• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari pengertian-penegertian tersebut diatas maka. analisa Break Even atau analisa hubungan. merupakan suatu metode untuk mencari pengaruh dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dari pengertian-penegertian tersebut diatas maka. analisa Break Even atau analisa hubungan. merupakan suatu metode untuk mencari pengaruh dari"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

T I N J A U A N P U S T A K A

2.1. Pengertian Analisa Break Evan

pada analisa Break Even yang mempelajari hubungan antara biaya, volume penjualan dan laba maka analisa ini juga disebut analisa hubungan biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis). Untuk dapat memahami dan mengerti lebih baik tentang analisa Break Even maka penulis memahami terlebih dahulu pengertian Analisa Break Even menurut beberapa ahli sebagai berikut :

Mulyadi (1993 : 223) menyebutkan bahwa analisa hubungan biaya-volume-laba (cost-volume-profit analy- sis) merupakan "teknik untuk menghitung dampak peru- bahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba, untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek".

Analisa Break Even menurut Soehardi Sigit (1995 : 1) adalah "suatu teknik atau cara untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual. biaya produksi, biaya lainnya yang variabel dan yang tetap, serta laba dan rugi".

Sedangkan menurut Kent B Monroe (1991 : 203) bahwa Analisa Titik Impas (Break Even Analysis) adalah

"metode yang sederhana dan mudah dipahami untuk meneliti hubungan antara biaya tetap, biaya variabel.

10

(2)

volume dan harga jual.

Dari pengertian-penegertian tersebut diatas maka analisa Break Even atau analisa hubungan biaya-volume- laba merupakan suatu metode untuk mencari pengaruh dari perubahan biaya. volume dan laba. Hal ini dikarenakan

(Mulyadi.1993) "biaya mempengaruhi harga jual, harga jual mempengaruhi volume yang terjual, volume penjualan mempengaruhi volume produksi. dan volume produksi mempengaruhi terhadap biaya."

Keadaan Break Even menurut Drs. Syariffudin Alwi (1994 : 265) menyebutkan bahwa Break Even Point dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan didalam operasinya tidak memperoleh keuntun- gan dan tidak menderita rugi".

Sedangkan Mulyadi (1993 : 230) menyebutkan bahwa Break Even adalah "keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi".

Dan menurut Harnanto (1984 : 433) mengatakan bahwa Break Even Point adalah "suatu keadaan dimana perusa- haan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi".

Selain itu menurut Jack. Robert dan William (1995 : 130) Break Even Point adalah : " The Break Even Point is the number of unit sold (or dollar of sales) that will guarantee a zero profit for the firm".

Jadi dari pengertian-pengertian diatas maka Break

Even merupakan suatu keadaan dimana jumlah pendapatan

sama dengan jumlah biaya. atau apabila laba kontribusi

hanya dapatdigunakan untuk menutup biaya tetap saja.

(3)

2.2. KLASIFIKASI BIAYA

Untuk dapat menghitung tingkat Break Even. maka biaya yang terjadi harus dapat dipisahkan, mana yang termasuk variabel dan yang bersifat tetap serta biaya semivariabel.

2.2.1. Biaya Tetap

Biaya Tetap merupakan jenis biaya yang berjumlah

tetap dalam satuan kurun waktu dan tidak mengalami

perubahan meskipun volume produksi berubah sampai

batas tertentu. Perlu dijelaskan bahwa besarnya total

biaya tetap adalah selalu sama walaupun terjadi peruba-

han tingkat produksi. namun besarnya biaya tetap peru-

nit akan berubah menurun sesuai dengan bertambahnya

unit produksi. Berproduksi atau tidak biaya ini tetap

dikeluarkan. Bila digambarkan akan nampak seperti

berikut :

(4)

biaya (Rp)

FC Area

Biaya Tetap

Unit Gambar 2.1 Grafik Biaya Tetap

2.2.2. Biaya Variabel

Biaya Variabel merupakan biaya yang jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya unit produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara total. Namun untuk biaya variabel per unit tidak mengalami peruba- han walaupun unit produksi bertambah. Secara grafik

jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut

(5)

biaya (Rp)

Unit Gambar 2.2

Grafik biaya variabel 2.2.3. Biaya Semivariabel

Biaya semivariabel merupakan jenis biaya yang

sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-

kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Khusus

untuk biaya semi variabel ini sering membingungkan

bagaimana menentukannya, karena jenis biaya ini

sebagian mengandung unsur biaya tetap yang tidak

terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi

mengandung biaya variabel yang terkait dengan turun

naiknya volume penjualan (Syafaruddin Alwi, 1994).

