• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INDEPENDENSI, PENGALAMAN, DAN PENERAPAN ATURAN ETIKA TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH INDEPENDENSI, PENGALAMAN, DAN PENERAPAN ATURAN ETIKA TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH INDEPENDENSI, PENGALAMAN, DAN PENERAPAN ATURAN ETIKA TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM

MENDETEKSI KECURANGAN

(Studi Empiris pada KAP di Wilayah Semarang)

Oleh:

KRISARLANGGA RIO PUTRA NIM :232013139

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Akuntansi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2018

(2)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan sebuah organisasi yang memberikan jasa berupa audit operasional, audit kepatuhan dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003). Di dalam KAP terdapat hierarki organisasi, yaitu partner / pemegang saham, manajer, penyedia, auditor dan asisten. Menurut Arens &

Loebbecke (2003) auditor merupakan seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Mulyadi (2002) mengatakan bahwa auditor merupakan profesi yang melakukan pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah kualitas dari seorang auditor dalam menjelaskan kekurang-wajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan dengan mengidentifikasi dan membuktikan kecurangan tersebut (Sucipto, 2007). Nasution (2012) mengatakan bahwa tugas pendeteksian kecurangan merupakan tugas yang tidak terstruktur yang menghendaki auditor untuk menghasilkan metode-metode alternatif dan mencari informasi-informasi tambahan dari berbagai sumber. Menurut Fullerton & Durtschi (2004) untuk mendukung kemampuan auditor mendeteksi kecurangan auditor harus memahami red flags kecurangan. Singleton (2007) menjelaskan red flags adalah tanda-tanda terjadinya kecurangan, ketika kecurangan terjadi maka terdapat jejak dari tindakan kecurangan yang ditinggalkan oleh pelaku.

Dalam melakukan pemeriksaan, seorang audit memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan kepentingan pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai

(3)

2

kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, seorang auditor harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan auditor itu sendiri (Wibowo, 2009).

Setyaningrum (2010) mengatakan bahwa independensi berarti kejujuran, integritas, obyektifitas dan tanggungjawab. Dalam hal yang lebih sempit, bila dihubungkan dengan pemeriksaan akuntansi, maka independensi berarti menghindari berbagai hubungan yang memungkinkan merusak obyektifitas auditor.

Mulyadi (2002) mengatakan bahwa independensi berarti adanya kejujuran pada auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif serta tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

Setyaningrum (2010) menambahkan bahwa tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa dan masyarakat tidak percaya akan hasil auditan dari auditor, sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor, dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya.

Selain independensi, pengalaman juga merupakan hal yang penting untuk dimiliki seorang auditor untuk mendeteksi sebuah kecurangan. Asih (2006) pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Berdasarkan literatur psikologi dan auditing, dikatakan bahwa efek delusi dalam auditing bisa berkurang oleh auditor yang berpengalaman, karena struktur pengetahuan yang baik dari auditor yang berpengalaman menyebabkan mereka mengabaikan informasi yang tidak relevan (Herman, 2009).

Yusuf (2013) menambahkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan yang lebih signifikan dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman. Oleh karena itu, pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor.

Dalam menjalankan profesinya, auditor diatur oleh kode etik profesi, di Indonesia dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Menurut Wibowo (2009) dengan adanya kode etik ini, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah

(4)

3

ditetapkan oleh profesinya. Gusti dan Ali (2006) berpendapat bahwa seorang auditor harus mentaati aturan etika dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk memudahkan dalam mendeteksi adanya gejala kecurangan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan aturan etika juga merupakan hal yang penting untuk dimiliki seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Seorang auditor mungkin saja mengalami kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan ini terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan auditor seperti Enron, Worid Com, Tyco dan kasus-kasus lainnya, yang mengakibatkan kegemparan besar dalam pasar modal. Ramaraya (2008) memberikan contoh kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk (PT KF). PT KF adalah badan usah milik negara yang sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Berdasarkan indikasi oleh kementrian BUMN dan pemeriksaan Bapepam, ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan salah saji laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih.

Auditor dituntut untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari kliennya dan dari para pemakai laporan keuangan auditan lainnya. Kepercayaan ini senantiasa harus didukung oleh keahlian auditor. Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan perlu ditingkatkan, karena maraknya kecurangan atau fraud yang terjadi, dalam hal ini auditor dituntut untuk tetap mampu menyelesaikan tugasnya seandainya terjadi kecurangan. Penelitian yang dilakukan oleh Anggriawan (2014) menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan atau fraud. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2010) menyatakan bahwa penerapan aturan etika dan pengalaman kerja auditor berpengaruh secara signifikan dalam pendeteksian kecurangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Semarang).

(5)

4 B. Rumusan Masalah

Dengan adanya penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui pengaruh independensi, pengalaman, dan penerapan aturan etika terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap kemampan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

C. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika yang dimiliki oleh seorang auditor terhadap kemampuan pendeteksian kecurangan.

b. Untuk menganalisis variabel (independensi, pengalaman, dan penerapan aturan etika) yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP)

- Memberikan bukti empiris mengenai ada tidaknya pengaruh antara variabel independensi, pengalaman, dan penerapan aturan etika terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

- Memberikan masukan bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk mengevaluasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya praktik kecurangan dalam proses audit.

b. Bagi Auditor

- Memberikan masukan kepada auditor untuk meningkatkan sikap independensinya dan mempertimbangkan berbagai hal yang berpengaruh terhadap perilaku atau sikap auditor, yaitu pengalaman dan penerapan aturan etika yang dimiliki oleh auditor terhadap tanggung jawab auditor yaitu kemampuan dalam mendeteksi sejauh mana laporan keuangan yang disajikan menunjukan informasi yang benar dan jujur.

c. Bagi Akademik

(6)

5

- Memberi masukan dan menambah wawasan mengenai apa saja yang melatarbelakangi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan audit serta dapat dijadikan referensi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan masalah ini.

KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis

1. Auditor

a. Pengertian Auditor

Menurut Pia (2002) auditor adalah seorang yang memiliki keahlian dalam mengumpulkan dan menafsirkan bukti pemeriksaan. Untuk menilai kewajaran hasil operasi, arus kas dan asersi laporan keuangan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Pelaksanaan pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP). Arens & Loebbecke (2003) berpendapat bahwa auditor merupakan seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b. Jenis-jenis Auditor

Arens, et all (2006:15-16) menyatakan bahwa terdapat empat jenis auditor yang umum dikenal oleh masyarakat:

1) Auditor Independen (Akuntan Publik)

Akuntan Publik disebut juga auditor eksternal atau auditor independen. Akuntan ini bertanggung jawab atas pemeriksaan atau mengaudit laporan keuangan organisasi yang dipublikasikan, dengan memberikan opini atas informasi yang diauditnya. Rahayu dan Suhayati (2010) menjelaskan persyaratan professional yang dianut adalah seorang auditor yang memiliki Pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor independen, dan bukan termasuk orang yang terlatih dalam profesi dan jabatan lain (auditor tidak dapat bertindak

(7)

6

dalam kapasitas sebagai penasehat meskipun auditor mengetahui hukum).

2) Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah dilaksanan oleh auditor pemerintah. Audit ini mencakup audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Dan laporan auditnya diserahkan kepada kongres, dalam hal ini untuk Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Rahayu dan Suhayati (2010) menyatakan aktivitas yang dilakukan oleh auditor pemerintah adalah:

a) Audit keuangan yang terdiri atas audit laporan keuangan dan audit atas hal-hal yang berkaitan degan keuangan.

b) Audit kinerja yang terdiri atas audit ekonomi dan efisiensi operasi organisasi dan audit atas program pemerintah dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

3) Auditor Pajak

Auditor pajak mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanaan pada pembayaran pajak oleh wajib pajak. Cakupan pengerjaannya adalah memeriksa apakah wajib pajak telah benar menghitung pajaknya sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.

4) Auditor Internal

Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (negara maupun swasta) yang tugas utamanya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

Tujuan dari auditor internal adalah membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Auditor internal terutama berhubungan dengan audit operasional dan audit kepatuhan.

Meskipun demikian pekerjaan auditor internal dapat mendukung audit atas laporan keuangan yang dilakukan auditor independen.

(8)

7

Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka auditor internal harus berada diluar fungsi, kedudukannya independen dari auditee.

Auditor internal wajib memberikan informasi bagi manajemen pengambil keputusan yang berkaitan dengan operasional perusahaan.

Sehingga memerlukan dukungan dari manajemen informasi dari auditor internal tidak banyak dimanfaatkan bagi pihak ekstern karena independensinya terbatas (tidak independen bagi pihak ekstern) hal ini yang membedakan auditor internal dan akuntan publik (Rahayu dan Suhayati, 2010).

2. Independensi

a. Pengertian Independensi

Setyaningrum (2010) mengatakan independensi berarti kejujuran, integritas, obyektifitas dan tanggung jawab. Ia mengungkapkan bahwa independen berarti auditor tidak mudah dipengaruhi, auditor tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun dan berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor. Sawyer (2006) mengatakan bahwa independensi adalah bebas dari perasaan untuk memodifikasi dampak dari fakta-fakta, harus bebas dari hambatan oleh pihak-pihak yang ingin meniadakan auditor dalam memberikan pertimbangan.

Menurut Manggala (2007) independensi seorang auditor merupakan salah satu karakter yang sangat penting dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kliennya. Dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan auditor itu sendiri.

(9)

8 b. Jenis-jenis Independensi

Sawyer (2006) membagi 3 mengenai independensi, yaitu:

1) Independensi dalam program audit

Independensi dalam program audit meliputi : a) Kepercayaan diri seorang auditor

b) Kemampuan auditor

c) Sikap auditor dalam melakukan audit d) Bertanggung jawab dalam mengaudit e) Kebebasan auditor dalam mengaudit 2) Independensi dalam verifikasi

Independensi dalam verifikasi meliputi : a) Tidak ada tekanan dalam melakukan audit.

b) Tidak boleh mengaudit perusahaan kerabat.

3) Independensi dalam pelaporan

Independensi dalam pelaporan meliputi :

a) Auditor harus teguh pada kode etik independensi b) Sikap independensi tolak ukur sikap auditor

c) Sikap independensi adalah cermin ketaatan seorang auditor d) Independensi diatur berdasarkan standar profesi

e) KAP mengikuti standar ketentuan IAI

3. Pengalaman

a. Pengertian Pengalaman

Herliansyah dan Illyas (2006) mengatakan bahwa secara spesifik, pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas. Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik.

Menurut Asih (2006) pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu

(10)

9

proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek.

b. Indikator Pengalaman Auditor

Indikator pengalaman auditor menurut Ismiyati (2012) adalah sebagai berikut :

1) Lamanya waktu pengalaman di bidang audit

Semakin banyak pengalaman kerja, semakin objektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin meningkat atau semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

2) Banyaknya penugasan audit

Secara teknis, semakin banyak tugas yang dia kerjakan, akan semakin mengasah keahliannya dalam mendeteksi suatu hal yang memerlukan treatment atau perlakuan khusus yang banyak dijumpai dalam pekerjaannya dan sangat bervariasi karakteristiknya. Jadi dapat dikatakan bahwa jika seseorang melakukan pekerjaan yang sama secara terus menerus, maka akan menjadi lebih cepat dan lebih baik dalam menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan dia telah benar-benar memahami Teknik atau cara menyelesaikannya, serta telah banyak mengalami berbagai hambatan atau kesalahan dalam pekerjaannya tersebut, sehingga dapat lebih cermat dan berhati-hati menyelesaikannya.

3) Jenis perusahaan yang pernah diaudit

Semakin banyak dan bervariasi jenis perusahaan yang diaudit oleh auditor, maka akan membuat pengalaman auditor bertambah.

Herman (2009) menjelaskan bahwa efek delusi dalam auditing bisa berkurang oleh auditor yang berpengalaman, karena struktur pengetahuan yang baik dari auditor yang berpengalaman menyebabkan mereka mengabaikan informasi yang tidak relevan. Oleh karena itu, pengalaman

(11)

10

kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor.

