T I N J A U A N P U S T A K A
2.1. Pengertian Analisa Break Evan
pada analisa Break Even yang mempelajari hubungan antara biaya, volume penjualan dan laba maka analisa ini juga disebut analisa hubungan biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis). Untuk dapat memahami dan mengerti lebih baik tentang analisa Break Even maka penulis memahami terlebih dahulu pengertian Analisa Break Even menurut beberapa ahli sebagai berikut :
Mulyadi (1993 : 223) menyebutkan bahwa analisa hubungan biaya-volume-laba (cost-volume-profit analy- sis) merupakan "teknik untuk menghitung dampak peru- bahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba, untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek".
Analisa Break Even menurut Soehardi Sigit (1995 : 1) adalah "suatu teknik atau cara untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual. biaya produksi, biaya lainnya yang variabel dan yang tetap, serta laba dan rugi".
Sedangkan menurut Kent B Monroe (1991 : 203) bahwa Analisa Titik Impas (Break Even Analysis) adalah
"metode yang sederhana dan mudah dipahami untuk meneliti hubungan antara biaya tetap, biaya variabel.
10
volume dan harga jual.
Dari pengertian-penegertian tersebut diatas maka analisa Break Even atau analisa hubungan biaya-volume- laba merupakan suatu metode untuk mencari pengaruh dari perubahan biaya. volume dan laba. Hal ini dikarenakan
(Mulyadi.1993) "biaya mempengaruhi harga jual, harga jual mempengaruhi volume yang terjual, volume penjualan mempengaruhi volume produksi. dan volume produksi mempengaruhi terhadap biaya."
Keadaan Break Even menurut Drs. Syariffudin Alwi (1994 : 265) menyebutkan bahwa Break Even Point dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan didalam operasinya tidak memperoleh keuntun- gan dan tidak menderita rugi".
Sedangkan Mulyadi (1993 : 230) menyebutkan bahwa Break Even adalah "keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi".
Dan menurut Harnanto (1984 : 433) mengatakan bahwa Break Even Point adalah "suatu keadaan dimana perusa- haan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi".
Selain itu menurut Jack. Robert dan William (1995 : 130) Break Even Point adalah : " The Break Even Point is the number of unit sold (or dollar of sales) that will guarantee a zero profit for the firm".
Jadi dari pengertian-pengertian diatas maka Break
Even merupakan suatu keadaan dimana jumlah pendapatan
sama dengan jumlah biaya. atau apabila laba kontribusi
hanya dapatdigunakan untuk menutup biaya tetap saja.
2.2. KLASIFIKASI BIAYA
Untuk dapat menghitung tingkat Break Even. maka biaya yang terjadi harus dapat dipisahkan, mana yang termasuk variabel dan yang bersifat tetap serta biaya semivariabel.
2.2.1. Biaya Tetap
Biaya Tetap merupakan jenis biaya yang berjumlah
tetap dalam satuan kurun waktu dan tidak mengalami
perubahan meskipun volume produksi berubah sampai
batas tertentu. Perlu dijelaskan bahwa besarnya total
biaya tetap adalah selalu sama walaupun terjadi peruba-
han tingkat produksi. namun besarnya biaya tetap peru-
nit akan berubah menurun sesuai dengan bertambahnya
unit produksi. Berproduksi atau tidak biaya ini tetap
dikeluarkan. Bila digambarkan akan nampak seperti
berikut :
biaya (Rp)
FC Area
Biaya Tetap
Unit Gambar 2.1 Grafik Biaya Tetap
2.2.2. Biaya Variabel
Biaya Variabel merupakan biaya yang jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya unit produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara total. Namun untuk biaya variabel per unit tidak mengalami peruba- han walaupun unit produksi bertambah. Secara grafik
jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut
biaya (Rp)
Unit Gambar 2.2
Grafik biaya variabel 2.2.3. Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel merupakan jenis biaya yang
sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-
kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Khusus
untuk biaya semi variabel ini sering membingungkan
bagaimana menentukannya, karena jenis biaya ini
sebagian mengandung unsur biaya tetap yang tidak
terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi
mengandung biaya variabel yang terkait dengan turun
naiknya volume penjualan (Syafaruddin Alwi, 1994).
