• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TB ANAK DI KOTA DENPASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TB ANAK DI KOTA DENPASAR."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI KOTA DENPASAR

MADE SHASMITHA PRAGMANINGTYAS NIM. 1220025009

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TB PADA

ANAK DI KOTA DENPASAR

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

MADE SHASMITHA PRAGMANINGTYAS NIM. 1220025009

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 13 Juli 2016

Tim Penguji Skripsi Ketua (Penguji I)

(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 13 Juli 2016

Pembimbing

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kota Denpasar” ini tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih diberikan atas kerjasamanya dalam penyusunan proposal penelitian ini kepada :

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., Ph.D selaku ketua P.S. Kesehatan Masyarakat FK UNUD yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini.

2. Ni Luh Putu Suariyani, SKM.,MHlth&IntDev selaku Kepala Bagian Peminatan Epidemiologi P.S. Kesehatan Masyarakat dan juga sebagai penguji skripsi ini atas segenap bantuan dan dukungannya yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing serta memberi masukan dalam penyusunan penelitian ini.

3. dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M. Epid selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan pengarahan, dan memberikan nasihat serta dukungan dalam penyusunan penelitian ini, sehingga peneliti dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.

(6)

vi

5. Seluruh dosen, staf, dan pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat atas dukungan dan kerjasamanya.

6. Keluarga, Bapak, Ibu, Blide, Danin yang selalu mendoakan, menyemangati dan mendukung dalam penyusunan skripsi ini.

7. Aditya Pradipta yang selalu ada untuk menyemangati, mendukung, membantu, menghibur dan memotivasi sehingga penyusunan skripsi ini berjalan lancar.

8. Teman-teman pabo; nur, della, dayu asri, jody, pink, kupit, obey, dan chaca ysng sudah setia, selalu mengingatkan, menyemangati dan mendukung dalam pembuatan skripsi ini.

9. Semua teman-teman IKM 12 dan semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Demikian skripsi ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, 13 Juli 2016

(7)

vii

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI KOTA DENPASAR

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penelitian tentang TB pediatri menunjukkan adanya peningkatkan sebesar dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya dalam jumlah kasus TB baru pada kelompok anak-anak. Maka dari itu, penting untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB pada anak, khususnya di Kota Denpasar yang merupakan wilayah perkotaan yang padat penduduk dengan kasus TB baru yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan

case control. Sampel dalam penelitian ini yaitu 92 yang terdiri dari 46 anak pada kelompok kasus dan 46 anak kelompok kelola yang berdomisili di Kota Denpasar. Pengambilan sampel kasus dilakukan dengan teknik sampling berupa total population sampling. Sampel kelola diambil dengan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi langsung selanjutnya dianalisis secara bivariabel dan multivariabel dengan menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan faktor yang secara murni mempengaruhi kejadian TB di Kota Denpasar berdasarkan hasil analisis multivariabel yaitu status gizi anak (OR=12,72; 95%CI=1,80-90,02), riwayat kontak anak dengan penderita TB (OR= 16,71; 95%CI=4,20-66,41), dan perilaku ibu tentang pencegahan penyakit TB (OR=8,18; 95%CI=2,41-27,69). Diharapkan para ibu wajib meminimalisir kontak secara langsung anak dengan penderita TB dan ibu berperilaku sehat dengan membuka ventilasi/jendela setiap hari agar sirkulasi udara dapat berjalan dan sinar matahari masuk ke dalam rumah.

(8)

viii

FACTORS AFFECTING THE INCIDENCE OF TUBERCULOSIS IN CHILDREN AT DENPASAR CITY

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis and most often infects the lungs. Research on pediatric TB showed increasing more than two-fold from the previous forecast in the number of new TB cases in the group of children. Therefore, it is important to examine the factors that influence the incidence of TB in children, particularly in Denpasar which is densely populated urban areas with new TB cases increased from previous years.

The design of study was an observational analytic with case control approach. The sample in this study is 92 consisting of 46 children in the case group and 46 children in the control group which domiciled in Denpasar. Sample of case group was chosen by total population sampling. While the control of samples taken by purposive sampling. Data were collected using interview and direct observation and then analyzed using bivariable and also multivariable logistic regression.

