BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi
Dalam jurnal Praptitorini et.al (2011), hubungan agensi digambarkan sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih Shareholders yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Shareholders mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau agen. Hubungan keagenan itu hubungan yang timbul apabila Shareholders memberikan mandat kepada agen untuk melaksanakan pekerjaan dan principal memberikan wewenang di dalam pengambilan keputusan kepada agen tersebut.
Dalam kenyataannya, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan shareholders. Salah satu penyebabnya adalah moral hazard.
Menurut Praptitorini et.al (2011) “Moral hazard adalah tindakan yang dilakukan manajer tidak sepenuhnya diketahui oleh pemegang saham”.
Manajer bisa melakukan tindakan melanggar kontrak antara manajemen
dengan pemegang saham. Manajer melakukan moral hazard karena adanya
kondisi asymmetry information antara manajemen dengan pemegang
saham, yang lebih menguntungkan pemegang saham. Dalam konteks
keagenan, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator
antara principal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi memonitori perilaku
manajer sebagai agen dan memastikan bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak Shareholders dengan pihak manajer sebagi bentuk pertanggungjawabannya pada pemegang saham.
Tugas auditor adalah memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku umum, disamping pertimbangan professional auditor akan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
Penggunaan auditor eksternal yang independen untuk meverifikasi data-data akuntansi yang dilaporkan oleh manajemen merupakan mekanisme yang didorong oleh pasar dengan tujuan untuk mengurangi agency cost. Manajemen perusahaan selalu berupaya memberikan kepuasan kepada keinginan investor dengan memlih auditor yang dapat merefleksikan citra manajer yang baik dimata investor. Hal ini berarti kualitas pelayanan jasa auditor yang diberikan terhadap klien menjadi dasar pertimbangan utama di dalam menyeleksi auditor.
Auditor dituntut untuk menjaga independensi dan memiliki kepentingan untuk mempertahankan atau meningkatkan jasa auditnya dengan memenuhi keinginan klien audit, terutama klien jangka panjang , sehingga hal ini dapat menjamin kelanjutan perikatan audit.
Ketergantungan ekonomi dapat menjadi faktor utama penyebab adanya insentif untuk bekerja sama dengan manajemen yang curang.
Ditinjau dari sudut ini , maka perikatan audit jangka panjang akan terjalin
hubungan kedekatan dan loyalitas antara auditor dan klien. Apabila penugasan auditor yang sekarang diperthankan dalam jangka waktu yang lama di masa depan, maka memungkinkan auditor tersebut menjadi merasa
nyaman, sehingga obyektivitas audit akan terganggu.
2.1.2 Audit
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan- pernyataaan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan dengan kriteria yang ditetapkan serta penyampaian hasil kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002: 9).
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disajikan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Standar umum
Audit dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis sebagai auditor. Dalam semua hal yang berhubungan
dengan independensi dan perikatan dalam sikap mental harus
dipertahankan. Dalam penyusunan laporan dan pelaksanaan audit, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama.
b. Standar pekerjaan lapangan
Pekerjaan direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
c. Standar pelaporan
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus memadai kecuali dinyatakan dalam laporan auditor. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jenis – jenis audit umumnya digolongkan menjadi tiga (Mulyadi,
2002:30) yaitu:
a. Audit laporan keuangan
Audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam audit laporan keuangan, auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuainnya dengan prinsip akuntansi berterima umum.
b. Audit kepatuhan
Audit yang bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang dengan membuat kriteria dan dijumpai dalam pemerintahan.
c. Audit operasional
Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan perusahaan dan bagian dari perusahaan atau organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk mengevaluasi kinerja, mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, dan membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.
2.1.3 Kualitas Audit
Menurut I Gusti (2008:29), “secara sederhana, audit (auditing) adalah kegiatan membandingkan suatu kriteria (apa yang seharusnya) dengan kondisi (apa yang sebenarnya terjadi)”.
Audit berkaitan erat dengan akuntabilitas dan atesti. Akuntabilitas berkaitan dengan kewajiban pihak dalam organisasi untuk melaporkan pertanggungjawabannya kepada pihak eksternal atau pihak lain dengan kewenangan yang lebih tinggi. Untuk menjamin keandalan informasi dalam laporan akuntabilitas tersebut, dibutuhkan pihak yang independen untuk memberikan atestasi atas informasi tersebut denga cara melakukan audit.
