PERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA
NANI IRIANI
Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN
Rumput setaria adalah salah satu jenis rumput yang banyak ditanam karena sifatnya mudah tumbuh dan produksinya relatif tinggi. Masalah utama pemanfaatan rumput setaria adalah adanya kandungan oksalat yang cukup tinggi. Upaya untuk menurunkan kandungan oksalat tersebut yaitu dengan teknik silase. Teknik silase dapat menurunkan kandungan oksalat total sampai 24% dan oksalat terlarut sampai 26% pada pH silase 3.74. Kandungan asam mudah menguap sangat rendah terutama asam butirat (0.1%), sedangkan kandungan asam laktat cukup tinggi (14,12%). Kontaminasi jamur pada rumput setaria terjadi pada minggu 5 sampai minggu ke 8, sehingga proses silase tersebut hanya baik untuk masa penyimpanan sampai 4 minggu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar penurunan kadar oksalat pada rumput setaria selama proses silase.
Kata kunci : Setaria, silase.
PENDAHULUAN
Setaria adalah salah satu jenis rumput yang banyak ditemukan dan dikembangkan di daerah tropis dan sub tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi. Sebagai bahan pakan masalah utama pemakaian rumput setaria adalah adanya kandungan oksalat yang cukup tinggi.
Konsumsi oksalat yang berlebihan pada hewan ternak dapat menimbulkan efek samping terutama dapat mempengaruhi ketersediaan mineral tertentu. Oksalat merupakan senyawa organik sederhana yang banyak terdapat dalam hijauan tropis. Oksalat berinteraksi dengan kalsium atau ion-ion lainnya menyebabkan terjadinya batu ginjal. Pada umumnya penyerapan oksalat naik bila kadar kalsium dikurangi dan hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya penyaluran oksalat melalui urine secara berlebihan (Hiperxaluria) (Hodgkinson, 1977).
Menurut Jones dkk (1970) pemberian rumput setaria yang mengandung kadar oksalat 5%
dapat menyebabkan kematian ternak. Oksalat di dalam rumput setaria terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk terlarut dan bentuk terikat. Bentuk terlarut lebih berbahaya dari pada nemtuk terikat karena dapat diserap oleh tubuh dan menyebabkan ketersediaan unsur kalsium menjadi menurun.
Sedangkan level oksalat pada setaria sering kali melebihi 5% terutama pada umur panen yang relatif muda (Sutikno dkk, 1989).
Salah satu cara untuk menurunkan oksalat yaitu dengan teknik silase, dengan penambahan molases 3%. Dilaporkan bahwa penambahan molases dapat meningkatkan kualitas silase dan dapat meningkatkan kandungan gula tersedia yang dapat dikonversikan menyadi asam laktat (Watson dan Nash, 1960, Barnett, 1954).
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar penurunan kadar oksalat pada rumput setaria selama proses silase.
BAHAN DAN METODA
Bahan : Rumput setaria yang diperoleh dari kebun percobaan Balitnak Ciawi, molases Alat : Wadah plastik, pompa vakum, karet, tali plastik serta alat-alat laboratorium.
Pembuatan Silase
Rumput setaria yang masih segar dilayukan selama 3 hari sehingga mencapai kadar air ± 70%. Selanjutnya dipotong-potong dengan panjang sekitar 2 cm. Potongan rumput dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam lalu ditimbang dan dilakukan 3 ulangan untuk setiap minggu, kemudian dicampur dengan molases 3% (W/W) diaduk hingga tercampur merata. Sebelum plastik diikat dengan tali rafia, udara yang ada di dalam kantong plastik dikeluarkan dengan bantuan vakum hingga memadat kemudian diikat serapat mungkin untuk menghindari kebocoran. Pengamatan dan analisis kimia dilakukan dengan membuka kantong setiap minggu.