The results of this study, based on multivariable analysis were had nutritional status of children (OR = 12.72; 95% CI = 1.80-90.02), history of a contact child with TB patients (OR = 16.71; 95% CI = 4.20-66.41), and the behavior of mother on prevention of TB disease (OR = 8.18; 95% CI = 2.41-27.69). So that the mothers are required to minimize direct contact the child with TB patients, and the healthy behavior by covering the mouth when cough or sneeze, and also open the window everyday for air circulation and sunlight can get into the house.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Peneliti ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

(10)

x

2.2 Gejala Klinis ... 9

2.3 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis pada Anak ... 11

2.4 Faktor yang Mempengaruhi TB Paru pada Anak ... 12

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 26

3.1 Kerangka Konsep ... 26

3.2 Hipotesis ... 27

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28

3.3.1 Variabel Penelitian ... 28

3.3.2 Definisi Operasional... 29

BAB IV METODE PENELITIAN ... 33

4.1 Desain Penelitian ... 33

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

4.3.1 Populasi Penelitian ... 33

4.3.2 Sampel Penelitian ... 34

4.3.3 Perhitungan Besar Sampel ... 35

4.3.4 Teknik Sampling ... 36

4.4 Jenis dan Pengumpulan Data ... 36

4.4.1 Data Primer ... 36

4.4.2 Data Sekunder ... 37

4.4.3 Instrumen Penelitian... 37

4.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 37

4.5.1 Pengolahan Data... 37

4.5.2 Teknik Analisis Data ... 38

BAB V HASIL PENELITIAN ... 41

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

(11)

xi

5.2.1 Karakteristik Ibu... 42

5.2.2 Karakteristik Anak ... 43

5.3 Pengaruh Faktor Risiko Terhadap Kejadian TB Anak di Kota Denpasar ... 43

5.4 Faktor yang Secara Murni (Independent) Mempengaruhi Kejadian TB pada Anak di Kota Denpasar ... 47

BAB VI PEMBAHASAN ... 51

6.1 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Pada Anak di Kota Denpasar ... 51

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 62

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 63

7.1 Simpulan ... 63

7.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA

(12)

xii

DAFTAR TABEL

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

xiv SDGs : Sustainable Development Goals

Overdiagnosis: diagnosis TB yang diberikan pada anak oleh dokter terlalu berlebihan atau terlalu cepat mendiagnosis walaupun belum tentu menderita TB

Underdiagnosis: penegakan diagnosis TB yang terlambat karena kemiripan gejala TB dengan penyakit lainnya

Underreported: Pencatatan kasus yang rendah dan banyak kasus yang tidak tercatat BCG : Bacillus Calmette Guerin

HIV/AIDS : Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

Reservoir : setiap makluk hidup atau zat lain yang menjadi tempat agen infektif hidup dan berkembangbiak

WHO-NCHS : World Health Organization- National Center for Health Statistics

KMS : Kartu Menuju Sehat

CI : Confidence Interval

Kemenkes : Kementerian Kesehatan

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden (Informed Consent)

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Hasil Analisis Data

Lampiran 5. Surat Rekomendari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali

Lampiran 6. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kota Denpasar

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit TB bersumber dari orang ke orang melalui udara, ketika orang dengan TB paru batuk, bersin atau meludah sehingga mendorong kuman TB ke udara bebas. Seseorang dapat terinfeksi penyakit TB hanya dengan menghirup kuman TB masuk ke dalam paru-paru (CDC: Basic TB Facts, 2012).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Tuberculosis Report 2015 melaporkan terdapat 9,6 juta kasus TB baru di tahun 2014 yang terdiri dari 5,4 juta laki-laki, 3,2 juta perempuan dan 1 juta anak. Sejak tahun 1990, selama lebih dari 20 tahun WHO terus meningkatkan pengawasan dan metode pelaporan peningkatan penyakit TB secara global. Kemajuan dalam memperluas akses terhadap diagnosis dan pengobatan TB yang efektif menghasilkan sekitar 43 juta jiwa diselamatkan sejak tahun 2000 (WHO: Global Tuberculosis Report, 2015).