4. Penerapan Aturan Etika

a. Pengertian Penerapan Aturan Etika

Etika dalam bahsa latin “ethica” berarti falsafah moral, yang merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, sosial, serta agama. Menurut Wiwik dan Fitri (2006) etika merupakan studi tentang tindakan moral atau sistem atau kode berperilaku. Etika sebagai bidang studi menentukan standar untuk membedakan antara karakter yang baik dan tidak baik atau dengan kata lain etika merupakan studi normative tentang berbagai prinsip yang mendasari tipe-tipe tindakan manusia.

Wiwik dan Fitri (2006) mengungkapkan ada empat alasan mengapa mempelajari etika itu sangat penting, yaitu :

1) Etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang dihadapi dalam kehidupan.

2) Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada kesepakatan nilai- nilai sehingga kehidupan harmonis dapat tercapai.

3) Dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan nilai-nilai moral, sehingga perlu dilakukan analisa dan ditinjau ulang.

4) Etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia untuk sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai hidup yang hakiki.

b. Etika Bisnis

Etika bisnis berkaitan dengan prinsip-prinsip perilaku yang digunakan orang dalam membuat pilihan dan yang mengarahkan perilakunya dalam situasi yang melibatkan konsep salah dan benar. Permasalahan etika dalam bisnis dapat dibagi menjadi empat, yaitu kesetaraan, hak, kejujuran dan penerapan kekuasaan perusahaan.

(12)

11 c. Kode Etik Akuntan

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI disatu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Di dalam Standar Profesional Akuntan Publik (2011) terdapat tiga bagian yang perlu dicermati, yaitu:

1) Kode Etik Umum

Terdiri dari delapan prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi :

a) Kompetensi

Kompetensi di bidang audit merupakan suatu keharusan bagi seorang yang akan melaksanakan tugasnya di bidang audit.

Disamping pengetahuan di bidang audit, auditor tentunya diharapkan mempunyai pengetahuan yang memadai dalam substansi yang diaudit.

b) Integritas

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang auditor wajib mengedepankan integritasnya. Dimana pada masa sekarang, ujian bagi integritas seorang auditor makin berat. Apalagi, jasa audit yang diberikan merupakan jenis pekerjaan yang ditopang oleh kepercayaan dari penerima jasa. Apabila kepercayaan hilang maka seumur hidup orang tidak akan percaya.

c) Objektifitas

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang auditor harus selalu dapat bertindak objektif sesuai dengan bukti-bukti otentik yang diperolehnya selama mengadakan pemeriksaan, begitu juga sebelum melaporkan hasil audit, hendaknnya mengadakan review dan pengujian kembali atas data/fakta/informasi yang diperolehnya.

(13)

12 d) Kehati-hatian

Sikap hati-hati juga harus dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, bukti yang cukup juga harus diperoleh dengan cara-cara yang lazim dilakukan untuk memperoleh kesimpulan audit yang handal.

e) Kerahasiaan

Kerahasiaan terhadap informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan audit juga perlu dijaga dengan baik oleh auditor. Hal ini untuk mencegah terjadinya ketegangan yang tidak perlu antara auditor dengan pihak auditan, atau antara pihak auditan dengan pihak ketiga. Dengan demikian auditor perlu bersikap hati-hati untuk mengungkapkan hasil auditnya kepada publik, terutama bila audit masih sedang berjalan.

2) Kode Etik Akuntan Kompartemen

Kode etik akuntan kompartemen disahkan oleh rapat anggota kompartemen dan mengikat seluruh anggota kompartemen yang bersangkutan.

3) Interpertasi kode etik akuntan kompartemen

Interpretasi kode etik akuntan kompartemen merupakan panduan penerapan kode etik kompartemen.

4) Pernyataan etika profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai interpretasi dana tau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru yang menggantikannya.

Menurut Farid dan Suranta (2008) ada dua sasaran pokok dari kode etik tersebut, yaitu : pertama kode etik ini bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum professional. Kedua, kode etik ini bertujuan untuk melidungi keluhuran profesi tersebut dari pelaku-pelaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya professional.

(14)

13 d. Penerapan Aturan Etika

Gusti and Ali (2006) berpendapat seorang auditor harus mentaati aturan etika dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk memudahkan dalam mendeteksi adanya gejala kecurangan. Jika seorang auditor menaati penerapan aturan etika dan dijalankan dengan sungguh- sungguh, maka akan mengarah pada terciptanya motivasi secara professional dan dengan adanya motivasi yang tinggi maka akan menimbulkan kepuasan kerja pada auditor. Putri (2011) berpendapat bahwa motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan guna mencapai sasaran akhir yaitu kepuasan kerja.

Auditor yang mentaati dan menerapkan aturan etika disetiap pekerjaannya, akan bertindak sesuai dengan aturan etika yang tertera dalam kode etik profesi.

e. Kemampuan Pendeteksian Kecurangan 1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan (Robbins & Judge, 2009). Lebih lanjut, Robbins & Judge (2009) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

2. Pengertian Kecurangan

Kecurangan adalah salah saji atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang disengaja (Ferdinand dan Na’im, 2006).

Menurut SA Seksi 316.2 (PSA No. 70), kecurangan berarti salah saji atau penghilangan secara jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan meliputi:

a. Manipulasi, pemalsuan atau mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disajikan.

b. Salah interpretasi atau penghasilan keterangan atas suatu kejadian, transaksi atau informasi lain yang signifikan.

(15)

14

c. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah tertentu, klasifikasi dan penyajian serta pengungkapan.

Herman (2009) mengungkapkan bahwa kecurangan adalah serangkaian ketidakbiasaan dan atau tindakan illegal yang bercirikan penipuan yang disengaja Kecurangan dapat dilakukan untuk kepentingan atau atas kerugian organisasi dan oleh orang di luar atau di dalam organisasi.

3. Pendeteksian Kecurangan

Ramaraya (2008) menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor. Pendeteksian kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan yang memerlukan tindak lanjut auditor untuk melakukan investigasi.

