• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Layanan Museum House Of Sampoerna Kota Surabaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kualitas Layanan Museum House Of Sampoerna Kota Surabaya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kualitas Layanan Museum House Of Sampoerna Kota Surabaya

Kholifati Isnaini

Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga. kholifati.isnaini-2015@fisip.unairac.id

ABSTRAK

Museum sebagai penyedia layanan informasi yang bersifat ilmiah, artinya informasi yang diberikan melalui koleksi merupakan bagian dari hasil penelitian. Keberhasilan dari museum tergantung dengan kualitas pengalaman layanan yang diberikan kepada pengunjung.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas layanan museum house of sampoerna Kota Surabaya. Analisis kualitas layanan museum ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode HISTOQUAl (History Quality) yang dimodifikasi dari metode SEVQUAL. Pada metode ini menggunakan lima dimensi yaitu Responsiveness (Daya Tanggap), Tangibel (Bukti Fisik), Communications (Komunikasi), Consumables (Barang Habis Pakai) dan Empathy (Empati). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui (1) kualitas layanan museum house of sampoerna dalam skala cukup dengan perolehan skor rata-rata 3,39 (2) dimensi yang cukup berpengaruh pada kualitas layanan museum adalah Tangibel (Bukti Fisik) dengan perolehan skor rata-rata 3,56 yang termasuk dalam skala baik. (3) dimensi yang mendapatkan nilai skor rata-rata terrendah adalah Empathy (Empati) dengan perolehan 3,03.

Kata kunci: Museum house of sampoerna, HISTOQUAL, Kualitas Layanan PENDAHULUAN

Pada saat ini informasi berkembang dengan sangat cepat, perkembangan informasi didukung dengan pesatnya kemajuan teknologi. Hal ini menyebabkan kebutuhan masyarakat akan informasi semakin meningkat, dan dengan memanfaatkan teknologi moderen mempermudah seseorang untuk mencari informasi dan pengetahuan dengan cepat, mudah dan terpercaya, artinya informasi tersebut dapat dibuktikan kebenaranya. Sumber informasi yang terpercaya dapat ditemukan diberbagai lembaga informasi seperti museum. Museum sebagai lembaga informasi sangat berperan dalam pengembangan kebudayaan nasional, terutama dalam pendidikan nasional. Informasi yang terdapat dalam museum merupakan informasi ilmuiah karena informasi yang terdapat dalam museum merupakan bagian dari hasil penelitian sehingga menjadikan museum menjadi tempat studi wisata dan edukasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Museum house of samperna merupakan museum yang menarik untuk dikunjung di Surabaya, museum ini memberikan informasi terkait tentang roko sampoerna muali dari awal pembuatan, barang-barang antik, hingga ke bangunan yang bersejarah sebagai bukti tentang perjalanan rokok sampoerna. Kedepan museum house of samperna menjadi setor pariwisata yang menguntungkan bagi pemerintahan, karena banyak turis yang mulai sadar akan budaya.

Hal ini sejalan dengan evolusi turisme di mana turisme akan bergeser ke arah in-depth

(2)

tourism oleh Chen, Chen, Ho, dan Lee1. Chen, Chen, Ho, dan Lee menyebutkan bahwa terjadi evolusi turisme yang didasarkan pada bentuk produk turisme, yaitu dimulai dari traditional tourism, leisure tourism, thematic tourism, dan terakhir in-depth tourism. Ke depan, in-depth tourism banyak dikembangkan di mana menekankan pada: individual traveling, pendidikan/pembelajaran, kualitas dan pengalaman. Turis juga akan semakin sensitif dengan isu lingkungan, dan semakin memiliki kesadaran akan budaya.

Masa yang akan datang banyak orang yang sadar akan kepentingan peninggalan sejarah pada masa dulu untuk dipelajari dan dikenang, sehingga semakin banyak orang yang akan berkunjung ke museum house of sampoerna untuk melihat peninggalan bersejarah tentang rokok. Oleh karena itu, museum perlu melakukan inovasi layanan dengan merancang, mengembangkan, dan memberikan pengalaman layanan yang berkualitas tinggi kepada pengunjung. Pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pengunjung dapat meningkatkan perkembangan museum menuju keberhasilan yang ingin dicapai.

