengan menggunakan Model Dual-Coding dalam meningkatkan hasil

belajar IPS siswa.

3. Melihat efektifitas penerapan Model Dual-Coding untuk meningkatkan

hasil belajar IPS siswa.

4. Mengindentifikasi kendala yang muncul dalam pelaksanaan

pembelajaran IPS dengan menggunakan Model Dual-Coding serta

mencari alternatif pemecahan masalahnya.

(21)

Manfaat penelitian tentang penerapan Model Dual-Coding dalam

pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa diharapkan dapat

memberi manfaat.:

a. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian mengenai penerapan Model Dual-Coding ini adalah

untuk melihat efektif atau tidak dalam peningkatan hasil belajar IPS siswa,

dengan demikian peneliti dapat menjadikan Model Dual-Coding sebagai

alternatif model pembelajaran.

b. Bagi Guru IPS

Memperoleh wawasan/pengetahuan tambahan mengenai model alternatif

dan inovatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS.

c. Bagi Siswa

Para siswa dapat meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPS

yang diperoleh dari upaya mengoptimalkan proses pengolahan informasi dalam

otak mereka. Sehingga peningkatan hasil belajar ini bukan hanya dalam mata

pelajaran IPS, melainkan seluruh pelajaran yang mereka terima.

E.Definisi Istilah

1. Hasil Belajar adalah: adalah pernyataan kemampuan siswa dalam

menguasai sebagian atau seluruh kompetensi tertentu. Kompetensi adalah

kemampuan yang dimiliki berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan

nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan bertindak dan berpikir setelah

siswa menyelesaikan suatu aspek, atau sub aspek mata pelajaran tertentu

(Depdiknas, 2003 : 5). Adapun hasil belajar itu digunakan untuk

menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar atau untuk

menentukan taraf keberhasilan sebuah program pengajaran. Hasil

(22)

yang dapat diukur sedangkan bagi siswa merupakan dampak pengiring

(nurturent effects) berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di

bidang lain sebagai suatu transfer belajar Muhibbin (2008 : 141). Secara

formal, hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka-angka yang

disimpulkan berdasarkan evaluasi hasil belajar Surya (2003 : 25-95).

Adapun hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pemahaman siswa kelas VII terhadap materi pembelajaran IPS setelah

beberapa siklus. Adapun materi pelajaran IPS dimaksud adalah materi

pelajaran IPS yang tercakup dalam Standar Kompetensi : 2. Memahami

kehidupan sosial manusia, dengan Kompetensi Dasar:

2.1 Mendeskripsikan interaksi sebagai proses sosial

2.2 Mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses pembentukan

kepribadian

2.3 Mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial

2.4 Menguraikan proses interaksi sosial

2. Model Dual-Coding adalah: model pembelajaran yang dikembangkan

berdasarkan prinsip-prinsip Dual-Coding Theory atau Teori Pengkodean

Ganda. Teori pengkodean ganda adalah teori yang berasumsi bahwa

manusia memiliki dua sistem pengolahan informasi yang berlainan: satu

mewakili informasi verbal dan yang lain mewakili informasi visual

(Solso, 1998). Lebih lanjut, Paivio (1991, dalam Solso, 1998)

menguraikan tentang separated dual-code dan integrated dual-code.

Separated dual-code menunjukkan perbedaan yang jelas pada model

penerimaan atau penyimpanan informasi dalam memori

berdasarkan informasi yang diberikan, dalam hal ini informasi

visual dan informasi verbal. Informasi yang diberikan dalam bentuk

kata-kata akan diterima dalam bentuk verbal, sedangkan informasi yang

diterima dalam bentuk gambar akan diterima atau disimpan dalam bentuk

(23)

bentuk informasi (verbal dan visual), dalam waktu yang sama, yaitu: 1)

membuat gambaran verbal serta kesesuaian dengan informasi verbal yang

diterima; 2) membuat gambaran visual serta kesesuaian dengan informasi

visual yang diterima; dan 3) membuat kesesuaian hubungan antara

gambaran visual dengan gambaran verbal yang sudah diterima. Model

dual coding yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

pembelajaran IPS dengan memakai prinsip-prinsip dan langkah-langkah

teori dual coding dari Allan Paivio yang kemudian dioperasionalkan oleh

Mayer. Prinsip utama dari teori dual coding adalah bahwa informasi akan

lebih mudah diterima kalau disampaikan secara verbal dan visual dalam

suatu kaitan (Paivio, 2007:33). Proses penyampaian dan penerimaan

informasi tersebut terdiri dari lima langkah sebagai berikut (Mayer,

2009:80):

1. Memilih kata-kata yang relevan untuk pemrosesan dalam memori kerja

verbal.