(17)

dalam jumlah kasus TB baru diantara anak-anak. Hal tersebut menunjukkan penyebaran penyakit TB pada anak terus meningkat (WHO: Global Tuberculosis Report, 2015).

Anak yang terinfeksi akan berdampak berkembang menjadi kasus infeksi laten TB yang di masa depan dapat terjadi reinfeksi (infeksi kembali) atau reaktivasi jika tidak diobati sampai tuntas, sehingga meningkatkan kejadian kasus baru TB paru dewasa (CDC: TB in Children, 2013). Infeksi TB pada anak perlu dilakukan penanganan dan pengobatan segera dan cepat, karena selain paru-paru, otak juga dapat terinfeksi bakteri TB sehingga menyebabkan gangguan pada tumbuh kembang anak (Tbfacts: TB & Children, 2015).

Sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB dewasa dan orang dewasa yang mengidap TB paru. Karena kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat dengan cepat menularkan penyakit TB melalui batuk, bersin, dan ketika sedang melakukan percakapan. Semakin sering dan lama kontak makin besar pula kemungkinan terjadinya penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut dengan kontak erat adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung dan sering berinteraksi langsung (Kemenkes RI, 2013).

(18)

Indonesia memiliki proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11%, tetapi apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8-15,9%. Provinsi Bali pada tahun 2013, memiliki proporsi kasus TB anak diantara seluruh pasien TB di Provinsi Bali mencapai 6,1%. Kota Denpasar merupakan salah satu kota dengan proporsi kasus TB anak tertinggi di Provinsi Bali. Proporsi kasus TB anak di Kota Denpasar sebesar 6,3% diantara seluruh kasus TB di Kota Denpasar (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015).

Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB pada Anak di Kota

(19)

1.2Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut apakah faktor lingkungan dan faktor host (penjamu) dapat mempengaruhi terjadinya Tuberkulosis pada anak di Kota Denpasar?

1.3Pertanyaan Peneliti

Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya TB pada anak di Kota Denpasar?

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis pada anak di Kota Denpasar.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

b. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit TB terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

c. Untuk mengetahui pengaruh sikap ibu tentang penyakit TB terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

d. Untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu terhadap penyakit TB dengan kejadian Tuberkulosis pada anak.

(20)

f. Untuk mengetahui pengaruh status imunisasi BCG anak terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

g. Untuk mengetahui pengaruh riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi TB paru dewasa terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

h. Untuk mengetahui pengaruh paparan asap rokok dalam rumah terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak

i. Untuk mengetahui pengaruh luas ventilasi rumah terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

j. Untuk mengetahui pengaruh pencahayaan alami dalam rumah terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

k. Untuk mengetahui pengaruh kelembaban udara dalam rumah terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

l. Untuk mengetahui pengaruh kepadatan penghuni rumah terhadap kejadian Tuberkulosis pada anak.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan pengembangan teori dibidang kesehatan mengenai bahan bacaan dan sumber informasi untuk mahasiswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis pada anak.

1.5.2 Manfaat Praktis

(21)

TB di Dinas Kesehatan atau Puskesmas dalam upaya pencegahan kontak serumah TB pada anak dan menjadi pencegahan awal pada tahap skrining penyakit TB pada anak.

1.6Ruang Lingkup Penelitian

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Epidemiologi Penyakit TB

Penyakit tuberculosis menrupakan penyakit infeksi menuar yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis

ditemukan pada tahun 1882 pertama kali oleh Robert Koch. Bakteri tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan menuju kedalam bagian paru-paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran linfa, dan saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke bagian atau organ lainnya. Terdapat dua kondisi yang dapat dijumpai dalam tuberkulosis paru pada manusia, yaitu: a) Tuberkulosis primer: bila penyakit tuberkulosis muncul dan langsung menginfeksi manusia; b) Tuberkulosis paska primer: bila penyakit tuberkulosis timbul setelah beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh. Bakteri tuberkulosis dapat ditemukan dalam dahak penderita yang menjadi sumber penularan (Notoatmodjo, 2007).