biaya (Rp) semivariabel cost
0
Unit Gambar 2.3
Grafik Biaya Semivariabel
2.2.3.1 Metode Pemisahan Biaya Semivariabel.
Pada pemisahan biaya semivariabel ini ada beberapa metode yaitu :
- Metode Titik Tertinggi dan Terendah (High Low Method) Dengan metode ini. biaya semivariabel yang mempunyai sifat tetap dan variabel dipisahkan dengan cara mengambil titik tertinggi dan titik terendah dari kapasitas perusahaan dan biayanya.
bl - b2 Biaya Variabel perunit (BV/unit) =
kl - k2
Sedangkan untuk mencari biaya tetap dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Biaya Tetap = bl - (BV/unit). kl Keterangan :
bl = Total biaya pada tingkat kapasitas 1 b2 = Total biaya pada tingkat kapasitas 2 kl = Tingkat kapasitas 1
k2 = Tingkat kapasitas 2
Pada penggunaan metode titik tertinggi dan teren- dah, yang dianggap sebagai kapasitas pertama dapat juga merupakan kapasitas tertinggi ataupun yang terendah.
Namun kesamaan antara kapasitas dan biaya perlu diperhatikan. Bila kapasitas pertama dipakai yang tertinggi maka biaya yang terjadi tertinggi juga dianggap yang pertama dan sebaliknya.
- Metode Kuadrat Terkecil (The Method of Least Squares) Metode pemisahaan biaya semivariabel ini meng- gunakan metode garis lurus dengan Persamaan sebagai berikut:
Y = a + bx
Besarnya nilai x dan Y dapat diperoleh dari data-data yang ada pada perusahaan. karena pada luas produksi
tertentu akan dikeluarkan biaya tertentu pula. Dengan demikian yang perlu dicari dalam hal ini adalah nilai a dan b. Untuk mencari nilai a dan b digunakan persa- maan sebagai berikut:
Zy = n a + 2x Zxy = a 2x + b 2x
2Penyederhanaan dari persamaan diatas adalah sebagai
berikut :
2x
22y - 2x 2xy a =
n 2x
2- (2x)
2n 2xy - 2x 2y b =
n 2x
2- (2x)
2Untuk lebih memahami penggunaan dari kedua metode pemisahan biaya yang dikemukaan diatas. maka perhatikan contoh berikut ini :
Data-data yang ada pada suatu perusahaan sebagai berikut :
bulan
1 2 3 4 2
biaya semivariabel
( y ) 3800 3500 5000 4400 16700
unit produk
( x ) 40 35 60 50 185
( x
2) 1600 1225 3600 2000 8925
( xy ) 152.000 122.500 300.000 220.000 794.500
Dengan menggunakan rumus titik tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut :
bl - b2 BV per unit =
kl - k2 5000 - 3500
60 - 35 1500
25
= Rp 60
Biaya tetap = bl - BV per unit (kl)
= 5000 - Rp 60 . 60
= Rp 1400
Sedangkan rumus kedua dari metode kuadrat terkecil maka akan didapat juga biaya tetap dan variabel sebagai berikut :
Zx
2Zy - Zx Zxy a =
n Zx
1- (Zx)
2( 8925 . 16700 ) - ( 185 . 794500 ) ( 4 . 8925 ) - ( 185 )
2149047500 - 146982500 35700 - 34225
2065000 1475
= Rp 1400
n Zxy - Zx Zy b =
n Zx
2- (Zx)
2( 4 . 794500 ) - ( 185 . 16700 ) ( 4 .8925 ) - ( 185 )
23178000 - 3089000 35700 - 34225
= Rp 60
2.3. Manfaat Analisa Break Even Baai Manaiemen
Dengan penggunaan analisa Break Even pihak mana-
jemen dapat mengetahui kaitan antara penjualan, harga
jual, rugi dan laba. Dengan mengetahui perkaitannya
itu, analisa Break Even dapat digunakan untuk membantu
menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan. Sedangkan manfaat-manfaat lain adalah :
1. Memungkinkan pihak manajemen memperkirakan pengaruh kegiatan atau usaha-usaha yang akan dilaksanakan dan pengaruh perubahan kondisi pasar terhadap laba, sehingga manajemen dapat memilih berbagai macam usulan kegiatan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penca- paian laba di masa yang akan datang.