Analisis Oksalat Total
Contoh sebanyak 0,2000 g ditimbang ke dalam tabung metilasi, tambahkan 2 ml larutan 30% metanol-sulfat. Kemudian dimetilasi selama 40 menit pada suhu 55oC. Setelah didinginkan 1 menit (pada tempat berisi es) campuran dikocok dan ditambahkan 2 ml ir suling dan 2 ml larutan kloroform lalu dikocok kuat-kuat. Cairan diatasnya dibuang dan cairan dibawahnya diinjeksikan sebanyak 1 µl ke dalam kolom kromatografi gas. Larutan oksalat baku (0,7 g asam oksalat di hidrat/10 ml metanol). Diinjeksikan pada larutan oksalat baku sebanyak 50, 80, 110, 140, 180 µl. Perhitungan kadar oksalat dilakukan berdasarkan perbandingan terhadap kurva kalibrasi yang diperoleh dari larutan standar.
Analisis Oksalat Terikat dan Terlarut
Contoh sebanyak 0,3000 g ditimbang ke dalam tabung sentrifuse, kemudian dikocok (menggunakan pengocok vortex) selama 1 menit dengan 10 ml air suling. Lalu dihidrolisis suhu 700 C selama 10 menit. Campuran disentrifuse dengan kecepatan 300 rpm selama 20 menit.
Kemudian residu dipisahkan, residu dicuci dengan 5 ml air suling dan disentrifuse lagi seperti proses di atas. Selanjutnya dimetilasi seperti pada penetapan oksalat tetap. Kadar yang diperoleh adalah kadar oksalat terikat, sedangkan fraksi terlarut dihitung berdasarkan selisih antara oksalat total dengan oksalat terikat.
Analisis Asam Laktat
Contoh sebanyak 0,2000 g ditimbang ke dalam tabung metilasi, tambahkan 2 ml larutan 30% metanol-sulfat. Kemudian dimetilasi selama 40 menit pada suhu 550 C. Setelah didinginkan 1 menit (pada tempat yang berisi es) campuran dikocok dan di tambahkan 2 ml air suling dan 2 ml larutan kloroform lalu dikocok kuat-kuat. Cairan diatasnya dibuang dan cairan di bawahnya diinjeksikan sebanyak 1 µl ke dalam kolom kromatografi gas. Diinjeksikan pula asam laktat baku (0,5 g/10 ml alkohol) sebanyak 50, 80, 110, 140, 180 µl. Perhitungan kadar asam laktat dilakukan berdasarkan perbandingkan kurva kalibrasi yang diperoleh dari larutan standar.
Analisis Asam Mudah Menguap
Ditimbang 5 g contoh ditambahkan 2 ml air suling lalu diblender selama 5 menit.
Campuran dituangkan ke dalam piala gelas, kemudian dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 50 mg asam sulfosalisilat untuk mengendapkan protein. Larutan selanjutnya disentrifuse pada 300 rpm selama 15 menit. Sebanyak 1 µl larutan contoh tersebut diinjeksikan ke dalam kolom gas kromatografi.
Pengukuran pH
Contoh sebanyak 5 g ditimbang ke dalam piala gelas ditambahkan 25 ml air suling, dikocok dengan menggunakan pengocok magnetik selama 15 menit selanjutnya diukur dengan pH meter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perubahan Kadar Oksalat Selama Proses Silase
Rumput setaria mempunyai kandungan oksalat yang relatif tinggi. Diharapkan dengan proses silase sebagian oksalat dapat berkurang melalui aktifitas mikro organisme yang memanfaatkannya sebagai sumber karbon (Sutikno dkk, 1989). Dalam penelitian ini digunakan rumput setaria yang mengandung kadar oksalat awal sebesar 8%. Proses silase rumput setaria dengan penambahan molases ternyata tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 1. Penyimpanan selam 8 minggu hanya menyebabkan sedikit penurunan kadar oksalat total dari 8,2% sampai 6,2% (r-0,65). Walaupun telah terjadi penurunan sebesar 24% pada minggu ke 8, kadar oksalat totalnya masih cukup tinggi. Fraksi terlarut mengikuti pola penurunan yang serupa yaitu kadarnya turun dari 6,02 sampai 4,46% (r- 0,02) terjadi penurunan sebesar 26 %. Sedangkan Fraksi terikat menunjukkan kurva yang hampir rata. Rendahnya penurunan ini mungkin disebabkan hanya sedikit oksalat yang dapat dimanfaatkan oleh mikro organisme sebagai sumber karbon selebihnya miko organisme memanfaatkan karbohidrat untuk dirubah menjadi asam laktat.