Unsur-unsur penting yang terdapat di dalam auditing menurut Mulyadi (2002:9) yaitu:
1. Suatu proses sistematik.
2. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif.
3. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi.
4. Menetapkan tingkat kesesuaian, kriteria yang telah ditetapkan, penyampaian hasil, dan pemakai yang berkepentingan.
Kualitas audit merupakan adanya kecenderungan auditor akan
mendeteksi adanya fraud yang terdapat dalam laporan keuangan klien. (Ni
Made & I Made, 2014). Kualitas audit tidak dapat terlepas dari standar
umum audit yang tercantum dalam Pernyataan Standar Auditing (Mulyadi,
2002:39), yaitu keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independensi
dalam sikap mental, dan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama.
Meningkatkan kualitas dari pelaporan keuangan menambah nilai bagi laporan - laporan yang dijadikan alat bagi investor untuk memperkirakan nilai dari perdagangan saham. Peningkatan kualitas adalah sebuah fungsi tidak hanya deteksi auditor atas salah saji material, tetapi juga perilaku auditor terhadap deteksi ini. Maka dari itu, jika auditor memperbaiki salah saji material yang ditemukan, kualitas audit yang lebih tinggi dihasilkan, sementara itu kegagalan untuk memperbaiki salah saji material dan belum mampu mengeluarkan laporan audit yang bersih, menghalangi peningkatan kualitas audit (Al-Thuneibat et.al., 2011).
2.1.4 Audit Tenure
Audit tenure adalah lamanya masa perikatan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam memberikan jasa audit terhadap kliennya. Di Indonesia, ketentuan mengenai audit tenure telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 yaitu masa jabatan untuk KAP paling lama 5 tahun berturut – turut.
Keputusan Menteri tersebut juga membatasi masa kerja auditor paling
lama 3 tahun berturut – turut untuk klien yang sama. Pada tahun 2008,
dikeluarkan peraturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 pasal 3 yaitu tentang pemberian jasa
audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas yang dilakukan oleh
KAP paling lama 6 tahun berturut – turut dan untuk auditor paling lama 3
tahun berturut – turut. Keputusan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kecurangan karena kedekatan antara auditor dengan klien. Hal ini juga memungkinkan auditor kehilangan independensinya. Masa penugasan/tenur auditor didefiniskan sebagai jumlah tahun auditor dipertahankan oleh perusahaan (Myers et.al., 2003).
Audit Tenure biasanya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap independensi auditor. Al-Thuneibat et.al. (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hubungan yang lama antara auditor dan kliennya berpotensi untuk menciptakan kedekatan antara mereka, cukup untuk menghalangi independensi auditor dan mengurangi kualitas audit. Namun, Jackson et.al. (2008) memiliki pandangan yang berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan Al- Thuneibat et.al. (2011). Mereka menyimpulkan bahwa kualitas audit akan meningkat dengan adanya hubungan antara auditor dan klien.
Dalam investigasi yang dilakukan oleh American Institute of Certified Accountants (AICPA) dalam Al-Thuneibat et.al. (2011), ditemukan bahwa kegagalan audit tiga kali lebih mungkin pada dua tahun pertama dari ikatan yang dibuat dibandingkan dengan tahun-tahun berikutnya. Penelitian tersebut melakukan survei terhadap 406 kasus kegagalan audit.
2.1.5 Audit Switching
Audit switching adalah pergantian auditor yang dilakukan oleh
perusahaan klien. Auditor switching tersebut dapat bersifat wajib
(mandatory) ataupun sukarela (voluntary). Aturan mengenai auditor switching secara mandatory telah ditetapkan oleh banyak Negara. Hal tersebut dipelopori oleh regulator pemerintahan Amerika yang membuat The Sarbanas Oxley Act (SOX) yang memuat aturan mengenai wajibnya perusahaan melakukan auditor switching. Auditor switching dapat pula terjadi karena sukarela (voluntary). Auditor switching secara sukarela ini dapat dipicu oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari klien maupun dari pihak auditor atau KAP (Medyawati, 2011) .