Kualitas layanan di museum menjadi hal utama yang perlu diperhatikan guna meningkatkan kepuasan pengunjung dan memberikan daya tarik tersendiri untuk berkunjung kembali ke museum. Museum harus terus memperbaiki layanannya guna mencapi tujuan dari museum yaitu memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna museum ingin merasakan pelayanan yang baik dan berkualitas, karena saat ini masih banyak museum yang tidak memperhatikan kenyamanan dan kualitas layanannya.

Oleh karena itu museum harus sadar akan pentingnya melakukan evaluasi layanan yang sesuai dengan harapan dari pengunjung, karena kedepan museum akan menjadi tempat berwisata yang baik dan beredukasi yang digemari masyarakat, sehingga museum perlu meningkatkan layanannya.

Pelayanan yang baik dapat dilakukan museum dengan meningkatkan layanan dari berbagai aspek seperti fasilitas, sumber daya petugas, pemandu museum dan kenyamanan saat berkunjung ke museum. Kecepatan pelayanan di museum juga menjadi hal yang perlu diperhatikan, pelayanan yang lambat di museum membuat persepsi yang negatif dari pengunjung terhadap kualitas pelayanan museum. Pengunjung akan merasa kuarang puas dengan lambatnya pelayanan yang diberikan di museum sehingga mengurangi minat untuk mengunjungi museum. Pengunjung yang datang ke museum menjadi suatu keberhasilan yang ingin dicapai oleh museum, sehingga museum perlu evaluasi dalam menarik perhatian drai masyarakat untuk berkunjung ke museum serta memberikan pelayanan yang baik agar masyarakat yang telah berkunjung mau berkunjung kembali dilain waktu. Berdasrakan latar belakang masalah yang telah diuaraikan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan merumuskan masalah “ bagaimana kualitas layanan museum house of sampoerna Kota Surabaya?”

KAJIAN TEORI

Kualitas layanan itu berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggannya2. Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas

1 Chen, Y.G., Chen, Z-H., Ho, J.C., dan Lee, C-S. (2009), “In-depth tourism’s influences on service innovation”, International Journal of Culture, Tourism, and Hospitality Research, Vol. 3 No. 4, pp. 326-336.

2 Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia. 1996. Edisi Revisi. Total Quality Management. Yogyakarta : Andi.

(3)

pelayanan yang benar-benar mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, namun jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan maka kualitas pelayanan buruk.

Kualitas layanan dalam pengaturan museum adalah konsep kompleks yang mengacu pada beberapa aspek pengalaman museum. Hal ini berhubungan dengan pameran museum dan presentasi pelayanan, serta kompetensi personil dan empati yang diberikan oleh museum.

Gilmore dan Rentschler tahun 2002 dalam Markovic3 mengungkapkan bahwa pendidikan, aksesibilitas, komunikasi, relevansi dan frekuensi pameran khusus adalah elemen penting untuk memberikan kualitas layanan di museum. Di Selain itu, Phaswana-Mafuya dan Haydam tahun 2005 dalam Markovic4 mengemukakan bahwa kualitas layanan di Indonesia museum terdiri dari aksesibilitas, keamanan, kebersihan, dan penyediaan informasi.

Model kualitas jasa yang paling populer dan hingga kini masih banyak diajadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry tahun 1985, 1988, 1990,1991,1993 dan tahun 19945. Skala SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman digunakan secara luas dan terdiri dari instrumen umum untuk mengukur berbagai kualitas masalah kualitas layanan, yang diwakili oleh lima dimensi yaitu bukti fisik, tanggung jawab, jaminan, daya tanggap dan empati.

