• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KEHIDUPAN GOTONG ROYONG MASYARAKAT PEDESAANDI KECAMATAN PADAHERANG KABUPATEN PANGANDARAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERUBAHAN KEHIDUPAN GOTONG ROYONG MASYARAKAT PEDESAANDI KECAMATAN PADAHERANG KABUPATEN PANGANDARAN."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Cucu Widaty, 2014

PERUBAHAN KEHIDUPAN GOTONG ROYONG MASYARAKAT PEDESAAN DI KECAMATAN PADAHERANG KABUPATEN PANGANDARAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sosiologi

Oleh CUCU WIDATY

1006818

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Cucu Widaty, 2014

Oleh:

CUCU WIDATY

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Cucu Widaty 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang,

(3)

Cucu Widaty, 2014

PERUBAHAN KEHIDUPAN GOTONG ROYONG MASYARAKAT PEDESAAN DI KECAMATAN PADAHERANG KABUPATEN PANGANDARAN

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Siti Komariah, M.Si., Ph.D. NIP 19680403 199103 2 002

Pembimbing II

Siti Nurbayani K, M.Si NIP. 19770711 199403 2 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

(4)

Cucu Widaty, 2014

Ketua : Dekan FPIPS UPI

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si. NIP 19700814 199402 1 001

Sekertaris : Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi UPI Siti Komariah, M.Si., P.hD.

NIP 19680403 199103 2 002 Penguji :

Penguji I

Prof. Dr. Achmad Hufad, M. Ed. NIP. 19550101 198101 1 001

Penguji II

Dra. Wilodati, M.Si. NIP. 119680114 199203 2 002

Penguji III

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Keberadaan gotong royong tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Secara turun temurun gotong royong menjadi warisan budaya leluhur yang telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat pedesaan sekaligus merupakan kepribadian bangsa Indonesia.

Gotong royong merupakan adat istiadat berupa tolong menolong antara warga desa dalam berbagai macam aktivitas-aktivitas sosial, baik berdasarkan hubungan tetangga, hubungan kekerabatan, maupun hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis yang dianggap berguna bagi kepentingan umum. Melalui aktivitas gotong royong ini tercipta rasa kebersamaan dan hubungan emosional antarwarga, keakraban dan saling mengenal satu sama lain. Bintarto (1980, hlm. 14) mengungkapkan bahwa,“Dalam artian yang sebenarnya gotong royong dilaksanakan oleh sekelompok penduduk di suatu daerah yang datang membantu atau menawarkan tenaganya tanpa pamrih atau dengan lain perkataan secara sukarela menolong secara bersama”.

Perilaku gotong royong tersebut tentu saja dapat menjadi asset bangsa jika tetap dipelihara oleh masyarakat pedesaan karena merupakan sebuah manifestasi budaya yang telah ada dalam berbagai sendi kehidupan bermasyarakat. Namun melihat kondisi saat ini harapan kehidupan masyarakat pedesaan sebagai standar dan pemeliharaan adat istiadat gotong royong sepertinya sulit terwujud. Hal ini dapat dilihat dari kondisi masyarakat pedesaan mulai berkembang yang menjadikan keberadaan gotong royong mulai punah.

(6)

bertahap-berkesinambungan dinamakan “Evolusi kebudayaan”. Evolusi kebudayaan ini berlangsung sesuai dengan perkembangan budidaya atau akal pikiran manusia dalam menghadapi tantangan hidup dari waktu ke waktu. Tonnies (dalam Setiadi dan Kolip 2011, hlm. 612) mengungkapkan bahwa, „Gejala ini dapat dilihat di dalam struktur sosial masyarakat desa yang identik dengan masyarakat pedesaan yang bergerak ke arah pola-pola masyarakat perkotaan yang justru menekankan pada aspek individualisme‟.

Keadaan evolusi kebudayaan tersebut menyebabkan suatu kondisi ditandai dengan perkembangan masyarakat yang lebih kompleks. Perkembangan masyarakat yang terjadi di pedesaan merupakan suatu bentuk perubahan yang mencakup perubahan dalam segala aspek kehidupan, tidak hanya dialami, dihayati, dan dirasakan oleh anggota masyarakat, melainkan telah diakui serta didukungnya. Jika proses tersebut telah terjadi demikian, maka dapat dikatakan masyarakat itu telah mengalami “perubahan sosial”. Pada masyarakat tersebut, struktur, organisasi, dan hubungan sosial telah mengalami perubahan. Menurut Soemardjan (dalam Setiadi dan Kolip 2011, hlm. 610) mendefinisikan bahwa, „Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola peri kelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat‟.