4. Kemampuan Pendeteksian Kecurangan

Kemampuan dalam pendeteksian kecurangan sangat diperlukan oleh seorang auditor. Herman (2009) menyatakan ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor untuk dapat mendeteksi kecurangan, yaitu:

a. Memahami SPI

Dalam melakukan pendeteksian kecurangan, seorang auditor diharapkan memahami struktur pengendailan internal (SPI) yang dimiliki oleh perusahaan.

b. Karakteristik kecurangan

Untuk dapat mendeteksi kecurangan, seorang audit diharapkan mampu mengidentifikasi indikator-indikator kecurangan, memahami karakteristik jika terjadi sebuah kecurangan, dan juga megetahui standar pengauditan untuk pendeteksian kecurangan.

c. Lingkungan audit

Dalam melakukan proses audit, lingkungan menjadikan hal yang mempengaruhi pendeteksian kecurangan. Lingkungan yang

(16)

15

mendukung pelaksanaan audit, akan memudahkan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

d. Metode audit

Dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan, seorang auditor harus menggunakan metode dan prosedur audit yang efektif, selain itu juga seorang auditor diharapkan menyusun langkah-langkah dalam pendeteksian kecurangan.

e. Bentuk kecurangan

Dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan seorang auditor diharapkan dapat menemukan faktor-faktor penyebab terjadinya kecurangan, mampu memperkirakan bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi, dan juga dapat mengidentifikasi pihak yang melakukan kecurangan.

f. Kemudahan akses

Keterbukaan dari pihak manajemen terhadap seorang auditor, akan mempermudah kerja auditor dalam pendeteksian kecurangan.

g. Uji dokumen dan personal

Dalam pendeteksian kecurangan, seorang auditor diharapkan melakukan pengujian terhadap dokumen-dokumen atau informasi- informasi yang didapatkan. Selain itu, auditor juga diharapkan memiliki kondisi mental yang baik dan juga bekerja di bawah pengawasan yang baik.

B. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian dan Perumusan Masalah 1. Variabel kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan dengan

independensi

Menurut Arens (2010) Independensi adalah cara pandang yang tidak memihak didalam pelaksanaan pengujian evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit. Hubungan antara independensi auditor terhadap tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan dan kekeliruan laporan keuangan adalah ditinjau dari aspek-aspek independensi yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemui

(17)

16

dalam auditannya. Penelitian yang dilakukan oleh Matondang (2010), hasil penelitiannya menyatakan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan. Begitu juga dengan penelitian Herty (2010) menyatakan hasil penelitian menunjukan bahwa Variabel independensi berpengaruh signifikan dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

2. Variabel pengalaman dengan kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

Semakin banyak pengalaman kerja seorang auditor, maka semakin meningkat kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki pekerja tersebut (Sukriah, 2009). Oleh karena itu, dengan bertambahkan pengalaman auditing, jumlah kecurangan yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

3. Variabel kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan dengan penerapan aturan etika

Etika pada dasarnya berkaitan dengan moral yang merupakan kristalisasi dari ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumpulan aturan dan suatu ketetapan baik lisan maupun tertulis. Seorang auditor harus mentaati aturan etika dalam melaksanakan tugasnya untuk memudahkan auditor dalam mendeteksi adanya kecurangan (Gusti dan Ali, 2006). Hasanah (2010) telah melakukan penelitian yang memberi kesimpulan bahwa variabel etika berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan. Begitupun yang dilakukan oleh Ashari (2011) dalam penelitiannya yang menyebutkan rendah/buruknya penerapan etika oleh auditor menyebabkan rendahnya

(18)

17

kualitas auditor yang akan berakibat pada rendahnya kemampuan auditor. Jadi, penerapan aturan etika dapat diartikan sebagai penerapan aturan-aturan atau nilai-nilai mengenai etika profesi yang harus dipegang teguh oleh seorang auditor. Etika profesi yang dimaksud mencakup integritas, objektivitas, kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, dan perilaku profesional. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Penerapan aturan etika berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

Gambar 1. Model Pengaruh Independensi, Pengalaman dan Penerapan Aturan Etika Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Pendeteksian Kecurangan

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Semarang. Penelitian ini dilakukan untuk

H1

H2

H3

(19)

18

menganalisis seberapa besar pengaruh variabel independen (independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika) terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

B. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah menggunakan convenience sampling yang rermasuk dalam non probability sampling. Convenience sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Sampel diambil / terpilih karena sampel tersebut ada pada tempat dan waktu yang tepat.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunaakn metode angket atau biasa disebut dengan kuesioner. Metode ini merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikembalikan kepada peneliti.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan aplikasi statistik spss. Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji Kualitas Data

Setelah seluruh kuesioner kembali kepada peneliti, data-data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan uji reliabilitasnya.

a. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui suatu item yang merupakan indikator dari variabel. Suatu item dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil.

(20)

19

Untuk menunjukkan tingkat reliabilitas, peneliti menggunakan teknik cronbach alpha. Teknik ini merupakan teknik yang paling sering digunakan. Suatu variabel dikatakan reliabel jika menunjukkan nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,06.

b. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu item dalam kuesioner. Pengujian ini memastikan bahwa masing-masing item pernyataan dalam kuesioner akan terklasifikasi pada variabel- variabel yang telah ditentukan.

Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel.

Setelah itu, tentukan hipotesis dan kemudian uji dengan membandingkan r hitung (tabel corrected item-total correlation) dengan r tabel (tabel product moment dengan signifikansi 0,05) untuk degree of freedom (df) = n-2. Suatu item dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen).

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel indipenden saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak otrogonal.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: apabila nilai tolerance kurang dari 0,10 atau sama dengan nilai Variance Inflanation Factor (VIF) lebih dari 10, maka dapat menunjukkan adanya multikolonieritas dan begitu pula sebaliknya.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan

(21)

20

ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Jika plot membentuk pola tertentu (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka dapat mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

c. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat kolom sig pada hasil uji normalitas, apabila nilai sig > 0,05 maka data tersebut dapat dikatakan berdistribusi normal.

3. Uji Hipotesis

Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah metode analisis regresi berganda, yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan:

Y : kemampuan pendeteksian kecurangan

a : konstanta

b1 , b2 , b3 : koefisien regresi X1 : independensi

X2 : pengalaman

(22)

21

X3 : penerapan aturan etika

e : error

Untuk membuktikan kebenaran uji hipotesis, digunakan uji statistik terhadap output yang dihasilkan oleh model analisis linier berganda. Uji statistik tersebut meliputi :

a. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summary dan tertulis Adjusted R Square.