2. Memberikan gambaran tentang hubungan antara biaya, volume dan laba juga akan dapat memban- tu atau memberikan informasi kepada manajemen dalam memecahkan masalah-masalah lain yang dihadapi. Misalnya penambahan atau penggantian fasilitas pabrik.
3. Membantu dalam pengambilan keputusan menutup usaha atau tidak (dapat memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut dihentikan saja).
4. Analisa ini dapat digunakan sebagai alat peren- canaan laba.
5. Dapat memberikan informasi tentang kebijaksa- naan-kebijaksanaan penjualan dan penetapan harga.
6. Memberikan informasi mengenai seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
7. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga
jual, biaya dan volume penjualan terhadap keun-j/£r*inv
tungan yang akan diperoleh. fefi yi,
2.4. AsumBi-Asumsi Dalam Analiaa Break Even Vv»5ffi Didalam menganalisa Break Even termasuk menghitung
dan mengumpulkan data-data terdapat asumsi-asumsi tertentu sebagai berikut :
1. Bahwa biaya-biaya yang terjadi diperusahaan yang bersangkutan (yang dihitung break evennya) dapat di-identifikasikan (ditetapkan) sebagai biaya variabel, atau sebagai biaya tetap.
Biaya-biaya yang meragukan apakah sebagai biaya variabel ataukah sebagai biaya tetap harus tegas-tegas dipisahkan menjadi biaya tetap dan variabel. Jadi hanya ada dua kelompok biaya yaitu : biaya tetap dan biaya variabel.
2. Bahwa biaya tetap secara total akan selalu
konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya
tetap adalah merupakan biaya yang selalu akan
terjadi walaupun perusahaan berhenti berproduk-
si . Pada umumnya perusahaan yang dapat berpro-
duksi dalam jumlah besar (tanpa melampaui
kapasitas penuh) akan dapat bekerja dengan
efisien dan akan dapat menekan biaya yang
terjadi termasuk biaya tetapnya. Dengan
demikian pada batas-batas tertentu atau pada
tingkat-tingkat kapasitas produksi/kegiatan
tertentu biaya tetap akan mengalami perubahan.
Oleh karena itu biaya tetap hanya akan konstan pada suatu tingkat kapasitas tertentu.
3. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proporsional (sebanding) dengan perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan penjualan.
4. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
5. Harga jual per satuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal yang demikianpun sulit ditemukan dalam kenyataan/praktek.
6. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan menjual lebih dari satu macam produk. maka meskipun volume penjualan sama tetapi apabila komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan penjualan.
7. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
Apabila terjadi penghematan biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan metode produksi. maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya. volume dan laba.
8. Bahwa ada sinkronisai di dalam perusahaan yang
barang yang diproduksikan itu terjual dalam periode yang bersangkutan. Jadi tidak ada sisa produk atau persediaan akhir periode (ataupun pada awal periode). Jika biasanya terdapat persediaan akhir. maka persediaan itu dianggap telah terjual. Jadi perhitungan Break even tidak mengakui adanya barang persediaan.
2.5. Perhitungan Analisa Break Even
Dengan mengetahui biaya tetap dan biaya variabel yang ada pada perusahaan tersebut maka akan dapat mempermudah melakukan perhitungan analisa break even.
Oleh karena itu sumber-sumber data yang diperlukan dan digunakan dalam analisis break even harus dipahami serta dapat dipertanggung jaawabkan keakuratannya sehingga hasil analisis yang dilakukan yang nantinya akan dapat memenuhi apa yang diharapkan.