Adanya regulasi yang mengatur mengenai auditor switching menyebabkan terdapat batasan lamanya masa perikatan audit sehingga akan terjadi auditor switching secara mandatory. Pergantian auditor dapat dibagi menjadi 2 yaitu pergantian auditor yang terjadi karena regulasi pemerintah yang mengikat (mandatory) dan pergantian auditor yang terjadi dikarenakan alasan lain diluar regulasi (voluntary). Perusahaan melakukan audit switching secara mandatory umumnya dikarenakan kewajiban ataupun peraturan yang membatasi masa jabatan auditor.
Sedangkan Perusahaan melakukan audit switching secara voluntary pada saat industri sedang berlomba – lomba dalam mempekerjakan auditor yang mempunyai reputasi tinggi dengan tujuan untuk menaikkan nilai perusahaan di mata pengguna laporan keuangan.
Kebijakan rotasi Kantor Akuntan Publik dan rotasi Akuntan Publik
(Partner Auditor) tercantum dalam KMK Nomor 423/KMK.06/2002
tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 30 September 2002 yang mengatur
bahwa rotasi Akuntan Publik harus dilakukan setiap 3 tahun dan rotasi Kantor Akuntan Publik setiap 5 tahun. Peraturan ini kemudian direvisi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Februari 2008 dimana rotasi Akuntan Publik tetap 3 tahun dan rotasi Kantor Akuntan Publik menjadi setiap 6 tahun.
Bapepam-LK melalui peraturan VIII.A.2 tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan cooling-off 3 tahun. Siregar et.al (2011) menyatakan bahwa peraturan rotasi auditor dibuat dengan tujuan meningkatkan kualitas audit. Hal tersebut didukung dengan asumsi bahwa semakin lama hubungan antara auditor (baik Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik) dengan kliennya akan mengurangi independensi auditor.
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Salah satu indikator yang terkait dengan kualitas audit adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi yaitu besar kecilnya perusahaan dapat dinilai dari total aset, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja, dan sebagainya.
Semakin besar nilainya maka mencerminkan semakin besar ukuran perusahaan.
Menurut Keputusan BAPEPAM No.9 Tahun 1995 menyatakan
definisi perusahaan adalah: perusahaan menengah/kecil adalah badan
hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan tidak
lebih dari 20 milyar, bukan merupakan afiliasi oleh suatu perusahaan yang
bukan perusahaan menengah/kecil, dan bukan merupakan reksa dana.
Perusahaan menengah/besar adalah kegiatan ekonomi yang melampaui kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan bukan usaha kecil.
Perusahaan menengah/besar meliputi perusahaan nasional (milik negara atau swasta) dan perusahaan asing yang melakukan kegiatan di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan yang diukur berdasarkan pada total asset perusahaan dengan menggunakan perhitungan logaritma natural Total Aset untuk menghindari tidak normalnya data karena angka yang terlalu besar. Pengukuran ukuran perusahaan menggunakan total aset dikarenakan total aset tidak terpengaruh oleh pasar sehingga dapat menghasilkan data yang valid. Selain itu, total aset relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai kapitalisasi pasar dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan.
2.1.7 Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)
Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam penelitian ini
diproksikan dengan reputasi kantor akuntan publik tersebut, yang diwakili
dengan kantor akuntan publik big four dan non big four. Kantor akuntan
publik dengan reputasi big four dipastikan memiliki klien yang lebih
banyak daripada akuntan publik non bigfour. Hal ini didasari pada kualitas
auditor yang ada dalam kantor akuntan yang punya reputasi big four, yang
dianggap memiliki kecepatan, ketepatan dan memiliki sarana serta
prasarana yang lebih baik dari auditor kantor akuntan non big four.
Choi et al. (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa secara umum, kantor akuntan publik internasional dengan nama besar (seperti big four) atau keahlian industri bisa menyediakan laporan auditan dengan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan kantor akuntan yang relatif kecil yang kurang nama besar atau keahlian industri. Dengan demikian, ukuran kantir akuntan publik yang berklasifikasi bigfour akan memberikan hasil audit yang lebih baik dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang tidak terklasifikasi big four. Kantor Akuntan Publik (KAP) di Indonesia yang berafiliasi dengan the Big 4, adalah :
a. KAP Purwantono, Suherman & Surja – berafilisiasi dengan Ernst &
Young
b. KAP Osman Bing Satrio – berafilisiasi dengan Deloitte Touche Tomatsu
c. KAP Siddharta dan Widjaja – berafilisiasi dengan KMPG, dan
d. KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan – berafilisiasi dengan PricewaterhouseCoopers (PwC).
