• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FONOTAKTIK POLA PENYUKUAN KATA TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DAN SISWA KELAS XI IPB DALAM DISKUSI ANTARKELOMPOK DI SMA NEGERI 1 NUSA PENIDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FONOTAKTIK POLA PENYUKUAN KATA TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DAN SISWA KELAS XI IPB DALAM DISKUSI ANTARKELOMPOK DI SMA NEGERI 1 NUSA PENIDA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FONOTAKTIK POLA PENYUKUAN KATA TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DAN SISWA KELAS XI IPB DALAM DISKUSI

ANTARKELOMPOK DI SMA NEGERI 1 NUSA PENIDA

Pt. Gita Mertasih¹, I Gede Nurjaya², Sang Ayu Pt. Sriasih³

¹ ² ³Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan ganesha Singaraja, Indonesia

e-mal: tugitamartasih@gmail.com, Gedenurjaya@gmail.com, sap.sriasih@yahoo.com, ejournal_pbsi@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kelompok kata yang mengalami perubahan pelafalan dan pola suku kata dari segi fonotaktik pada tuturan guru dan siswa kelas XI IPB, (2) jenis fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia yang paling banyak mengalami perubahan pola secara fonotaktik, (3) penyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik dalam diskusi antarkelompok pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa Penida. Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah (1) guru bahasa bahasa Indonesia, dan (2) siswa kelas XI IPB. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode observasi dan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model analisis deskriptif kualitatif melalui (1) identifikasi data, (2) klasifikasi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan simpulan. Hasil penelitian ini 1. kata yang mengalami perubahan pelafalan adalah kata murit, mongomentari, gak, kalok, males, dan denger, dan perubahan pola suku kata yaitu kata drama, praktek, trampil, strategi, struktur, dan stres. 2. jenis fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia yang paling banyak mengalami perubahan pola secara fonotaktik adalah fonem vokal /a/ dan pola suku kata serapan. 3. Penyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik adalah terjadi proses morfologi yaitu adanya pemunculan fonem. Selain itu, penyebab lain yang terjadi adanya karena kurangnya antusias guru dan siswa dalam berbahasa lisan yang baik dan benar. Disarankan hasil penelitian ini dapat bermakna dalam pembelajaran berbahasa, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Kata kunci: lafal, suku kata, fonotaktik

Abstract

This study aimed to describe (1) a group of words which change the pronunciation and the pattern of syllables in terms fonotaktik the speech of teachers and students of class XI IPB, (2) types of phonemes and patterns of syllables Indonesian most widely changing patterns in fonotaktik, (3) the cause of the change in the pattern of syllables in fonotaktik in discussions between groups at study Indonesian IPB XI classes in SMA N 1 Nusa Penida. To achieve that goal, this study used a qualitative descriptive study design. Subjects of this study were (1) Indonesian language teacher, and (2) a class XI student of IPB.

The method used in data collection is a method of observation and interview methods. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive analysis model through (1) the identification of the data, (2) classification of data, (3) presentation of data, and (4) drawing conclusions. 1. The results of this study were to change the pronunciation of the word is the word murit, mongomentari, gak, Kalok, lazy, and heard, and changes in the pattern of syllables that words play, practice, skilful, strategy, structure, and stress. 2. The types of phonemes and syllables Indonesian pattern most experienced changes in fonotaktik pattern is phoneme vowel / a /, and the pattern of syllables uptake. 3. The cause of the changing patterns of syllables in fonotaktik is a process that is the morphological appearance of

(2)

phonemes. In addition, other causes that occur are because of the lack of enthusiasm of teachers and students in the language spoken is good and right. Suggested results of this study can be meaningful in language learning, especially in learning Indonesian.

Keywords: pronounciation, syllable, phonotactics

PENDAHULUAN

Bahasa adalah suatu sistem dari lam- bang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri. Bahasa dibentuk oleh kaidah atau aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi.

Kaidah, aturan, dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk, dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan dengan baik, penerima dan pe- ngirim bahasa harus menguasai bahasa- nya.

Dalam proses belajar-mengajar, ke- giatan diskusi merupakan salah satu kegiatan dalam situasi formal yang mengha- ruskan untuk berbahasa lisan secara benar.

Kegiatan diskusi sering diterapkan oleh guru agar siswa dapat lebih aktif berbicara dan bebas mengeluarkan pendapat berkenaan dengan topik yang dibahas.

Wiyanto, (2000: vii) menegaskan bahwa diskusi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketajaman berpikir dan kemampuan berbahasa. Oleh karena itulah kegiatan diskusi kerap dilakukan dalam pembelajaran di kelas.

Apabila siswa telah terbiasa dengan diskusi yang sehat, secara otomatis siswa akan mampu mengaktualisasikan diri dalam berkomunikasi secara lisan. Rasa malu siswa untuk berkomunikasi di depan umum sedikit demi sedikit akan berkurang, misalnya dalam menyampaikan pendapat atau argumentasi yang dimilikinya.

Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Pambicara lisan dalam situasi formal biasanya dilakukan

oleh kelompok penutur yang berpendidikan.

Bahasa yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks, instruksi, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengu- capkan pitnah, komplek, intruksi, pidio, pilm, pakultas. Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa dalam bahasa lisan terutama dalam situasi formal, unsur pelafalan menjadi hal yang penting dan perlu dilatih sedini mungkin.

Kesalahan pelafalan dapat mengaki- batkan interferensi bahasa. Interferensi yang terjadi disebabkan transper negatif dari guru kepada siswa, sehingga kualitas bahasa siswa menjadi buruk. Akibat terse- but hendaknya tidak dipandang sebelah mata, mengingat bahwa pendidikan dan bahasa mempunyai hubungan yang erat sekali dan penggunaan bahasa dalam pengajaran memainkan peranan yang sangat penting bagi perkembangan inte- lektual dari si pelajar. Oleh karena itu, aturan pelafalan diatur dalam ejaan bahasa Indonesia.

Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini, sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud adalah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut.

Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indo- nesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa

(3)

Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa asing, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Lafal dalam bahasa Indonesia harus disesuaikan pula dengan kaidah fonotaktik yang mengatur deretan fonem dalam suatu bahasa. Tegasnya, fonotaktik sangat pen- ting dikaji untuk mendapatkan pelafalan yang baik.

Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Contohnya, kata /perbandingan/ memiliki 11 fonem. Jejeran fonem dari kata tersebut adalah /p,e,r,- b,a,n,d,i,ng,a,n/. Fonotaktik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain memiliki kekhasan. Seperti bahasa Indo- nesia dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia pada mulanya tidak memiliki gugus konsonan /str-/ sedangkan bahasa Inggris memiliki gugus konsonan /str-/.

Fonotaktik dalam bahasa Inggris memiliki gugus konsonan /str-/ yang pada umumnya tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.

Namun karena kontak antara bahasa yang terus-menerus memungkinkan gugus konsonan /str-/ ini ada dalam bahasa Indo- nesia.

Setiap bahasa memiliki aturan pende- retan fonem yang disebut fonotaktik. Aturan inilah yang akan membedakan apakah suatu deretan fonem dapat diterima pada suatu bahasa atau tidak. Bahasa Indonesia juga mempunyai atauran dari segi fonotak- tik. Fonotaktik dapat membuat kita mera- sakan secara ituitif, kata mana yang terdengar seperti kata dalam bahasa Indon- esia, meskipun belum pernah kita dengar atau lihat sebelumnya. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesi, fonotaktik adalah urutan fonem yang dimungkinkan dalam

suatu bahasa atau deskripsi untuk urutan fonem.

Analisis fonotaktik bertolak pada pengamatan real (apa adanya) terhadap perilaku atau distribusi bunyi pada kata-kata yang diucapkan oleh penutur bahasa yang bersangkutan. Jadi, analisis fonotaktik ber- sifat deskriptif. Oleh karena itu, penjelasan- penjelasan yang menyangkut bunyi dan variasi-variasinya selalu berda- sarkan posisi dan lingkungan (Masnur Muslich, 2012: 91).

Dalam kegiatan berbahasa, penge- tahuan tentang kaidah fonotaktik dapat mendukung penentuan sistem silabisasi (penyukuan kata) sebuah bahasa, dapat menentukan proses perubahan bunyi seperti asimilasi, dismilasi, elisi, metatesis, protesis, dan epentesis. Parera (1986: 60) mengatakan bahwa studi fonotaktik sebuah bahasa akan menjembatani studi mengenai perubahan bunyi antarbahasa secara historis. Studi ini pun dapat menjelaskan kejadian penyesuaian bunyi pada kata-kata serapan. Oleh karena itu, penelitian fonotaktik suatu bahasa penting untuk dilakukan.

Pola suku kata merupakan satu ba- gian yang perlu dilengkapi dengan studi fonotaktik sebuah bahasa. Dengan penge- tahuan fonotaktik sebuah bahasa, peneliti bahasa dapat menentukan pola suku kata bahasa tertentu. Berdasarkan fonotaktik bahasa Indonesia pula, dapatlah ditentukan kemungkinan pola suku kata bahasa Indonesia.

Penelitian mengenai analisis fono- taktik tuturan guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB menarik diteliti karena kata yang diujarkan sering terjadi perubahan pola suku kata. Salain itu, penelitian ini menarik karena setiap konsonan berderet yang ada dalam satu kata belum tentu sebagai gugus konsonan, dan gugus konsonan memiliki pola suku kata serta jenis yang berbeda, baik itu yang terletak pada posisi suku kata pertama, suku kata kedua maupun kedua suku kata.

Akibat adanya kosa kata serapan, kata-kata bahasa Indonesia mengalami perkem-

(4)

bangan dan dimungkinkan sekali perkem - bangan itu berpengaruh terhadap kaidah fonotaktik bahasa Indonesia, termasuk pola fonotaktik suku kata serapan.

Ada anggapan bahwa semakin tinggi jenjang sekolah, maka semakin matang kemampuan berbahasanya. Benarkah de- mikian? belum ada penelitian yang membenarkan anggapan tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisis fonotaktik tuturan guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB dalam diskusi antarkelompok di SMA Negeri 1 Nusa Penida. Sebagai langkah awal, penelitian dilakukan terhadap penggunaan bahasa saat pembelajaran oleh guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa perbai- kan penggunaan bahasa Indonesia guru saat penyampaian materi pembelajaran dan siswa saat mengajukan pendapat, baik pa- da guru SMA Negeri 1 Nusa Penida mau- pun guru bahasa Indonesia di luar sekolah itu.

Ketika survey awal pada proses pembelajaran behasa Indonesia di kelas XI IPB 1 SMA Negeri 1 Nusa Penida, bahasa yang digunakan oleh guru bahasa Indone- sia dan siswa kelas XI IPB masih mengan- dung kesalahan-kesalahan, teruta- ma dari segi fonologi. Salah satu wacana yang pernah diungkapkan oleh guru bahasa In - donesia saat proses pembelajaran adalah

“Selamat siang murit-murit, sebelum ibu melanjutkan materi, ibu ingin tanya me- ngenai kesulitan kalian saat mengerjakan tugas minggu lalu”. Dikaji dari segi Fonologi, terdapat kesalahan dalam pengucapan/

lafal. Kesalahan lafal terletak pada penggu- naan kata “murit-murit”. Kesalahan lafal pa- da pengucapan kata “murit-murit” memang sering diucapkan, apalagi dalam konteks berbicara secara langsung. Oleh sebab itu, ketelitian dan ketepatan dalam penggunaan bahasa Indonesia menjadi hal yang penting.