Dalam melakukan perhitungan break even ini, ada 3 pendekatan yang dipakai yaitu :
1. Equation Approach
2. Contribution Margin Approach 3. Graphic Approach
Dari ketiga cara tersebut diatas, cara pertama dan kedua merupakan perhitungan secara matematis. sedangkan cara ketiga dalam bentuk grafik yang lebih dikenal dengan Break Even Chart.
Dari ketiga cara tersebut diatas akan memberikan
bilan keputusan (seperti yang dikemukakan sebelumnya pada manfaat-manfaat analisa berak even).
2.5.1. Eguation Approach
Dalam pendekatan ini. rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :
Sales - VC - FC = Profit ; atau Sales - VC = FC + Profit Keterangan
VC = Variabel Cost FC = Fixed Cost
Untuk lebih jelasnya maka diberikan contoh sebagai berikut :
Misal dalam suatu perusahaan terdapat dat-data sebagai berikut : - biaya variabel per unit = Rp 21
- total biaya tetap = Rp 700 - harga jual perunit = Rp 35
Dari data tersebut diatas maka titik berak even akan terjadi pada :
Sales - VC = FC + Profit [ex] - [bx] = FC + Profit
35.x - 21.x = 700 + 0 14.x = 700
x = 700/14 x = 50 unit
BEP dalam Rupaiah = 50 unit X 35
= Rp 1750
Keterangan :
c = harga jual per unit x = unit produk
b = biaya variabel per unit
Jadi dari perhitungan diatas maka perusahaan tersebut agar tidak mengalami rugi maka penjualan minimumnya 50 unit dan pendapatan penjualan Rp 1750
2.5.2. Contribution Margin Approach
Cara kedua dalam analisa cost-volume-profit ini menggunakan pendekatan kontribusi laba. Dimana kon- tribusi laba merupakan kelebihan pendapatan penjualan setelah dikurangi biaya variabel dan siap digunakan untuk menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba.
Semakin besar laba kontribusi. semakin besar kesempatan yang diperoleh perusahaan untuk menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba.
Laba kontribusi per unit merupakan laba kontribusi dibagi dengan volume penjualan. Dalam perusahaan yang menghasilkan lebih dari satu macam produk, jika infor- masi laba kontribusi per unit dihubungkan dengan peng-
gunaan sumber daya yang langka (scarce resources).
manajemen akan memperoleh informasi kemampuan berbagai macam produk untuk menghasilkan laba. Informasi ini memberikan landasan bagi manajemen dalam pemilihan produk yang mampu menghasilkan laba tertinggi dalam memanfaatkan sumber daya yang langka.
Rumus yang dipakai dalam kontribusi laba adalah :
Contribution Margin (CM) = ex - bx
ex - bx CM ratio =
ex b
= 1 -
c
Dari Uraian yang dikemukaan diatas maka titik break .even secara matematis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Sales - VC = FC + Profit ex - bx = a + y
Dalam keadaan break even point maka laba yang diperoleh perusahaan adalah nol kalau dinyatakan dalam persamaan:
ex - bx = a + 0 x (c - b) = a
a
x = ( dalam unit ) c - b
atau
a BEP =
CM per unit
Sedangkan Impas dalam Rp dapat dicari dengan cara mengalikan dengan harga jual per unit yaitu :
c
c - b
ac
a b
c - b
c
a a atau BEP =
b CM ratio 1 -
c
Keterangan : y = laba
c = harga jual per unit x = unit produk
b = biaya variabel per unit a = biaya tetap
untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini : Dimisalkan suatu perusahan mempunyai data-data sebagai berikut :
Biaya tetap total = Rp 100.000 Biaya variabel per unit = Rp 400 Harga jual per unit = Rp 1000 Unit penjualan = 1000 unit
Dari data diatas maka contribution marginnya : penjualan Rp 1.000.000
Biaya Variabel 500.000
Contribution margin (CM) Rp 500.000 CM per unit = 1000 - 500 = 500
1000 (1000) - 500 (1000) CM ratio =
1000(1000) 500.000 1.000.000
= 50 %
100.000 BEP per unit =
500
= 200 unit
100.000 BEP (Rp) =
50 %
= Rp 200.000
Sedangkan dalam analisa break even pada perenca- naan laba, maka rumus yang dipakai adalah :
a + k X =
c - b
X = Tingkat produksi dalam perusahaan (unit)
2.5.3. Graphic Approach
Dalam pendekatan grafik ini dalam menghitung impas
dapat dilakukan dengan menentukan titik pertemuan
antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya
dalam suatu grafik. Untuk dapat menentukan titik impas,
harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan unit
penjualan,sedang sumbu vertikal menunjukkan biaya dan
pendapatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat titik
break even pada gambar berikut ini :
PENDAPATAN
&
BIAYA
UNIT
Gambar 2.4
Grafik Break Even Point
2.6. Dampak Perubahan dari Beberapa Faktor
Dengan adanya perubahan pada satu atau lebih faktor akan mempengaruhi analisa break even. Perubahan faktor ini sangat penting bagi manajemen dalam memper- timbangkan berbagai alternatif.