2.1.8 Komite Audit
Menurut keputusan Bapepam-LK Nomor IX.1.5 No. Kep- 643/BL/2012 pengertian Komite Audit yaitu:
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab
kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan
fungsi Dewan Komisaris. Komite audit bertindak secara independen dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Komite audit paling kurang
terdiri dari tiga orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau Perusahaan Publik. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar perusahaan yang memenuhi syarat yaitu bukan merupakan orang yang bekerja dan bertanggung jawab untuk memimpin dan mengawasi kegiatan perusahaan, tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak langsung pada perusahaan, tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan (anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pemegang Saham Utama Perusahaan), dan tidak memiliki hubungan usaha dengan perusahaan.
Komite audit merupakan salah satu komponen good corporate governance yang berperan penting dalam sistem pelaporan keuangan yaitu dengan mengawasi manajemen perusahaan dan auditor independen dalam proses penyampaian laporan keuangan yaitu menjaga kualitas audit dan kualitas pelaporan keuangan (Pamudji dan Trihartati, 2010). Komite audit membutuhkan independensi dan efektivitasnya dalam mengawasi pelaporan keuangan, maka kinerja komite audit menjadi efektif jika para anggotanya memiliki kemandirian yang tepat.
Menurut Mulyadi (2002:15), ada beberapa hal yang sering
mengganggu sikap mental independen auditor yaitu auditor dibayar klien
atas jasa tersebut, auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan
klien, dan mempertahankan sikap mental independen seringkali
menyebabkan lepasnya klien. Oleh karena itu, untuk memastikan
reliabilitas dan kualitas yang tinggi dari laporan keuangan suatu
perusahaan Bapepam-LK mengeluarkan aturan tentang pembentukan dan pelaksanaan kerja Komite Audit dalam Nomor IX.1.5 No.
Kep.643/BL/2012.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (dalam Purwati, 2006) menyatakan bahwa independensi Dewan Komisaris di Indonesia sangat diragukan mengingat posisi anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Komite audit diukur dengan proporsi jumlah anggota yang berasal dari luar Emiten yaitu Komisaris Independen dengan jumlah anggota Komite Audit.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan audit tenure, audit switching, ukuran perusahaan, ukuran KAP, komite audit dan kualitas audit dapat diuraikan dan diikhtisarkan dalam Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu No. Nama
Peneliti Judul Penelitian Variabel
Penelitian Hasil Penelitian 1. Al-
Thuneibat, Isa
dan Baker (2011)
Do Audit Tenure and Firm Size Contribute to Audit Quality ?
Independen:
Audit tenure dan
Ukuran Perusahaan Audit Dependen:
Kualitas Audit
Audit tenure mempengaruhi kualitas audit secara negatif dan ukuran
perusahaan audit
tidak memiliki
dampak yang
signifikanterhadap
kualitas audit.
2. Sinaga (2012)
Analisis Pengaruh Audit Tenure, Ukuran KAP, dan Ukuran Perusahaan Klien terhadap Kualitas Audit
Independen:
Audit tenure, Ukuran KAP dan Ukuran Perusahaan
Klien Variabel Dependen:
Kualitas Audit
Audit tenure tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan ukuran KAP dan ukuran
perusahaan klien berpengaruh
secara signifikan terhadap kualitas audit.
3. Dong Yu
(2007)
The effect of Big Four office size on audit quality
Independen:
Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)
Dependen:
Kualitas Audit
Ukuran Kantor Audit yang berkualifikasi Big Four memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kualitas audit.
4. Astuti (2014)
Analisis pengaruh Audit Tenure, Ukuran KAP, Ukuran Perusahaan Klien dan Rotasi Audit terhadap Kualitas Audit
Independen:
Audit Tenure, Ukuran KAP, Ukuran
Perusahaan
Klien dan Rotasi Audit
Dependen:
Kualitas Audit
Audit Tenure, Ukuran KAP, dan
rotasi audit berpengaruh
positif terhadap kualitas audit, sedangkan ukuran perusahaan klien berpengaruh
negatif terhadap kualitas audit.