Nilai R2 sebesar 1, berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Jika nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen.

b. Uji Regresi Secara Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen. Hasil uji F pada otput SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA.

Untukmengetahuivariabel-variabelindependen secara simultan mempengaruhi variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom sig dengan tingkat sginifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, demikian juga sebaliknya.

c. Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen.

Hasil uji t ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel Coefficientsa.

(23)

22

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen, dilakukan dengan membandingkan p-value pada kolom sig masing-masiing variabel independen dengan tingkat signifikan yang digunakan 0,05.

Jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, demikian pula sebaliknya.

Untuk mengetahui hubungan antar variabel X secara simultan, dapat dilihat pada nilai R yang muncul, sedangkan untuk melihat presentase pengaruh yang diberikan oleh variabel X terhadap Y dapat dilihat pada tabel R Square. Dan untuk melihat apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X terhadap Y dapat dilhat pada nilai t hitung dan nilai sig.

Jika nilai t tabel lebih kecil dari t hitung, maka terdapat pengaruh antara variabel X terhadap Y, dan jika nilai sig > 0,005 maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X terhadap Y.

E. Operasionalisasi Variabel

Penelitian ini terdiri dari 3 variabel independen dan 1 variabel dependen.

Pernyataan yang ada dalam kuesioner untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang suatu fenomena atau gejala sosial yang terjadi.

Dalam penelitian ini menggunakan 4 skala, yaitu skala independensi, skala pengalaman, skala penererapan aturan etika dan skala kemampuan pendeteksian kecurangan. Keempat skala ini dikembangkan menjadi beberapa item. Tiap skala yang ada memiliki rentang mulai dari sangat setuju (ss), setuju (s), tidak setuju (ts) dan sangat tidak setuju (sts).

(24)

23

Tabel 1. Defenisi Operasional

Variabel Definisi Indikator

Independensi(XI) Bebas dari perasaan untuk memodifikasi dampak dari fakta-fakta, harus bebas dari hambatan oleh pihak-pihak yang ingin meniadakan auditor dalam memberikan pertimbangan, Sawyer (2006).

1. Independensi dalam program audit.

2. Independensi dalam verivikasi.

3. Independensi dalam pelaporan.

Pengalaman Kerja (X2)

Pengalaman Kerja seorang auditor merupakan suatu proses pembelajaran yang diakibatkan oleh adanya pemahaman, dan praktik dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor, (Nurwiyati 2015).

1. Lamanya bekerja 2. Banyaknya penugasan

yang ditangani 3. Banyaknya jenis

perusahaan yang diaudit.

Penerapan Aturan etika

(X3)

Standar Profesi Akuntan Publik (2011) menyatakan mutu professional mencakup beberapa kriteria seperti yang diatur dalam standar umum auditing.

1. Integritas 2. Objektivitas

3. Kompetensi serta sikap kecermatan

4. Kehati-hatian professional 5. Kerahasiaan, dan

perilaku professional

(25)

24

Tabel 1. (Lanjutan) Pendeteksian

Kecurangan (Y)

Kecurangan (Fraud) meliputi serangkaian ketidakbiasaan dan atau tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Kecurangan dapat dilakukan untuk kepentingan atau atas kerugian organisasi dan oleh orang di luar atau di dalam organisasi (Herman 2009)

1. Memahami SPI.

2. Karakteristik kecurangan.

3. Lingkungan audit.

4. Metode audit.

5. Bentuk kecurangan.

6. Kemudahan akses.

7. Uji dokumen dan personal.

Sumber: Data primer yang diolah 2018

ANALISIS PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Akuntan Publik yang berlokasi di wilayah Semarang, dengan kriteria responden yang bekerja sudah bekerja selama 3 tahun sampai dengan lebih dari 11 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung Kantor Akuntan Publik yang dijadikan sasaran penelitian.

Penyebaran kuesioner dilakukan pada pertengahan bulan Maret 2018 dan pengumpulan serta pengolahan data dilakukan sampai awal April 2018. Kuesioner yang disebar sebanyak 55 kuesioner dan yang diterima kembali sebanyak 55 kuesioner dan yang dapat diolah sebanyak 50 kuesioner. Hal ini menunjukkan tingkat pengembalian kuesioner cukup tinggi karena penyebaran kuesioner

(26)

25

dilakukan dengan cara mendatangi langsung Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan.

Tabel 2. Tingkat Pengembalian Kuesioner

Keterangan Frekuensi Persentase Jumlah kuesioner yang disebarkan 55 100%

Jumlah kuesioner yang diterima kembali 55 100%

Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah 5 9,09%

Jumlah kuesioner yang dapat diolah 50 90,9%

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Dari hasil penyebaran kuesioner, diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 50 orang. Jika dilihat dari jenis kelamin, maka presentase terbanyak adalah wanita dengan tingkat presentase 56%, sedangkan untuk jenis kelamin pria tingkat presentasenya 44%.

Tabel 3. Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

Laki-laki 22 44%

Perempuan 28 56%

Jumlah 50 100%

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah responden berdasarkan usia terbanyak adalah usia responden dibawah 25 tahun, tingkat presentasenya mencapai 52%, untuk responden berusia 26-35 tahun presentasenya 42% dan untuk responden yang berusia 36-55 tahun presentasenya adalah 6%.

Tabel 4. Usia Responden

Usia Responden Frekuensi Presentase

< 25 tahun 26 52%

(27)

26

Tabel 4. (Lanjutan)

26-35 tahun 21 42%

36-55 tahun 3 6%

Jumlah 50 100%

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa presentase yang paling tinggi adalah responden yang telah bekerja selama 3-5 tahun, yaitu mencapai angka 70%.

Untuk responden yang lamanya bekerja 6-8 tahun mencapai angka 24% dan untuk responden yang bekerja selama 9-11 tahun presentasenya adalah 6%.