Untuk mengukur kualitas layanan dalam konteks warisan termasuk museum, pada tahun 2000 Frochot dan Hughes6 telah memodifikasikan kembali model SERVQUAL menjadi model baru yang disebut HISTOQUAL. Model ini termasuk 24 item dan dikelompokan berdasarkan lima dimensi yaitu responsif, bukti fisik, komunikasi, bahan habis pakai dan empati, dan telah diuji di tiga properti bersejarah yang terletak di inggris dan skotlandia. Modifikasi dari Frochot dan Hughes untuk pengukuran kualitas layanan museum menggunakan HISTOQUAL yang memiliki lima dimensi yaitu:

1. Responsiveness (Daya Tanggap)

Pada dimensi ini berkaitan dengan efisiensi dan kemampuan petugas untuk mengenali kebutuhan pengunjung. Pentingnya respon petugas ditekankan karena dimensi ini mengacu pada ketersediaan dan kesediaan petugas untuk menyambut, membantu, menginformasikan serta melayani langsung dengan pengunjung. Pada dimensi ini juga mengacu pada kualitas kunjungan dalam hal kebebasan pengunjung untuk mengakses ke semua layanan museum serta kenyamanan jam buka yang sesuai dengan kebutuhan pengunjung.

3 Markovic.S, Raspor. S, Kmisc. J, 2013. Museum Service Quality Measrement Using The Histoqual Model.

Tourism in Southern and Eastern Europe, pp. 201-216.

4 Markovic.S, Raspor. S, Kmisc. J, 2013. Museum Service Quality Measrement Using The Histoqual Model.

Tourism in Southern and Eastern Europe, pp. 201-216.

5 Endang Fatmawati. 2013. Matabaru Penelitian Perpustakaan dari SERQUAL KE LIBQUAL+TM. Jakarta.

6 Frochot.J., & Hughes. H. 2000. HISTOQUAL: The Development of a Historic Hoises assessment scale.

Tourism Management. 21 (2). 157-167.

(4)

2. Tangibel (Bukti Fisik)

Pada dimensi ini berkaitan dengan lingkungan museum seperti pemeliharan umum, kebersihan, keaslian koleksi, daya tarik lahan, berbagai tanaman fasilitas, sarana komunikasi (petunjuk arah) dan interior-eksterior museum. Pada dimensi ini pihak museum dituntut untuk menyediakan fasilitas, sarana prasarana, dan tampilan fisik petugas yang menarik sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pengunjung dalam menggunakan museum.

3. Communications (Komunikasi)

Pada dimensi ini mengambarkan dengan detail sejarah dan informasi yang disediakan museum. Penyediaan dimensi ini sangat membantu pengunjung untuk mengetahui informasi terkait sejarah yang ada di museum. Komunikasi berupa gambar, tulisan, selebaran dan arsitektur koleksi museum sangat dibutuhkan supaya pengunjung yang datang dapat dengan mudah mengetahui informasi dan sejarah yang ada di museum.

4. Consumables (Barang Habis Pakai)

Dimensi ini berkaitan dengan layanan tambahan habis pakai yang disediakan oleh museum seperti restoran dan toko-toko asesori (souvenir shop). Barang-barang yang disediakan di restoran maupun toko souvenir merupakan barang yang diproduksi dari museum atau produk hasil kerja sama dengan pihak luar yang sesuai dengan tema museum. Dimensi ini digunakan sebagai daya tarik museum untuk dikunjungi oleh pengunjung.

5. Empathy (Empati)

Empati merupakan kepedulian dan rasa penuh perhatian kepada setiap individu pengunjung. Dimensi ini berkaitan dengan mengelompokkan dua hal terkait ketersediaan fasilita bagi anak-anak dan pengunjung berkebutuhan khusus. Selain itu dimensi ini juga berkaitan dengan kemampuan petugas untuk dapat menjalin hubungan yang baik serta memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi.