5. Febriyanti, Ni Made Dewi, I Made
Mertha (2014)
Pengaruh Masa Perikatan Audit, Rotasi KAP, Ukuran Perusahaan Klien, dan Ukuran KAP pada Kualitas Audit
Independen:
Masa Perikatan Audit, Rotasi KAP,
Ukuran Perusahaan
Klien, dan Ukuran
KAP Dependen:
Kualitas Audit
Masa perikatan audit, rotasi KAP, dan ukuran KAP tidak berpengaruh pada kualitas audit,
sedangkan ukuran perusahaan klien berpengaruh
terhadap kualitas audit
Sumber: Data diolah
Al - Thuneibat et.al. (2011) melakukan penelitian tentang kualitas audit dengan mengambil objek perusahaan – perusahaan yang listing di Amman Stock Exchange pada periode 2002 - 2006. Audit tenure diukur dengan menghitung jumlah tahun sebuah KAP memberi jasa audit pada laporan keuangan perusahaan tertentu. Kualitas audit diukur dengan menggunakan pendekatan kebijaksanaan akrual (Discretionary Accrual). Ukuran perusahaan audit diukur dengan menghitung nilai pasar saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa audit tenure berpengaruh secara negatif terhadap kualitas audit dan ukuran kantor audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.
Sinaga (2012) menguji pengaruh audit tenure, ukuran KAP, dan ukuran perusahaan klien terhadap kualitas audit dengan menggunakan analisis regresi logistik dengan aplikasi SPSS 16. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa audit tenure tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, Ukuran KAP berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, dan ukuran perusahaan klien berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
Yu (2007) melakukan penelitian pengaruh ukuran kantor audit Big Four terhadap kualitas audit. Objek penelitiannya adalah perusahaan – perusahaan di Amerika yang diaudit oleh KAP Big Four periode 2003 – 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara ukuran perusahaan audit (KAP) dengan kualitas audit.
Astuti (2014) melakukan penelitian pengaruh audit tenure, ukuran KAP,
ukuran perusahaan klien dan rotasi audit terhadap kualitas audit. Objek
penelitiannya adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada periode 2009- 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa audit tenure, ukuran KAP, dan rotasi audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan ukuran perusahaan klien berpengaruh negatif terhadap kualitas audit.
Febriyanti dkk (2014) melakukan penelitian pengaruh masa perikatan audit, rotasi KAP, ukuran perusahaan klien, dan ukuran KAP terhadap kualitas audit. Objek penelitiannya adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI 2009 – 2012 dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa perikatan audit, rotasi KAP, dan ukuran KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan, ukuran perusahaan klien berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu kesatuan kerangka pemikiran yang
utuh dalam rangka mencari jawaban – jawaban ilmiah terhadap masalah –
masalah penelitian yang menjelaskan tentang variabel – variabel, hubungan antara
variabel – variabel secara teoritis yang berhubungan dengan hasil penelitian
terdahulu yang kebenarannya dapat diuji secara empiris (Sekaran, 2006). Untuk
memperoleh jawaban – jawaban ilmiah mengenai pengaruh audit tenure, audit
switching, ukuran perusahaan, ukuran KAP dan komite audit terhadap kualitas
audit, peneliti menyusun kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
1. Pengaruh Audit Tenure terhadap Kualitas Audit
Lama masa perikatan audit diartikan sebagai periode keterikatan antara auditor dengan klien, yaitu lamanya waktu seorang auditor mengaudit pada perusahaan klien. Lama perikatan audit antara auditor dengan klien terkadang menyebabkan auditor terlalu percaya diri dengan pendekatan audit yang digunakan. Dampaknya auditor tidak melakukan inovasi pada strategi audit yang digunakan. Sehingga menjadikan kualitas audit yang diberikan menjadi turun.
Al – Thuneibat et.al. (2011) berpendapat bahwa hubungan yang lama antara auditor dengan kliennya berpotensi untuk menciptakan kedekatan antara mereka, cukup untuk menghalangi independensi auditor dan mengurangi kualitas audit.