(23)

Bakteri Tuberkulosis menular melalui udara dari orang ke orang. Bakteri TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit TB mengalami batuk, bersin, berbicara dan bernyanyi. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis paru BTA positif. Orang terdekat yang berada disekitarnya ketika bernapas dapat menghirup bakteri TB yang keluar ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara ataupun bernyanyi dan terhisap ke dalam paru-paru serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan menjadi terinfeksi. Namun tidak selalu langsung terinfeksi, orang tersebut harus menghabiskan waktu yang cukup lama dalam kontak dekat dengan orang yang terinfeksi TB untuk dapat menangkap bakteri TB dan menjadi terinfeksi kuman TB (CDC: Tuberculosis (TB) Disease, 2016).

Selain menginfeksi orang dewasa, infeksi tuberkulosis dapat menginfeksi bayi dan anak (TB milier).TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak umur 0-14 tahun (Kemenkes RI, 2013). TB pada anak merupakan transmisi terbaru dan berkelanjutan bakteri TB. Anak-anak paling mungkin untuk terinfeksi TB oleh kontak terdekat, seperti anggota keluarga. Anak-anak dapat mengembangkan penyakit TB pada usia berapa pun, tetapi TB yang paling sering menjangkit anak-anak yaitu pada usia 1 sampai 4 tahun. Anak-anak-anak bisa sakit dengan penyakit TB segera setelah terinfeksi bakteri TB, atau mereka bisa sakit di kemudian hari ketika terjadi pelemahan sistem imunitas sehingga bakteri TB kembali aktif dan berkembangbiak di dalam tubuh. Jika tidak diobati, kuman TB akan terus menetap di dalam tubuh seumur hidup dan memungkinkan untuk dapat menginfeksi anak-anak mereka kelak (CDC: TB in Children, 2013).

(24)

hasil dari pelepasan bakteri TB ke udara oleh seseorang yang memiliki TB BTA positif. Setelah bakteri TB dihirup dan mencapai paru-paru, selanjutnya bakteri TB berkembangbiak dan kemudian menyebar melalui pembuluh getah bening ke kelenjar getah bening di dekatnya. Beberapa anak berada pada risiko yang lebih besar terkena TB daripada anak yang lain yaitu seorang anak yang tinggal dirumah yang sama dengan seseorang yang didiagnosis mengidap TB BTA positif, seorang anak berusia kurang dari 5 tahun, seorang anak dengan infeksi HIV, seorang anak dengan gizi buruk (CDC: Tuberculosis (TB) Disease, 2016).

Daya penularan dari orang dengan TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan di parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin tinggi daya penularan dari orang dengan TB tersebut. Tingkat pajanan percikan dahak sangat mempengaruhi besar risiko tertular TB. Selain itu, faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang terinfeksi TB adalah imunitas tubuh yang rendah, infeksi HIV/AIDS, dan malnutrisi atau gizi buruk (Depkes RI, 2006).

Dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia menyebutkan bahwa faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17% (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2014).

2.2Gejala Klinis

(25)

klinis dapat terjadi dalam beberapa fase diawali dengan fase asimtomatik dengan lesi yang hanya dapat dideteksi secara radiologic kemudian berkembang menjadi lisis yang jelas kemudian semakin memburuk (Notoadmodjo, 2007). Gejala klinis pasien tuberkulosis paru menurut Depkes RI (2008), adalah 1) batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih; 2) dahak bercampur darah; 3) batuk berdarah; 4) sesak napas; 5) badan lemas; 6) nafsu makan menurun; 7) berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik; 8) demam meriang lebih dari satu bulan. Seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka bila sudah memiliki keluhan-keluhan tersebut. Pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan foto rontgen dan pemeriksaan dahak (pemeriksaan mikroskopis) (Widoyono, 2008).

Gejala sistemik/umum TB anak menurut Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak (2013) adalah sebagai berikut:

a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.

b. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala umum lain.

c. Batuk lama ≥ 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.

d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh kembang.