Disadari atau tidak sifat kegotong royongan ini secara perlahan namun pasti telah semakin memudar. Suatu bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan mundur ataupun punah sama sekali sebagai akibat pergeseran nilai-nilai budaya. Kondisi ini umumnya dipicu oleh pemikiran materialistik yang sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat kita dewasa ini. Semua aktivitas diukur dengan untung rugi secara materi. Dalam penelitian yang berjudul “Kajian Tentang Pergeseran Makna Dan Pola Gotong Royong Pada Masyarakat Desa

(7)

kegotong-royongan mulai mengalami pergeseran dikarenakan adanya peralihan nilai-nilai yang bersifat tradisional ke proses modernisasi.

Semenjak faham modernisasi dan globalisasi melahirkan corak kehidupan yang sangat kompleks, tanpa disadari lambat laun budaya gotong royong mulai memudar. Karena mau tidak mau suka tidak suka dapat kita rasakan bersama bangsa ini mulai kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa yang kaya akan unsur budaya yang salah satunya adalah eksistensi budaya gotong royong. Bintarto (1980, hlm. 14) mengatakan bahwa, ”Modernisasi telah banyak memberi pengaruh terhadap kehidupan ekonomi, kehidupan sosial, kebudayaan, gaya hidup manusia Indonesia dan sebagainya”. Dalam penelitian yang berjudul “Dilema Perkembangan Masyarakat Ternate Menghadapi Tarikan Tradisi & Modernitas

(Studi Tentang Orientasi Nilai Bangsawan Ternate)” pada tahun 2011 oleh

Syahril Muhammad dapat disimpulkan bahwa konsekuensi modernitas yaitu mengubah masyarakat tradisional ke arah modern. Ini terjadi akibat dari dinamika masyarakat ikut mempengaruhi terjadinya perubahan sikap dan mentalitas bangsawan terhadap modernitas. Bentuk sikap dan mentalitas bangsawan terhadap modernitas meliputi: pemeliharaan tradisi, gaya hidup, respon politik lokal dan demokrasi, serta respon pendidikan.

Padaherang merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Pangandaran. Mayoritas masyarakat Padaherang mulai menunjukkan ke arah pola-pola baru mengikuti arus globalisasi yang mereka terima dari luar. Hal ini berdampak pada adanya pergeseran atau mulai minimnya perilaku gotong royong. Berdasarkan pengamatan peneliti ada beberapa faktor yang melatarbelakangi mulai memudarnya perilaku gotong royong yaitu sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran warga tentang pentingnya gotong royong; 2. Kurangnya peran serta elemen atau lapisan masyarakat;

3. Kurangnya dukungan dari pemerintah;

(8)

Dengan kurangnya semangat gotong royong sudah mendekati titik yang mengkhawatirkan maka masyarakat menjadi tidak peka terhadap sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Dalam penelitian yang berjudul Kajian Tentang Pergeseran Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Pada Masyarakat Pedesaan

Pangguh Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung” pada tahun 2007 oleh Linda Rinda Mulyani mengungkapkan bahwa perubahan aktivitas gotong royong ditandai oleh semakin menguatnya sikap individualis pada masyarakat desa sebagai akibat masuknya industri dalam lingkungan desa.

Kehidupan gotong royong pada masyarakat pedesaan dahulu dengan sekarang sangat dirasakan berbeda. Perubahan tersebut dirasakan semenjak masuknya hal-hal yang baru seiring dengan inovasi-inovasi yang dilakukan masyarakat. Jika dahulu masyarakat berpartisipasi dan saling bantu membantu secara sukarela dalam kegiatan gotong royong tanpa mengaharapkan imbalan, namun sekarang masyarakat menginginkan imbalan dari setiap kegiatan yang ia kerjakan. Perubahan ini pula yang mencerminkan kehidupan gotong royong tidak ramai seperti dahulu. Kegiatan gotong royong pada masyarakat pedesaan kini telah mengalami penurunan dan hanya bersifat formal dengan upah berupa uang.

Seperti yang peneliti amati, contoh riil yang sekarang ini sudah sulit ditemui pada masyarakat kecamatan Padaherang, misalnya apabila dahulu masih menjumpai masih adanya budaya gotong royong dalam mata pencarian pertanian tradisional dimana ketika orang menggarap tanah, mereka memerlukan tenaga kerja yang banyak untuk mencangkul tanah, menanam benih, mengatur saluran air, memupuk tanaman dan menyiangi tanaman. Demikian juga pada saat musim panen tiba. Warga masyarakat itu bergotong royong memetik padi, mengeringkannya, serta memasukkannya ke dalam lumbung. Namun sekarang aktivitas tersebut jarang terjadi, kegiatan dalam mata pencaharian pertanian kini hanya dikerjakan oleh buruh tani saja.