Kualitas Audit (Y)
Audit Tenure (X1)
Audit Switching (X2)
Ukuran Perusahaan (X3)
Ukuran KAP (X4)
Komite Audit (X5)
2. Pengaruh Audit switching terhadap Kualitas Audit
Kebijakan rotasi Kantor Akuntan Publik dan rotasi Akuntan Publik (Partner Auditor) tercantum dalam KMK Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 30 September 2002 yang mengatur bahwa rotasi Akuntan Publik harus dilakukan setiap 3 tahun dan rotasi Kantor Akuntan Publik setiap 5 tahun. Peraturan ini kemudian direvisi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Februari 2008 dimana rotasi Akuntan Publik tetap 3 tahun dan rotasi Kantor Akuntan Publik menjadi setiap 6 tahun. Bapepam-LK melalui peraturan VIII.A.2 tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan cooling-off 3 tahun.
Siregar et.al (2011) menyatakan bahwa peraturan rotasi auditor dibuat dengan tujuan meningkatkan kualitas audit. Hal tersebut didukung dengan asumsi bahwa semakin lama hubungan antara auditor (baik Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik) dengan kliennya akan mengurangi independensi auditor.
3. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap Kualitas Audit
Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi yaitu besar kecilnya
perusahaan dapat dinilai dari total aset, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah
tenaga kerja, dan sebagainya. Semakin besar nilainya maka mencerminkan
semakin besar ukuran perusahaan. Auditee yang lebih besar, karena kompleksitas
operasi mereka dan peningkatan pemisahan antara manajemen dan kepemilikan,
sangat memerlukan KAP yang dapat mengurangi agency cost (Nasser et.al.,
2006).
Selain itu, menurut (Palmrose, 1984) dalam Sinaga (2012) “seiring dengan ukuran perusahaan mengalami peningkatan, kemungkinan bahwa jumlah konflik agensi juga meningkat dan ini mungkin akan meningkatkan permintaan untuk membedakan kualitas auditor”. Berdasarakan argumen tersebut, perusahaan besar pastinya akan lebih memilih menggunakan jasa auditor besar yang independen dan profesional untuk menciptakan audit yang berkualitas sehingga timbul hubungan yang positif.
4. Pengaruh ukuran KAP terhadap Kualitas Audit
Kantor Akuntan Publik merupakan suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang – udangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktek akuntan publik (Rachmawati, 2008).
Suatu laporan keuangan atau informasi akan kinerja perusahaan harus dapat disajikan dengan akurat dan terpercaya yaitu perusahaan menggunakan jasa kantor akuntan publik (KAP) untuk melaksanakan pekerjaan audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Tidak jarang banyak dari perusahaan untuk meningkatkan kredibilitas dari laporan keuangan yang nantinya akan berdampak terhadap penyampaian pelaporan keuangan, perusahaan menggunakan jasa kantor akuntan publik yang mempunyai reputasi atau nama baik.
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa variabel ukuran KAP dapat
mengukur kualitas audit karena KAP yang mempunyai klien yang lebih banyak
akan berusaha menjaga nama baiknya dengan tetap mempertahankan kualitas
audit yang dihasilkannya.
5. Pengaruh komite audit terhadap Kualitas Audit
Komite audit bertugas membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugas fungsinya. Komite audit membutuhkan independensi dan efektivitasnya dalam mengawasi pelaporan keuangan. Komite audit minimal terdiri dari tiga orang yang terdiri dari Komisaris Independen dan pihak luar perusahaan yang ahli dalam bidang akuntansi. Perusahaan yang memiliki jumlah anggota yang berasal dari luar emiten yang lebih besar akan mampu bekerja lebih efektif dan mandiri dalam mengawasi jalannya pelaporan keuangan oleh manajemen perusahaan sehingga komite audit menjadikan pertimbangan bagi kantor akuntan publik (KAP) untuk memberikan jasa atestasi/audit secara lebih berkualitas.
2.4 Hipotesis Penelitian
Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2011:93) yaitu: “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah peneltian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta- fakta empris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik”.
Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Audit tenure, audit switching, ukuran perusahaan, ukuran KAP, dan komite audit terhadap kualitas audit pada perusahaan makanan dan minuman di Indonesia berpengaruh secara simultan dan parsial”.