(6)

biaya (Rp) semivariabel cost

0

Unit Gambar 2.3

Grafik Biaya Semivariabel

2.2.3.1 Metode Pemisahan Biaya Semivariabel.

Pada pemisahan biaya semivariabel ini ada beberapa metode yaitu :

- Metode Titik Tertinggi dan Terendah (High Low Method) Dengan metode ini. biaya semivariabel yang mempunyai sifat tetap dan variabel dipisahkan dengan cara mengambil titik tertinggi dan titik terendah dari kapasitas perusahaan dan biayanya.

bl - b2 Biaya Variabel perunit (BV/unit) =

kl - k2

(7)

Sedangkan untuk mencari biaya tetap dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Biaya Tetap = bl - (BV/unit). kl Keterangan :

bl = Total biaya pada tingkat kapasitas 1 b2 = Total biaya pada tingkat kapasitas 2 kl = Tingkat kapasitas 1

k2 = Tingkat kapasitas 2

Pada penggunaan metode titik tertinggi dan teren- dah, yang dianggap sebagai kapasitas pertama dapat juga merupakan kapasitas tertinggi ataupun yang terendah.

Namun kesamaan antara kapasitas dan biaya perlu diperhatikan. Bila kapasitas pertama dipakai yang tertinggi maka biaya yang terjadi tertinggi juga dianggap yang pertama dan sebaliknya.

- Metode Kuadrat Terkecil (The Method of Least Squares) Metode pemisahaan biaya semivariabel ini meng- gunakan metode garis lurus dengan Persamaan sebagai berikut:

Y = a + bx

Besarnya nilai x dan Y dapat diperoleh dari data-data yang ada pada perusahaan. karena pada luas produksi

tertentu akan dikeluarkan biaya tertentu pula. Dengan demikian yang perlu dicari dalam hal ini adalah nilai a dan b. Untuk mencari nilai a dan b digunakan persa- maan sebagai berikut:

Zy = n a + 2x Zxy = a 2x + b 2x

2

Penyederhanaan dari persamaan diatas adalah sebagai

(8)

berikut :

2x

2

2y - 2x 2xy a =

n 2x

2

- (2x)

2

n 2xy - 2x 2y b =

n 2x

2

- (2x)

2

Untuk lebih memahami penggunaan dari kedua metode pemisahan biaya yang dikemukaan diatas. maka perhatikan contoh berikut ini :

Data-data yang ada pada suatu perusahaan sebagai berikut :

bulan

1 2 3 4 2

biaya semivariabel

( y ) 3800 3500 5000 4400 16700

unit produk

( x ) 40 35 60 50 185

( x

2

) 1600 1225 3600 2000 8925

( xy ) 152.000 122.500 300.000 220.000 794.500

Dengan menggunakan rumus titik tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut :

bl - b2 BV per unit =

kl - k2 5000 - 3500

60 - 35 1500

25

= Rp 60

Biaya tetap = bl - BV per unit (kl)

(9)

= 5000 - Rp 60 . 60

= Rp 1400

Sedangkan rumus kedua dari metode kuadrat terkecil maka akan didapat juga biaya tetap dan variabel sebagai berikut :

Zx

2

Zy - Zx Zxy a =

n Zx

1

- (Zx)

2

( 8925 . 16700 ) - ( 185 . 794500 ) ( 4 . 8925 ) - ( 185 )

2

149047500 - 146982500 35700 - 34225

2065000 1475

= Rp 1400

n Zxy - Zx Zy b =

n Zx

2

- (Zx)