Contoh lain kesalahan guru adalah kesala- han penggunaan leksikon, "Tolong dibesar- kan suaranya, biar semua denger”. Kesala- han fonotaktik pada kalimat tersebut ditan-

dai adanya penggunaan kata “denger”. Kata

“denger” yang seharusnya “dengar” juga mengalami kekeliruan, terutama pelafalan- nya. Penggunaan kata “denger” sering digu- nakan oleh orang-orang Bali, karena adanya pengaruh dari bahasa Daerah yaitu kata dingeh. Selain itu, salah seorang siswa kelas XI IPB 1 di SMA N 1 Nusa Penida juga mengucapkan kata “struktuk” dengan penyukuan kata yang keliru yaitu “se-truk- tur”. Kata tersebut mengalami perubahan pola suku kata dari segi fonotaktik. Karena kata “struktur” yang seharusnya memiliki dua suku kata yaitu struk-tur dan pola suku kata KKKVK pada suku kata /struk/ diubah menjadi tiga suku kata yaitu se-truk-tur dan memiliki pola suku kata yang berbeda.

Dipilihnya guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa Penida didasarkan pada hasil observasi awal terhadap proses pembelajaran di kelas. Dalam proses belajar, baik dalam menyampaikan salam maupun materi, sebagian besar guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Nusa Penida mengabaikan aspek fonologi terutama pengucapan/lafal dan fonotaktik dalam berbahasa Indonesia.

Akibat dari kelalaian guru ini, dapat berpengaruh terhadap penggunaan bahasa siswa, megingat bahwa guru sebagai model. Siswa tidak akan canggung meng- gunakan bahasa Indonesia yang salah tersebut karena guru mereka pun juga menggunakan sistem bahasa yang salah.

Maka dari itu, selain guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Nusa Penida subjek kedua adalah siswa kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa Penida.

Penelitian tentang analisis fonotaktik guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB dalam diskusi antarkelopok di SMA Negeri 1 Nusa Penida belum pernah dilakukan, meskipun ada penelitian serupa tentang fonotaktik yang dilaksanakan oleh beberapa peneliti lainnya. Winarsih (2009), misalnya, meneliti tentang “Kajian Bentuk- bentuk Akronim Bahasa Indonesia dan kajian fonotaktiknya dalam berita liputan khusus pemilu 2009 pada surat kabar”.

Yang membedakan dengan penelitian ini

(5)

adalah subjek penelitian dan objek penelitiannya. Subjek penelitian Winarsih adalah berita liputan khusus pemilu 2009 pada surat kabar Solo Post, sedangkan objek penelitian ini adalah guru bidang studi bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa Penida. Objek penelitian Winarsih adalah kajian bentuk- bentuk akronim bahasa Indonesia dan kajian fonotaktiknya, sedangkan objek penelitian ini adalah kesalahan fonotaktik.

Selain itu, penelitian sejenis mengenai fonotaktik juga dilakukan oleh Editya Herningtias pada tahun 2012 yang berjudul

“Peran Fonotaktik Bahasa Indonesia dalam Penyerapan Kata Bahasa Belanda Bidang Kedokteran dan Kesehatan”. Perbedaan jelas terlihat dari segi subjek dak objek penelitiannya. Subjek penelitian Editya (2012) adalah penyerapan kata bahasa Belanda bidang kedokteran dan kesehatan, dan objek penelitian tersebut adalah peran fonotaktik bahasa Indonesia. Penelitian Editya Herningtia bertujuan untuk mengeta- hui peran fonotaktik bahasa Indonesia di bidang kedokteran dan kesehatan. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan peneliti ini penting dilakukan untuk inovasi di dalam dunia pendidikan khususnya dalam ilmu linguistik.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini dipaparkan ten- tang (1) rancangan penelitian, (2) subjek dan objek penelitian, (3) pengumpulan data, dan (4) analisis data. Di bawah ini dipapar- kan mengenai metode penelitian tersebut.

Penelitian ini menggunakan ranca- ngan dan pendekatan deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memeroleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis, dan cermat mengenai fakta-fakta yang diperoleh. Pendekatan metode ini me- nekankan pada ketajaman analisis secara objektif sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi.

Paparan di atas, sejalan dengan ran- cangan penelitian adalah strategi penelitian untuk mengatur latar (setting) penelitian

agar peneliti memeroleh data yang tepat (valid) sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Data diperoleh dalam penelitian ini disajikan secara kualitatif.

Sesuai dengan karakteristik peneli- tian kualitatif tersebut, pada penelitian ini peneliti tidak melakukan control atau mani- pulasi terhadap variabel penelitian. Peneliti hanya sebagai pengamat yang akan menggambarkan atau melukiskan hal yang ditemukan ketika penelitian secara naratif.

Rancangan deskriptif ini dipilih oleh peneliti untuk memberikan suatu penggambaran yang jelas mengenai perubahan pola suku kata dari segi fonotaktik pada penggunaan bahasa guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa Penida.

Suandi (2008: 31) mengemukakan bahwa subjek adalah benda, hal, atau orang tempat variabel melekat, dan yang dipermasalahkan dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia yang berjumlah 1 orang dan siswa di SMA Negeri 1 Nusa Penida yang berjumlah 73 orang yang meliputi kelas XI IPB 1 dan XI IPB 2.