Tabel 1. Perubahan kadar oksalat (%) selama proses silase Rumput Setaria Lama Penyimpanan
(minggu) Oksalat Total Oksalat Terikat Oksalat terlarut
0 8,20 1,18 6,02
1 7,40 1,80 5,60
2 6,70 1,60 5,10
3 7,10 1,80 5,30
4 6,50 1,7 4,80
5 4,50 1,80 2,70
6 5,90 1,80 4,15
7 6,60 1,80 4,75
8 6,20 1,70 4,46
Gambar 1. Perubahan kadar oksalat selama proses silase rumput setaria dengan molases 3%.
B. Kontaminasi Jamur Selama Penyimpanan
Rumput yang disimpan relatif segar dapat terkontaminasi oleh jamur. Hal ini disebabkan karena rumput tersebut tidak disimpan dalam keadaan steril dan masih mengandung air yang tinggi, sehingga memungkinkan untuk pertumbuhan jamur.
Pada minggu pertama sampai minggu ke 4 diperoleh silase yang bersih tanpa jamur, berbau harum dan warna rumput masih segar. Akan tetapi pada minggu kelima mulai nampak kontaminasi jamur yang terus meningkat sampai minggu ke 8. Pada umumnya kontaminasi jamur terjadi dibagian atas dan samping sedangkan pada bagian dalam (tengah) masih segar.
Hal ini masih disebabkan karena pada bagian samping lebih mudah kontak dengan udara luar dari pada bagian dalam, sehingga terjadi fermentasi aerobik, dan diduga jamur yang tumbuh adalah dari jenis chlostridia. Dalam pengamatan jamur yang terbentuk berwarna putih sampai ke kuning-kuningan akan tetapi tidak diidentifikasikan lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan diatas, maka nampak proses silase tersebut hanya baik untuk masa penyimpanan sampai 4 minggu.
C. Pengukuran pH, Asam Laktat dan Asam Mudah Menguap
Selama proses silase dengan penambahan molases terjadi fermentasi oleh bakteri yang menghasilkan asam laktat, asam asetat dan asam butirat, sehingga mengakibatkan terjadi penurunan derajat keasaman (pH) seperti diperlihatkan pada Tabel 2.
Penurunan pH mulai terjadi dari bahan awal (pH 5,26) sampai silase minggu pertama (pH 3,74). Pada minggu selanjutnya penurunan pH tidak nampak terjadi bahkan relatif stabil. pH yang baik bagi silase adalah pH 4,2 atau lebih rendah di bawah itu (Catchpoole 1970) Perubahan ini erat hubungannya dengan pembentukan asam-asam mudah menguap.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Penyimpanan (minggu)
Kadar ( % )
Oksalat Total Oksalat Terikat Oksalat Terlarut
Tabel 2. Perubahan pH selama silase Rumput Setaria Ulangan
Lama Penyimpanan
I II III Rata-Rata S. D 0 5,27 5,27 5,23 5,26 0,01 1 3,70 3,73 5,25 3,74 0,05 2 3,74 3,74 3,79 3,76 0,03 3 3,76 3,79 3,79 3,78 0,02 4 3,72 3,75 3,81 3,76 0,05 5 3,71 3,79 3,84 3,78 0,07 6 3,80 3,73 3,78 3,80 0,03 7 3,71 3,71 3,71 3,71 0,00 8 3,78 3,75 3,79 3,77 0,02 Pembentukan asam asetat mulai meningkat pada minggu ke 4 sebesar 3,81 % diikuti dengan pembentukan asam propionat dan mengalami penurunan pada minggu ke 8 sebesar 0,15
%. Kandungan asam iso butirat cukup rendah sebesar 0,01 % pada minggu ke 8, demikin pula untuk asam isovalerat 0,02 % pada minggu ke 6. Pembentukan n-butirat terjadi pada minggu ke 2 dan ke 4 sebesar 0,06 %. Selama proses pemeraman tidak terjadi pembentukan asam n- valerat. Selama proses silase menunjukkan akumulasi asam-asam mudah menguap (sebagai asam asetat) lebih besar di bandingkan asam-asam mudah menguap lainnya, hal ini mempengaruhi kestabilan pH dan memperlambat tumbuhnya jamur Tabel 3.