2

( 4 . 794500 ) - ( 185 . 16700 ) ( 4 .8925 ) - ( 185 )

2

3178000 - 3089000 35700 - 34225

= Rp 60

2.3. Manfaat Analisa Break Even Baai Manaiemen

Dengan penggunaan analisa Break Even pihak mana-

jemen dapat mengetahui kaitan antara penjualan, harga

jual, rugi dan laba. Dengan mengetahui perkaitannya

itu, analisa Break Even dapat digunakan untuk membantu

(10)

menetapkan sasaran atau tujuan perusahaan. Sedangkan manfaat-manfaat lain adalah :

1. Memungkinkan pihak manajemen memperkirakan pengaruh kegiatan atau usaha-usaha yang akan dilaksanakan dan pengaruh perubahan kondisi pasar terhadap laba, sehingga manajemen dapat memilih berbagai macam usulan kegiatan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penca- paian laba di masa yang akan datang.

2. Memberikan gambaran tentang hubungan antara biaya, volume dan laba juga akan dapat memban- tu atau memberikan informasi kepada manajemen dalam memecahkan masalah-masalah lain yang dihadapi. Misalnya penambahan atau penggantian fasilitas pabrik.

3. Membantu dalam pengambilan keputusan menutup usaha atau tidak (dapat memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut dihentikan saja).

4. Analisa ini dapat digunakan sebagai alat peren- canaan laba.

5. Dapat memberikan informasi tentang kebijaksa- naan-kebijaksanaan penjualan dan penetapan harga.

6. Memberikan informasi mengenai seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.

7. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga

(11)

jual, biaya dan volume penjualan terhadap keun-j/£r*inv

tungan yang akan diperoleh. fefi yi,

2.4. AsumBi-Asumsi Dalam Analiaa Break Even Vv»5ffi Didalam menganalisa Break Even termasuk menghitung

dan mengumpulkan data-data terdapat asumsi-asumsi tertentu sebagai berikut :

1. Bahwa biaya-biaya yang terjadi diperusahaan yang bersangkutan (yang dihitung break evennya) dapat di-identifikasikan (ditetapkan) sebagai biaya variabel, atau sebagai biaya tetap.

Biaya-biaya yang meragukan apakah sebagai biaya variabel ataukah sebagai biaya tetap harus tegas-tegas dipisahkan menjadi biaya tetap dan variabel. Jadi hanya ada dua kelompok biaya yaitu : biaya tetap dan biaya variabel.

2. Bahwa biaya tetap secara total akan selalu

konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya

tetap adalah merupakan biaya yang selalu akan

terjadi walaupun perusahaan berhenti berproduk-

si . Pada umumnya perusahaan yang dapat berpro-

duksi dalam jumlah besar (tanpa melampaui

kapasitas penuh) akan dapat bekerja dengan

efisien dan akan dapat menekan biaya yang

terjadi termasuk biaya tetapnya. Dengan

demikian pada batas-batas tertentu atau pada

tingkat-tingkat kapasitas produksi/kegiatan

tertentu biaya tetap akan mengalami perubahan.

(12)

Oleh karena itu biaya tetap hanya akan konstan pada suatu tingkat kapasitas tertentu.

3. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proporsional (sebanding) dengan perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan penjualan.

4. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.

5. Harga jual per satuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. Hal yang demikianpun sulit ditemukan dalam kenyataan/praktek.

6. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan menjual lebih dari satu macam produk. maka meskipun volume penjualan sama tetapi apabila komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan penjualan.

7. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.

Apabila terjadi penghematan biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih rendah atau perubahan metode produksi. maka hal ini akan mempengaruhi hubungan biaya. volume dan laba.

8. Bahwa ada sinkronisai di dalam perusahaan yang

(13)

barang yang diproduksikan itu terjual dalam periode yang bersangkutan. Jadi tidak ada sisa produk atau persediaan akhir periode (ataupun pada awal periode). Jika biasanya terdapat persediaan akhir. maka persediaan itu dianggap telah terjual. Jadi perhitungan Break even tidak mengakui adanya barang persediaan.