METODE PENLITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan tipe deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menggambarkan dan menganalisa suatu hasil peneitian guna mengeksplorasi suatu fenomena atau kenyataan sosial.7 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi, memahami dan mengungkapkan gambaran kualitas pelayanan yang diterapkan di museum house of sampoerna kepada pengunjung. Penelitian ini menggunakan sampel non random sampling (sampel tidak acak) dengan kriteria purposive sampling dengan tujuan mendapakan hasil yang akurat dan baik. Penelitian ini menggunakan 100 responden dengan kriteria pernah menggunakan seluruh layanan yang ada di museum house of sampoerna.

HASIL PENELITIAN

Kualitas layanan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pengunjung serta ketepatan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan dari pengunjung.

7 Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

(5)

Untuk mengukur kualitas layanan museum terdapat 5 dimensi yang perlu diukur yaitu dimensi responsiveness, tangible, communication, consumable dan empathy.

1. Dimensi Responsiveness (Daya Tanggap)

Dimensi Responsiveness merupakan salah satu dimensi yang mampu menjadi tolak ukur penilaian pada kualitas layanan berdasarkan metode HISTOQUAL. Pada dimensi ini berkaitan dengan efisiensi dan kemampuan petugas untuk mengenali kebutuhan pengunjung. Pentingnya respon petugas ditekankan karena dimensi ini mengacu pada ketersediaan dan kesediaan petugas untuk menyambut, membantu, menginformasikan serta melayani langsung dengan pengunjung. Dimensi ini merupakan sikap tanggap dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan cepat dan tanggap dalam memberikan pelayanan. Kecepatan pelayanan yang diberikan merupakan sikap tanggap dari petugas dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan pengunjung. Sikap tanggap ini berkaitan dengan kemampuan petugas dalam membantu pengunjung. Singkatnya, dimensi ini berkaitan dengan sikap petugas dalam merespon kebutuhan pengunjung. Berdasarkan hasil temuan data yang telah dipaparkan pada tabel 1, maka dapat dilihat bahwa dari segi (responsiveness) daya tanggap petugas dinilai cukup yakni dengan nilai rata-rata sebesar 3,41 yang masuk dalam skala cukup berkualitas.

2. Dimensi Tangibel (Bukti Fisik)

Dimensi tangibel merupakan salah satu pengukuran kualitas layanan berdasarkan ketersediaan sarana di museum. Serupa dengan pendapat dari Frochot8 pada metodel HISTOQUAL yang menyatakan bahwa dimensi tangibel merupakan dimensi yang berkaitan dengan ketersediaan fasilitas, sarana prasarana, dan tampilan fisik petugas yang menarik sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pengunjung dalam menggunakan museum. Sebagai aspek yang mendukung dalam jasa pelayana museum, maka dimensi tangibel dianggap sebagai aspek yang perlu juga mendapatkan penilaian. Pelayanan fasilitas museum merupakan salah satu hal yang vital dalam mendukung serta menunjung pengunjung dalam pemenuhan kebutuah informasinya. Berdasarkan hasil dari pengukuran kualitas layanan museum house of sampoerna yang dipaparkan pada tabel 1, dimanan pada bagian dimensi ini dinilai berkualitas dibandingkan dengan dimensi yang lain karena perolehan angka kualitas layanan sebesar 3,56 dan termasuk dalam skala berkualitas.

Penilaian baik pada dimensi tangible di museum house of sampoerna tersebut bukan tanpa alasan, pengunjung merasa cukup puas terhadap aspek-aspek yang terdapat pada dimensi ini. Hanya saja pengunjung merasa kurang puas pada desain ruang museum terutama bagian pencahayaan yang tidak merata ke seluruh ruangan, artinya masih ada bebrapa bagian ruangan yang pencahayaannya tidak merata kesetiap sudut ruangan.

Aspek yang mendapatkan nilai kurang memuasakan berikutnya terdapat pada aspek pengambilan gambar di museum.