Secara umum, objek penelitian yang dikaji dalam penelitian ini adalah perubahan pelafalan dan penyukuan kata dari segi fonotaktiknya. Objek yang dikaji secara khu- sus, berupa kata yang mengalami peruba- han pelafalan dan pola suku kata, pada fonem dan suku kata bahasa Indonesia apa saja yang mengalami perubahan tersebut, dan penyebab terjadinya perubahan terse- but. Hal ini menyatakan bahwa objek penelitian adalah masalah yang dikaji dalam penelitian.

Metode yang digunakan dalam peneli- tian ini adalah metode observasi dan

metode wawancara.

Metode observasi digunakan oleh pe- neliti untuk mencari data dari rumusan masalah pertama, kedua, dan ketiga yaitu mengenai kata yang mengalami perubahan pola dari segi fonotaktik, pada pola suku kata bahasa Indonesia apa saja yang paling banyak mengalami berubahan pola secara fonotaktik, dan penyebab terjadinya peru-

(6)

bahan pola suku kata dari segi fonotaktik pada tuturan guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB.

Metode observasi yang peneliti gunakan adalah metode observasi nonpar- tisipasi dengan teknik perekaman. Peneliti berada di kelas XI IPB pada pembelajaran bahasa Indonesia untuk mengadakan pe- ngamatan, perekaman, dan pencatatan langsung terhadap kata yang mengalami perubahan pelafalan dan pola dari segi fonotaktik, pada fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia apa saja yang paling banyak mengalami berubahan pola secara fonotaktik, dan penyebab terjadinya peru- bahan pola suku kata dari segi fonotaktik pada tuturan guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB, tetapi peneliti tidak terlibat langsung dalam aktivitas yang dilakukan subjek penelitian. Observasi dilakukan dengan bantuan instrumen obse- vasi dan alat perekam untuk memperoleh data mengenai bagaimanakah perubahan pola suku kata dari segi fonotaktik dalam diskusi antarkelompok kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa Penida.

Metode pengumpulan data dengan wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada responden dengan di- bantu menggunakan alat perekam untuk menghindari kehilangan data. Metode wa- wancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab perubahan pola suku kata dari segi fonotaktik. Jadi data yang diperoleh dari hasil wawancara digunakan sebagai acuan untuk menen- tukan penyebab perubahan pola suku kata dari segi fonotaktik. Jadi data yang dipe- roleh dari hasil wawancara digunakan sebaga pelengkap dari data yang diperoleh melalui metode observasi. Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur agar responden bisa menjawab secara bebas sesuai de- ngan pikiran da nisi hatinya. Responden secara spontan dan lugas dapat menge- mukakan segala sesuatu yang ingin dike- mukakannya. Dengan demikian, peneliti bisa memperoleh gambaran yang luas mengenai terjadinya kesalahan fonotaktik.

Instrument pada metode ini adalah pedo- man wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan langsung setelah peneliti mela- kukan perekaman pada metode observasi terhadap percakapan pada diskusi antarke- lompok antara guru bahasa Indonesia dan siswa XI IPB, hal ini betujuan agar data satu dengan data lainnya tidak terlepas, jadi peneliti bisa langsung menanyakan data guru dan siswa yang melakukan kesalahan fonotaktik serta penomoran pada data wawancara yang dicantumkan tidak tertukar.

Instrumen penelitian yang peneliti gunakan adalah pedoman observasi yang digunakan untuk mendapatkan gambaran sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang pertama dan kedua. Selain itu peneliti juga menggunakan pedoman wa- wancara untuk memdapat gambaran sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang ketiga.

Dalam penelitian ini peneliti menggu- nakan metode deskriptif kualitatif sebagai metode analisis data.berdasarkan metode ini, peneliti dapat menggunakan teori-teori relevan yang telah dipaparkan dalam kajian pustaka sebagai acuan bagi peneliti untuk mendalami objek penelitian. Analisis data deskriptif kualitatif diarahkan pada identi- fikasi dan klasifikasi untuk mendapatkan deskripsi yang jelas, rinci dan memadai, berkenaan dengan terjadinya kesalahan fo- notaktik dan penyebab terjadinya kesalahan fonotaktik di SMA N 1 Nusa Penida.

Teknik analisis data deskriptif kualitatif dapat dibagi menjadi empat langkah: iden- tifikasi data, klasifikasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Pada proses identifikasi dilakukan reduksi data. Reduksi data adalah memilih data yang diperlikan dan menyisihkan data yang tidak dperlukan. Kegiatan reduksi data dilakukan dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Dalam proses pengumpulan data di lapangan, tidak menutup kemungkinan data yang diperoleh berjumlah cukup besar. Selain itu, data yang diperoleh bisa saja di luar dari masalah yang hendak dipecahkan.

(7)

Setelah diidentifikasi, data yang relevan diklasifikasikan berdasarkan rumu- san masalah. Data digolong-golongkan berdasarkan sub-sub masalah tersebut ke- mudian dilakukan pengodean. Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawan- cara disajikan dalam bentuk yang baik, dilanjutkan dengan mengklasifikasikan atau mengelompokkan data-data tersebut berda- sarkan kategori-kategori tertentu sesuai de ngan tujuan penelitian.

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2007: 341) menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data yang akan mempermudah peneliti mema- hami yang terjadi dan merencanakan tahap kerja selanjutnya.