2.5. Perhitungan Analisa Break Even

Dengan mengetahui biaya tetap dan biaya variabel yang ada pada perusahaan tersebut maka akan dapat mempermudah melakukan perhitungan analisa break even.

Oleh karena itu sumber-sumber data yang diperlukan dan digunakan dalam analisis break even harus dipahami serta dapat dipertanggung jaawabkan keakuratannya sehingga hasil analisis yang dilakukan yang nantinya akan dapat memenuhi apa yang diharapkan.

Dalam melakukan perhitungan break even ini, ada 3 pendekatan yang dipakai yaitu :

1. Equation Approach

2. Contribution Margin Approach 3. Graphic Approach

Dari ketiga cara tersebut diatas, cara pertama dan kedua merupakan perhitungan secara matematis. sedangkan cara ketiga dalam bentuk grafik yang lebih dikenal dengan Break Even Chart.

Dari ketiga cara tersebut diatas akan memberikan

(14)

bilan keputusan (seperti yang dikemukakan sebelumnya pada manfaat-manfaat analisa berak even).

2.5.1. Eguation Approach

Dalam pendekatan ini. rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :

Sales - VC - FC = Profit ; atau Sales - VC = FC + Profit Keterangan

VC = Variabel Cost FC = Fixed Cost

Untuk lebih jelasnya maka diberikan contoh sebagai berikut :

Misal dalam suatu perusahaan terdapat dat-data sebagai berikut : - biaya variabel per unit = Rp 21

- total biaya tetap = Rp 700 - harga jual perunit = Rp 35

Dari data tersebut diatas maka titik berak even akan terjadi pada :

Sales - VC = FC + Profit [ex] - [bx] = FC + Profit

35.x - 21.x = 700 + 0 14.x = 700

x = 700/14 x = 50 unit

BEP dalam Rupaiah = 50 unit X 35

= Rp 1750

(15)

Keterangan :

c = harga jual per unit x = unit produk

b = biaya variabel per unit

Jadi dari perhitungan diatas maka perusahaan tersebut agar tidak mengalami rugi maka penjualan minimumnya 50 unit dan pendapatan penjualan Rp 1750

2.5.2. Contribution Margin Approach

Cara kedua dalam analisa cost-volume-profit ini menggunakan pendekatan kontribusi laba. Dimana kon- tribusi laba merupakan kelebihan pendapatan penjualan setelah dikurangi biaya variabel dan siap digunakan untuk menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba.

Semakin besar laba kontribusi. semakin besar kesempatan yang diperoleh perusahaan untuk menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba.

Laba kontribusi per unit merupakan laba kontribusi dibagi dengan volume penjualan. Dalam perusahaan yang menghasilkan lebih dari satu macam produk, jika infor- masi laba kontribusi per unit dihubungkan dengan peng-

gunaan sumber daya yang langka (scarce resources).

manajemen akan memperoleh informasi kemampuan berbagai macam produk untuk menghasilkan laba. Informasi ini memberikan landasan bagi manajemen dalam pemilihan produk yang mampu menghasilkan laba tertinggi dalam memanfaatkan sumber daya yang langka.

Rumus yang dipakai dalam kontribusi laba adalah :

Contribution Margin (CM) = ex - bx

(16)

ex - bx CM ratio =

ex b

= 1 -

c

Dari Uraian yang dikemukaan diatas maka titik break .even secara matematis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Sales - VC = FC + Profit ex - bx = a + y

Dalam keadaan break even point maka laba yang diperoleh perusahaan adalah nol kalau dinyatakan dalam persamaan:

ex - bx = a + 0 x (c - b) = a

a

x = ( dalam unit ) c - b

atau

a BEP =

CM per unit

Sedangkan Impas dalam Rp dapat dicari dengan cara mengalikan dengan harga jual per unit yaitu :

c

c - b

ac

a b

c - b

c

(17)

a a atau BEP =

b CM ratio 1 -

c

Keterangan : y = laba

c = harga jual per unit x = unit produk

b = biaya variabel per unit a = biaya tetap

untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini : Dimisalkan suatu perusahan mempunyai data-data sebagai berikut :