Secara umum dimensi tangible di museum house of sampoerna telah berada pada taraf kualitas baik, namun tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan perbaikan oleh pengunjungnya. Upaya yang dapat dilakukan oleh museum adalah dengan melakukan

8 I. Frochot, H. Hughes, Op.cit,. hlm. 163

(6)

perbaikan secara terus menerus terhadap kualitas layanan yang diberikan, karena dengan adanya peningkatan kualitas layanan akan menimbulkan kepuasan pengunjung yang kemudian akan berdampak pada loyalitas pengunjung. Hal ini didukung dengan penelitian So9 pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa untuk membangun loyalitas pengunjung, museum harus menciptakan persepsi pengalaman layanan yang postitif.

Artinya, museum dituntut untuk selalu memperhatikan kualitas layanan yang diberikan agar dapat menciptakan pengalaman yang positif dan dapat mencapi kepuasan serta loyalitas dari pengunjung.

3. Dimensi Communications (Komunikasi)

Dimensi ini merupakan salah satu aspek inti dalam penilaian kualitas layanan museum dikarenakan pada aspek ini kehandalan pemandu dalam memberikan informasi terkait daya tarik museum sangat diperlukan untuk meningkatakan kepuasan pengunjung.

Tidak hanya itu pada aspek ini juga dilihat dari bagaiman museum memberikan informasi yang jelas melalui keterangan gambar maupun tulisan yang ada di musem.

Sehingga dimensi ini sangat penting dalam pengukuran kualitas layanan musem.

Dimensi ini melihat bagaiman tingkat pemberian informasi museum house of sampoerna kepada pengunjung. Pada penelitian ini dimensi komunikasi berdasarkan metode HISTOQUAL terdapat empat indikator yaitu leaflet yang memberikan informasi terkait museum, informasi tentang koleksi yang jelas dan terperinci, kemampuan pemandu untuk memberikan informasi secara jelas dan leaflet berbahasa asing yang berguna bagi pengunjung luar negeri. Berdasrakan hasil dari pengukuran kualitas layanan museum house of sampoerna pada tabel 1, bagian dimensi ini dinilai cukup berkualitas yakni dengan perolehan angka kualitas layanan sebesar 3,49 dan termasuk dalam skala berkualitas. Indikator yang sudah melebihi harapan dari pengunjung antar lain koleksi yang sudah memenuhi kebutuah informasi pengunjung, kejelasan keterangan informasi, penyedian leaflet berahasa asing dan kemampuan pemandu dalam memberikan informasi. Indikator yang sudah memenuhi harapan pengunjung ini sangat membantu museum untuk meningkatkan kualitas layanannya.

Kejelasan keterangan informasi museum seperti gambar, tulisan, simbol dan lain sebagainya sudah memenuhi harapan pengunjung. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bernard Berelson dan Gary A Steiner dalam Mulyana10 yang mengatakan transmisi informasi, gagasan emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan symbol- simbol, kata-kata, gambar, figure, grafik dan sebagainya merupakan salah satu dalam meningkatakan kualitas informasi itu sendiri. Museum house of sampoerna di nilai sudah cukup baik dalam penyampian informasi terkait sejarah rokok.

4. Dimensi Consumables (bahan habis pakai)

Dalam pengukuran kualitas layanan museum dengan menggunakan metode HISTOQUAL terdapat lima dimensi yang dijadikan sebagai bahan penilaian, salah satunya yaitu dimensi consumables (bahan habis pakai). Dimensi consumables merupakan dimensi yang mengukur kualitas layanan museum pada segi bahan habis

9 So, K. K. (2013). The influence of customer brand identification on hotel brand evaluation and loyalty.

International Journal of Hospitality Management, 31-41.

10 Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(7)

pakai yang ada dimuseum. Menurut Frochot11 dimensi consumables merupakan layanan yang disediakan museum untuk memenuhi kebutuah pengunjung dalam segi makanan dan asesoris sebagai oleh-oleh saat berkunjung ke museum.