(26)

f. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan dasar diare.

g. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit. Biasanya bersifat

multiple yaitu paling sering muncul di daerah leher, ketiak, dan lipatan paha. Tuberkulosis pada anak sulit untuk dilakukan diagnosis sehingga sering terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis tuberkulosis pada anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang dilakukan oleh dokter dengan parameter: uji tuberkulin, berat badan/ keadaan gizi, demam tanpa sebab yang jelas, batuk, pembesaran kelenjar limfe, koli, aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang, foto thoraks (Kemenkes RI, 2013).

2.3Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis pada Anak

Upaya pencegahan merupakan upaya kesehatan yang diharapkan agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit (agent), manusia (host),

dan faktor lingkungan (environment) (Notoatmodjo, 2007).

(27)

penyakit tuberkulosis pada anak dapat dilakukan dengan: 1) memvaksinasi BCG bayi berumur 0-2 bulan; 2) melakukan skrining dan manajemen kontak pada anak yang mengalami paparan pasien TB BTA positif dan pada orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi anak yang didiagnosis TB; 3) memberikan obat isoniazid (INH) pada anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA positif.

Untuk memberantas penyakit tuberkulosis hal penting yang harus dilakukan adalah mengendalikan keseimbangan unsur-unsur seperti manusia, sumber penyakit, dan lingkungan, serta memperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut (Lisa, 2013). Keberhasilan dari usaha pemberantasan tuberkulosis pada anak tergantung juga pada pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang pencegahan penyakit TB, semakin rendah pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang pencegahan penyakit TB maka semakin besar risiko anak tertular penyakit TB. Pemicu lain yang menyebabkan balita khususnya bayi mudah terinfeksi TB karena tidak adanya kekebalan tubuh terhadap bakteri Mycobacterium Tuberculosis. TB merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga pemerintah mewajibkan pemberian imunisasi menggunakan vaksin Bacillus Calmette Guerin

(BCG) pada bayi sebelum ia berusia 3 bulan (IDAI, 2008). Begitu pula dengan lingkungan rumah yang sehat yang sangat penting untuk diperhatikan, hal tersebut didukung oleh penelitian dari Nurhidayah, et al. (2007) yang menyatakan bahwa luas ventilasi rumah, kelembaban rumah, pencahayaan rumah dan kepadatan penghuni rumah berpengaruh terhadap penularan penyakit tuberkulosis pada anak.

2.4Faktor yang Mempengaruhi TB Paru pada Anak

(28)

yang mempengaruhinya (determinan) yang dimaksud untuk melakukan upaya pencegahan dan perencanaan kesehatan. Dalam studi Epidemiologi dikenal dengan teori segitiga Epidemiologi oleh John Gordon. Segitiga Epidemiologi merupakan konsep dasar Epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit. Faktor utama tersebut adalah faktor Host, Agent dan Environment. Proses integrasi ini digambarkan sebagai berikut:

Sumber :Budiarto, E., & Anggraeni, D. (2002). Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta : EGC.

1. Agent

Agent adalah suatu unsur organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Faktor agen dapat meliputi: faktor nutrisi, penyebab kimiawi, penyebab fisik seperti radiasi, penyebab biologis, metazoa, virus, jamur, bakteri dan lain sebagainya (Bustan, 2008). Agen yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman

Mycobacterium tuberculosis. 2. Host

Host atau pejamu adalah manusia atau makhluk hidup, termasuk burung dan antrhopoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi

Host (Penjamu)

Agen (Penyebab Penyakit)

Enviromental

(Lingkungan)

(29)

alam. Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet. Komponen host dapat berupa genetik, umur, jenis kelamin, suku, keadaan fisiologi tubuh, keadaan imunologi, tingkah laku, gaya hidup, personal hygiene dan sebagainya. (Bustan, 2008). Beberapa faktor host yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis pada anak adalah :

3. Lingkungan

Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu. Komponen lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, biologi, dan sosial. Lingkungan sosial dan lingkungan rumah merupakan faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan anak.

A. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kejadian TB pada anak. Anak yang masih dalam proses tumbuh dan berkembang tidak mengetahui terdapat bakteri TB pada tubuhnya faktor-faktor tersebut adalah a. Status Imunisasi BCG

Menurut Pedoman Imunisasi Indonesia (2011), bahwa BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang dibuat untuk menimbulkan kekebala terhadap bakteri Mycobacterium Tuberculosis, dimana bakteri tersebut menimbulkan penyakit TB. Imunisasi BCG terbukti mengurangi morbiditas sampai 74%. Balita yang sudah mendapatkan imunisasi BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi kuman/bakteri TB.

(30)

memberikan kekebalan sempurna pada anak tetapi kekebalan tubuh anak lebih baik dibandingkan anak yang tidak mendapatkan imunisasi BCG. Hal tersebut didukung oleh peneliitian dari Imarruah (2014) yang menyatakan bahwa anak dan balita yang tidak di imunisasi BCG lebih berisiko terkena tuberkulosis paru dibandingkan dengan anak dan balita yang mendapat imunisasi BCG tepat waktu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Hadinegoro (2011), bahwa anak balita rentan terhadap infeksi bakteri TB, maka dari itu penting untuk mendapatkan imunisasi BCG dengan tujuan mencegah penyakit TB pada anak.

b. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang akan berpengaruh terhadap kekuatan, daya tahan, dan respon imunologis terhadap penyakit dan keracunan. Status gizi didapat seseorang dari nutrient yang diberikan kepadanya. Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh, jika status gizi kurang atau buruk maka daya tahan tubuh akan lemah sehingga rentan terinfeksi penyakit (Soemirat, 2010).

(31)

c. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua berperan sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Orang tua dengan pendidikan yang baik dapat lebih menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara mengasuh anak, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya dengan benar dan tepat (Soetjiningsih, 1995) Dalam upaya pencegahan penularan penyakit TB paru pada anak dipengaruhi dengan tingkat pendidikan seseorang sehingga semakin tinggi pula pengetahuannya dalam menghindari penyakit TB Paru (Irianto et al., 2004).

d. Pengetahuan Ibu tentang penyakit TB

Menurut Notoatmodjo (2011) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang yang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu di lingkungannya.

Kurangnya pengetahuan ibu merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan. Rendahnya pengetahuan penderita, ibu, keluarga, dan masyarakat sekitar tentang bahaya penyakit TB, maka semakin besar pula risiko orang yang terinfeksi TB menjadi sumber penularan bagi orang-orang sekitarnya. Sebaliknya, pengetahuan yang baik mengenai TB akan menolong masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan TB (Entjang, 2000).

(32)

TB paru pada anak. Anak dengan ibu berpengetahuan kurang baik tentang TB paru memiliki risiko lebih besar tekena TB paru dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu dengan pengetahuan tentang TB paru baik yang tahu bagaimana cara penularan, pencegahan maupun pengobatan yang tepat untuk penyakit TB.

e. Sikap Ibu tentang Penyakit TB

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Hasil penelitian Presti, Linda. (2011) menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara sikap dengan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular TB Paru. Menurut Hariwijaya, et al. (2007), diperlukan sikap dan perilaku yang baik dalam pencegahan dan penularan penyakit TB paru. Semakin baik sikap ibu terhadap pencegahan penyakit TB paru, maka semakin kecil pula risiko anaknya untuk tertular penyakit TB paru.

f. Perilaku Ibu terhadap Penyakit TB

(33)

mendeteksinya dalam tahap asimptomik (Niven, 2002). Teori Blum menyebutkan bahwa faktor perilaku merupakan komponen kedua terbesar dalam menentukan status kesehatan. Penularan penyakit TB paru dapat disebabkan perilaku yang kurang memenuhi standar kesehatan, seperti kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan membuang dahak pasien TB yang tidak benar. Kurangnya aliran udara dalam rumah meningkatkan kadar CO2 dan meningkatkan kelembaban udara yang merupakan media yang baik untuk bakteri patogen. Alasan ini yang menyebabkan penularan penyakit TB paru dalam keluarga (Agus&Arum, 2005).