Biaya tetap total = Rp 100.000 Biaya variabel per unit = Rp 400 Harga jual per unit = Rp 1000 Unit penjualan = 1000 unit

Dari data diatas maka contribution marginnya : penjualan Rp 1.000.000

Biaya Variabel 500.000

Contribution margin (CM) Rp 500.000 CM per unit = 1000 - 500 = 500

1000 (1000) - 500 (1000) CM ratio =

1000(1000) 500.000 1.000.000

= 50 %

100.000 BEP per unit =

500

= 200 unit

(18)

100.000 BEP (Rp) =

50 %

= Rp 200.000

Sedangkan dalam analisa break even pada perenca- naan laba, maka rumus yang dipakai adalah :

a + k X =

c - b

X = Tingkat produksi dalam perusahaan (unit)

2.5.3. Graphic Approach

Dalam pendekatan grafik ini dalam menghitung impas

dapat dilakukan dengan menentukan titik pertemuan

antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya

dalam suatu grafik. Untuk dapat menentukan titik impas,

harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan unit

penjualan,sedang sumbu vertikal menunjukkan biaya dan

pendapatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat titik

break even pada gambar berikut ini :

(19)

PENDAPATAN

&

BIAYA

UNIT

Gambar 2.4

Grafik Break Even Point

2.6. Dampak Perubahan dari Beberapa Faktor

Dengan adanya perubahan pada satu atau lebih faktor akan mempengaruhi analisa break even. Perubahan faktor ini sangat penting bagi manajemen dalam memper- timbangkan berbagai alternatif.

Faktor-faktor yang dapat berubah dalam hubungannya dengan analisa break even antara lain biaya, harga jual komposisi penjualan (sales mix) maupun volume pen-

jualan. Perubahan tersebut secara langsung dapat dimasukkan dalam rumus perhitungan break even maupun dapat diperoleh dari gambar grafik sehingga diperoleh tingkat break even yang baru serta perolehaan laba.

2.6.1. Pengaruh Perubahan Biaya Tetap

Perubahan biaya tetap ini dapat terjadi sebagai

akibat bertambahnya kapasitas produksi. Kenaikan biaya

(20)

tetap dalam hal ini tidak akan mempengaruhi harga jual per unit.

Dengan adanya kenaikan biaya tetap maka diperlukan volume penjualan yang semakin banyak. karena akan semakin besar jumlah kontribusi laba yang diperlukan untuk menutupi biaya tetap tersebut. Dan sebaliknya kalau biaya menurun. Contoh terdapat data-data

perusahaan sebagai berikut :

Biaya tetap mula-mula = Rp 100.000 Biaya Variabel mula-mula = Rp 600.000 Pendapatan penjualan = Rp 1.500.000 Unit penjualan = 300 unit

Apabila biaya tetap naik 10 % maka BEP yang baru adalah:

100.000 x 110%

BEP =

600.000 1 -

1.500.000 110.000 0.6

= Rp 183.333 atau 37 unit (pembulatan angka)

Sedangkan perubahan biaya tetap dalam grafik dapat

ditandai dengan naik atau turunnya garis biaya total,

tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi miringnya garis

tersebut. Bila biaya tetap naik. maka titik BEP akan

bergeser keatas dan sebaliknya. Keadaan ini dapt digam-

barkan sebagai berikut :

(21)

BIAYA

• TFC2 TFC1

UNIT Gambar 2.5

Graf ik Perubahan Biaya Tetap

2.6.2. Pengaruh Perubahan Biaya Variabel

Perubahan biaya biaya variabel ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total biaya. Dengan adanya perubahan biaya variabel maka total biaya juga akan berubah begitu pula perhitungan break even juga akan berubah.

Contoh seperti data yang dikemukakan diatas, jika biaya variabel naik 10% maka :

100.000 BEP =

600.000 x 110%

1 -

1.500.000 100.000

0,56

= Rp 178.571 atau 36 unit (dalam pembulatan angka)

Secara grafis perubahan biaya variabel ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

(22)

PENDAPATAN

&

BIAYA

Gambar 2.6

Grafik Perubahaan Biaya Variabel

UNIT

2.6.3 Penaaruh Perubahan Haraa jual Per unit

Perubahan dalam harga jual akan mempengaruhi miringnya garis total pendapatan. Naiknya harga jual per unit pada tingkat penjualan yang sama akan membuat kontribusi bertambah. Ini terjadi karena setiap rupiah penjualan mengalami kekurangan biaya yang harus dibayar

langsung. Jadi Pengaruhnya membuat garis biaya total lebih landai sehingga titik impas menjadi lebih rendah.

Untuk itu diberikan contoh sebagai berikut :

Bila harga jual per unit naik 20%, akibatnya volume penjualan turun 16,67% maka BEP yang terjadi :

100.000 BEP =

600.000 x 83,33%

1 -

1.500.000 x 120%

(23)

1 - 0.278

= Rp 138.500

kenaikan harga jual per unit yang mempengaruhi BEP dapat dilihat pada grafik berikut :

PENDAPATAN

UNTT Gambar 2.7

Grafik Perubahan Harga Jual Per unit

2.6.4. Pengaruh Perubahan Komposisi produk Yang Dijual

Analisa Break Even atau analisa biaya, volume dan

laba yang diuraikan dimuka selalu diterapkan untuk satu

macam produk. Apabila perusahaan menjual atau mempro-

duksi lebih dari satu macam produk maka analisa break

even dapat pula diterapkan untuk seluruh barang yang

dijual atau diproduksi perusahaan tersebut. Untuk itu

maka komposisi atau perbandingannya harus tetap. baik

perbandingan produksi maupun penjualan (product mix dan

sales mix). Break even dalam keseluruhan atau total

(24)

keadaan break even. Kemungkinan terjadi suatu produk menderita rugi sedangkan produk yang lain memperoleh laba sehingga produk yang memperoleh laba tersebut dapat menutupi produk yang lain yang menderita rugi.

Bila komposisi produk berubah maka BEP yang terjadi juga akan berubah. Berikut ini contoh soal yang dikemu- kakan oleh Sunardji Daromi dalam bukunya Business Budgeting (1984 : 99-102) sebagai berikut:

produk A Produk B

perunit jumlah perunit jumlah Total Sales Rp 1 RplO.000 Rpl.333 RplO.000 Rp 20.000

(10000 unit) (7500 unit) Biaya :

Variabel 0.6 6.000 0.4 3.000 9.000 Tetap 2.000 5.500 7.500 Total 8.000 8.500 16.500 Laba Rp 2.000 Rp 1.500 Rp 3.500

7 . 5 0 0 BEP =

9 . 0 0 0 1 -

2 0 . 0 0 0 7 . 5 0 0

0 , 5 5

= Rp 1 3 . 6 4 0

(25)

Sales mix = 1 : 1

1

Break Even produk A = x Rp 13.640 2

1

Break Even produk B = x Rp 13.640 2

Produk mix = 1 : 0,75

B r e a k Even p r o d u k A = 6 . 8 2 0 : Rp 1 = 6820 u n i t B r e a k Even p r o d u k B = 6 . 8 2 0 : R p l , 3 3 3 = 5116 u n i t

B i l a d a l a m s o a l d i a t a s p r o d u k A d i n a i k k a n 20%, s e d a n g k a n p r o d u k B t e t a p maka :

p r o d u k A P r o d u k B

p e r u n i t j u m l a h p e r u n i t j u m l a h T o t a l Sales Rp 1 Rpl2.000 Rpl,333 RplO.OOO Rp 22.000

(12000 u n i t ) (7500 unit) Biaya :

Variabel 0,6 7.200 0,4 3.000

Tetap 2.000 5.500 Total 9.200 8.500 Laba Rp 2.800 Rp 1.500

7 . 5 0 0 BEP =

1 0 . 2 0 0 1 -

2 2 . 0 0 0

7500 0 , 5 3

= Rp 1 3 . 9 8 0

J i k a p r o d u k B yang b e r t a m b a h 20% s e d a n g k a n p r o d u k A t e t a p maka :

= Rp 6 . 8 2 0

= Rp 6 . 8 2 0

10.200

7.500

17.700

Rp 4.300

(26)

p e r u n i t j u m l a h p e r u n i t j u m l a h T o t a l Sales Rp 1 RplO.000 Rpl.333 Rpl2.000 Rp 22.000

(10000 u n i t ) (9000 unit) Biaya :

Variabel 0,6 6.000 0,4 3.600 9.600 Tetap 2.000 5.500 7.500 Total ._ 8.000 9.100 17.100 Laba Rp 2.000 Rp 2.900 Rp 4.900

7 . 5 0 0

BEP =

1

Rp 7.

0 13

9 . 22 500 , 5 6 . 3 0 0

600 .000

Hasil dari analisa tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa perusahaan perlu mendorong produk B, sebab pada asumsi kedua ternyata menghasilkan profit lebih besar dan menghasilkan break even point yang lebih rendah daripada asumsi 1.

2.6.5. Pengaruh Perubahan Volume Penjualan

Apabila volume produksi berubah sedangkan faktor-

faktor yang lain (harga jual. biaya variabel, biaya

tetap) tidak berubah maka berpengaruh terhadap

perolehan laba perusahaan.

(27)

2.7. Margin of Safety

Dari target pendapatan penjualan, pihak manajemen memerlukan pula informasi mengenai jumlah maksimum penurunan target pendapatan penjualan yang boleh terja- di» agar penurunan tersebut tidak mengakibatkan perusa- haan menderita kerugian. Untuk itu pihak manajemen memerlukan informasi Margin of Safety dari anggaran laba yang diproyeksikan dalam tahun anggaran yang akan datang. Analisa Margin of Safety ini akan menunjukkan pada manajemen, sejauh mana kegiatan perusahaan akan dapat menutup BEP. Semakin besar Margin of Safety semakin besar kesempatan perusahaan untuk memperoleh

laba. sebaliknya semakin kecil Margin of safety, sema- kin rawan perusahaan tersebut terhadap penurunan target pendapatan penjualan. Oleh karena M/S ratio mempunyai hubungan langsung dengan jumlah laba, apabila dihubung- kan dengan CM (contribution margin) ratio yang dapat dinyatakn secara matematis sebagai berikut :

Profit Margin = Contrib. Margin Ratio X M/S ratio Laba

Profit Margin =

Hasil Penjualan Budget Sales - BEP M/S ratio =

Budget Sales CM

CM ratio =

Hasil Penjualan

Referensi

Dokumen terkait

Upaya rehabilitasi lahan untuk mengatasi kemerosotan produktivitas sumberdaya lahan (vegetasi, tanah dan air) dan mencegah kerusakan fungsi DAS harus dilakukan dengan metode yang

Introduction Guide to Vibration Monitoring SEE Technology (Spectral Emitted Energy) – The analysis process where the high frequency acoustic signals generated when the rolling

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui prosedur dalam pembuatan DPA-SKPD pada Bagian Perekonomian Setda Surakarta apakah sudah sesuai dengan waktu yang

Arus kas bebas berbeda dengan laba bersih, diantaranya yaitu : (1) semua biaya (expense) non kas ditambahkan kembali ke laba bersih untuk mendapatkan aliran kas dari operasi,

test Tes lisan Menguraikan ontology ilmu komunikasi, memahami hakikat dari keberadaan ilmu komunikasi, apa yang menjadi objek materil dan objek formal ilmu komunikasi;

[r]

HUBUNGAN ANTARA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TARUNG DERAJAT DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pemeriksaan kerokan kulit memiliki sensitifitas bervariasi tergantung lokasi dan cara pengambilan sampel. Skin surface biopsy merupakan metoda pengambilan sampel kulit non