Dimensi ini berkaitan dengan layanan tambahan habis pakai yang disediakan oleh museum seperti restoran dan toko-toko asesori. Barang-barang yang disediakan di restoran maupun toko souvenir merupakan barang yang diproduksi dari museum atau produk hasil kerjasama dengan pihak luar yang sesuai dengan tema museum. Dimensi ini digunakan sebagai daya tarik museum untuk dikunjungi. Berdasarkan hasil temuan data yang telah dipaparkan pada tabel 1, maka dapat dilihat bahwa dari segi layanan consumables (bahan habis pakai) di museum house of sampoerna dinilai cukup berkualitas, yakni dengan perolahan angka kualitas layanan sebesar 3.40. Pengukuran kualitas layanan pada dimensi ini terdapat lima indikator yaitu variasi barang, harga, kemenarikan serta pelayanan di souvenir shop maupun restoran museum.

5. Empathy

Model HISTOQUAL dari Frochot12 dimensi empathy ini berkaitan dengan mengelompokkan dua hal terkait ketersediaan fasilita bagi anak-anak dan pengunjung berkebutuhan khusus. Dimensi ini juga berkaitan dengan kemampuan petugas untuk menjalin hubungan serta memberikan perhatian yang baik kepada pengunjung. Pada dimensi ini diukur dengan tiga indikator yaitu penyediaan fasilitas untuk disabilitas dan anak-anak kemudian keramahan petugas serta ketersediaan petugas untuk mambantu pengunjung berkebutuhan khusus.

Berdasarkan hasil temuan data yang telah dipaparkan pada bab 3, dimensi empathy mendapatakn skala cukup. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang telah dipaparkan pada tabel 1 dimana pada tabel tersebut mendapatakan hasil rata-rata skor 3,03. Artinya masuk dalam skala cukup berkualitas, sehingga pada dimensi ini masih belum sesuai dengan harapan dari pengunjung. Dimensi ini mendapatkan skor rata-rata terrendah dibandingkan dengan dimensi lain, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya beberapa indikator yaitu penyediaan fasilitas untuk pengunjung berkebutuhan khusus dan anak- anak. Dikatakan demikian karena perolehan angka rata-rata masuk dalam skala sangat buruk dan buruk.

Pada aspek empaty tentang penyediaan ram (jalur melandai) yang mendapatkan rata- rata skor 2,00 yang termasuk dalam skala tidak berkualitas, kemudian disusul pada penyediaan toilet khusus untuk penyendang disabilitas yang mendapatkan rata-rata skor 1,78 yang termasuk kedalam indikasi sangat tidak berkualitas. Dan pada penyediaan play groud yang mendapatkan rata-rata skor 1,89 yang mengindikasikan dalam skala tidak berkualitas. Indikator-indikator itulah yang masih perlu perbaikian agar museum house of sampoerna mampu mencapai kualitas layanan yang diharapkan oleh pengunjung tanpa memandang fisik pengunjug.

11 I. Frochot, H. Hughes. 2000. HISTOQUAL: The development of a historic houses assessment. Tourism Management 21 157-167.

12 I. Frochot, H. Hughes. 2000. HISTOQUAL: The development of a historic houses assessment. Tourism Management 21 157-167.

(8)

Tabel dibawah merupakan hasil keseluruhan nilai rata-rata dari keseluruah dimensi HISTOQUAL yang telah disebutkan diatas, guna mengetahui skor kualitas layanan yang ada di museum house of sampoerna.

Tabel 1

Nilai rata-rata kualitas layanan museum house of sampoerna No Dimensi Nilai rata-rata Kriteria

1 Responsiveness 3,41 Cukup berkualitas

2 Tangible 3,56 Berkualitas

3 Communication 3,49 Berkualitas

4 Consumable 3,40 Cukup berkualitas

5 Empathy 3,03 Cukup berkualitas

Rata-rata 3,39 Cukup berkualitas

KESIMPULAN

Berdasrakan hasil temuan data dapat disimpulkan bahwa pada dimensi Responsiveness (daya tangggap) menunjukkan skor rata-rata keseluruhan 3,41 yang mana hal tersebut mengindikasikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh museum kepada pengunjung cukup berkualitas. Dimensi Tangibel (bukti fisik) mendaptakan keseluruhan rata-rata skor 3.56, yang mana pada hal ini mengindikasikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh museum kepeda pengunjung berkualitas. Dimensi Communication mendapatkan rata-rata skor 3,49 dimana pada nilai tesebut mengindikasikan dalam skala penilaian pelayanan yang berkualitas.