Faktor-faktor yang dapat berubah dalam hubungannya dengan analisa break even antara lain biaya, harga jual komposisi penjualan (sales mix) maupun volume pen-
jualan. Perubahan tersebut secara langsung dapat dimasukkan dalam rumus perhitungan break even maupun dapat diperoleh dari gambar grafik sehingga diperoleh tingkat break even yang baru serta perolehaan laba.
2.6.1. Pengaruh Perubahan Biaya Tetap
Perubahan biaya tetap ini dapat terjadi sebagai
akibat bertambahnya kapasitas produksi. Kenaikan biaya
tetap dalam hal ini tidak akan mempengaruhi harga jual per unit.
Dengan adanya kenaikan biaya tetap maka diperlukan volume penjualan yang semakin banyak. karena akan semakin besar jumlah kontribusi laba yang diperlukan untuk menutupi biaya tetap tersebut. Dan sebaliknya kalau biaya menurun. Contoh terdapat data-data
perusahaan sebagai berikut :
Biaya tetap mula-mula = Rp 100.000 Biaya Variabel mula-mula = Rp 600.000 Pendapatan penjualan = Rp 1.500.000 Unit penjualan = 300 unit
Apabila biaya tetap naik 10 % maka BEP yang baru adalah:
100.000 x 110%
BEP =
600.000 1 -
1.500.000 110.000 0.6
= Rp 183.333 atau 37 unit (pembulatan angka)
Sedangkan perubahan biaya tetap dalam grafik dapat
ditandai dengan naik atau turunnya garis biaya total,
tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi miringnya garis
tersebut. Bila biaya tetap naik. maka titik BEP akan
bergeser keatas dan sebaliknya. Keadaan ini dapt digam-
barkan sebagai berikut :
BIAYA
• TFC2 TFC1
UNIT Gambar 2.5
Graf ik Perubahan Biaya Tetap
2.6.2. Pengaruh Perubahan Biaya Variabel
Perubahan biaya biaya variabel ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total biaya. Dengan adanya perubahan biaya variabel maka total biaya juga akan berubah begitu pula perhitungan break even juga akan berubah.
Contoh seperti data yang dikemukakan diatas, jika biaya variabel naik 10% maka :
100.000 BEP =
600.000 x 110%
1 -
1.500.000 100.000
0,56
= Rp 178.571 atau 36 unit (dalam pembulatan angka)
Secara grafis perubahan biaya variabel ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
PENDAPATAN
&
BIAYA
Gambar 2.6
Grafik Perubahaan Biaya Variabel
UNIT
2.6.3 Penaaruh Perubahan Haraa jual Per unit
Perubahan dalam harga jual akan mempengaruhi miringnya garis total pendapatan. Naiknya harga jual per unit pada tingkat penjualan yang sama akan membuat kontribusi bertambah. Ini terjadi karena setiap rupiah penjualan mengalami kekurangan biaya yang harus dibayar
langsung. Jadi Pengaruhnya membuat garis biaya total lebih landai sehingga titik impas menjadi lebih rendah.