2. Memilih gambar-gambar yang relevan untuk pemrosesan dalam

memori kerja visual.

3. Menata kata-kata terpilih ke dalam model mental verbal

4. Menata gambar-gambar terpilih ke dalam model mental visual

5. Memadukan representasi kata dan representasi

berbasis-gambar.

Dengan demikian, Model Dual Coding yang digunakan dalam penelitian

ini tediri dari 3 (tiga) tahapan sebagai berikut: (a) perencanaan pembelajaran yang

mencakup kegiatan penetapan tujuan dan fokus pada topik pembahasan,

(b) pembahasan materi dengan memakai 5 (lima) langkah model dual coding di

atas, (c) melakukan penilaian hasil belajar.

(24)

Dalam penelitian ini, penulis menyusun sistematika penulisan diawali

dengan pendahuluan yang terdiri dari:

BAB I Latar belakang, menguraikan secara umum latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan serta dilanjutkan

dengan penyusunan penjelasn-penjelasanan defenisi istilah dalam penelitian ini.

BAB II penulis mengangkat kajian teoritis yang berkaitan dengan hasil belajar, model dual – coding, komponen-komponen dalam model dual – coding, kemudian penelitian terdahulu sebagai acuan dalam penelitian ini.

BAB III, dalam bab ini berisi metode penulisan yang akan digunakan

peneliti yaitu penjelasan tentang metode penelitian, prosedur penelitian,

instrument penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data,

instrument penelitian dan analisis data, serta validitasi data penelitian.

BAB IV menampilkan deskripsi hasil penelitian meliputi: pelaksanaan

penelitian,dan analisis penelitian, juga temuan-temuan dalam penelitian serta hasil

diskusi peneliti dengan guru mitra dalam penelitian ini.

BAB V bagian ini merupakan akhir dari penelitian dalam penerapan

Model Dual-Coding menguraikan tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan

(25)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A.Pendekatan, Metode dan Teknik Penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualititatif. Yaitu suatu

pendekatan penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan

untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive

dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generalisasi (Sugiyono, 2009 : 15).

Adapun menurut Creswell (2010 : 4), pendekatan kualitatif merupakan

metode-metode untuk mengeksplorasi makna yang dianggap berasal dari masalah

sosial atau kemanusiaan . Proses penelitian ini melibatkan upaya-upaya penting

seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,

mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara

induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum dan

menafsirkan makna data.

Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982)

dalam Sugiyono, (2009 : 21) adalah sebagai berikut:

a) Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument; b) Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number; c) Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products; d) Qualitative research tend to analyze their data inductively; e)

“Meaning” is of essential to the qualitative approach.

Berdasarkan karakteristik diatas, dapat dikemukakan bahwa penelitian

kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah

eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci dari

(26)

terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar (atau keduanya), sehingga tidak

menekankan angka dan lebih menekankan pada proses daripada produk. Analisis

data pada penelitian kualitatif dilakukan secara induktif. Yang paling penting dari

penelitian kualitatif adalah bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan pada

makna (arti) data dibalik yang diamati. Adapun menurut Sudjana (2004:200):

Penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tetapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi lapangan ditarik makna dan konsepnya melalui pemaparan deskriptif analitik tanpa menggunakan enumerasi dan statistik sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dan tingkah laku dalam situasi alami. Generalisasi tidak perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks ruang, waktu dan situasi tertentu”.

Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, yaitu metode

yang tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa

adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti. Hal ini bukan berarti

pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif

akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha

menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal dan

argumentatif. Banyak penelitian kualitatif merupakan penelitian sampel kecil.

Lebih spesifik lagi, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research). Penelitian Tindakan

Kelas (classroom action research), merupakan perpaduan antara prosedur

penelitian dan tindakan substansif sebagai prosedur penelitian. Hal ini ditandai

dengan suatu kajian reflektif, kolaboratif dan partisipatif. Tujuan penelitian

tindakan kelas (PTK) ini untuk memperbaiki kinerja guru didalam kelas dalam

melaksanakan pembelajaran, sehingga peserta didik menjadi termotivasi dalam

belajar dan hasil belajarnya pun meningkat.

Penelitian ini dimaksud untuk melihat gambaran secara mendalam serta

efektivitas penerapan salah satu metode pembelajaran di SMP Negeri 3 Mande.