(9)

bentuk ngalayad dan tahlilan, iuran berupa beas perelek, kegiatan keagamaan, siskamling, sekarang ini sudah mulai jarang kita jumpai dalam masyarakat pedesaan. Selain itu kebiasaan di masyarakat pedesaan yang sudah turun temurun, apabila ada seorang warga yang berhajat melaksanakan pesta perkawinan, maka selama berminggu-minggu seluruh jiran tetangga ikut sibuk bekerja, mulai dari mengumpulkan kayu bakar, membuat tungku untuk memasak, membuat/memasang tenda, membuat berbagai masakan, dan membuat pelaminan. Dalam kehidupan sehari-hari kehidupan ekonomi misalnya, yang semula masyarakat pedesaan sebagian besar pada sektor pertanian, setelah masuknya masa industrialisasi, semangat gotong royong masyarakat berkurang, hal ini disebabkan karena masyarakat sekarang cenderung besifat individualistis, sehingga ada anggapan umum ” hidup bebas asal tidak mengganggu kehidupan orang lain”. Bintarto (1980, hlm. 51) mengungkapkan bahwa, “Keadaan kegoncangan masyarakat tradisional akibat adanya teknologi dapat merubah hidup bermasyarakat menjadi hidup secara “individualistik” atau perseorangan yang menjauh dari jiwa gotong royong”.

Pada era modernisasi yang serba sibuk dan semua aktivitas dipacu oleh waktu dengan istilah time is money, maka pergeseran nilai seperti ini menjadi sebuah keniscayaan. Seiring dengan perkembangan zaman inilah masyarakat sekarang lebih sibuk dengan pekerjaannya untuk memenuhi tuntutan hidup yang semakin mendesak. Hal ini yang menyebabkan kegiatan gotong royong semakin ditinggalkan. Akhirnya berdasarkan dari kondisi riil tersebut di atas maka dikhawatirkan budaya gotong royong pada masyarakat mulai memudar yang dapat dimaknai sebagai sebuah keprihatinan yang sangat mendalam.

(10)

B. IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan dan melihat kondisi yang terjadi di lapangan, dapat diidentifikasikan beberapa masalah yaitu sebagai berikut:

1. Keberadaan budaya gotong royong pada masyarakat pedesaan yang semakin lama semakin memudar sebagai akibat pergeseran nilai-nilai budaya.

2. Terdapat perubahan mental dan bentuk sikap hubungan gotong-royong yang terjadi pada masyarakat desa pada kehidupan sehari-hari.

3. Budaya gotong royong mulai memudar dipicu oleh mulai munculnya budaya individualisme dan materialisme.

4. Masyarakat desa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dibandingkan ikut serta dalam kegiatan gotong-royong pada kehidupan sehari-hari.

C. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Untuk memperoleh hasil penelitian yang sesuai sasaran, dan tujuan yang hendak dicapai peneliti, maka rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Perubahan Kehidupan Gotong Royong Masyarakat Pedesaan di Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran?”

Agar ruang lingkup penelitian konsisten pada masalah yang diteliti dan tidak terlalu luas ruang lingkupnya serta terarah pada tujuan yang hendak dicapai maka peneliti merasa perlu membatasi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran perubahan kehidupan gotong royong masyarakat pedesaan di Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran?

(11)

3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari terjadinya perubahan kehidupan gotong royong masyarakat pedesaan Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran?

4. Bagaimana upaya dan solusi yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi perubahan kehidupan gotong royong dalam masyarakat pedesaan Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran di era modernisasi sekarang ini?

D. TUJUAN PENELITIAN a. Tujuan umum:

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan kehidupan gotong royong masyarakat pedesaan di Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.

b. Tujuan khusus:

1. Mendeskripsikan perubahan kehidupan gotong royong masyarakat pedesaan di Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran;

2. Mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya perubahan gotong royong masyarakat pedesaan Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran; 3. Menganalisis dampak yang ditimbulkan dari perubahan kehidupan

gotong royong masyarakat pedesaan Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran;

4. Menganalisis upaya dan solusi yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi perubahan kehidupan gotong royong masyarakat pedesaan Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran di era modernisasi sekarang ini.

E. MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

(12)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta memperluas wawasan keilmuan dan memberikan kontribusi terhadap sosiologi, khususnya pada disiplin ilmu sosiologi pedesaan.

b. Manfaat praktis 1. Bagi peneliti

Penelitian ini berguna untuk mengkaji lebih dalam tentang budaya luhur kita sebagai implementasi mempertahankan warisan nilai-nilai gotong royong yang telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat guna menambah pengalaman peneliti pada kearifan lokal masyarakat tentang nilai-nilai gotong royong.

2. Bagi masyarakat

Sebagai stimulus kepada masyarakat agar memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga budaya gotong royong sebagai ciri khas yang dimiliki oleh bangsa Indonesia khususnya masyarakat pedesaan.