Penularan TB pada anak dapat disebabkan oleh perilaku ibu yang kurang menerapkan kebiasaan-kebiasaan untuk mencegah penyakit TB pada anak. Cara pencegahan penularan penyakit TB paru yang berkaitan dengan lingkungan dan perilaku kesehatan (BBKPM Surakarta, 2009), yaitu:

1. Membuka jendela pada pagi hari sampai sore hari, agar rumah mendapat sinar matahari langsung dan udara yang cukup.

2. Menjemur kasur, bantal dan guling secara teratur 1 kali seminggu. 3. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah hunian dalam satu kamar tidak

boleh lebih dari 3 orang.

4. Menjaga kebersihan diri, rumah, dan lingkungan di sekitar rumah. 5. Lantai di semen atau dipasang tegel/tehel atau keramik/ubin. 6. Bila batuk, mulut ditutup dengan sapu tangan

7. Tidak meludah di sembarang tempat.

(34)

g. Riwayat Kontak

Seorang anak dengan TB paru biasanya tidak menginfeksi anak lainnya, dikarenakan basil TB pada tubuh anak tidak dapat dikeluarkan. Hal tersebut berbeda dengan orang dewasa yang terinfeksi TB paru yang dapat dengan mudah menginfeksi anak-anak saat batuk dan mengeluarkan percikan dahak (Biddulph, 1999).

Anak yang pernah melakukan kontak dengan orang dewasa yang menderita TB BTA positif atau suspek TB yang diduga menjadi sumber penular memiliki risiko tertular penyakit TB yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mempunyai riwayat kontak (Yulistyaningrum, 2010). Sumber penularan yang paling berbahaya adalah penderita TB dewasa dan orang dewasa yang menderita TB paru dengan kavitas (lubang pada paru-paru). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui bersin, batuk, dan dalam percakapan. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat adalah orang tuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung dan sering berinteraksi langsung (Kemenkes RI, 2013).

h. Paparan asap rokok dalam rumah dalam rumah

(35)

asap rokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis (Sejati, 2015).

Perilaku merokok pada orang dewasa atau keluarga anak sangat berperan dalam menyumbangkan kejadian TBC pada anak karena anak secara tidak langsung telah menjadi perokok pasif. Hal tersebut didukung oleh penelitian Azis (2009), bahwa anak tinggal serumah dengan anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah berarti terpapar asap rokok lebih sering dan risiko terkena TBC meningkat 2,463 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah dengan anggota keluarga yang tidak punya kebiasaan merokok dalam rumah.

B. Kondisi Fisik Rumah

Rumah sehat menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005), merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Pada umumnya, kondisi fisik rumah sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit menular termasuk TB. Berikut akan diuraikan syarat-syarat mengenai lingkungan rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian TB pada anak antara lain:

a. Kelembaban Udara

(36)

syarat kesehatan dalam rumah adalah 40% - 60% dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu kelembaban udara dibawah 40% atau diatas 60% (Depkes RI, 1999).

Pengukuran kelembaban secara umum menggunakan alat hygrometer dengan melakukan pengukuran pada ruang keluarga yang lebih sering digunakan aktivitas dan pada jam 09.00-12.00. Saat pengukuran alat diletakkan pada permukaan ruangan yang akan diukur kelembabannya pada posisi horizontal, kemudian tunggu selama 1 menit dan lakukan pembacaan skalanya. Selama pembacaan haruslah diberi aliran udara yang dihembus kearah alat tersebut, hal ini dapat dilakukan dengan secarik kertas atau kipas. Bila tidak menggunakan alat, kelembaban udara dapat dilakukan dengan melihat kondisi lantau atau dinding. Lantai dan dinding tidak lembab dapat dirasakan dengan menyentuh dinding dan lantai, jika lembab akan terasa basah saat dipegang dan terlihat ditumbuhi jamur (Depkes RI, 1995).

Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi menyebabkan bakteri

Mycobacterium tuberculosa tumbuh dan bertahan lebih lama. Kelembaban dengan kadar air tinggi membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri sehingga merupakan hal yang essensial bagi kelangsungan hidup sel bakteri (Gould dan Brooker, 2003). Menurut penelitian dari Nurhidayah (2007) bahwa terdapat hubungan bermakna antara kelembaban udara rumah dengan kejadian TB paru pada anak (OR = 18,57).

b. Ventilasi Rumah

(37)

pertukaran udara. Ventilasi yang baik dalam ruangan dapat berupa lubang angin yang bersebrangan sehingga pertukaran udara akan berjalan terus dan ruangan menjadi segar atau jendela dapat dibuka sehingga udara segar dan sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan. Secara umum ventilasi rumah dinilai dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dengan luas lantai

rumah. Luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah (Depkes RI, 1999).

Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan kurangnya oksigen yang masuk dan bertambahnya karbondioksida yang menetap di dalam rumah sehingga dapat meracuni penghuninya. Selain itu ventilasi yang tidak memenuhi syarat dapat meningkatkan kelembaban ruangan karena terjadi proses penguapan dan penyerapan cairan dari kulit. Kelembaban ruangan yang tinggi dapat menjadi media perkembangbiakan bakteri-bakteri patogen termasuk tuberculosis (Notoatmodjo, 2007).

(38)

tidak memenuhi syarat menyebabkan kuman selalu dalam konsentrasi tinggi sehingga besar kemungkinan untuk terjadi penularan kepada orang lain. Ventilasi rumah yang tidak cukup menyebabkan aliran udara tidak terjaga sehingga kelembaban udara ruangan naik dan kondisi ini menjadi media yang baik bagi perkembangan kuman patogen.

c. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami ruangan rumah berarti penerangan sinar matahari alami yang langsung masuk ke dalam ruangan rumah melalui semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela (Notoadmojo, 2003). Cahaya matahari dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah termasuk bakteri tuberkulosis. Oleh karena itu penting adanya jalan masuk cahaya ke dalam rumah melalui jendela maupun genteng kaca. Cahaya yang masuk juga harus merupakan sinar matahari pagi yang mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman, dan memungkinkan lama menyinari lantai bukan hanya dinding (Notoatmodjo, 2007).

(39)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Darwel (2012) , bahwa kejadian TB paru banyak terjadi pada kelompok responden pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat dengan risiko 1,564 kali untuk menderita TB paru dibandingkan dengan kelompok yang memiliki pencahayaan rumah yang memenuhi syarat. Penelitian dari Nurhidayah, Ikeu., et al. (2007) di Kabupaten Sumedang juga menyatakan pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan memiliki risiko 5,85 kali untuk terjadinya tuberkulosis pada anak dibandingkan dengan rumah yang memiliki pencahayaan yang memenuhi syarat kesehatan.

d. Kepadatan Penghuni Rumah

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal sangat berpengaruh bagi setiap penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan membuat rumah menjadi tidak sehat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya konsumsi oksigen yang didapat para penghuni rumah, juga bila salah satu keluarga terkena penyakit infeksi terutama TB paru makan akan mudah dan cepat penularan ke anggota keluarga lain (Notoatmodjo, 2003). Selain itu menurut Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang per kamar tidur.

(40)

Gambar

Gambar 2.4. Segitiga Epidemiologi

Referensi

Dokumen terkait

The purpose of this Arrangement is to allow the provision of primary seismic, auxiliary seism ic and hydroacoustic data by the Commission to the Meteorological,

Peneliti memiliki batasan masalah agar permasalahan tidak memperluas dan mencapai tujuan penelitian yang diharapakan, maka peneliti membatasi penelitian pada struktur

Berdasarkan pengamatan dan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Buntet Pesantren Cirebon, penulis mendapat informasi bahwa nilai rapot

Nova Berlianta (2014) PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MELALUI METODE PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN IPS ( Penelitian Tindakan Kelas di kelas VIII E SMP

Dari hasil pembahasan diatas merupakan hasil penelitian yang diperoleh dari data data yang telah dianalisis kemudian diolah menjadi konsep dalam proses perencanaan

Hubungan Body Image dan Kepercayaan Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri di SMA Negeri 5 Samarinda.. Bimbingan dan Konseling Kelompok di

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Harapan orang tua terhadap pembelajaran daring di antaranya adalah: materi yang disampaikan dapat dipahami anak dengan baik, petunjuk untuk mengerjakan tugas