Tabel 3. Perubahan asam mudah menguap (%) selama silase Rumput Setaria Lama
Penyimpanan
(Minggu) Asetat Propionat Iso Butirat n-Butirat Iso-valerat n-Valerat
1 0,22 - 0,02 - 0,13 -
2 3,42 - 0,11 0,06 0,71 -
3 0,4 - 0,04 - 0,11 -
4 3,81 0,25 - 0,06 - -
5 0,19 0,02 0,01 - 0,01 -
6 2,43 0,08 - - 0,02 -
7 0,14 - - - - -
8 0,15 - 0,01 - - -
Asam laktat terbentuk dari hasil fermentasi karbohidrat dalam hijauan tersebut (Mc.
Donald, 1964). Rata-rata pembentukan asam laktat memperlihatkan hasil yang hampir sama yaitu sebesar 12% pada minggu pertama sampai minggu ke 4, tetapi terjadi penurunan pada minggu ke 5 sampai 9,84 %. Penurunan ini disebabkan pada minggu ke 4 terjadi kebocoran pada plastik sehingga terjadi kontaminasi jamur. Pembentukan asam laktat tertinggi terjadi pada minggu ke 7 sebesar 14,12 %. Penambahan molases sangat berpengaruh terhadap pembentukan asam laktat, karena fermentasi asam laktat tergantung dari gula tersedia yang ada dalam bahan, penambahan molases akan meningkatkan gula tersedia sehingga meningkatkan fermentasi asam laktat. Besarnya kandungan asam laktat tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap pembentukan pH karena asam ini termasuk asam lemah dengan harga konstanta dissosiasi yang rendah dibanding asam-asam mudah menguap lainnya, tetapi asam laktat mempengaruhi mutu silase
yang dihasilkan lebih berbau harum dan disukai oleh ternak, sedangkan asam mudah menguap lainnya terutama asam butirat akan mengakibatkan silase berbau tengik dan tidak disukai oleh ternak.
Tabel 4. Perubahan asam laktat (%) selama silase Rumput Setaria Ulangan
Lama Penyimpanan
(minggu) I II III Rata-Rata S. D 1 11,13 13,01 12,37 12,18 0,05 2 9,5 12,11 13,01 12,21 2,75 3 12,4 11,01 12,40 12,1 0,98 4 12,61 12,31 12,51 12,46 0,15 5 11,92 7,80 9,58 9,84 2,06 6 11,82 10,92 15,52 12,69 2,51 7 12,82 17,43 12,1 14,12 2,89 8 10,53 16,53 - 13,53 4,24
KESIMPULAN
1. Berdasarkan data analisis yang diperoleh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
2. Proses silase menurunkan kadar oksalat total sebesar 2,4% dan oksalat terlarut sebesar 2,6%.
3. Proses silase berlangsung cukup baik diperlihatkan dengan penurunan pH yang rendah (pH 3,74).
4. Akumulasi asam-asam mudah menguap (sebagai asam asetat) lebih besar dibandingkan asam mudah menguap lainnya, proses ketengikan hanya sedikit terjadi yang diperlihatkan dengan pembentukan asam butirat sebesar 0,01%.
DAFTAR BACAAN
Barnett, A.J.G., 1954. "Silage Fermentation" Aust. J. Exp. Agric. And Animal Husbandry., 6: 76-80.
Catchpoole, V. R., 1970. The silage fermentation of some tropical pasture plant Tropical Grassland Husbandry : 316 - 323.
Hodgkinson, A., 1977. Oxalic acid in biologi and medicine. Academic Press. London : 26 - 29, 214 - 216.
Jonas, R.J., A.A. Seawrigh and D.A. Little., 1970. Oxalic poisoning in Animal Grazing the Tropical Grass Setaria Sphaculata. J. of the Aust. Inst. Agric. Sci., 36: 41-43
Mc. Donald, P., 1964. Fermantation studies on Inoculated Herbage. J. Sci. Food. Agric. 15 : 429 - 435.
Sutikno, A.I., B. Tangendjaja dan S. Kompiang, 1989. Laporan Akhir Hasil Penelitian IV-I/5/4/3/01.
Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Watson, S.J. and Nash, M.J., 1960. The convertion of grass and forage crops. Aust. J. Exp Agric and Animal Husbandry, 6 : 76 - 80.