3. Bagi pemerintah

Sebagai masukan bagi pemerintah desa untuk mengambil kebijakan dalam upaya mempertahankan aktivitas budaya gotong royong pada masyarakat pedesaan.

F. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI

Struktur organisasi atau sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

(13)

dicapai setelah penelitian selesai dilakukan, terdapat pula manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi.

2. BAB II Kajian Pustaka

Kajian pustaka mempunyai peran yang sangat penting. Melalui kajian pustaka ditunjukkan “the state of the art” dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritis dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan, serta hipotesis. Dalam kajian pustaka, peneliti membandingkan, mengontraskan, dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji dikaitkan dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan kajian tersebut, peneliti menjelaskan posisi atau pendirian peneliti disertai alasan-alasannya. Adapun bab II ini berisi teori-teori dan konsep-konsep yang relevan dengan fokus penelitian, yaitu perubahan sosial, solidaritas sosial, masyarakat pedesaan, gotong royong, serta penelitian terdahulu.

3. BAB III Metode Penelitian

Pada BAB III metode penelitian ini merupakan penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian yang ingin digunakan dan jenis penelitian apa yang dipilih oleh penulis. Lebih jelasnya yaitu langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh dalam penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode etnografi dengan pendekatan kualitatif.

4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada BAB IV terdiri atas dua hal utama yakni, tentang pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis temuan. Pengolahan data dilakukan berdasarkan prosedur tahap-tahap kualitatif. Bagian pembahasan atau analisis temuan mendiskusikan temuan tersebut dikaitkan dengan dasar teoritis yang telah dibahas pada bab Kajian Pustaka dan temuan sebelumnya.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

(14)

harus menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah. Saran atau rekomendasi yang ditulis setelah kesimpulan dapat ditujukan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya, serta pemecahan masalah di lapangan atau follow up dari hasil penelitian.

(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN

Suatu penelitian dapat dikatakan efektif dan dapat dipertanggung jawabkan apabila menggunakan metode penelitian yang tepat sesuai dengan kajian penelitian. Metode penelitian merupakan suatu cara untuk mencari kebenaran secara ilmiah yang didasarkan pada data yang sesuai dan diperoleh secara sistematis.

Menurut Sugiyono (2006, hlm. 2), “Metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasrkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara yang masuk akal. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia. Sistematis, artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Secara umum, data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan, sehingga hasil penelitian dapat memiliki manfaat dan kegunaan untuk masyarakat khususnya dunia pendidikan.

(16)

Menurut Moleong (2004, hlm. 26) mengemukakan bahwa, “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono 2007, hlm. 9) karakteristik penelitian kualitatif adalah:

a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci;

b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka;

c. Penelitian kualitaitif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome;

d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.

e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Sugiyono (2007, hlm. 1) menyatakan bahwa, “Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”.

(17)

Spradley (1997, hlm. 3) mengungkapkan bahwa, “Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan kebudayaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode etnografi untuk meneliti kehidupan budaya gotong royong pada masyarakat pedesaan.

Penelitian etnografi melibatkan aktifitas belajar dari masyarakat.

Sebagaimana Spradley (1997, hlm. 3) mengungkapkan bahwa, “Penelitian

etnografi melibatkan aktifitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi berarti belajar dari

masyarakat”.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa penelitian etnografi merupakan sebuah pendekatan untuk mempelajari tentang kehidupan sosial dan budaya sebuah masyarakat, sebagai penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial, dan menguji kelompok sosial tersebut juga mempelajari pola perilaku, kebiasaan dan cara hidup.

Malinowski dan Brow (dalam Spradley 1997, hlm. xxiii) mengungkapkan bahwa, „Tujuan dari sebuah penelitian etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat‟. Oleh karena itu, etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya, baik yang bersifat material seperti artefak budaya (alat-alat, pakaian, bangunan dan sebagainya) dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan, norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti.

Penelitian etnografi diidentikan dengan kerja antropologi, dengan dasar selain sebagai founding father yaitu penentu cikal bakal lahirnya antropologi, juga karena karakter penelitian etnografi yang mengkaji secara alamiah individu dan masyarakat yang hidup dalam situasi budaya tertentu. Bungin ( 2008, hlm. 220)

mengatakan, “Etnografi merupakan embrio dari antropologi. Artinya etnografi

(18)

Spradley (1997, hlm. 58) mengungkapkan bahwa, “Penelitian etnografi (budaya) merupakan metode penelitian yang banyak dilakukan dalam bidang antropologi terutama yang dilakukan dalam bidang budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang budaya masyarakat primitif dalam bentuk cara berfikir, cara hidup, adat perilaku, dan bersosial”.