Dimensi Consumable (bahan habis pakai) mendapatkan nilai keseluruahan rata-rata sebesar 3,40 dimana pada nilai tersebut mengindikasikan dalam skala penilaian cukup berkualitas.

Dimensi Empahty mendapatakan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3.03 dimana pada nilai tersebut mengindikasikan dalam skala cukup berkualitas. Sehingga keseluruhan dari penelitian ini dapat diketahui bahwa layanan yang ada di museum house of sampoerna dinilai cukup berkualitas dengan rata-rata keseluruhan 3,39.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan hasil pendalamam penilitian melalui proses penyebaran kuesioner dan wawancara, maka saran yang dapat diajukan peneliti terkait peningkatan kualitas layanan museum House OF Sampoerna sebagai berikut :

1. Saran untuk museum house of sampoerna diharapkan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana untuk pengunjung berkebutuah khusus dan anak-anak terutama pada dimensi empathy karena pada dimensi tersebut memperoleh nilai terredah. Rendahnya nilai empathy disebabkan oleh tidak tersedianya ram atau jalur melandai untuk ke lanati 2 yang dinilai buruk oleh pengunjung dengan perolehan rata-rata 2.00 kemudian toilet khusus dengan nilai rata-rata 1.78 yang dinilai sangat buruk, dan taman untuk anak-anak yang memperoleh rata-rata 1,89 sehingga pihak museum perlu memberikan fasilitas tersebut guna layanan museum dapat dinikmati oleh seluruh kalangan pengunjung, tanpa melihat fisik maupun umur. Selain itu museum juaga perlu meningkatkan kualitas

(9)

layanan dengan mengoptimalkan kinerja pemandu museum dalam berinteraksi yang baik pada pengunjung.

2. Saran bagi penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan adanya keterbaruan dari penelitian sejenis. Maka untuk menghadirkan pembaruan tersebut diharapkan peneliti selanjutnya menambah instrumen kuesioner dan wawancara agar dapat memperoleh lebih banyak informasi yang dibutuhkan terkait kualitas layanan di museum, sehingga penelitian selanjutnya dapat memberikan hasil yang lebih baik. Selain itu penelitian selanjutnya dan memperluas jangkauan penelitian ke seluruh museum Indonesia guna mengetahui kualitas museum yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, T. F. (1996). Total Quality Management. Edisi Kedua . Yogyakarta : Andi .

Badan pusat Statistik Kota Surabaya. (2018). Perkembangan Pariwista Jawa Timue Maret 2018 . Surabaya : BPS Kota Surabaya .

Barata, A. A. (2003). Dasar-dasar pelayanan prima . jakarta : Elex Media komputindo . Bugin, B. (2015). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana .

Chen, Y. Z.-H.-S. (2009). In-depth tourism's influences on service innovation. Tourism and Hospitallity Research, 3, 326-336.

Fandy, T. (2001). Manajemen Pemasaran Modern. Edisi Kedua . Yogyakarta : Liberty.

Fatmawati, E. (2013). Matabaru Penelitian Perpustakaan dari SERQUAL Ke LIBQUAL.

Jakarta : DIANDA.

I. Frochot, H. Hughes. 2000. HISTOQUAL: The development of a historic houses assessment.

Tourism Management 21 157-167..

Gerson, R. F. (2002). Mengukur Kepuasan Pelanggan, cetakan kedua. . Jakarta: PPM.

I Man Cheng, Y. K. (2012). Service Quality of Macao Museums. Journal of Quality Assurance in Hospitality & Tourism, 37-60.

Ibad, F. (2015). Perkembangan Kongnitif: Teori Jean Piaget. Jurnal Intelektualitas, 23-34.

Kemdikbud, P. (2016). Statistik Kebudayaan 2016. Jakarta: Kementrian pendidikan dan kebudayaan .

Komarac, T. (2014). A New World of Museum Marketing? Facing the Old Dilemmas while Challenging New Market Opportunities . Trziste , 199-214.

Markovic et.al. (2013). Museum Service Quality Measurement using the HISTOQUAL model. . Tourism in southern and Eastern Europe, 201-216.

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Narayan, B. R. (2008). service quality in tourism industry. A second-order factor approach.

Benchmarking: An International Journal, 469-493.

Noor, J. (2013). Metodologi Penelitian Skripsi, tesis, disertasi dan Karya Ilmiah . Jakarta : Kencana .

Putra, F. K. (2016). Implementation Of HISTOQUAL Model to Measure Visitors' Expecations and Percepation in Museum Geology Bandung . Asia Tourism Forum, 322-327.

Putri, M. P. (2015). Kualitas Pelayanan di Museum kambang Putih, Tuban. Program Studi Administrasi, 999.

(10)

Rahmawati, D. (2012). Optimalisasi Kunjungan Wisatawan di Museum Kesehatan DR.

Adhyatma, MPH Surabaya. Surabaya: ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga . S. Markovic S. Raspor, J. K. (2013). Museum Service quality measurement using the

HISTOQUAL model. Tourism Management and Eastern Europe , 201-216.

Slatten, T. K. (2011). Make it memorable: customer experiences in winter amusement parks.

Tourism and Hospitality Research, 80-91.

So, K. K. (2013). The influence of customer brand identification on hotel brand evaluation and loyalty. International Journal of Hospitality Management, 31-41.

Su. Yohan, T. W. (2018). Contemplating museums service failure: Extracting the service Contemplating Museum Service failure : Extracting the service quality dimensions of museums from negative on-line reviews . Tourism Management, Tourism Management.

Sugiyono. (2012). Model Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D . Bandung : Alfabeta . Suyitno. (2006). Pemanduan Wisata (Tour Guiding). Malang : Graha Ilmu .

Zuraini Md Ali, R. Z. (2018 ). Adaptive reuse of historical buildings "Service quality measurement of Kuala Lumpur museums" . International Journal of Building Pathology and Adaptation, 39-45.

Zuraini Md Ali, R. Z. (2018). Adaptive reuse of historical buildings Service quality measurement of Kuala Lumpur museums. . Tourism Managemnt , 345-355.

Gambar

Tabel  dibawah  merupakan  hasil  keseluruhan  nilai  rata-rata  dari  keseluruah  dimensi  HISTOQUAL yang telah disebutkan diatas, guna mengetahui skor kualitas layanan yang ada  di museum house of sampoerna

Referensi

Dokumen terkait

Rory, merupakan sosok hantu anak kecil yang terlihat memang tidak menganggu, tetapi justru malah ingin membantu dan mencoba memberitahu tentang kejahatan apa yang

Dari definisi standard di atas dapat disimpulkan bahwa coding standard merupakan aturan-aturan teknis yang telah dibuat dan dirancang sedemikian rupa

• Static Syncronous Series Compensator (SSSC) menggunakan kontrol PWM dengan mode netral tidak memiliki kemampuan untuk mengatur aliran daya saluran karena tegangan yang

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : 1) kearifan lokal yang terdapat dalam cerita pendek di buku bahasa Indonesia kelas XI SMA, dan 2)

Tabulasi silang antara dukungan sosial keluarga dan pekerjaaan pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh di Instalasi Rawat

Terlihat pada tabel tersebut bahwa energi nuklir yang bersumber pada reaktor nuklir temperatur tinggi dengan kapasitas 2×600MWt dapat digunakan untuk memasok kebutuhan

8 Seluruh guru dan karyawan SMP Negeri 3 Pengasih, yang telah memberikan bantuan untuk memenuhi data- data , serta siswa-siswi kelas VII yang telah bersedia menjadi

Banyak kebijakan pangan yang justru paradok dengan kebijakan diversifikasi konsumsi pangan, seperti adanya kebijakan raskin, kebijakan produksi beras yang dominan dan