Pengambilan simpulan yakni peneliti merumuskan simpulan berdasarkan data yang diperoleh dan menyajikan secara deskriptif kualitatif yakni menyajikan temuan di lapangan dengan kata-kata. Penarikan simpulan ini disesuaikan dengan temuan di lapangan yang disajikan dalam penyajian data dan berkaitan dengan rumusan masa- lah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini diuraikan hasil pene- litian yang diperoleh selama melaksanakan penelitian, mulai tanggal 8 Mei 2015 sampai dengan 13 Mei 2015. Hasil penelitian ter- sebut mencakup mencakup (1) kelompok kata apa saja yang mengalami perubahan pelafalan dan pola suku kata dari segi fo- notaktiknya pada tuturan guru dan siswa, (2) jenis fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia yang paling banyak mengalami perubahan pola secara fonotaktik, (3) pe- nyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik dalam diskusi an- tarkelompok pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa Penida.

Data mengenai kelompok kata yang mengalami perubahan pelafalan dan pola suku kata dari segi fonotaktik pada tuturan guru dan siswa, diperoleh dari hasil obser-

vasi terhadap tuturan guru dan siswa dalam diskusi anatarkelompok yang dilaksanakan pada pembelajaran mengenai drama dan teks anekdot. Dari segi pelafalan, terdapat empat subbidang yang sering mengalami perubahan pengucapan. Keempat subbi- dang tersebut diantaranya abjad, penguca- pan singkatan, kata-kata yang sering salah pengucapannya, dan variasi dialek. (1) Abjad terdapat satu buah kata yaitu murit, (2) pengucapan singkatan tidak terjadi perubahan pelafalan, (3) dari bidang kata yang sering salah pengucapannya yaitu kata m∂ngomentari, dan (4) subbidang variasi dialek terdapat empat buah kata yang mengalami perubahan yaitu gak, kalok, males, dan denger.

Selain pelafalan kata yang sering mengalami perubahan, dari hasil pengumpulan data ditemukan perubahan dari segi pola penyukuan kata pada kata- kata tetentu. Perubahan pola penyukuan kata sangat jelas terdengar dang diucapkan berulang kali oleh subjek penelitian. Kata yang mengalami perubahan pola suku oleh guru bahasa Indonesia yaitu kata setruktur, derama, dan peraktek. Selain guru bahasa Indonesia, beberapa siswa di kelas XI IPB 1 juga mengujarkan kata dengan pola suku kata yang salah, yaitu kata terampil dan ka- ta setres. Kata tersebut diucapkan oleh salah satu siswa kelas XI IPB 1 ketika memerankan tokoh Ibu dalam drama satu babak.

Selain kelas XI IPB 1, kesalahan pola penyukuan kata juga terjadi di kelas XI IPB 2 saat pembelajaran teks anekdot. Setelah guru memberi kesempatan siswa untuk menyampaikan pendapat, ada salah satu siswa mengucapkan kata dengan pola suku kata yang berubah. Kata yang mengalami perubahan pola suku kata yaitu kata setra- tegi.

Sesuai dengan data pertama, data kedua, data ketiga, data keempat, data keli- ma, dan data keenam, dapat diketahui bahwa guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa Penida mengujarkan kata yang mengalami peruba-

(8)

han pola penyukuan kata. Kata yang paling sering mengalami perubahan pola penyu- kuan kata, yaitu kata struktur menjadi setruktur, kata drama menjadi derama, kata praktek menjadi peraktek, kata trampil menjadi terampil, kata stres menjadi setres, dan kata strategi menjadi setrategi.

Data mengenai jenis fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia yang paling banyak mengalami perubahan pola secara fonotaktik, diperoleh dari hasil penelitian yang pertama. Dari hasil penelitian yang pertama, diperileh jenis fonem yang mengalami perubahan pelafalan yaitu fonem /d/ pada kata murit, /∂/ pada kata m∂ngomentari, dan fonem /a/ pada kata kalok, males, dan denger. Jenis pola suku kata yang paling banyak mengalami perubahan yaitu pola suku kata bahasa Indonesia serapan. Hal tersebut dapat dilihat dari data kata yang mengalami perubahan pola suku kata yaitu jenis pola suku kata asli sebanyak dua buah kata, sedangkan jenis pola suku kata serapan sebanyak empat buah kata.

Data mengenai penyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik dalam diskusi antarkelompok pada pembe- lajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa Penida diperoleh dari hasil wawancara kepada guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB.

Perubahan pola suku kata yang diujarkan secara sadar oleh guru bahasa Indonesia dan beberapa siswa di kelas XI IPB 1 dan XI IPB 2 seharusnya tidak boleh terjadi dalam situasi formal. Banyak ke- mungkinan dijadikan alasan oleh guru bahasa Indonesia maupun siswa yang mengucapkan kata dengan perubahan pola suku kata. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesai.

“Saya tidak terlalu memperhatikan kete- patan pola suku kata saat saya mengu- jarkan kata-kata tersebut. Karena yang ter- penting adalah siswa paham dan mengerti dengan apa yang saya jelaskan. Disamping itu, saya jga agak sedikit kesulitan ketika melafalkan kata-kata serapan” (HWG 1/PBSI/2015)

Kutipan hasil wawancara di atas, menunjukkan kurangnya kepedulian guru bahasa Indonesia di SMA N 1 Nusa Penida terhadap aturan dalam bahasa Indonesia.

Sikap guru seolah-olah menyepelekan kete- patan pengujaran pola suku kata bahasa Indonesia. Dalam proses belajar, baik dalam menyampaikan salam maupun ma- teri, sebagian besar guru bahasa Indo- nesia di SMA Negeri 1 Nusa Penida me- ngabaikan aspek fonologi terutama pengu- capan/lafal dan fonotaktik dalam berbahasa Indonesia. Akibat dari kelalaian guru ini, dapat berpengaruh terhadap penggunaan bahasa siswa, megingat bahwa guru sebagai model. Siswa tidak akan canggung menggunakan bahasa Indo- nesia yang salah tersebut karena guru mereka pun juga menggunakan sistem bahasa yang salah.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti sajikan sebelumnya, selanjutnya dilakukan pembahasan hasil penelitian.