Proses penelitian etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, sehingga peneliti memahami betul bagaimana kehidupan keseharian subjek penelitian tersebut. Spradley (1997, hlm. xxii)

mengungkapkan bahwa, “Dalam metode penelitian etnografi menggunakan

Developmental Research Sequence atau “alur penelitian maju bertahap”. Metode

ini didasarkan atas 5 prinsip, yaitu teknik tunggal, identifikasi tugas, maju bertahap, penelitian orisinal, dan problem solving. Dapat dikatakan penelitian etnografi menghendaki etnografer/peneliti : (1) mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok dalam situasi budaya tertentu, (2) memahami budaya atau aspek budaya dengan memaksimalkan observasi dan interpretasi perilaku manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya, (3) menangkap secara penuh makna realitas budaya berdasarkan perspektif subjek penelitian ketika menggunakan simbol-simbol tertentu dalam konteks budaya yang spesifik”.

Peneliti etnografi harus memahami dengan seksama permasalahan penelitian dan kerangka teoritis yang membentuknya, sama baiknya dengan bias-bias yang mungkin akan muncul di dalamnya. Spradley (1997, hlm. 9) mengungkapkan bahwa, “Etnografer melakukan proses memahami hal yang dilihat, dan didengarkan untuk menyimpulkan hal yang diketahui orang. Maka kualitas hasil pengamatan tergantung pada kemampuan peneliti untuk mengamati, mendokumentasikan dan menginterpretasikan apa yang bisa teramati”.

Spradley (1997, hlm. 35) mengungkapkan ada beberapa konsep yang menjadi pondasi bagi metode penelitian etnografi:

(19)

mempelajari bahasa setempat, namun, Spradley telah menawarkan sebuah cara, yakni dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan etnografis.

Kedua, adalah informan. Etnografer bekerja sama dengan informan untuk menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan. Informan merupakan sumber informasi; secara harafiah, mereka menjadi guru bagi etnografer.

Metode dalam penelitian etnografi harus netral dan bebas nilai, meskipun mereka menyadari bahwa nilai-nilai penelitian memainkan peranan penting dalam penyeleksian pertanyaan penelitian. Nilai dan kepentingan mempengaruhi bagaimana hasil penelitian akan digunakan. Hal ini digunakan beberapa metode dan teknik pengumpulan data sekaligus untuk mengatasi permasalahan obyektivitas ini.

Merujuk pada penjelasan di atas, metode etnografi ini dinilai cukup representatif untuk digunakan dalam penelitian yang penulis lakukan karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk pendekatan guna mempelajari tentang kehidupan sosial dan budaya sebuah masyarakat. Dengan maksud untuk menggali atau menemukan esensi dari suatu kebudayaan dan keunikan beserta kompleksitas untuk bisa melukiskan interaksi dan setting suatu kelompok.

B. TEKNIK PENELITIAN DAN PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data merupakan langkah penting dalam penelitian, karena pada dasarnya tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan data dari objek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2007, hlm. 62), “Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang diterapkan”.

Dalam peneltian kualitatif peneliti adalah sebagai instrumen utama (key instrument) mengharuskan peneliti terjun langsung ke lapangan dan menyatu

dengan situasi alamiah (natural setting). Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Sugiyono (2006, hlm. 252) bahwa, “Dalam penelitian kualitatif instrumen

(20)

sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara”.

Dalam pengumpulan data metode penelitian etnografi, peneliti diharuskan memahami subjek penelitian. Spradley (1997, hlm. 10) mengungkapkan bahwa,

“Dalam penelitian etnografi, dalam melakukan kerja lapangan, etnografer

membuat kesimpulan budaya manusia dari tiga sumber: (1) dari hal yang dikatakan orang, (2) dari cara orang bertindak, (3) dari berbagai artefak yang digunakan”. Karena itu diharuskan perspektif emik-etikpun digunakan secara bersamaan. Dalam arti luas seorang peneliti jenis ini harus menggunakan perspektif emik dalam meneliti, sehingga ia mengerti betul apa subjek penelitiannya, dan pada saat yang sama dia harus menggunakan perspektif etik, yaitu segera keluar dari lingkungan subjek penelitian, untuk melakukan refleksi terhadap apa yang selama ini dilakukan. Apakah yang peneliti tangkap, maknai, pahami telah benar-benar objektif, atau hanya emosional karena terlalu larut menjadi orang dalam subjek penelitian. Oleh karena itu, peneliti menggunakan alat pengumpul data melalui inderanya (penglihatan, pendengaran, dan perasa), dan kemampuan untuk berkomunikasi.