Untuk itu diberikan contoh sebagai berikut :
Bila harga jual per unit naik 20%, akibatnya volume penjualan turun 16,67% maka BEP yang terjadi :
100.000 BEP =
600.000 x 83,33%
1 -
1.500.000 x 120%
1 - 0.278
= Rp 138.500
kenaikan harga jual per unit yang mempengaruhi BEP dapat dilihat pada grafik berikut :
PENDAPATAN
UNTT Gambar 2.7
Grafik Perubahan Harga Jual Per unit
2.6.4. Pengaruh Perubahan Komposisi produk Yang Dijual
Analisa Break Even atau analisa biaya, volume dan
laba yang diuraikan dimuka selalu diterapkan untuk satu
macam produk. Apabila perusahaan menjual atau mempro-
duksi lebih dari satu macam produk maka analisa break
even dapat pula diterapkan untuk seluruh barang yang
dijual atau diproduksi perusahaan tersebut. Untuk itu
maka komposisi atau perbandingannya harus tetap. baik
perbandingan produksi maupun penjualan (product mix dan
sales mix). Break even dalam keseluruhan atau total
keadaan break even. Kemungkinan terjadi suatu produk menderita rugi sedangkan produk yang lain memperoleh laba sehingga produk yang memperoleh laba tersebut dapat menutupi produk yang lain yang menderita rugi.
Bila komposisi produk berubah maka BEP yang terjadi juga akan berubah. Berikut ini contoh soal yang dikemu- kakan oleh Sunardji Daromi dalam bukunya Business Budgeting (1984 : 99-102) sebagai berikut:
produk A Produk B
perunit jumlah perunit jumlah Total Sales Rp 1 RplO.000 Rpl.333 RplO.000 Rp 20.000
(10000 unit) (7500 unit) Biaya :
Variabel 0.6 6.000 0.4 3.000 9.000 Tetap 2.000 5.500 7.500 Total 8.000 8.500 16.500 Laba Rp 2.000 Rp 1.500 Rp 3.500
7 . 5 0 0 BEP =
9 . 0 0 0 1 -
2 0 . 0 0 0 7 . 5 0 0
0 , 5 5
= Rp 1 3 . 6 4 0
Sales mix = 1 : 1
1
Break Even produk A = x Rp 13.640 2
1
Break Even produk B = x Rp 13.640 2
Produk mix = 1 : 0,75
B r e a k Even p r o d u k A = 6 . 8 2 0 : Rp 1 = 6820 u n i t B r e a k Even p r o d u k B = 6 . 8 2 0 : R p l , 3 3 3 = 5116 u n i t
B i l a d a l a m s o a l d i a t a s p r o d u k A d i n a i k k a n 20%, s e d a n g k a n p r o d u k B t e t a p maka :
p r o d u k A P r o d u k B
p e r u n i t j u m l a h p e r u n i t j u m l a h T o t a l Sales Rp 1 Rpl2.000 Rpl,333 RplO.OOO Rp 22.000
(12000 u n i t ) (7500 unit) Biaya :
Variabel 0,6 7.200 0,4 3.000
Tetap 2.000 5.500 Total 9.200 8.500 Laba Rp 2.800 Rp 1.500
7 . 5 0 0 BEP =
1 0 . 2 0 0 1 -
2 2 . 0 0 0
7500 0 , 5 3
= Rp 1 3 . 9 8 0
J i k a p r o d u k B yang b e r t a m b a h 20% s e d a n g k a n p r o d u k A t e t a p maka :
= Rp 6 . 8 2 0
= Rp 6 . 8 2 0
10.200
7.500
17.700
Rp 4.300
p e r u n i t j u m l a h p e r u n i t j u m l a h T o t a l Sales Rp 1 RplO.000 Rpl.333 Rpl2.000 Rp 22.000
(10000 u n i t ) (9000 unit) Biaya :
Variabel 0,6 6.000 0,4 3.600 9.600 Tetap 2.000 5.500 7.500 Total ._ 8.000 9.100 17.100 Laba Rp 2.000 Rp 2.900 Rp 4.900
7 . 5 0 0
BEP =
1