(27)

didalam kelas tetapi juga untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam

mengajar melalui kegiatan yang inovatif yang berlandaskan pada efektif

kolaboratif dan upaya-upaya meningkatkan kualitas pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial didalam kelas. Untuk mewujudkan tujuan – tujuan tersebut,

PTK dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical ) yang terdiri dari empat

tahapan : a) Perencanaan; b) Pelaksanaan; c) Observasi dan evaluasi; dan d)

Refleksi.

Menurut Hopkins (Wiriaatmadja, 2005:11), PTK mempunyai karakteristik

khusus yang tidak terdapat pada penelitian lain, yaitu: 1) Tema penelitian bersifat

situasional permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dalam kegiatan belajar

mengajar sehari-hari; 2) Tindakan diambil berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi

diri; 3) Dilakukan dalam beberapa putaran; 4) Penelitian bertujuan untuk

memperbaiki kinerja; 5) Dilaksanakan secara kolaboratif atau partisipatorif; dan

6) Sampel terbatas, penelitian tindakan mengambil sampel spesifik pada kelas

atau sekolah dengan sasaran kelompok siswa, atau kelompok guru yang tidak

dilakukan secara acak sehingga hasil penelitian tindakan kelas tidak dapat

digeneralisasikan untuk wilayah yang lebih luas. Jika ditinjau dari sudut tujuan

penelitian, PTK termasuk Penelitian Development. Yaitu penelitian yang

bertujuan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada. Adapun dari segi

pemakaian hasil penelitian yang diperoleh, PTK termasuk Penelitian Terapan

(Applied Research), dimana penelitian ini diselenggarakan dalam rangka

mengatasi masalah nyata dalam kehidupan, berupa usaha menemukan dasar-dasar

dan langkah-langkah perbaikan bagi suatu aspek kehidupan yang dipandang perlu

untuk diperbaiki. (Nawawi, 1985: 29-31).

Setidaknya ada enam prinsip dasar yang melandasi PTK (Hopkins, 1993

dalam Pertiwi dkk, 2013:27), yaitu: 1) siklis; 2) sistematik; 3) integral; 4)

autentik; 5) konsisten; dan 6) komprehensif. Karateristik Penelitian Tindakan

Kelas menurut Sukardi (2004:211), adalah sebagai berikut: (1) Problem yang

(28)

profesi sehari-hari; (2) Peneliti memberikan perlakuan atau treatment yang

berupa tindakan yang terencana untuk memecahkan permasalahan dan sekaligus

meningkatkan kualitas yang dapat dirasakan implikasinya oleh subjek yang

diteliti; (3) Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk

siklus, tingkat atau daur yang memungkinkan terjadinya kerja kelompok maupun

kerja mandiri secara intensif; dan (4) adanya langkah berpikir reflektif dari

peneliti baik sesudah mupun sebelum tindakan.

Ada empat jenis PTK, yaitu: 1) PTK diagnostik, 2) PTK partisipan, 3)

PTK empiris dan 4) PTK eksperimental (Supriyadi:2012) Penelitian ini akan

menggunakan PTK Eksperimental. Yang dikategorikan sebagai PTK

eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan

berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan

belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegiatan belajar-mengajar,

dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk

mencapai suatu tujuan instruksional. Dalam penelitian ini, dual-coding theory

akan digunakan dalam pembelajaran IPS sebagai upaya untuk meningkatkan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran IPS di kelas VII-G SMP N 3 Mande.

B.Prosedur Penelitian.

Menurut Wiriaatmadja, (2009:95), secara umum prosedur Penelitian

Tindakan Kelas terdiri dari: 1) Mengidentifikasi masalah pembelajaran; 2)

Menganalisis dan merumuskan masalah pembelajaran; 3) Merencanakan tindakan

berdasarkan rumusan masalah; 4) Melaksanakan tindakan, observasi dan asesmen;

5) Menganalisis data hasil observasi dan asesmen serta hasil interpretasi; dan 6)

Melakukan refleksi dan merencanakan tindak lanjut untuk siklus berikutnya.

Adapun menurut Wiriaatmadja, prosedur penelitian tindakan kelas meliputi

beberapa langkah: 1) Memilih mitra untuk penelitian; b) Membuat perencanaan

(29)

Pemikiran awal

e) Melakukan observasi; f) Membuat catatan lapangan; g) Melakukan diskusi dan

refleksi pasca pelaksanaan siklus 1; h) Merencanakan pelaksanaan tahap/siklus 2,

dan seterusnya.

Adapun alasan penulis menggunakan desain model Ebbut adalah, bahwa

dalam model ini, siklus penelitian di dalam kelas dibatasi dengan jelas sejak

penelitian direncanakan. Jika dalam satu siklus penelitian perubahan yang

diharapkan terjadi, maka tidak usah dilakukan siklus selanjutnya. Ebbut

berpandangan bahwa bentuk spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart

bukan merupakan cara baik untuk menggambarkan proses aksi refleksi (action

reflection). PTK model Dave Ebbut ini secara skematis dapat dilihat digambar

(30)

Pada dasarnya dalam PTK terdapat empat tahapan penting, yaitu: (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan (observasi), dan (4) refleksi. Dalam

penelitian penerapan Dual-Coding Theory untuk meningkatkan hasil belajar IPS

siswa kelas VII G SMP Negeri 3 Mande keempat tahapan tersebut dapat dilihat

pada bagan berikut:

Bagan 3.2:

Alur siklus pelaksanaan penelitian

Sumber: diadaptasi dari Supriyadi (2012 : 13)

Masalah atau ide awal penelitian berasal dari adanya keresahan peneliti

melihat rendahnya hasil belajar IPS siswa di SMP N 3 Mande. Dibuktikan dengan

daftar nilai mata pelajaran IPS yang kebanyakan masih di bawah Kriteria

Ketuntasan Minimal. Setelah itu peneliti mulai mempersiapkan alat penelitian

(31)

metode pebelajaran yang akan digunakan berdasarkan studi pustaka yang telah

dilakukan sebelumnya.

Dalam Studi pendahuluan kegiatan peneliti adalah melakukan

pengamatan pra observasi mengenai proses pembelajaran IPS di SMP N 3 Mande

dan mencatat kejadian-kejadian penting selama proses pembelajaran. Disamping

itu berdiskusi dengan guru model dan mewawancarai siswa mengenai

permasalahan yang sering muncul selama kegiatan pembelajaran, baik masalah

yang berkaitan dengan kompleksitas matari pelajaran, metode pembelajaran yang

guru gunakan, proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan berbagai

persiapan sehingga komponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik.

Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:

Menentukan Jadwal dan Materi pembelajaran; Membuat perangkat dan skenario

pembelajaran (Silabus, RPP, LKS, dll) berisikan langkah-langkah pembelajaran

dengan menerapkan prisnsip-prinsip dual coding theory yang dilaksanakan guru,

disamping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka

implementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan.; Mempersiapkan

fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas seperti gambar-gambar

dan alat-alat peraga, dll; Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis

mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk

pelatihan-pelatihan; Melakukan simulasi pelaksanaan, sehingga dapat

menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang

sebenarnya; dan sebagai pelaku PTK, guru mitra harus terbebas dari rasa takut

gagal dan takut berbuat kesalahan.

Langkah selanjutnya adalah melaksanakan skenario tindakan perbaikan

yang telah direncanakan dalam situasi yang aktual. Kegiatan pelaksanakan

tindakan dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan dan pada saat yang

bersamaan kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga diikuti dengan kegiatan

(32)

menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan rencana

tindakan, (2) bahan ajar yang diperlukan dalam pembelajaran termasuk lembar

kerja siswa (LKS), (3) alat evaluasi seperti kuis dan tes, (4) media pembelajaran

yang diperlukan, (5) lembar observasi untuk mengamati keterlaksanaan model

pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip dual-coding Theory dan

perubahan yang terjadi pada siswa selama proses pembelajaran. Kemudian

melaksanakan langkah-langkah mulai dari perencanaa hingga

reconnaisance/refleksi.

Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan

pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil

pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan

yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam

pengamatan, hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan,

efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul.

Secara umum observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan

kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung (dalam hal ini pada

saat pembelajaran berlangsung). Observasi dapat dilakukan secara terbuka dan

tertutup. Pada observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi,

melainkan hanya menyiapkan kertas kosong untuk merekam kegiatan

pembelajaran yang diamati. Pada observasi tertutup, pengamat telah menyiapkan

dan menggunakan lembar observasi untuk merekam aktivitas pembelajaran yang

diamati. Penelitian ini akan menggunakan observasi tertutup, untuk membatasi

hal-hal yang diobservasi difokuskan pada komponen-komponen pembelajaran dengan menerapkan model ”Dual-Coding”.

Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak

mencampur adukkan antara fakta dan interprestasi, namun juga tidak terseret oleh

kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan interprestasi dalam pelaksanaan

observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan sehingga yang direkam hanyalah

(33)

perangkat fakta karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila

pengamat hasil observasi yang telah secara utuh karena proses erosi yang terjadi

dalam ingatan, lebih-lebih apabila pengamat adalah juga pelaksana tindakan.

Observasi kelas akan memberikan manfaat apabila pelaksanaannya diikuti dengan

diskusi balikan. Hasil diskusi diinterprestasikan secara bersama-sama oleh

pelaksana tindakan dan pengamat. Diskusi mengacu kepada penerapan sasaran

serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan perencanaan

berikutrnya

Reconnaisance/refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sintesis,

penafsiran (penginterprestasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari

refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan,

yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan

selanjutnya. Refleksi merupakan upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi

dan/atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil

dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu

digunakan untuk menetapkan langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan

penelitian. Dengan kata lain, refleksi merupakan kajian terhadap keberhasilan atau

kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk menentukan tindak

lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara lainnya.

Selanjutnya dapat dilakukan analisis data dalam rangka refleksi setelah

implementasi suatu paket tindakan perbaikan, mencakup proses dan dampak

seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus PTK sebagai keseluruhan.

Dalam hubungan ini, analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan,

memfokuskan, mengorganisasikan, dam mengabstraksikan data secara sistematis

dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk

menyusun jawaban terhadap tujuan PTK.

Jika dari hasil analisis dan refleksi, hasil yang didapat menunjukkan

keberhasilan dan menurut peneliti (sebaiknya setelah berdiskusi dengan sejawat)

(34)

hasil analisis dan refleksi, indikator keberhasilan belum tercapai, maka dirancang

kembali rencana perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus 2 dengan tahapan

kegiatan yang sama dengan siklus 1. Setiap siklus tindakan pada penelitian ini

akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan atau pembelajaran di kelas. Dengan

alasan efektifitas waktu pembelajaran. Biasanya, evaluasi dengan tes tertulis

membutuhkan waktu khusus di akhir pembelajaran. Sehingga untuk penilaian

dilaksanakan pada akhir pertemuan kedua setiap siklus.

Keberhasilan dari sisi hasil dapat dilihat dari meningkatnya prestasi hasil

belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa sesuai dengan acuan yang telah

ditentukan dalam penelitian ini. Prinsip penilaian yang diterapkan di sini sedapat

mungkin mengacu pada Penilaian Berbasis Kelas atau Berbasis Peserta Didik,

artinya penilaian dilakukan sepenuhnya oleh guru terhadap seluruh aspek dan

proses kegiatan belajar siswa dengan isntrumen penilaian yang bervariasi dengan

tetap memperhatikan perbedaan kemampuan individual siswa. Oleh karena itu

Pedoman acuan penilaian yang ditentukan dalam penelitian ini untuk mengukur

kemajuan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa ditetapkan berdasarkan

kriteria PAP (Penilaian Acuan Patokan).

Untuk batasan pelaksanaan siklus tindakan, digunakan kriteria

keberhasilan tindakan. Peneliti menggunakan PAP sebagai salah satu patokan

kriteria keberhasilan tindakan yang diadaptasi dari taraf atau tingkat keberhasilan

proses belajar mengajar dari Sjaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (Djamarah

dan Zain, 2010:108). Dimana sebuah proses belajar mengajar dinyatakan berhasil

atau gagal jika:

1. 75 % dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru;

(35)

Berdasarkan kriteria keberhasilan proses belajar mengajar diatas,

kemajuan hasil belajar siswa melalui penerapan model Dual-Coding dikatakan

meningkat secara signifikan manakala dari hasil evaluasi di akhir tindakan

penelitian (siklus), 75 % dari seluruh siswa kelas VII-G telah berhasil mencapai

batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan untuk mata

pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Mande, yaitu 70. Secara prosentase, kemajuan

hasil belajar siswa di sini dikatakan meningkat manakala nilai rata-rata hasil

belajar siswa di akhir tindakan menunjukkan peningkatan sebesar 10% dari hasil

belajar sebelumnya. Dan dengan begitu berarti program tindakan dinyatakan

berhasil dan siklus tindakan dihentikan. Sebaliknya, jika siswa yang mencapai

nilai di bawah KKM berjumlah 25% atau lebih dari keseluruhan siswa kelas

VII-G maka program tindakan dinyatakan belum berhasil. Dan oleh sebab itu siklus

tindakan harus dilakukan kembali ke siklus selanjutnya.

Adapun hasil belajar siswa dinyatakan dari skor perolehan siswa

berdasarkan tes hasil hasil belajar. Pedoman penskoran tergantung dari tiap

indikator pencapaian kompetensi yang dicantumkan dalam perangkat

pembelajaran. Tes hasil belajar sendiri dilaksanakan setiap akhir siklus. Dalam

penelitian tindakan kelas biasanya digunakan pedoman konversi nilai absolut

skala lima. Misalnya, data hasil belajar, pedoman konversinya adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.1:

Kriteria Keberhasilan Tindakan

No Interval Skor Huruf Klasifikasi

1. 0-59 E Sangat Kurang

2. 60-69 D Kurang

3. 70-79 C Cukup

(36)

5. 90-100 A Sangat Baik

Sumber: diolah dari (Soedjana, 2010:56)

Penelitian Tindakan Kelas akan dilaksanakan pada Tahun Pelajaran

2013/2014 semester ganjil dengan mempertimbangkan Kalender Pendidikan dari

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Karena pada hakekatnya, Penelitian Tindakan

Kelas merupakan penelitian yang dilakukan tanpa mengganggu jadwal akademik

di kelas. Penelitian ini rencananya dilaksanakan mulai bulan September 2013 –

Desember 2013. Rincian waktu dan kegiatan penelitian dapat di lihat pada matriks

(37)

Matriks jadwal penelitian

JADWAL PELAKSANAAN SIKLUS PENELITIAN TINDAKAN KELAS

“PENERAPAN DUAL – CODING THEORY DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKANHASIL BELAJAR IPS SISWA”

DI KELAS VII-G SMP NEGERI 3 MANDE TAHUN PELAJARAN 2013/201

No Deskripsi Kegiatan September Oktober Nopember Desember Keterangan

1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5

1. Observasi V

UJI

AN

TEN

GA

H SEME

S

TER

2. Siklus 1

- Perencanaan tindakan 1 V V

- Pelaksanaan tindakan 1 V V

- Observasi dan evaluasi V V V

- Refleksi V V

3. Siklus 2

- Revisi V

- Perencanaan tindakan 2 V V

- Pelaksanaan tindakan 2 V V

- Observasi dan evaluasi V V V

- Refleksi V

(38)
(39)

C.Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di SMP Negeri 3 Mande, yang beralamat di Jl.

Aria Wiratanudatar, KM 9, Desa Jamali. Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur.

Lokasi penelitian merujuk pada pengertian sosial yang mengandung tiga unsur:

tempat, pelaku dan kegiatan (Nasution, 1996:43).

Alasan peneliti memilih SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur sebagai

lokasi penelitan, dikarenakan alasan administratif, dimana peneliti sabagai salah

satu staf pengajar di sekolah tersebut. Adapun secara teoritis dasar pertimbangan

pemilihan lokasi tersebut adalah karena karakteristik penlitian tindakan kelas

bersifat situasional dan kontekstual artinya problema yang diangkat untuk

dipecahkan dalam penelitian tindakan kelas harus selalu berangkat dari persoalan

praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru (Sukidin, 2002 dalam

Karahmatika, 2009:45).

2. Subyek Penelitian

Lebih khusus lagi, penelitian akan dilaksanakan di kelas VII-G dengan

jumlah siswa sebanyak 38 orang, terdiri dari 22 orang laki-laki dan 20 orang

perempuan. Adapun guru model adalah seorang guru matapelajaran IPS, bernama

Cahri Cahyana, S.Pd. Beliau memiliki latar belakang pendidikan S-1 Pendidikan

Sejarah, dan pengalaman mengajar sejak tahun 1997. Secara profesional, guru ini

telah memiliki sertifikat pendidik sejak tahun 2010. Adapun alasan pemilihan

belaiu sebagai Guru Mitra adalah karena beliau satu-satunya guru yang memiliki

kualifikasi pendidikan sesuai dengan mata pelajaran IPS.

D.Teknik Pengumpulan Data

Data untuk penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan observasi

(40)

observer. Berpedoman pada pendapat Wiriaatmadja (2009), Pertama, observasi

akan dilaksanakan secara umum dan khusus. Secara umum artinya, segala

kegiatan didalam kelas diamati dan dicatat dalam Catatan Lapangan. Sedangkan

secara khusus artinya, observasi difokuskan hanya pada kegiatan tertentu dalam

hal ini adalah pelaksanaan penerapan Dual-Coding Theory di dalam kelas.

Observer membantu peneliti untuk membuat Catatan Lapangan, setelah

sebelumnya disepakati terlebih dahulu ukuran-ukuran (baik-buruk, kuat-lemah,

efisien-tidek efisien) yang digunakan dalam pengamatan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik observasi yang dilakukan secara langsung oleh peneliti, dengan

menggunakan beberapa cara, yaitu: (1) Dokumentasi, yaitu untuk memperoleh

daftar nilai ulangan sebelumnya. Nilai tersebut dijadikan sebagai acuan; (2) Tes,

yaitu untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

Instrumen tes dibuat peneliti dengan menggunakan kriteria tertentu, bahwa butir

soal yang diujikan sesuai dengan silabus dan dikonsultasikan dengan guru IPS di

SMP Negeri 3 Mande; (3) Observasi aktivitas siswa, yaitu untuk mengetahui

kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan siswa pada kegiatan pembelajaran.

Ada tiga fase esensial dalam mengobservasi kelas yaitu: pertemuan

perencanaan, observasi kelas dan diskusi balikan (Wiriaatmadja, 2009:106), yang

akan terlihat dari bagan di bawah ini.

Bagan 3.3: Alur observasi kelas

Sumber: Wiriaatmadja (2009), halaman 106 Pertemuan Perencanaan

(41)

Dalam pertemuan perencanaan, guru penyaji dan pengamat mendiskusikan

rencana pembelajaran termasuk bagaimana langkah-langkah pembelajaran akan

dilaksanakan dan bagaimana pengamat akan memulai pengumpulan data melalui

observasi. Selanjutnya hasil pengamatan dari kegiatan pembelajaran akan

dianalisis dalam diskusi balikan untuk menyepakati hasil observasi berupa

kekurangan maupun keberhasilan kegiatan pembelajaran dalam bentuk Catatan

Lapangan.

E.Instrumen Penelitian Pada prinsipnya, dalam metode penelitian kualitatif-naturalistik, peneliti

sendirilah yang menjadi instrumen utama penelitian (human instrumen), yang

terjun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan sendiri informasi yang

diperlukan.

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian ini didasarkan pada

karakter seorang peneliti as the only human instrument yang dikemukakan oleh

Lincoln dan Guba (Wiriaatmadja, 2005:96) yaitu: 1) Responsif, terhadap berbagai

petunjuk baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat lingkungan; 2)

Adaptif, dengan mampu mengumpulkan berbagai informasi mengenai banyak

faktor pada tahap yang berbeda-beda secara simultan; 3) Menekankan aspek

holistik, karena manusialah yang mampu dengan segera menempatkan dan

menyimpulkan kejadian yang membingungkan di atas ke dalam posisinya secara

keseluruhan; 4) Pengembangan berbasis pengetahuan, hanya manusia yang dapat

sekaligur berpikir yang tidak diungkapkan (tacit knowledge) dalam menyusun

proposisi, sementara sadar bahwa situasi yang dihadapi memerlukan lebih dari

sekedar pengetahuan dan proposisi karena harus memahami apa yang dirasakan

subyek yang diteliti, simpati dan empati yang tidak diungkapkan; 5) Memproses

dengan segera, sang penelitilah yang mampu segera memproses data di rempat,

(42)

diciptakan, 6) Klarifikasi dan kesimpulan, ia juga memiliki kemampuan unik

untuk membuat kesimpulan di tempat, dan langsung meminta klarifikasi,

pembetulan, atau elaborasi kepada subyek yang diteliti; 7) Kesempatan eksplorasi,

terutama terhadap jawaban-jawaban dari subyek yang diteliti yang tidak lazim,

atau mengandung kelainan (idiosinkretik), yang sepertinya tidak berguna atau

tidak bisa dikoding, sehingga data tersebut diabaikan atau dibuang.

Untuk mempermudah pekerjaan penelitian, peneliti dibantu dengan alat

penelitian lain, yaitu:

1. Pedoman Observasi

Menurut Creswell (2010 : 267) observasi kualitatif merupakan observasi

yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku

dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini,

peneliti merekam/mencatat aktivitas-aktivitas dalam lokasi penelitian. Untuk

proses observasi dalam penelitian Penerapan Dual-Coding Theory dalam

Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, peneliti akan

berperan sebagai partisipan.

Menurut Sugiyono (2009 : 315), pedoman observasi adalah pedoman

teknik pengamatan dan pencatatan langsung atau tidak langsung terhadap obyek

yang sedang diteliti, dengan menggunakan alat-alat seperti daftar isian, daftar

pertanyaan, checking list dan sebagainya, yang cara pengisiannya diisi oleh

pengamat sendiri.

Observasi dalam penelitian tindakan kelas berfungsi untuk

mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait dengan orientasi ke tindakan

berikutnya dimana semua kejadian dicatat di dalam catatan lapangan (field note)

sebagai dasar bagi refleksi dan analisis untuk menentukan rencana tindakan pada

siklus beikutnya.

(43)

Tes Hasil Belajar (THB) merupakan salah satu alat ukur yang paling

banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam proses

pembelajaran atau untuk menentukan keberhasilan suatu proses pendidikan. Tes

adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah.

Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis

adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa

pilihan dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan

ganda, benar-salah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa

isian dapat berbentuk isian singkat dan/atau uraian.

Menurut (Zainul dan Nasution, 1993 : 25-29), dasar-dasar penyusunan Tes

Hasil Belajar harus memenuhi beberapa syarat: 1) harus dapat mengukur apa-apa

yang dipelajari dalam proses belajar sesuai dengan tujuan instruksional yang

tercantum dalam kurikulum yang berlaku; 2) disusun sedemikian rupa sehingga

benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari; 3) penyusunan THB hendaknya

disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan; 4) hendaknya

disusun sesuai dengan tujuan penggunaan penggunaan tes itu sendiri; 5)

disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah mengacu pada

kelompok (norm reference, standar relatif) ataukah mengacu pada patokan

tertentu (criterion reference, standar mutlak); 6) hendaknya dapat digunakan

untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

Untuk menilai hasil belajar siswa, penelitian ini akan menggunakan tes

uraian. Tes ini dibuat berdasarkan validitas isi. Menurut Suherman, dkk (1990:137), “validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai

alat evaluasi tersebut yang merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai”. Adapun alasan penggunaan tes uraian dalam penelitian ini adalah: beberapa kelebihan tes uraian menurut Zainul dan Nasution (1993 :

30-32). Diantaranya adalah: dapat digunakan dengan baik untuk mengukur hasil

(44)

dibandingkan bentuk tes yang lain, memudahkan guru untuk menyusun soal, dan

sangat menekankan kemampuan menulis. Pada tingkat pemahaman: peserta didik

dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh

suatu prinsip atau konsep.

Sebagai alat penilaian, tes uraian yang dilakukan berupa tes awal, dan tes

akhir. Tes awal dilaksanakan sebelum proses pembelajaran berlangsung.

Sedangkan tes akhir dilaksanakan setiap siklus. Melalui tes akhir ini akan dapat

dilihat keberhasilan pembelajaran dengan penerapan Dual-Coding Theory di

dalam kelas.

3. Angket

Salah satu alat yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian

adalah angket. Penyebaran angket dilakukan setelah seluruh pembelajaran selesai

dilaksanakan sehingga pengisian angket oleh guru dan siswa dapat mengacu pada

pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Pada penelitian ini angket diberikan kepada guru dan siswa. Angket yang

diberikan kepada guru adalah untuk mengetahui respon guru terhadap penerapan

Dual-Coding Theory, untuk mengetahui apakah guru telah melaksanakan kegiatan

belajar mengajar sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Sedangkan angket

yang diberikan kepada siswa bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap

penerapan Dual-Coding Theory dalam pembelajaran IPS.

4. Wawancara

Wawancara adalah “suatu percakapan terarah yang tujuannya untuk mengumpulkan atau memperkaya informasi atau bahan-bahan (data) yang sangat

Gambar

Tabel 3.1: Kriteria Keberhasilan Tindakan
Tabel 3.2: Matriks jadwal penelitian

Referensi

Dokumen terkait

tidak berasal dari dirinya –bulan- tetapi merupakan pantulan yang diterima dari cahaya matahari. Ayat ini memberikan isyarat- isyarat ilmiah tentang perjalanan/

HOWS PRODUCT DESIGN WORKS.. PENENTUAN KELOMPOK

Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pengintegrasian Pengelolaan Pengaduan Pelayanan

Nilai laju penurunan temperatur hasil pengujian dengan pemakaian swirl fan pada rentang daya input 95 s/d 120 Watt dan variasi kecepatan 2,8; 4,3 dan 6,6 m/s lebih besar

2012.Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Tutor Sebaya Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Pokok Bangun Ruang Prisma dan Limas pada Siswa kelas VIII SMP

Hermawan Kertajaya (2009 : 4) juga menulis performa dari layanan yang diberikan akan membedakan perusahaan jasa yang satu dengan yang lainnya serta performa layanan yang

Game yang populer dengan nama video game ini hanya bisa dimainkan oleh satu atau dua orang pemain pada sebuah console.. Pesawat televisi dibutuhkan sebagai

Analisis Anomali Fans JKT48 terhadap Peran JKT48 sebagai Brand Ambassador IM3 di