Sebagaimana layaknya penelitian kualitatif yang mengedepankan naturalistik dalam mendapatkan data yang sifat deskriptif, maka penelitian etnografi juga memanfaatkan teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian kualitatif pada umumnya, namun ada beberapa teknik yang khas. Adapun instrumen pengumpul data pada penelitian etnografi sebagai berikut:

1. Observasi

Menurut Bungin (2010, hlm. 115), “Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subjek (partner penelitian) di mana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya”.

(21)

orang yang melakukan observasi turut ambil bagian dalam kehidupan masyarakat yang diobservasi. Untuk mengetahui secara rinci dan langsung bagaimana budaya yang dimiliki individu atau sekelompok masyarakat maka seorang peneliti

etnografi harus menjadi “orang dalam”. Sebagaimana Spradley (1997, hlm. 5)

mengatakan bahwa, “Inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna ini terekspresikan secara langsung dalam bahasa, dan banyak yang diterima dan disampaikan hanya secara tidak langsung melalui kata dan perbuatan”. Oleh karena itu, menjadi “orang dalam” akan memberi keuntungan peneliti dalam menghasilkan data yang sifatnya natural. Peneliti akan mengetahui dan memahami apa saja yang dilakukan subjek penelitian, perilaku keseharian, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan keseharian, hingga pada pemahaman terhadap simbol-simbol kehidupan subjek penelitian dalam keseharian yang bisa jadi orang lain tidak memahami apa sebenarnya simbol itu.

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa dalam observasi partisipasi menjadikan peneliti sebagai orang dalam yang dapat memberikan akses yang luar biasa untuk “menguak” semua hal tanpa sedikitpun halangan, karena subjek penelitian akan merasa kehadiran peneliti tak ubahnya sebagai bagian dari keluarganya, sehingga tidak ada keraguan dan hambatan bagi subjek untuk berperilaku alami, sebagaimana layaknya dia hidup dalam keseharian. Patton (dalam Nasution, 2003, hlm. 59) menjelaskan bahwa observasi memiliki manfaat yaitu:

a. Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat memperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.

b. Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya. Pandangan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.

c. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada di lingkungan itu.

(22)

e. Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi informan, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

f. Dalam lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

g. Dengan terjun ke lapangan, peneliti dapat memperoleh gambaran secara langsung mengenai kondisi umum objek yang akan diteliti, selain itu juga peneliti mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan data yang lebih banyak yang dapat dijadikan dasar untuk mendapatkan data yang valid, akurat dan lebih terperinci.

Moleong (2004, hlm. 174) mengatakan bahwa, “Teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya”. Oleh karena itu observasi penting dilakukan karena pada dasarnya proses observasi merupakan sesuatu yang dilakukan untuk menemukan sesuatu yang tidak didapat oleh peneliti melalui wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi atau pengamatan terhadap kegiatan maupun aktivitas gotong royong masyarakat sehari-hari untuk memperoleh gambaran situasi lingkungan masyarakat pedesaan. 2. Wawancara

Wawancara adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mengadakan dialog maupun tanya jawab antara peneliti dan informan dengan sungguh-sunguh yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Esterberg (dalam Sugiyono 2007, hlm. 72) mengemukakan bahwa, „Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu‟.

(23)

memperluas pengetahuan peneliti tentang permasalahan yang hanya sedikit diketahuinya. Sebagaimana Bungin (2010, hlm. 108) mengungkapkan bahwa:

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Selanjutnya Stainback (dalam Sugiyono 2006, hlm. 261) mengemukakan

bahwa, „Dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih

mendalam tentang informan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi‟. Oleh karena itu wawancara sangat diperlukan untuk melegkapi data yang tidak ditemukan dari observasi.

Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Metode wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, Pertama, dengan wawancara peneliti dapat menggali apa saja yang tidak diketahui dan dialami subjek yang meneliti tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan masa mendatang.

(24)

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data-data, dokumen maupun catatan peristiwa yang berkaitan dengan penelitian sehingga dapat melengkapi, mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Menurut Moleong (2007, hlm. 82), “...dokumen sebagai sumber data untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan”.

Studi dokumentasi ini dijadikan metode pendukung yang diharapkan dapat memperkuat temuan data hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Dokumen-dokumen pendukung ini diantaranya catatan pembangunan desa, berita koran, artikel majalah, brosur, bulletin, foto, film dan dokumen lainnya. Sugiyono (2007, hlm. 82) mengatakan, “Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif”. Dalam penelitian ini peneliti mengambil dokumentasi-dokumentasi

penelitian dari buku catatan wawancara, profil kecamatan Padaherang, foto-foto, dan arsip-arsip lainnya yang diperlukan.

C. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat melakukan penelitian guna memperoleh data penelitian. Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran yang terletak di wilayah selatan Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada lokasi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, yakni:

a. Kecamatan Padaherang merupakan wilayah desa dengan kondisi masyarakat semi modern;

b. Penduduk Kecamatan Padaherang memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda;

c. Tingkat urbanisasi yang tinggi;

(25)

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah beberapa warga masyarakat desa Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran, beberapa tokoh masyarakat, maupun perangkat desa yang dianggap cukup mendukung untuk fokus penelitian. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti yaitu teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu, Sugiyono (2006, hlm. 95). Purposive sampling digunakan pada saat penentuan subjek penelitian berdasarkan indikator. Pemilihan teknik purposive sampling berdasarkan pemilihan orang yang dianggap mengetahui informasi. Sebagaimana menurut Sugiyono (2007, hlm. 54), “...ketika orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai seorang penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi situasi sosial yang diteliti”.

Menurut Sugiyono (2007, hlm. 57) sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Mereka yang menguasai atau memahami segala sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati;

b. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimplung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti;

c. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi.

d. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri;

e. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti

sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Menurut Sugiyono (2007, hlm. 49) mengungkapkan, “Dalam penelitian

(26)

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah aktivitas dari masyarakat pedesaan di Kecamatan Padaherang khususnya dalam kegiatan gotong royong.

D. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Pra Penelitian

Sebelum melakukan tahap pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan tahap pra penelitian terlebih dahulu. Dalam tahap ini peneliti mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian diantaranya fokus penelitian dan objek penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti pada tahap pra penelitian ini meliputi: memilih masalah yang menarik untuk diteliti, menentukan judul, membuat rumusan masalah, menentukan pendekatan metode penelitian, menentukan lokasi dan subjek penelitian, melakukan studi pendahuluan, mengumpulkan data, lalu membuat dan menyusun proposal penelitian.

Tahapan yang ditempuh peneliti sebelum melaksanakan penelitian, yakni sebagai berikut:

a. Prosedur Administrasi Penelitian.

Prosedur perijinan yang penulis tempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada ketua jurusan Pendidikan Sosiologi FPIPS UPI;

2) Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Pembantu Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan;

3) Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masayarakat Kabupaten Pangandaran;

4) Pemerintah Kecamatan Padaherang memberikan izin untuk melaksanakan penelitian selama batas waktu yang telah ditentukan. b. Persiapan Penelitian

(27)

1) Menyusun beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan kepada masyarakat, untuk mengetahui sedikit gambaran umum mengenai kondisi lingkungan masyarakat saat ini;

2) Pertanyaan yang akan ditanyakan tersebut sebelumnya telah didiskusikan terlebih dahulu kepada Dosen Pembimbing, supaya lebih terfokus kepada masalah yang akan diteliti dan dalam pemilihan redaksi kalimat yang pantas;

3) Menemui masyarakat untuk mengetahui mengenai kondisi masyarakat, dan mendatangi lokasi yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian sesuai dengan indikator yang telah ditentukan penulis; dan

4) Mempersiapkan perizinan penelitian yang diperlukan. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah melakukan tahap persiapan untuk penelitian, maka peneliti pun memasuki lokasi penelitian untuk memulai pelaksanaan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan observasi dan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan warga yang akan menjadi subjek penelitian, hal ini dilakukan agar informan nantinya akan lebih terbuka kepada peneliti. Penggalian informasi pun dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan data yang berkualitas. Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada beberapa informan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan dengan tujuan untuk menggali infomasi yang telah di fokuskan berdasarkan pedoman wawancara. Penggalian informasi ini dilakukan secara terus menerus sampai menemukan data yang bekualitas serta mencapai titik jenuh.

Penelitian dilakukan penulis terhadap beberapa warga masyarakat desa Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran, beberapa tokoh masyarakat, maupun perangkat desa yang dianggap terkait dengan fokus penelitian.

E. ANALISIS DATA

(28)

kualitatif, peneliti membangun kata-kata dari hasil wawancara atau pengamatan terhadap data yang dibutuhkan untuk dideskripsikan atau dirangkum.

Menurut Sugiyono (2007, hlm. 89), “Analisis data adalah proses mencari

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain”.

Sementara itu proses analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan seperti yang diungkapkan Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2007, hlm. 91) bahwa „analisis data data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi’. Analisis tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Reduction atau reduksi data

Reduksi data merupakan data hasil penyaringan yaitu memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting serta mencari tema dan polanya. Sugiyono (2007, hlm. 92) menjelaskan bahwa, “Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu”. Dalam reduksi data peneliti merangkum atau memilih data yang telah diperoleh dari lapangan, sehingga ditemukan sebuah gambaran yang lebih jelas dan dapat mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Display atau penyajian data

(29)

Sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2007, hlm. 95) yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Biasanya penyajian data dalam pendekatan kualitatif berbentuk naratif berisi uraian hasil penelitian.