Pembahasan dilakukan sesuai dengan rumusan masalah yang ada, yaitu (1) kelom pok kata yang mengalami perubahan pelafalan dan pola suku kata dari segi fonotaktik pada tuturan guru bahasa Indo - nesia dan siswa kelas XI IPB dalam diskusi antarkelompok, (2) jenis fonem dan pola suku kata bahasa Indonesia yang paling sering mengalami perubahan, (3) penyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik dalam diskusi antarkelompok pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB di SMA Negeri 1 Nusa Penida.

Penelitian ini menemukan perubahan pelafalan dan pola suku kata dari tuturan guru dan siswa kelas XI IPB. Pelafalan dan ketepatan pola suku kata dalam tuturan sangat penting dalam kegiatan berbahasa karena pelafalan dan pola penyukuan kata yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakefektifan bahasa yang digunakan, juga dapat mengganggu kejelasan informasi yang disampaikan. Pelafalan kata dan penyukuan kata yang berbicara harus jelas dan tepat. Rumusan masalah ini dirinci kembali berdasarkan jenis perubahannya,

(9)

yaitu kata yang mengalami perubahan pelafalan dan kata yang mengalami perubahan pola suku kata.

Dari empat subbidang jenis perubahan pelafalan, yang paling sering mengalami perubahan adalah tiga subbidang, yaitu abjad, kata-kata yang sering salah pengu- capannya, dan variasi dialek. Kelompok kata yang mengalami perubahan pelafalan dapat dilihat pada kutipan berikut.

1. “Saya akan mengomentari pendapat kelompok 2” (PD1.1/PBSI/2015)

Kata mengomentari yang bentuk dasarnya adalah komentar pada kalimat di atas diucapkan dengan [e] seperti pada kata meja, seharusnya diucapkan dengan [e] pada kata kera. Perubahan pelafalan ini termasuk pada subbidang ketiga, yaitu kata- kata yang sering salah pengucapannya.

2. “Widya sangat disiplin dalam mengatur waktu belajar, itu sebabnya widya menjadi salah satu murit yang unggul di SMA Negeri 1 Nusa Penida” (PD1.2/

PBSI/2015)

Pengucapan kata murit pada data tersebut adalah salah. Kata murit dari data tersebut mengalami perubahan pelafalan, yaitu fonem /t/ yang seharusnya fonem /d/.

Dalam KBBI tidak ada istilah kata murit, yang benar adalah kata murid dengan fonem /d/ di belakang kata tersebut.

Perubahan pelafalan ini termasuk pada subbidang kesalahan pengucapan abjad.

3. “Pencemaran lingkungan gak akan terjadi kalok kita menjaga kebersihan lingkungan” (PD1.3/PBSI/2015)

Pada kutipan data di atas terdapat peru- bahan pelafalan dari subbidang peng- gunaan variasi dialek. Kata gak dan kata kalok merupakan variasi dialek yang seharusnya tidak diucapkan dalam situasi formal. Kata-kata tersebut seharusnya di- ganti menjadi tidak dan kalau.

4. “Remaja sekarang males untuk ber- sekolah. (PD1.4/PBSI/2015)

Perubahan pelafalan pada data 1.4 terletak pada pengucapan kata males (seharusnya malas). Kata males merupakan

variasi dialek yang seharusnya tidak diucapkan dalam situasi formal.

5. “Mohon maaf kepada saudari mila bisa tolong dibesarkan suaranya, saya tidak denger!” (PD1.5/PBSI/2015)

Perubahan pelafalan pada data 1.5 terletak pada pengucapan kata denger yang seharusnya diucapkan dengan kata dengar.

Kata denger juga merupakan variasi dialek yang seharusnya tidak diucapkan dalam situasi formal.

Dari hasil penelitian, terdapat beberapa kata yang diucapkan dengan pola penyukuan kata yang salah. Terdapat beberapa kata yang sering digunakan seca- ra salah, tetapi kebanyakan orang menga- nggap bahwa hal itu bukan kesalahan, karena pemakaiannya sudah lazim seperti itu. Inilah yang disebut dengan mem- benarkan yang lazim, atau bahkan, membetulkan yang salah (Sudiara, 2006 :143—149). Perubahan pola penyukuan kata dari tuturan guru bahasa Indonesia dapat dilihat pada kutipan berikut.

1. “Bagaimana pelajaran tentang teks anekdot, masih ingat tentang setruktur

yang membangunnya?

(PD2.1/PBSI/2015)

2. “Sekarang kita lanjutkan bada materi berikutnya, yaitu mengenai derama”

(PD2/PBSI/2015)

3. “Jika sudah paham, silakan mencari kelompok untuk selanjutnya membuat naskah derama satu babak dan lang- sung peraktek ke depan” (PD3/- PBSI/2015)

Terdapat perubahan pola suku kata pada kutipan PD2.1, PD2.2, dan PD2.3 di atas. Kata tersebut mengalami perubahan dari segi fonotaktik terutama pada pola suku kata. Kata struktur, kata drama, dan kata praktek yang seharusnya memiliki dua suku kata yaitu (struk-tur) dengan pola suku kata KKKVK-KVK, (dra-ma) dengan pola suku kata KKV-KV, dan (prak-tek) dengan pola suku kata KKVK-KVK, mengalami peru- bahan pola penyukuan kata setelah kata tersebut diujarkan. Kata struktur, kata drama, dan kata praktek, berubah menjadi

(10)

tiga suku kata dengan pola yang berubah pula. Suku kata struktur berubah menjadi (se-truk-tur) dengan pola suku kata KV- KKVK-KVK, suku kata drama berubah menjadi (de-ra-ma) dengan pola suku kata KV-KV-KV, dan suku kata praktek berubah menjadi (pe-rak-tek) dengan pola suku kata KV-KVK-KVK.

Selain guru bahasa Indonesia, dite- mukan beberapa kata yang mengalami perubahan pola suku kata tuturan siswa kelas XI IPB dalam diskusi antarkelompok.

Berikut akan dipaparkan contoh perubahan pola penyukuan kata dari tuturan siswa kelas XI IPB.

1. “Baru Ibu suruh bantu segitu saja sudah ngeluh. Tuh lihat teman mu Widya sudah terampil membantu orangtuanya.

Kamu kapan bisa berubah nak!”

(PD4/PBSI/2015)

Pada kutipan tersebut, terlihat kata yang mengalami perubahan pola penyu- kuan kata. Kata yang mengalami perubaha pola penyukuan kata yaitu kata terampil.

Kata tersebut seharusnya terdiri dari dua pola suku kata yaitu “tram-pil” dengan pola penyukuan kata KKVK-KVK, mengalami perubahan menjadi terampil dengan pola suku kata KV-KVK-KVK.

2. “Bayu lagi setres ya?, Kok muka mu kusem banget? Kalo ada masalah, ceritain dong ke kita. Siapa tau kita bisa bantu.” (PD5/PBSI/2015)

Kata yang mengalami perubahan pola penyukuan kata dari kutipan data di atas yaitu kata setres. Jika dicari di dalam KBBI, maka tidak akan ditemukan arti dari kata setres. Karena yang dimaksud adalah stres, namun karena kesalahan dalam pengucapan, pola suku kata dari kata stres berubah menjadi setres. Pola penyukuan kata dari kata stres yaitu KKKVK dengan satu suku kata sedangkan setelah diujaran oleh siswa tersebut, polanya berubah menjadi KVKVK dengan dua suku kata se- tres.

3. “Menurut saya, teks anekdot bagus diselipkan di setiap pembelajaran dan dijadikan sebagai setrategi untuk

meningkatkan semangat belajar siswa”

(PD6/PBSI/2015)

Kata yang mengalami perubahan pola penyukuan kata dari kutipa tersebut yaitu kata setrategi. Pola penyukuan kata yang benar dari kata tersebut adalah stra-te-gi dengan pola KKKV-KV-KV, bukan se-tra-te- gi yang berpolakan KV-KKV-KV-KV.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa jenis fonem yang paling sering mengalami perubaha adalah fonem vokal dan fonem konsonan. Fenem vokal yang mengalami perubahan yaitu fonem /∂/ dan fonem /a/. Namun, frekuensi perubahan fonem yang paling sering muncul adalah fonem /a/ sebanyak 3 kata yaitu kata kalau, malas, dan dengar.

Selain itu, diperoleh juga kata yang paling sering berubah pola penyukuan katanya yaitu kata dengan pola suku kata bahasa Indonesia serapan.

Saat mengujarkan kata serapan secara langsung, guru dan siswa sering mengucapkan kata-kata tersebut dengan menyelipkan fonem /∂/. Menurut Alwi (2003: 77) pada pola suku kata serapan biasanya penutur menyelipkan fonem /∂/

untuk memisahkan konsonan yang berdekatan.

Dalam menentukan penyebab terjadinya perubahan pola suku kata, tidak cukup dengan wawancara saja. Diperlukan teori yang jelas untuk dijadikan sebagai pedoman. Teori yang digunakan sebagai pedoman adalah teori dari Abdul Chaer (2009:96) yang menyebutkan lima penye- bab terjadinya perubahan bunyi (1) akibat adanya koartikulasi; (2) akibat pengaruh bunyi lingkungan; (3) akibat distribusi; (4) akibat proses morfologi; (5) akibat dari perkembangan sejarah.

Dari kelima penyebab terjadiya perubahan bunyi tersebut, yang paling tepat digunakan yaitu perubahan bunyi akibat proses morfologinya. Perubahan bunyi akibat adanya proses morfologi lazim dise- but dengan istilah morfofonemik atau morfofonologi. Dalam proses ini, dapat terjadi peristiwa (a) pemunculan fonem, (b) pelepasan fonem, (c) peluluhan fonem, (d)

(11)

pergeseran fonem, dan (e) perubahan fonem.

Sesuai dengan data yang ditemukan ter- kait dengan jenis pola suku kata yang paling banyak mengalami perubahan pola suku kata, maka dapat diidentifikasikan bahwa kata yang mengalami perubahan pola tersebut mengalami pemunculan fonem.

Fonem yang muncul dari semua data tersebut yaitu fonem /∂/.

Hal tersebut memang sering terjadi pada jenis kata serapan. Pada kata serapan akan muncul bunyi pelancar [e] apabila kata tersebut memiliki pola KKKVK atau terdiri dari tiga deretan konsonan yang hanya terdapat pada jenis kata serapan. Berikut kata yang mengalami pemunculan fonem dari data yang ditemukan.

{tram} + {pil} t rampil {stra} + {tegi} s trategi {struk} + {tur} s truktur {stres} s tres

Pada pemaparan di atas, telah ditemukan semakin sukar pola suku kata suatu kata, maka kecenderungan peru- bahan pola suku kata itu juga semakin besar. Itu sebabnya mengapa dari sekian kata yang diujarkan, kata serapanlah yang paling sering mengalami perubahan pola suku kata. Dikaji dari teori perubahan bunyi, maka penyebab terjadinya perubahan tersebut adalah adanya proses morfologi yaitu pemunculan fonem. Fonem yang paling sering muncul adalah fonem /∂/. Hal itu terjadi karena penutur ingin mempermudah pengucapan jenis kata bahasa Indonesia serapan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan masalah yang diaju- kan, hasil kajian terhadap analisis fonotaktik pola penyukuan kata tuturan guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI IPB dalam diskusi antarkelompok di SMA Negeri 1 Nusa Penida dapat ditarik kesimpulan sebagaimana disampaikan di bawah ini.

1. Kelompok kata yang mengalami pe- rubahan pelafalan dan pola suku kata dari segi fonotaktiknya pada tuturan guru dan siswa kelas XI IPB dalam

diskusi antarkelompok, yaitu (1) dari segi pelafalan terdapat kata murit, mengomentari, gak, kalok, males, dan denger, (2) dari segi pola suku kata terdapat kata drama, kata praktek, kata trampil, kata strategi, kata struktur, dan kata stres.

2. Jenis fonem dan pola suku kata ba- hasa Indonesia yang paling banyak mengalami perubahan pola secara fonotaktik adalah fonem vokal /a/ dan pola suku kata bahasa Indonesia serapan.

3. Penyebab terjadinya perubahan pola suku kata secara fonotaktik dalam diskusi antarkelompok pada pembe- lajaran bahasa Indonesia kelas XI IPB di SMA N 1 Nusa Penida adalah terjadi proses morfologi yaitu adanya pemunculan fonem. Selain itu, penyebab lain yang terjadi adanya karena kurangnya antusias guru dan siswa dalam berbahasa lisan yang bak dan benar.

Dengan berdasarkan pada hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Para pemakai bahasa diharapkan memanfaatkan hasil kajian untuk meningkatkan pengetahuan terhadap kemampuan berbahasa dan dalam pembentukan pola penyukuan kata sehingga pola suku kata dari kata-kata yang diujarkan tetap mem- perhatikan kaidah dan aturan yang telah ditetapkan.

2. Para guru bahasa Indonesia dapat memanfaatkan hasil kajian ini untuk melatih bahasa siswa terkait dengan pengucapan kata serapan dengan pola yang tepat.

3. Para peneliti yang tertarik mengkaji hal yang berkaitan dengan kebahasaan disarankan agar melakukan penelitian lanjutan untuk lebih menguatkan dan menemukan kaidah lanjutan dari fonotaktik pola penyukuan kata dalam bahasa Indonesia, sehingga dapan disusun satu pedoman yang baku dalam

(12)

pola penyukuan kata baru yang taat asas.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Hendrikus, Dori Wuwur. 1991. Retorika.

Yogyakarta: Kanisius.

Herningtias, Editia. 2012. Peran Fonotaktik Bahasa Indonesia dalam Penyerapan kata Bahasa Belanda Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Tersedia pada http://ejournal.unej.ac.id/2012/sug esti/.html (diakses tanggal 20 Maret 2015).

Hidayat, Amir F dan Elis N.Rahmani AR.

2006. Ensiklopedi: Bahasa-Bahasa D Dunia & Peristilahan dalam Bahasa. Bandung: CV Pustaka Grafika.

Muslich, Masmur. 2010. Garis-garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

---. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem k Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Parare, Jos Daniel. 1986. Pengantar Linguistik Umum Fonetik dan Fonemik. Jakarta: Nusa Indah.

Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat.

Jakarta: Balai Pustaka.

Suandi, I Nengah. 2008. “Pengantar Metodologi Penelitian Bahasa”.

Modul (tidak diterbitkan).

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sudiara, I Nyoman Seloka. 2006.

“Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia”.

Modul (tidak diterbitkan).

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tarigan, H. G. dan Djago Tarigan. 1988.

Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wasrie, Moh. Kusnadi. 2012. Intisari Lengkap Bahasa Indonesia.

Yogyakarta: Indonesia Tera.

Winarsih, 2009. Kajian Bentuk-bentuk Akronim Bahasa Indonesia dan Kajian Fonotaktiknya dalam Berita Liputan Khusus Pemilu 2009 pada Surat Kabar Solo Post. Tersedia pada http://ejournal.unej.ac.id/2009/sug esti/.html (diakses tanggal 20 Maret 2015).

Wiyanto, Asrul. 2000. Terampil Diskusi.

Jakarta: PT Grasindo

Referensi

Dokumen terkait

Sektor perikanan merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara, mengingat konsumsi ikan di merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara,

Bahwa Teradu dan atau Terlapor mengeluarkan keputusan yang membatalkan Pengadu dan atau Pelapor sebagai pasangan calon yang berhak mengikuti Pemilukada Bupati dan Wakil

Berdasarkan hasil analisis dari keempat perspektif BSC, dapat ditarik kesimpulan bahwa: (1) perspektif pelanggan sudah baik karena berdasarkan angket kepuasan pelanggan

Pin dapat menjadi media promosi secara tidak langsung bagi suatu perusahaan karena biasa dikenakan pada tas, jacket, dan pakaian. commit to user.. Pin dibuat

Pengertian Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran atau pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dari masyarakat berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya digunakan

Penurunan tebal sel-sel germinal tubulus semini- ferus pada tikus jantan disebabkan oleh adanya gangguan aktifitas mitosis sel-sel spermatogenik oleh fraksi saponin yang

hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan metode Ummi dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada siswa SMP IT Izzatul Islam Getasan secara umum telah

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah secara parsial persepsi gender, pengalaman mengajar, tingkat pendidikan dan prestasi belajar memiliki pengaruh