Tabel 5. Lama Bekerja Responden

Lama Bekerja Frekuensi Presentase

3 – 5 tahun 35 70%

6 – 8 tahun 12 24%

9 – 11 tahun 3 6%

Jumlah 50 100%

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Tingkat pendidikan para responden yang paling tinggi presentasenya adalah strata 1 (sarjana) yaitu sebesar 80%, untuk strata 2 (master) presentasenya adalah 6% dan untuk responden yang pendidikan terkahirnya dibawah strata 1 presentasenya adalah 14%.

Tabel 6. Pendidikan Responden

Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase

Dibawah strata 1 7 14%

Strata 1 (Sarjana) 40 80%

Strata 2 (Master) 3 6%

Jumlah 50 100%

Sumber: Data primer yang diolah 2018

(28)

27 B. Analisis dan Pembahasan

1. Hasil Uji Kualitas Data a. Hasil Uji Reliabilitas

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan uji statistik cronbach alpha, dengan pedoman pengukuran adalah jika nilai koefisien alpha (α) diatas 0,6. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Jumlah Item Cronbach Alpha Status Pendeteksian

Kecurangan 11 0,877 Reliabel

Independensi 10 0,817 Reliabel

Pengalaman 5 0,839 Reliabel

Penerapan Aturan

Etika 10 0,819 Reliabel

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Tabel diatas menunjukkan bahwa instrumen untuk setiap variabel penelitian adalah reliabel. Dapat dikatakan reliabel karena nilai cronbach alpha pada setiap variabel lebih dari 0,6.

b. Hasil Uji Validitas

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan r hitung (tabel correcred-item-total correlation) dengan r tabel (tabel product moment dengan signifikansi 0,05) untuk degree of freedom (df) = n-2, dimana n adalah jumlah sampel penelitian sebanyak 50 responden. Berdasarkan jumlah responden, maka nilai degree of freedom (df) yang didapatkan adalah 48 dan diketahui r tabel adalah 0,2353. Hasil uji validitas dapat dilihat dari tabel berikut:

(29)

28

Tabel 8. Hasil Uji Validitas

Variabel Item Pearson Correlation Status Pendeteksian

Kecurangan

Y 1 0,589 Valid

Y 2 0,637 Valid

Y 3 0,688 Valid

Y 4 0,715 Valid

Y 6 0,346 Valid

Y 7 0,571 Valid

Y 8 0,576 Valid

Y 9 0,691 Valid

Y 10 0,691 Valid

Y 11 0,717 Valid

Y 12 0,672 Valid

Y 13 0,765 Valid

Independensi X1 1 0,593 Valid

X1 2 0,616 Valid

X1 3 0,614 Valid

X1 4 0,645 Valid

X1 5 0,319 Valid

(30)

29

Tabel 8. (Lanjutan)

X1 12 0,542 Valid

X2 1 0,491 Valid

X2 2 0,597 Valid

X2 3 0,727 Valid

X2 4 0,562 Valid

X2 5 0,523 Valid

X2 6 0,479 Valid

X2 7 0,371 Valid

X2 8 0,540 Valid

X3 1 0,658 Valid

X3 2 0,568 Valid

X3 3 0,578 Valid

X3 4 0,656 Valid

X3 5 0,649 Valid

X3 6 0,599 Valid

X3 7 0,537 Valid

X3 8 0,599 Valid

X3 9 0,637 Valid

X3 10 0,701 Valid

Sumber: Data primer yang diolah 2018

(31)

30

Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel independen dan variabel dependen memiliki r hitung yang lebih besar dari r tabel. Hal itu menunjukkan bahwa item yang terdapat dalam kuesioner tersebut valid.

2. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korealasi antar variabel-variabel independen dalam penellitian. Jika nilai tolerance kurang dari 0,10 atau nilai Variance Inflanation Factor (VIF) lebih dari 10, maka dapat menunjukkan adanya multikolonieritas dan begitu pula sebaliknya.

Tabel 9. Hasil Uji Multikoloniertias Variabel Tolerance VIF Hasil Independensi 0,448 2,234 Tidak terjadi korelasi Pengalaman 0,607 1,647 Tidak terjadi korelasi Peberapan Aturan

Etika 0,373 2,682 Tidak terjadi korelasi Sumber: Data primer yang diolah 2018

Berdasarkan hasil pengujian di atas, diketahui nilai VIF variabel independensi 2,234 , VIF variabel pengalaman 1,647 dan VIF variabel penerapan aturan etika 2,682. Karena nilai VIF untuk semua variabel tersebut < 10, maka dapat disimpulkan dalam penelitian ini tidak terjadi gangguan multikolinearitas.

b. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot.

(32)

31

Gambar 2. Hasil Uji Scatterplot

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Gambar di atas memperlihatkan titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu, serta tersebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sehingga model regresi ini dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

c. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak.

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

(33)

32

Tabel 10. (Lanjutan)

N 50

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std. Deviation 3,88326080

Most Extreme Differences

Absolute ,110

Positive ,078

Negative -,110

Test Statistic ,110

Asymp. Sig. (2-tailed) ,183

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai sig adalah 0,183 (p>0,05).

Hal itu menunjukkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.

3. Uji Hipotesis

a. Hasil Uji Koefisien Determinasi

Uji ini dilakukan untuk mengukur kemampuan variabel-variabel independen, yaitu independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika dalam menjelaskan variabel dependen, yaitu kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

Tabel 11. Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,778a ,606 ,580 4,008

(34)

33

Pada tabel tersebut, nilai koefisien adjusted R square yang dihasilkan oleh variabel-variabel independen sebesar 0,606 yang artinya adalah 60,6%

variabel dependen (kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan) dijelaskan oleh variabel independen (independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika) dan sisanya sebesar 39,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel independen yang digunakan. Semakin besar nilai adjusted R square, maka semakin kuat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependennya. Nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,778 menunjukkan bahwa hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen adalah kuat, karena memiliki nilai koefisien korelasi diatas 0,05.

b. Hasil Uji f

Pengujian signifikansi simultan (uji f) dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang digunakan dalam model regresi mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Tabel 12. Hasil Uji f ANOVAa

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 1136,074 3 378,691 23,575 ,000b

Residual 738,906 46 16,063

Total 1874,980 49

a. Dependent Variable: Pendeteksian Kecurangan

b. Predictors: (Constant), Penerapan Aturan Etika, Pengalaman, Independensi

Sumber: Data primer yang diolah 2018

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari nilai probabilitas (p-value) 0,05, dilihat dari uji

(35)

34

hipotesis ini berarti bahwa variabel independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

c. Hasil Uji t

Pengujian regresi secara parsial (uji t) bertujuan untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari masing- masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas (p-value) dari masing-masing variabel dengan tingkat signifikan yang digunakan sebesar 0,05. Jika p- value lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Tabel 13. Hasil Uji t Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B

Std.

Error Beta

1 (Constant) -10,818 5,279 -2,049 ,046

Independensi ,549 ,171 ,400 3,207 ,002

Pengalaman ,673 ,271 ,234 2,482 ,017

Penerapan Aturan Etika

,535 ,182 ,372 2,940 ,005

a. Dependent Variable: Pendeteksian Kecurangan

Sumber: Data primer yang diolah 2018

(36)

35

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel X1 (independensi) memiliki pengaruh yang positif terhadap Y (kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan). Hal ini dapat dilihat dari nilai sig sebesar 0,002 lebih kecil dari 0,05, yang berarti H1 diterima dan Ho1 ditolak. Hal ini di dukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Matondang (2010) yaitu independensi berpengaruh positif terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan.

Variabel X2 (pengalaman) memiliki nilai sig sebesar 0,017, yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X2

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Y (kemampuan pendeteksian kecurangan). Dengan demikian, berarti H2 diterima dan Ho2 ditolak. Hal ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2012 yaitu pengalaman audit berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Variabel X3 (penerapan aturan etika) memiliki sig sebesar 0,005, yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti variabel X3 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Y (kemampuan pendeteksian kecurangan), dan hal ini menunjukkan bahwa H3 diterima dan Ho3 ditolak.

Hal ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2010) yaitu penerapan aturan etika berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika masing-masing memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam pendeteksian kecurangan.

Hal ini berarti hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Sumbangan independensi, pengalaman dan penerapan aturan etika terhadap kemampuan

(37)

36

auditor dalam pendeteksian kecurangan sebesar 60,6%, sisanya sebesar 39,4%

ditentukan oleh faktor lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini.

B. Saran

Berdasarkan persepsi beberapa auditor di Semarang, perlu adanya pengawasan mengenai peningkatan independensi dengan memberikan pelatihan mengenai independensi, sehingga semakin tinggi independensi maka akan semakin tinggi pendeteksian kecurangan. Demikian semakin tinggi pengalaman seorang auditor maka akan semakin tinggi pendeteksian kecurangan. Hal ini membuktikan bahwa dengan pengalaman yang lama akan meningkatkan keahlian auditor dalam pendeteksian kecurangan. Maka dari KAP perlu melakukan pelatihan yang lebih baik lagi, karena semakin banyak pengalaman maka semakin meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan auditor.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam metode pengumpulan data.

Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner saja berdampak pada terbatasnya informasi yang diperoleh. Selain itu, penelitian kurang objektif karena sampel yang digunakan tidak mengenai sasaran yang seharusnya dan penelitian ini hanya meneliti berdasarkan persepsi. Penelitian ini juga tidak meneliti seluruh KAP di Semarang karena beberapa KAP yang menolak untuk bekerja sama dengan alasan tidak menerima dilakukan penelitian, auditor sedang tugas keluar kota, nomor telepon yang tertera tidak dapat dihubungi atau KAP telah tutup.

Disarankan agar peneliti selanjutnya dapat menambah variabel lain dan menggunakan metode wawancara langsung kepada auditor dan observasi sebagai alternatif untuk memperdalam informasi yang diperoleh dari kuesioner.

Selanjutnya juga dapat memperluas populasi penelitian atau meningkatkan jumlah sampel penelitian dan memastikan sasaran penelitian dengan tepat.

(38)

37

DAFTAR PUSTAKA

Anggriawan, Eko F. 2014. “Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional dan Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud.”

Jurnal Nominal 3 (2): 101-116.

Arens, dan Loebbecke. 2003. Auditing Pendekatan Terpadu. Indonesia. Jakarta:

Salemba Empat.

Arens, et al. 2006. Auditing dan Pelayanan Verifikasi. 9. Jakarta: PT Indeks.

Ashari, Ruslan. 2011. “Pengaruh Keahlian, Independensi, dan Etika terhadap Kualitas Auditor pada Inspektorat Provinsi Maluku Utara.”

Asih, Dwi Annaning Tyas. 2006. “Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor Dalam Bidang Auditing.”

Farid, Indiana Martandi, dan Sri Suranta. 2006. “Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang dari Segi Gender terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi.”

Ferdian, Riki, dan Ainun Na 'Im. 2006. “Pengaruh Problem-Based Learning (PBL) pada Pengetahuan Tentang Kekeliruan dan Kecurangan (error and irregularities).”

Fullerton, Rosemary, dan Cindy Durtschi. 2004. “The Effect of Professional Skepticism on the Fraud Detection Skills of Internal Auditors.” Diakses July 2018.

http:/www.ssrn.com.

Gusti, Maghfirah, dan Syahril Ali. 2006. “Hubungan Skeptisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan.”

Hasanah, Sri. 2010. “Pengaruh Penerapan Etika, Pengalaman Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan.”

Herlianasyah, Yudhi, dan Meifida Ilyas. 2006. “Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Bukti tidak Relevan dalam Auditor Judgement.”

Herman, Edi. 2009. “Pengaruh Pengalaman dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan.”

Herty, Safitri Yuninta. 2010. “Pengaruh Independensin Dan Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah Dan Mendeteksi Terjadinya Fraud.”

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2001. Standar Auditing Seksi 316 PSA no.70 : Pertimbangan Atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.

(39)

38

Ismiyati, D. 2012. “Pengaruh Pengetahuan dan Pengalaman Audit terhadap Kualitas Audit.” Kajian Pendidikan dan Akuntansi Indonesia 1.

Manggala, Silaiman S. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor Dalam Pelaksanaan Audit Oleh Kantor akuntan Publik di Palembang.” Jurnal Penelitian dan Pengembangan Akuntansi.

Matondang, Jordan. 2010. “Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi, Dan Keahlian Profesional Terhadap Pencegahan Pendeteksian Kecurangan Penyajian Laporan Keuangan.” (Universitas Islam Negri).

Mulyadi. 2002. Auditing. 6. Vol. 1. Jakarta: Salemba Empat.

Nasution. 2012. “Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian terhadap Skeptisme Profesional dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan.” Jurnal dan Prosding Simposium Nasional Akuntansi 15.

Nurwiyati. 2015. “Pengaruh Penerapan Aturan Etika, Pengalaman Kerja, dan Persepsi Profesi Terhadap Profesionalisme Auditor.”

Pia, Yanti. 2009. “Pengaruh Akuntabilitas, Kompetensi, Dan Independensi Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor.”

Putri, Harlynda Anindhya. 2011. “Pengaruh Aturan Etika dan Independensi Terhadap Kepuasan.”

Rahayu, Siti Kurnia, dan Ely Suhayati. 2010. Auditing, Konsep Dasar Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ramaraya, Tri. 2008. “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan Oleh Auditor Eksternal.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan 1: 23-33.

Robbins, Stephen P, dan Timothy A Judge. 2009. Organizational Behaviour. 13. New Jersey.

Sawyer, Lawrence B, dan Mortimer A Dittenhofer. 2006. Internal Auditing. Vol. 1.

Jakarta: Salemba Empat.

Setyaningrum. 2010. “Pengaruh Independensi Dan Kompetensi Auditor Terhadap Tanggung Jawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan Dan Kekeliruan Laporan Keuangan.”

Singleton, Tommie. 2007. Audit dan Assurance Teknologi Informasi. Jakarta: Salemba Empat.

Sucipto. 2007. “Pengaruh Pengalaman Auditor Eksternal Dalam Mendeteksi Kecurangan.”

Sukriah. 2009. “Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas dan Kompetensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan .”

(40)

39

Wibowo, Arie. 2009. “Faktor-Faktor Determinasi Kualitas Audit (Suatu Studi Dengan Pendekatan Earnings Surprise Benchmark).”

Wiwik, Utami, dan Indriawati Fitri. 2006. “Muatan Etika Dalam Pengajaran Akuntansi Keuangan Dan Dampaknya Terhadap Persepsi Etika Mahasiswa : Studi Eksperimen Semu.”

Yusuf, Muhammad Aulia. 2013. “Pengaruh Pengalaman, Independensi Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta).”

(41)

40

Lampiran Penelitian Lampiran 1. Pengujian Asumsi Prasyarat

Hasil Uji Validitas Variabel Pendeteksian Kecurangan

Correlations

Y1 1 Y1 2 Y1 3 Y1 4 Y1 6 Y1 7 Y1 8 Y1 9 Y1

10

Y1 11

Y1 12

Y1 13

Pendete ksian_K ecuranga

n Y1 1 Pearson

Correlation

1 ,407*

*

,290* ,323* -,003 ,301* ,205 ,376*

*

,623*

*

,212 ,564*

*

,466*

*

,589**

Sig. (2-tailed) ,003 ,041 ,022 ,986 ,034 ,154 ,007 ,000 ,139 ,000 ,001 ,000

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Y1 2 Pearson Correlation

,407** 1 ,250 ,431*

*

,168 ,259 ,226 ,401*

*

,501*

*

,395*

*

,408*

*

,460*

*

,637**

Sig. (2-tailed) ,003 ,080 ,002 ,244 ,069 ,114 ,004 ,000 ,005 ,003 ,001 ,000

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

(42)

41 Y1 3 Pearson

Correlation

,290* ,250 1 ,577*

*

,021 ,315* ,519*

*

,372*

*

,430*

*

,548*

*

,294* ,557*

*

,688**

Sig. (2-tailed) ,041 ,080 ,000 ,884 ,026 ,000 ,008 ,002 ,000 ,038 ,000 ,000

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Y1 4 Pearson Correlation

,323* ,431*

*

,577*

*

1 ,020 ,334* ,556*

*

,344* ,398*

*

,507*

*

,317* ,553*

*

,715**

Sig. (2-tailed) ,022 ,002 ,000 ,893 ,018 ,000 ,014 ,004 ,000 ,025 ,000 ,000

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Y1 6 Pearson Correlation

-,003 ,168 ,021 ,020 1 ,217 ,190 ,330* ,039 ,175 ,331* ,157 ,346*

Sig. (2-tailed) ,986 ,244 ,884 ,893 ,129 ,186 ,019 ,790 ,223 ,019 ,276 ,014

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Y1 7 Pearson Correlation

,301* ,259 ,315* ,334* ,217 1 ,194 ,350* ,544*

*

,336* ,174 ,412*

*

,571**

Sig. (2-tailed) ,034 ,069 ,026 ,018 ,129 ,177 ,013 ,000 ,017 ,226 ,003 ,000

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

 In the anaerobic digestion process, micro-organisms convert complex organic matter to biogas, which consists of methane (CH 4 ) and carbon. dioxide (CO

Aplikasi pengolahan data pasien rawat inap ini dapat memberikan kemudahan kepada bagian administrasi rumah sakit karena dengan adanya program ini, pengelolahan data pasien

Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangan harus mengacu atau menggunakan landasan yang

Create and manage virtual development environments with Puppet, Chef, and VirtualBox using Vagrant..

Sistem Informasi Akademik pada SMK Negeri 5 Palembang dengan... Bab I Pendahuluan menggunakan bahasa pemrograman Berorientasi Wireless Application Protocol

Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa pemahaman konsep kelas eksperimen yang belajar dengan Model pembelajaran Inkuiri Terbimbingberada pada kategori

Panduan PDSS SMK/MAK 2016 Hal-58 Untuk penambahan mata pelajaran klik Tambah Mata Pelajaran (kurikulum 2006), maka akan muncul tampilan seperti berikut:. Pilih

Nilai akhir TIK dari keseluruhan kelas VIII hanya mencapai ketuntasan 71%, diharapkan oleh guru TIK adalah nilai ketuntasan 85%. Ini disebabkan karena media belajar