3. Conclusion atau penarikan kesimpulan

Penarikan merupakan pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif bisa digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan sejak awal maupun tidak, namun juga sebagai sebuah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan dalam kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Sebagaimana Sugiyono (2007, hlm. 99)

mengungkapkan bahwa, “Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. F. PENGUJIAN KEABSAHAN DATA

Pengujian keabsahan data ini dimaksudkan untuk menyelaraskan data yang telah terkumpul dalam penelitian. Sebagaimana Sugiyono (2007, hlm. 119)

mengungkapkan bahwa “Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat

dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaaan antara yang dilaporkan peneliti dengan sesungguhnya apa yang terjadi”. Untuk menguji keabsahan data ada empat kriteria menurut Moleong (2007, hlm. 324) yaitu “Derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability)”. Dalam penelitian ini teknik pengujian keabsahan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

a. Member chek, yaitu pengecekan atau verifikasi data kepada subjek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2007, hlm.129) “Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yag diperoleh sesuai dengan apa yang

diberikan oleh pemberi data”. Member chek ini dilakukan agar data atau

(30)

b. Triangulasi, yaitu pengecekan kebenaran data yang diperoleh dari sumber dengan berbagai teknik. Triangulasi ini bertujuan untuk mengecek kebenaran data dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber lain, dilakukan untuk mempertajam data-data yang diperoleh dari lapangan. Menurut Sugiyono (2007, hlm. 125) triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi berfungsi untuk mengecek validasi data dengan menilai kecukupan data dari sejumlah data yang beragam.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Bintarto (1980). Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia. Yogyakarta. PT. Bina Ilmu Surabaya.

Bungin, B. (2008). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Grafindo Persada.

Bungin, B. (2010). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hartomo dan Aziz. (2008). Ilmu Sosial Dasar. Bandung: MKDU.

Koejtaraningrat. (1974). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Martono, N. (2012) Sosiologi Perubahan Sosial (Perspektif Klasik, Modern,

Postmodern, Dan Poskolonial). Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Marzali, A. (2005). Antropologi Pembangunan Desa. Jakarta: Prenada Media. Moleong, L.J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Narwoko, J. D dan Suyanto, B. (2007). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito Nasution, Z. (2009). Solidaritas Sosial Dan Partisipasi Masyarakat Desa

Transisi. Malang: Umm Press.

Nazsir, R. (2008). Sosiologi Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.

Raharjo (2004). Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian. Yogyakarta:; Gadjah Mada University Press.

(32)

Sajogyo dan Pudjiwati. (2005) Sosiologi Pedesaan. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Salim, Agus. (2002). Perubahan Sosial. Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya. Setiadi, E.M. dan Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana

Prenada Group.

Setiadi, E.M. dan Kolip, U. (2011). Pengantar Antropologi. Bandung: CV Maulana Media Grafika.

Siswopangritpo, S dan Suprihadi, S. (1984). Pokok-Pokok Sosiologi Pedesaan. Bandung: Alumni.

Slamet, I. (1965). Pokok-Pokok Pembangunan Masyarakat Desa. Jakarta: Bharata.

Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Soekanto, S. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Soelaeman, M. (1986). Ilmu Sosial Dasar Teori Dan Konsep Ilmu Sosial .

Bandung: PT. Eresco.

Spradley, J. (2007). Metode Etnografi. Yogyakarta. PT. Tiara Wacana Yogya. Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Syani, A. (2007). Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Tanpa nama, (1982). Sistem Gotong Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Upe, A. (2010). Tradisi Aliran Dalam Sosiologi (Dari Filosofi Positivistik Ke Post Positivistik). Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Wulansari, D. (2009). Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: PT Refika Aditama. Sumber Dokumen

(33)

Koordinator Statistik Kecamatan Padaherang (2009). Kecamatan Padaherang dalam Angka.Ciamis. Badan Pusat Statistik kabupaten Ciamis.

Sumber Skripsi, Tesis, Disertasi

Andriani, D. (2012). Kajian Tentang Pergeseran Makna dan Pola Gotong Royong Pada Masyarakat Desa Gandamekar Dalam Konteks Tradisi dan Modernisasi. Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia

Muhammad, S. (2011). Dilema Perkembangan Masyarakat Ternate Menghadapi Tarikan Tradisi & Modernitas (Studi Tentang Orientasi Nilai Bangsawan Ternate). Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia

Rinda Mulyani, L. (2007). Kajian Tentang Pergeseran Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Pada Masyarakat Desa Pangguh. Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia

Sumber Internet

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sugiyono (2006:1), “Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan

“Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Untuk itu perlu dipilih secara cermat metode yang akan dipakai dalam

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data tujuan dan kegunaan tertentu, sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu peneliti ingin berusaha mendapatkan

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada