• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFORMASI ADMINISTRASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REFORMASI ADMINISTRASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

REFORMASI ADMINISTRASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

SATU PINTU KABUPATEN BATU BARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara

OLEH :

AMALIA RAMADANTI RITONGA 150903081

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Amalia Ramadanti Ritonga

Nim : 150903081

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Judul : Reformasi Administrasi Pelayanan Publik Melalui Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara

Medan, 2019

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi,

Ilmu Administrasi Publik

Dra.Asima Yanty S. Siahaan, MA, Ph.D. Dr. Tunggul Sihombing, M.A NIP : 196401261988032002 NIP:196203011986031027

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si NIP : 197409302005011002

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, karunia serta hidayahNya yang begitu besar, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul REFORMASI ADMINISTRASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN BATU BARA. Tidak lupa pula Shalawat dan Salam penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Skrispsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Administrasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

Skripsi ini penulis sadari masih memiliki kekurangan baik itu berupa isi, penulisan maupun tata bahasa yang masih kurang karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Semoga skripsi ini menjadi pembelajaran yang sangat besar bagi penulis dalam meningkatkan kemampuan penulis. Skripsi ini penulis persembahkan khusus untuk kedua orang tua penulis ayah Syarif Ritonga dan mama Dairiana karena berkat doa dan dukungan yang tidak henti hentinya kepada penulis membuat penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

(4)

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.

2. Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP.

3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Asima Yanti S Siahaan, MA, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, serta sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan arahan, serta motivasi yang begitu besar kontribusinya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis sangat berterimakasih

5. Seluruh Dosen FISIP USU Program Studi Ilmu Administrasi Publik yang telah menjadi pengajar yang sangat berperan dalam mendidik dan memberikan pengetahuan yang begitu penting kepada penulis.

6. Kepada Kak Dian dan Bang Suhendrik yang telah banyak membantu penulis khususnya hal yang berkaitan dengan administrasi kampus.

7. Kepada Ibuk Nurmala selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat melakukan penelitian di Dinas dan sangat membantu dalam proses penelitian penulis.

(5)

8. Kepada pegawai DPMPPTSP, bang Budi, pak Fajrin, bang Bambang, pak Lian, bang Anca, Bang Cosy kak Yusma dan seluruh pegawai yang sangat membantu penulis dalam mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan judul penulis.

9. Kepada kedua kakak penulis Ari Asmida Ritonga dan Indah sari serta kedua abang ipar penulis, bg M Iqbal dan bg Imam Setiawan, mereka yang selalu memberikan penulis dorongan dan motivasi agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan

10. Kepada dua malaikat kecil dikeluarga kami, keponakan ku tersayang, M.

Hafiz Ramadan dan Farah Azzahra Samaun yang menjadi hiburan bagi penulis ketika sangat lelah dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada Bou Mahasa Siregar dan Alm Amangboru Amirrudin Harahap yang telah mendukung penulis semasa perkulihan dan yang menjadi pendamping penulis selama penulis menjalankan perkuliahan.

12. Kepada sahabat sahabat penulis Khairunisa, Nova Sagita, Gita Lestari, Lenni Ariani, Anggi Feby Sarfita Siregar, Sari Rahayu, Yolanda Prastica Siregar, Yuni Miranda, Nur Khadijah Simbolon, Desi Savitri, Indra Herman Suahputra, Munawir yang sangat mewarnai kehidupan perkuliahan penulis mulai dari semester awal, saat PKL, hingga saat sekarang yang selalu ada dan siap menerima keluh kesah penulis. I love you 3000

13. Kepada sahabat penulis mulai dari semasa SMP hingga sekarang, Tri Pardiana Setiani, Dzulhijjah Nur Rizki, dan Arief Riandi yang selalu ada dan menemani dalam melakukan revisi.

(6)

14. Kepada soulamte penulis Muhammad Rezeky yang tidak pernah menjatuhkan penulis, dan selalu mendukung dan memotivasi penulis kapanpun dan semoga selamanya

Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapakan saran dan kritikan yang dapat dijadikan pembelajaran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Kepada semua pihak penulis ucapkan Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 2019 Penulis

Amalia Ramadanti Ritonga

(7)

Abstrak

Reformasi administrasi pelayanan publik merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk memperbaiki struktur birokrasi, prosedur birokrasi, dan perilaku birokrat. Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan usaha untuk memperbaiki kualitas pelayanan khususnya pelayanan perizinan.

Pelayanan perizinan diidentikan dengan prosedur yang panjang, tidak efektif, rawan pungutan liar ditambah dengan tidak adanya standar pelayanan yang jelas yang di jadikan pedoman bagi instansi di daerah ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan reformasi administrasi pelayanan publik melalui sistem pelayanan perizinan terpadu satu pintu.. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tetap memperhatikan hal yang berkaitan dengan struktur, prosedur dan perilaku birokrat.

Dari hasil penelitian, DPMPPTSP melakukan reformasi administrasi dengan melakukan restruksi birokrasi dengan memperbesar ukuran organisasinya hal ini membuat nomenklatur dan tugas pokok dan fungsi DPMPPTSP menjadi bertambah. Sedangkan dalam reformasi prosedur pelayanannya masih belum maksimal, reformasi prosedur masih belum mampu memotong rantai pengurusan izin. Prosedur pengurusan izin yang diciptakan melalui OSS belum optimal karena masyarakat tetap harus mengurus izin secara manual sehingga terjadi dua kali pengurusan yaitu secara online dan manual. OSS yang diciptakan oleh pemerintah juga hanya terkait dengan perizinan berusaha saja, sementara untuk izin yang tidak termaksud izin berusaha harus dilakukan secara manual.

Sementara untuk reformasi perilaku birokrat, DPMPPTSP belum memiliki standar pelayanan yang dijadikan pedoman dalam memberikan pelayanan, mereka hanya memiliki catur tekad pelayanan yang dijadikan dasar dalam memberikan pelayanan.

Kata Kunci : Reformasi Administrasi, Pelayanan Publik Terintegrasi, Perizinan, Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(8)

Abstract

Public service administration reform is a conscious and planned effort to improve bureaucratic structures, bureaucratic procedures, and bureaucratic behavior. The One Stop Integrated Service System is an effort to improve the quality of services, especially licensing services. Licensing services are identified by lengthy and ineffective procedures, prone to illegal payments coupled with the absence of clear service standards that are used as guidelines for local agencies when providing services to the public.

This research is intended to describe the reform of public service administration through a one-stop integrated licensing service system. The method used is a descriptive method with a qualitative approach. Data collection techniques in this study used interview, observation and documentation techniques. The data that has been collected is then analyzed using a qualitative approach with due regard to matters relating to the structure, procedures and behavior of bureaucrats.

From the results of the study, DPMPPTSP carried out administrative reforms by restructuring the bureaucracy by enlarging the size of the organization. This made the nomenclature and main tasks and functions of DPMPPTSP even increased. Whereas in the reform of the procedure of services it was still not optimal, the reform of the procedure was still unable to cut the permit management chain. The procedure for obtaining permits created through OSS is not optimal because the community still has to take care of permits manually so that there are two treatments, online and manual. OSS created by the government is also only related to business licensing, while permits that do not mean business licenses must be done manually. While for the reform of bureaucrat behavior, DPMPPTSP does not yet have service standards that serve as guidelines in providing services, they only have a chess of service determination that is used as the basis for providing services.

Keywords: Administrative Reform, Integrated Public Services, Licensing, One- Stop Integrated Services

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... v

ABSTRACT... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Reformasi Administrasi…... ... 15

2.1.1 Tujuan Reformasi Administrasi ... 19

2.1.2 Dimensi Reformasi Adminsitrasi ... 21

2.2 Pelayanan Publik Terintegrasi Sebagai Upaya Reformasi Administrasi ... 26

2.2.1 Pengertian Pelayanan Publik... 27

2.2.1.1 Asas-Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik... 31

2.2.1.1 Jenis-Jenis Penyelenggaraan Pelayanan Publik... 32

2.2.2 Integrasi Pelayanan Publik... 35

2.3 Pelayanan Perizinan... 37

2.4 Pelayanan Terpadu Satu Pintu... 40

(10)

2.6 Hipotesis Kerja... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

3.1 Bentuk Penelitian ... 45

3.2 Lokasi Penelitian ... 45

3.3 Informan Penelitian ... 46

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.5 Teknik Analisa Data.... ... .. 53 3.6 Keabsahaan Data... ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 55

4.1 Gambaran Umum Instansi... .. 55

4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Trpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara... 56

4.1.2 Visi dan Misi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara... 57

4.1.3 Struktur Organisasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Trpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara... 58

4.1.4 Kondisi Kepegawaian Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Trpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara... ... 67

4.2. Reformasi Administrasi Pelayanan Publik Melalui Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batu ... 71

4.2.1Reformasi Struktur Birokrasi... ... 74

4.2.1.1Perubahan Nomenklatur... 80

4.2.1.2 Perubahan Tugas Pokok dan fungsi... 83

4.2.2 Reformasi Prosedur Birokrasi... 86

(11)

4.2.2.1Prosedur Manual... 89

4.2.2.2 Prosedur si CANTIK... 93

4.2.2.3 Online Single Submission... 95

4.2.2.3.1 Sosialisasi OSS... 105

4.2.3 Reformasi Perilaku Birokrasi... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 115

5.1. Kesimpulan... ... 115

5.2. Saran... 118

DAFTAR PUSTAKA... 119

(12)

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Peneltian Terdahulu... 3

Tabel 3.1 Matrik informan penelitian... 39

Tabel 4.1 Kondisi SDM Berdasarkan Kebutuhan ... 68

Tabel 4.2 Kondisi SDM Berdasarkan Pendidiakan dan Jabatan... 69

Tabel 4.3 Kondisi SDM Berdasakan Golongan... 70

Tabel 4.4 Kondisi SDM Berdasarkan Jenis Kelamin... 70

Tabel 4.5 Daftar Barang Inventaris... 71

Tabel 4.6 Perbedaan Tugas Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu... 84

(13)

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu

Satu Pintu Kabupaten Batu Bara... 55

Gambar 4.2 Struktur Organisasi DPMPPTSP... 59

Gambar 4.3 Struktur Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu... 75

Gambar 4.4 Struktur DPMPPTSP... 77

Gambar 4.5 Alur Pendaftaran Perizinan Manual... 89

Gambar 4.7 Alur Pendaftaran si CANTIK... 94

Gambar 4.8 Webiste OSS... 97

Gambar 4.9 Alur Pendaftaran melalui OSS... 97

Gambar 4.10 Alur Memperoleh NIB melalui OSS... 100

Gambar 4.11Sosialisasi OSS di Aula SMK Budhi Darma... 106

Gambar 4.12 Front Office... 108

Gambar 4.13 Catur Tekad DPMPPTSP... 113

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 1

Lampiran 2 Pedoman Observasi ... 9

Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi ... 15

Lampiran 4 Transkip Wawancara ... 23

Lampiran 5 Matriks Wawancara ... 35

Lampiran 6 Transkip Observasi ... 60

Lampiran 7 Transkip Dokumentasi ... 68

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi administrasi merupakan langkah penting untuk mengubah paradigma administrasi di mata masyarakat serta memperbaiki nilai dari administrasi tersebut. Administrasi harus dikembalikan kepada hakekatnya untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Administrasi publik harus memiliki akuntabilitas dan kredibilitas untuk memecahkan masalah-masalah publik yang semakin kompleks dan berkesinambungan guna mewujudkan keadilan dan kesehjateraan.

Dalam perspektif administrasi publik, reformasi publik harus menghayati posisi dan perannya serta mengikuti perkembangan disiplin administrasi yang semakin maju. Konsep pemerintahan yang baik merupakan konsep yang belakangan ini paling terkenal didorong dengan keinginan untuk memperbaiki manajemen pemerintahan. Secara konseptual konsep ini lebih dikenal dengan reformasi sektor publik, yang menekankan pada peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, transparansi, akuntabilitas publik dan berusaha menciptakan pengelolaan manajemen publik yang lebih baik, efisien dan efektif.

Konsep yang ideal itu nyatanya sulit ditemukan di organisasi pemerintahan. Terdapat pandangan yang menganggap bahwa birokrasi pemerintah seringkali menunjukan gejala yang kurang menyenangkan seperti canggung, kurang terorganisir, kordinasi yang buruk, otokratik, bahkan sering bertindak

(16)

korup. Para aparat birokrasi kurang dapat beradaptasi dengan modernisasi orientasi pembangunan serta perilakunya kurang inovatif dan tidak dinamis.

Kenyataan seperti ini, akan menyebabkan birokrasi pemerintah mendominasi seluruh organ politik dan menjauhkan diri dari masyarakat ( Zauhar, 2002 : 2).

Di Indonesia, berdasarkan laporan Ombudsman Republik Indonesia tentang Hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik tahun 2016 tingkat kepatuhan daerah atas regulasi nasional tentang layanan publik mendapatkan hasil yang buruk. Dari 85 Pemerintah Kabupaten (pemkab) yang disurvei, menunjukkan bahwa sebanyak 25 pemkab (29%) masuk dalam zona merah (kepatuhan rendah), 45 Pemkab (53%) masuk dalam zona kuning (kepatuhan sedang) dan hanya 15 Pemkab (18%) masuk dalam zona hijau (kepatuhan tinggi) (Ombudsman, 2016). Masih rendahnya angka kepatuhan tersebut menunjukkan bahwa kualitas layanan publik, terutama di daerah perlu untuk diperbaiki.

Salah satu jawaban untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan membuat suatu sistem yang lebih sederhana, transparan dan akuntabel guna mendukung kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yaitu melalui sistem pelayanan terpadu. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. Penyelenggara PTSP adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus.

(17)

Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang sudah dibentuk diharapkan dapat meningkatkan kinerja para aparatur negara dalam pemberian izin dan penanaman modal sehingga akan berpengaruh dalam perekonomian dan meningkatkan pendapatan asli daerah guna mendukung kesehjateraan masyarakat. Pelayanan Terpadu Satu Pintu sudah banyak diterapkan diberbagai daerah di Indonesia adapun penelitian yang juga membahas sistem ini tertera dalam tabel berikut :

Tabel 1.1 Penelitian PTSP Terdahulu

Tahun Judul Peneliti Masalah Temuan / Hasil

Reformasi Administrasi Pelayanan Publik Pada Kantor Pelayanan Terpadu (Studi Pada Disperindag dan Dispendukcapil Kota Malang) Sumber : Jurnal Administrasi Publik

Dian Puspitasari Sumartono Lely Indah Mindarti

Kota Malang pada tahun 2006

memiliki permasalahan pelayanan publik terutama pada kurangnya desentralisasi pelayanan publik antara pusat kota malang dengan wilayah Kota Malang bagian timur. akibat tidak meratanya desentralisasi pelayanan publik di Kota Malang timbul berbagai keluhan dari masyarakat terutama wilayah Malang Timur dimana untuk mendapatkan

pelayanan publik harus menempuh perjalan jauh ke pusat kota, hal ini sangat memakan

Reformasi pada Kantor

pelayanan terpada Kota Malang termasuk reformasi yang dilakukan pada aspek

kelembagaanya dengan

merampingkan struktur

organisasi dan perubahan prosedur pelayanan untuk

memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat, serta perubahan perilaku yang berpedoman pada visi dan

(18)

waktu dan biaya.

Maka dari itu peme rintah Kota Malang melakukan

reformasiadministrasi pelayanan publik dengan membangun perkantoran terpadu sebagai usaha melakukan pengembangan pembangunan kearah Malang Timur yang dimana wilayah tersebut jarang tersentuh

pembangunan serta kurang memperoleh pelayanan publik yang optimal

misi. strategi reformasi yang digunakan dalam menunjang pelaksanaan reformasi yakni menggunakan strategi inti dan strategi

pelanggan.

dalam

melaksanakan reformasi administrasi pelayanan publik kantor pelayanan terpadu Kota Malang mengalami beberapa ham batan yang disebabkan paling banyak oleh kurangnya sumber daya manusia yang memiliki kualitas dan kuantitas, dan rendahnya partisipasi dari masyarakat

2017 Reformasi Birokrasi Dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Terpadu Satu

Yusriadi Misnawati

Masalah layanan publik adalah adanya kecenderungan mayarakat yang membutuhkan layanan, lebih memilih

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini salah satu faktor yang juga menentukan reformasi

(19)

Pintu)

Sumber : Jurnal Administrasi Publik

menggunakan perantara ketimbang mengurus secara langsung ke tempat pelayanan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

birokrasi adalah masyarakat sebagai pengguna layanan, dimana hal ini terlihat masyarakat secara suka rela memberikan insentif tambahan kepada pegawai dalam

pengurusan perizinan.

Dimana pada dasarnya hal tersebut sudah dilarang karena sudah

ditetapkan standar operasional prosedur tentang pengurusan perizinan, tapi karena adanya kelakukan masyarakat yang dalam teori Fired R Wigs tentang prismatic society dimana masyarakat yang berada dalam transisi (modern dan tradisional).

Berdasarkan temuan penelitian masyarakat di

(20)

merupakan masyarakat transisi (prismatic society) berada diantara

masyarakat tradisional dan modern yang pada dasarnya mengetahui adanya aturan pembayaran standar pengurursan perizinan namun dibayarkan melebihi standar yang telah

ditetapkan.

Sehingga perbuatan masyarakat tersebut yang turut

mempengaruhi reformasi birorkrasi dimana dalam tulisan ini diistilahkan sebagai “bidah ragulasi”

2016 Reformasi Administrasi Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan

Sulistiyo Ardi Nugroho Kismartini Hartuti Purnaweni

Pelaksanan Reformasi

Administrasi melalui pelayanan

Administrasi

Terpadu Kecamatan (PATEN) di Jawa Tengah masih belum telaksana dengan

Dengan adanya PATEN di Jawa Tengah,

membuat Kecamatan – Kecamatan di Jawa Tengah memiliki visi, misi, maklumat

(21)

Jawa Tengah) Sumber : Jurnal Manajemen dan Kebijakan Publik

maksimal, permasalahan ini terkait kedudukan dan peran Provinsi Jawa Tengah, dimana dalam Matrix of optimum reform strategy atau Matriks dari Strategi

Pembaharuan Optimum yang disampaikan Hahn Been Lee, refomasi administrasi dapat dilakukan secara komprehensif apabila dukungan

kepemimpinan kuat dan waktu yang

tepat/menguntungkat.

Terkait pelaksanaan PATEN sebagi bentuk reformasi administrasi pelayanan publik, Bupati/Walikota di Jawa Tengah memiliki komitmen yang berbeda – beda, ada yang mendukung secara penuh atau kepemimpinan yang menguntukkan (mendukung), namun pada awal

pelaksanaan PATEN, banyak

Bupati/Walikota yang sekedar melaksanakan pelimpahan kewenangan pada camat pada tingkat normatif saja (hanya

pelayanan, Standart Operating Procedure (SOP) sehingga tingkat

akuntabilitas dan budaya kerja di Kecamatan Meningkat. Hal lain yang menonjol pada umumnya dengan pelaksanaan PATEN adalah peningkatan sarana prasarana pelayanan dalam bentuk ruang

pelayanan yang nyaman dengan adanya fasilitas loket pelayanan yang baik, ruang tunggu yang nyaman, pendingin ruangaan dan sarana

parasarana yang berpihak pada masyarakat yang

berkebutuhan khusus. Pada akhirnya

PATEN di Jawa Tengah,

meskipun masih harus terus

(22)

melaksakanan

kebijakan Pemerintah Pusat). Gubernur sebagai pimpinan provinsi hanya memiliki kewenangan koordinatif, sedangkan

pelaksanaan PATEN memerlukan

persyaratan substantif, adminitratif dan teknis, dimana seluruh persyaratan tersebut ada pada kewenagan Bupati/Walikota.

pada tingkat komitmen kepala daerah baik pada Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota telah memberikan perbaikan pada reformasi administrasi pelayanan publik pada sisi kelembagaan, tatalaksana dan sumberdaya manusia pada tingkat Kecamatan di Jawa Tengah

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mindarti dkk (2015) didasari pada masalah kurangnya desantralisasi pelayanan publik yang mengakibatkan tidak meratanya pelayanan publik. Reformasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan merubah aspek kelembagaan dengan merampingkan struktur organisasi, perubahan prosedur pelayanan untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dan perubahan perilaku birokrat.

Perbedaan dengan penelitian ini terletak dari struktur birokrasi yang berubah.

Pada penelitian terdahulu struktur organisasi mengalami perampimpingan namun pada penelitian ini struktur organisasi justru membesar disertai dengan perubahan nama dari kantor menjadi dinas.

(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Yusriai dan Misnawati ( 2017 ) berfokus pada masalah masyarakat yang cenderung memilih perantara dalam urusan perizinan daripada harus datang ke kantor mengikuti prosedur yang ditentukan.

Perbedaanya dengan penelitian ini, pada penelitian ini berfokus pada usaha reformasi yang dilakukan untuk memperbaiki struktur, prosedur dan perilaku birokrat dimana tujuan dari reformasi tersebut adalah agar pandangan masyrakat tentang mengurus izin yang panjang dapat berubah menjadi lebih cepat sehingga masyarakat tidak perlu mengunakan perantara ketika hendak mengurus izin.

Penelitian terdahulu yang ketiga dilakukan oleh Ardi dkk ( 2016 ) yang menekankan pada masalah kurangnya komitmen yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dalam hal ini Bupati / Walikota dalam mendukung pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan ( PATEN ) padahal pelaksanaan PATEN telah memberikan perbaikan pada reformasi administrasi pelayanan publik pada sisi kelembagaan, tata laksana dan sumberdaya manusia pada tingkat kecamatan. Perbedaan dengan penelitian ini, pada penelitian ini pelayanan administrasi sudah pada tahap kecamatan sementara pada penelitian ini masih pada tahap Kabupaten. PTSP dalam penelitian ini masih berpusat di Kabupaten dan belum diturunkan hingga ke kecamatan.

Walaupun PTSP ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan, namun penyelenggaraan PTSP di daerah masih belum optimal.

Permasalahan pelayanan terpadu di daerah berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa PTSP di daerah belum memiliki standar pelayanan publik yang mendukung pelayanan yang mudah, murah, dan cepat. Hal ini

(24)

pelayanan publik yang mendukung pelayanan yang mudah, murah, cepat dan tepat. Selain belum dimilikinya standar pelayanan, daerah juga belum memiliki sumber daya manusia yang cukup dan kompeten akibatnya berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas efektivitas pelayanan PTSP yang mendukung kemudahan bisnis dan investasi tahun 2016 triwulan III 2017 mengungkapkan 153 temuan yang memuat 177 permasalahan ketidakefektifan senilai Rp 279, 60 juta (https://

ekonomi.kompas.com/ read /bpk-layanan-ptsp-belum-efektif-dukung-kemudahan- investasi diakses pada 09 Febuari 2019 pada pukul 20.45WIB).

Masalah lain yang dihadapi PTSP di daerah adalah berkaitan dengan pelimpahan wewenang, keterbatasan sumber daya manusia di DPMPTSP yang belum memiliki staf teknis, status kelembagaan PTSP yang beragam dan adanya disharmoni regulasi dan ego sektoral. Disharmoni regulasi terjadi karena peraturan yang tumpang tindih antara Permendagri No 20/2008 dengan Perpres No 27/2009 tentang PTSP di Bidang Penanaman Modal. Kedua peraturan tersebut membingungkan pemerintah daerah mengingat banyak yang tumpang tindih dalam kedua peraturan itu. Dampaknya, pemerintah daerah seperti memiliki ”dua jenderal”, yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk koordinasi, pembinaan, hingga pengawasan PTSP di daerah (https: //nasional. kompas.com /read/Dilema.Birokrasi.Satu.Pintu.

diakses pada 9-2-2019 pukul 19.45 WIB).

Permasalahan pelimpahan wewenang dan ego sektoral, juga terjadi pada penelitian terdahulu, dimana terkait pelaksanaan administrasi terpadu kecamatan sebagi bentuk reformasi administrasi pelayanan publik, Bupati/Walikota di Jawa Tengah memiliki komitmen yang berbeda – beda, ada yang mendukung secara

(25)

penuh dan ada pula Bupati/Walikota yang sekedar melaksanakan pelimpahan kewenangan pada camat pada tingkat normatif saja (hanya sekedar melaksakanan kebijakan Pemerintah Pusat). Gubernur sebagai pimpinan provinsi hanya memiliki kewenangan koordinatif, sedangkan pelaksanaan pelayanan administrasi terpadu kecamatan memerlukan persyaratan substantif, adminitratif dan teknis, dimana seluruh persyaratan tersebut ada pada kewenagan Bupati/Walikota (Nugroho,dkk : 2016).

Di Indonesia, birokrasi perizinan menjadi salah satu yang menjadi masalah karena proses perizinan banyak yang belum memiliki kejelasan prosedur, berbelit- belit, tidak transparan, waktu yang tidak menentu, dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan, belum lagi masih adanya pungutan-pungutan yang tidak resmi.

Masyarakat sering bolak balik dari satu kantor-ke kantor lain dan dari satu meja ke meja lain ketika ingin mendapatkan suatu izin. Selanjutnya pemerintah dalam kerangka pembangunan ekonomi, perlu untuk meningkatkan profesionalisme pelayanan publik termaksud dalam melakukan penataan bidang perizinan karena perizinan merupakan elemen yang sangat diperhatikan oleh para pelaku ekonomi khususnya dalam investasi di Indonesia ( Ridwan, 2010 : 162 ). Keadaan seperti itu dikemukakan oleh penelitian terdahulu dimana prosedur yang berbelit-belit menimbulkan kecenderungan masyarakat yang membutuhkan layanan, lebih memilih menggunakan perantara ketimbang mengurus secara langsung ke tempat sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Masyarakat secara sukarela memberikan insentif tambahan kepada pegawai dalam pengurusan perizinan (Yusriadi, 2017 : 8 ).

(26)

Reformasi kebijakan pelayanan publik, khusunya dalam masalah perizinan merupakan kegiatan yang mendorong bagi terbangunnya sektor ekonomi formal.

Secara administratif, dari kegiatan perizinan diperoleh data dan informasi dasar untuk mengukur pertumbuhan perekonomian yang ditopang melalui usaha-usaha formal. Akan tetapi, pada kenyataannya di lapangan faktor perizinan kemudian diyakini sebagai salah satu penghambat dalam memulai dan mengembangkan usaha. Ada tiga hal yang diinginkan para pelaku usaha yaitu adanya penyederhanaan sistem perizinan, penurunan berbagai pungutan yang tumpang tindih, serta transparansi biaya perizinan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan penataan birokrasi pemerintah dalam rangka membangun kinerja pemerintah yang efektif dan profesional. Stigma masyarakat mengenai buruk dan berbelit-belitnya birokrasi pemerintah daerah dapat dikurangi. Agar birokrasi pemerintahan daerah tersebut peka, maka dirasa perlu untuk melakukan reformasi sektor pelayanan publik ( Ridwan, 2010:167 ).

Reformasi administrasi yang dilakukan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu pintu berdasarkan Peraturan Bupati Batu Bara No 47 Tahun 2017 adalah berupa pelimpahan wewenang penyelenggaraan pelayanan perizinan kepada DPMPPTSP untuk meningkatkan dan percepatan pelayanan serta kemudahan di bidang perizinan. Aparat birokrasi dituntut untuk memberikan pelayanan yang cepat, murah, mudah dan tepat waktu. Hal itu sejalan dengan visi dari DPMPPTSP yaitu mewujudkan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang mudah, cepat, transparan, pasti dan tepat waktu dalam rangka menuju pemerintahan yang baik.

(27)

Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara informal dengan staf dinas PMPPTSP bernama Budi pada 14 Januari 2019 pukul 15.45 WIB menjelaskan bahwa pengurusan dibidang perizinan di Kabupaten Batu Bara memiliki jalur yang panjang. Pada saat masih menjadi Kantor Pelayanan Perizinan masyarakat mengurus izin di dinas yang berbeda- beda. Tidak semuanya perizinan di layani di Kantor Pelayanan Perizinan.

masyarakat mengurus izin di Dinas sesuai dengan jenis yang izin yang ingin mereka dapatkan. Contohnya ketika hendak mengurus izin reklame, maka masyarakat harus mengurus izin di dinas pendapatan. Pengurusan izin tersebar dibeberapa dinas tergantung dengan jenis yang ingin diurus. Namun setelah dilakukan reformasi administrasi dengan diterapkannya sistem pelayanan terpadu satu pintu maka jalur pengurusan perizinan menjadi lebih sederhana dimana sesuai dengan Peraturan Bupati Batu Bara No 51 Tahun 2018 dalam hal penertiban perizinan pemohon hanya perlu melengkapi berkas yang sudah ditetapkan kemudian menyerahkannya ke Dinas PMPPTSP.

Semua urusan yang berkaitan dengan perizinan hanya perlu dilakukan di DPMPTSP saja. Pengurusan izin sudah tidak tersebar ke berbagai daerah sehingga masyarakat hanya perlu berurusan dengan satu dinas saja yaitu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu itulah mengapa pelayanan terpadu satu pintu ini dikatakan dapat membuat pelayanan publik menjadi lebih efisien dengan mempercepat dan mempermudah pelayanan publik di bidang perizinan.

Reformasi administrasi selalu berkaitan dengan perubahan yang dialami oleh suatu instansi pemerintahan yang dalam hal ini adalah Dinas Penanaman

(28)

Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Batu Bara.

Perubahan yang akan dianalisis adalah perubahan sebelum adanya PTSP dengan sesudah adanya PTSP. Apakah dengan adanya PTSP masyarakat mendapatkan kemudahan dalam mengurus izin dan apakah pengurusan izin sudah efektif dan efisien.

Pelaksanaan PTSP tetap harus diawasi dan patut mendapat perhatian.

Diharapkan dengan adanya sistem pelayanan terpadu satu pintu maka akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi melalui sistem perizinan yang mudah, cepat, murah dan tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Reformasi Administrasi Pelayanan Publik melalui Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara garis besar tujuan dari penelitian ini adalah untuk

“Mendeskripsikan reformasi administrasi pelayanan publik melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batu Bara”

1.4 Manfaat Penelitian

Disamping tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka manfaat yang didapat dari penelitian ini anatara lain :

(29)

1.4.1 Secara subyektif

Penelitian ini bermanfaat bagi penulis guna meningkatkan kemampuan menulis penulis serta sebagai analisis permasalahan birokrasi yang sedang terjadi.

1.4.2 Secara Praktis

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi instansi terkait guna membantu menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi.

1.4.3 Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian lainnya serta memperkaya penelitian yang ada di Program studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reformasi Administrasi

Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan produktivitas kerjanya, birokrasi pemerintah perlu selalu melakukan revitalisasi dan reformasi sistem administrasinya. Usaha ini yang populer disebut penyempurnaan atau pendayagunaan aparatur negara ( PAN ), bahkan sudah harus direncanakan sejak organisasi dibentuk. Caiden (1969:65) mendefinisikan reformasi administrasi sebagai “the artificial inducement of administrative transformation, against resistance”. Defenisi ini memiliki tiga konsep yang saling terkait, pertama dari sisi tujuan moral, yakni kebutuhan untuk memperbaiki status quo, kedua adanya transformasi buatan yang berangkat dari pengaturan yang ada menuju proses perubahan dan yang ketiga, resistensi administrasi. Caiden (1991:81) menjelaskan bahwa reformasi administrasi bertujuan untuk tidak menimbulkan biaya mahal, lebih efisien, memfasilitasi program dan menghasilkan pelayanan yang berkualitas, lebih efektif, meningkatkan etika, akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. Di sisi lain, dengan menerapkan reformasi administrasi, menurut Caiden (2001: 656) sektor swasta akan lebih berkontribusi, pengaturan organisasi secara mandiri, dan penyediaan alternatif pilihan konsumen. Selain sektor swasta, kontribusi inisiatif juga berkembang di masyarakat.

Soesilo Zauhar (2007:11) memberikan definisi mengenai reformasi administrasi, Zauhar mendefiisikan bahwa reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah :

(31)

1. Struktur dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau institusional atau kelembagaan).

2. Sikap dan perilaku birokrat (aspek perilaku), guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya pembangunan nasional.

Sementara itu, Dror ( dalam Zauhar, 2007 : 6 ) mengatakan bahwa reformasi administrasi adalah perubahan yang terencana terhadap aspek utama administrasi. Dror berpendapat bahwa reformasi administrasi secara tegas mengeluarkan atau mengesampingkan perubahan-perubahan organisasi dan prosedur administrasi yang kecil.

Istilah administrasi sendiri berasal dari bahasa latin “ administrate “ yang dalam bahasa Belanda diartikan sama dengan besturen. Besturen dalam pengertian fungsional berarti fungsi pemerintahan. Pemerintah dalam arti luas adalah pelaksana tugas seluruh badan-badan, lembaga-lembaga, dan petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai tujuan negara. Pemeritah dalam arti sempit mencakup organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan (Koentjoro, 2004 : 22).

Dalam melaksanakan reformasi administrasi diperlukan strategi dalam melaksanakan reformasi administrasi. Caiden ( 1991:75 ) mengemukakan ada beberapa strategi dalam melakukan reformasi administrasi yang meliputi :

1. Privatisasi dan koproduksi , yaitu menyerahkan kewenangan penyediaan barang dan jasa publik kepada swasta.

2. Debirokratisasi, yaitu memangkas struktur dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit untuk efisiensi dan efektivitas kepemerintahan.

3. Reorganisasi, yaitu menata ulang organisasi publik sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya ( tupoksi ) agar lebih fleksibel.

4. Manajemen publik yang efektif memperbaiki proses manajerial pada organisasi publik agar lebih efektif dalam menjalankan fungsinya.

5. Value for money, yaitu menghapus kegiatan – kegiatan yang tidak penting,

(32)

Berdasarkan uraian di atas, strategi reformasi yang diterapkan oleh Caiden mengarah kepada perbaikan struktur dan prosedur birokrasi dan kemudian diarahkan kepada efektivitas dan efisiensi dari program. Caiden berfokus kepada penghapusan penyakit birokrasi seperti boros, waktu yang tidak efisien dan penataan struktur birokrasi yang terlalu besar.

Dalam melaksanakan reformasi administrasi, Caiden (1991:91) menekankan pada peningkatan efektivitas, efisiensi dan peningkatan produktivitas, untuk mencapai ketiga hal tersebut dilakukan dengan beberapa langkah yaitu :

1) Perampingan birokrasi 2) Privatisasi

3) Pembaharuan pelayanan publik 4) Restruksi pemerintahan

5) Budaya birokrasi pemerintah

Reformasi administrasi publik merupakan jalan keluar dalam menjawab tuntutan masyarakat akan pelayanan yang baik dan mengubah struktur dan prosedur birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan layanan publik.

Reformasi adminitrasi publik harus dilakukan di seluruh tingkatan dalam birokrasi mulai dari reformasi kelembagaan, sistem manajemen pelayanan dan yang paling penting adalah sikap dan prilaku administrator sebagai penyelenggara layanan.

Administrator kedepan seperti yang diharapkan Denhardt dan Denhard ( 2003 : 3 ) adalah administrator yang mendengarkan publik bukan memberitahukan dan melayani bukan menyetir. Artinya, birokrasi kedepan harus menjadi birokrasi yang tanggap bukan hanya menerima laporan tetapi harus mampu berinovasi dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Masyarakat harus dilihat sebagai aspek

(33)

penting, sehingga pemerintah harus mendorong masyarakat untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan layanan publik.

Menurut Effendi ( dalam Sedarmayanti, 2009 : 72 ), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan reformasi birokrasi, yaitu :

1. Reformasi sektor publik harus lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan, profesionalitas dan netralitas birokrasi publik guna

mengurangi kekaburan peranan politik antara birokrat dan politisi. Proses politisasi birokrasi dan birokratisasi politik yang terjadi sebagai akibat dominasi dan hegemoni birokrasi dalam politik perlu dikurangi agar birokrasi publik yang profesioanl dapat tumbuh lebih subur.

2. Intervensi pemerintah yang terlalu besar dalam kegiatan ekonomi terbukti mengakibatkan inefisiensi. Sektor publik harus, terutama birokrasi publik harus merubah nilai dari otoritarianisme birokratis ke otonomi demokratis, atau perubahan dari pejabat negara menjadi pelayan negara.

Reformasi pelayanan publik harus dijawab dengan kesiapan pemerintah dalam melakukan inovasi penyelenggaraan layanan. Dalam pandangan Osborne dan Plastrik (2000 : 12) reformasi harus dijawab dengan melakukan pembaruan pemerintah. Pembaruan pemerintah bukan berarti perampingan pemerintah tetapi mencari ukuran organisasi yang memaksimumkan kinerja. Pembaruan adalah menciptakan organisasi dan sistem pemerintahan yang terus menerus berinovasi, yang secara berkelanjutan memperbaiki kualitas atau dengan kata lain membuat pemerintah siap untuk menghadapi tantangan-tantangan yang belum bisa diantisipasi. Osborne dan Plastrik ( 2000:324 ) mencirikan pemerintahan tersebut sebagai pemerintahan antisipatif. Pemerintahan yang berfikir kedepan dengan mencoba mencegah timbulnya masalah daripada memberikan pelayanan untuk menghilangkan masalah dengan menggunakan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan dan berbagai metode lain untuk melihat masa depan.

(34)

2.1.1 Tujuan Reformasi Administrasi

Secara fundamental, reformasi administrasi dilakukan untuk menekan perilaku korup dari aparat birokrasi. Menurut Dwiyanto ( 2006 : 137 ) tata pemerintahan dinilai buruk jika diselenggarakan dengan menghamburkan sumber daya, gagal memenuhi kebutuhan masyarakat, tidak melibatkan stakeholders, melakukan diskriminasi atas gender, etnis, dan faktor-faktor lainnya seperti gagal menjamin kepastian dan kesamaan hukum, dan gagal melembagakan konsesus sebagai tradisi dalam penyelesaian konflik.

Administrasi pubik berfokus pada terwujudnya tata kepemerintahan yang baik dan amanah. Tata kepemerintahan yang baik (good governance) itu diwujudkan dengan lahirnya tatanan kepemerintahan yang demokratis dan diselenggarakan secara bersih dan transparan. Thoha (2008 :91) menyatakan bahwa menyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik terletak pada seberapa jauh konstelasi antara tiga komponen rakyat, pemerintah, dan pengusaha berjalan secara kohesif, selaras, dan kongruen dan sebanding. Berubahnya sistem keseimbangan antara tiga komponen tersebut bisa melahirkan segala macam penyimpangan termaksud korupsi, kolusi, dan nepotisme bila tidak ditegakannya hukum secara konsekuen

Konsep good governance merupakan konsep yang dikaitakan dengan reformasi sektor publik. Toha (2016 : 32) menjelaskan paradigma baru ini menekankan pada peranan manejer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan oleh

(35)

pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan manajerial yang bebas dari korupsi.

Sebagaimana halnya dalam kebijakan publik dan pembuatan keputusan, penentuan tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam reformasi administrasi. Secara tradisional, reformasi administrasi diidentikkan dengan usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi, dalam arti sempit tujuan reformasi administrasi adalah menyempurnakan adminisrasi atau menurut istilah Caiden mengobati penyakit administrasi (Zauhar, 2007 : 13).

Dror (dalam Zauhar, 2007 : 14) berpendapat bahwa reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan jamak. Dror mengklasifikasikan tujuan reformasi kedalam 6 kelompok, 3 bersifat intra- administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal, dan 3 lagi berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.

Adapaun 3 tujuan internal reformasi administrasi menurut Dror (dalam Zauhar, 2007 : 14) yang dimaksud meliputi:

1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, dan penghilangan duplikasi

2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, dan diskriminasi

3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemrosesan data melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah, dan pemakain PPBS.

Sedangkan 3 tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah :

1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.

(36)

2. Mengubah pembagian pekerja antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan.

3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan.

Sejalan dengan Dror, Caiden (dalam Zauhar, 1996 : 13) juga memberikan tujuan reformasi administrasi yang meliputi :

1) Melakukan perubahan inovatif terhadap kebijaksanaan dan program pelaksanaan

2) Meningkatkan efektivitas administrasi 3) Meningkatkan kualitas personal

4) Melakukan antisipasi terhadap kemungkinan kritik dan keluhan pihak luar Berdasarkan tujuan yang dipaparkan di atas, reformasi administrasi ditujukan untuk memperbaiki kelemahan administrasi. Perbaikan dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap struktur birokrasi, prosedur pelayanan serta meningkatkan kinerja aparat birokrasi. Perubahan dilakukan dengan melakukan inovasi terhadap kebijakan dan program. Perubahan dan perbaikan tersebut dilakukan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kinerja.

2.1.2 Dimensi Reformasi Administrasi

Reformasi administrasi merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan untuk memperbaiki administrasi. Dalam melakukan reformasi adminsitrasi terdapat dimensi dimensi yang mempengaruhi keberhasilan dari reformasi administrasi. Hahn Been Lee (1991 : 111 ) menyatakan adanya 3 dimensi reformasi sebuah negara bekerja yaitu dimensi teknis, programatis, dan dimensi politik.

Dimensi teknis berkisar pada urusan bangsa tersebut menyediakan basic infrastructure di berbagai bidang terkelola dengan baik, dimensi kedua

(37)

merupakan perwujudan adanya manajemen perubahan dengan menggulirkan berbagai program dan proyek inovatif dimulai dengan perencanaan yang akurat, implementasi sampai dengan monitoring dan evaluasi secara tarus-menerus sehingga terdapat pembelajaran organisasi (organizational learning). Sedangkan yang ketiga, lompatan-lompatan akibat dimensi kedua menimbulkan persoalan politik yang luas dalam sebuah bangsa sehingga perlu penataan kelembagaan politik yang memadai. Akibatnya, perlu adanya perubahan peran birokrasi dalam ranah politik yang lebih luas.

Zauhar ( 2007: 30 ) menjelaskan terdapat tiga dimensi yang memengaruhi usaha reformasi administrasi yaitu dimensi politik, dimensi birokrasi dan sumberdaya manusia. Ketiga dimensi tersebut yaitu:

1. Dimensi Politik

Pemerintah yang maju merupakan pemerintah yang mampu memerintah dengan efektif, dan pemerintah yang dapat memerintah yang efektif adalah yang mempunyai institusi politik yang kuat. Tantangan yang dihadapi oleh negara berkembang dengan demikian, adalah membangun dan mempertahankan institusi yang kuat dalam masa transisi. Pada sisi lain, pemegang kekuasaan di negara sedang berkembang yang sangat gigih menopang usaha pembaruan, hanya sedikit sekali dukungannya terhadap pembangunan politik

2. Dimensi Birokrasi

Reformasi birokrasi sama pentingnya dengan reformasi politik. Birokrasi sebagai agent pembaruan harus bertindak cepat dalam menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungan strategis nasional. Birokrasi yang berjalan lambat akan menghambat proses reformasi. Birokrasi harus mengerti mengenai program yang mereka jalankan. Masalah di negara sedang berkembang hambatan dalam reformasi birokrasi ada pada ketidakmampuan birokrasi dalam menjalankan program. Di negara sedang berkembang, peran administrator adalah sebagai agen pembaruan.

Perubahan yang terjadi begitu cepat tidak diimbangi dengan birokrasi yang berjalan agak lamban. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka reformasi sudah selayaknya diarahkan pada penciptaan prosedur dan membangun rutinitas. Reformasi administrasi harus berusaha menyempurnakan apa yang ingin dicapai oleh pemerintah. Sebab,

(38)

kekaburan tujuan akan menyebakan reformasi administrasi tidak berjalan dengan realistis.

3. Dimensi Manusia

Dalam rangka mendesain maupun melaksanakan reformasi administrasi, seorang pembaru tidak hanya dituntut untuk memilih dan menerapkan strategi yang berbeda, yang didasarkan pada analisis masalah, tujuan, serta situasi nyata di lapangan, ia dituntut pula mempunyai kiat intiutif di dalam mempertimbangkan kapan ia harus mengubah strategi, kapan menggunakan kekuatan, kapan ia harus mendapatkan dukungan yang tinggi serta kapan pembaruan itu harus diselesaikan. Setiap saat, kecakapan pembaru sangat diperlukan dan yang bersangkutan harus selalu siap, terlepas dari seberapa besar kecakapan mereka dalam memahami secara ilmiah organisai, administratif dan reformasi

Berdasarkan uraian di atas Reformasi administrasi diawali dari proses politik yaitu pembuatan kebijakan sementara birokrat yang berperan dalam pembuatan kebijakan rentan terhadap pengaruh negatif politik yang identik dengan kepentingan politik yang dapat menurunkan kualitas dari kebijakan tersebut. Kebijakan yang telah dimasuki kepentingan politik di atas kepentingan masyarakat maka kebijakan tersebut tidak akan memberikan dampak postif dan perubahan yang diharapkan melalui usaha reformasi juga tidak akan tercapai.

Reformasi SDM dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap kelembagaan, kualitas SDM, kapasitas, teknologi, sistem reward dan etika.

Perubahaan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM demi menunjang keberhasilan reformasi administrasi. Sedarmayanti ( 2009: 94 ) menjelaskan bahwa penataan sumber daya manusia atau aparatur pemerintah dilaksanakan dengan memperhatikan : sistem merit, sistem diklat, standar dan peningkatan kinerja, pola karier, standar kompetensi jabatan, klasifikasi jabatan, beban tugas yang proporsional, rekruitmen sesuai prosedur, penempatan sesuai keahlian, remunerasi dan sistem informasi manajemen kepegawaian.

(39)

Reformasi merupakan suatu proses, maka hubungan antara pembaru dan kelompok sasaran menjadi isu yang sangat strategis dan sentral, tidak hanya pada awal pembentukan hubungan, tetapi juga pada tahap pembaru memilih cara mempelajari masalah, mengumpulkan informasi, membuat kesimpulan dan rekomendasi. Reformasi tidak hanya berhenti sampai pada jawaban yang baik, tetapi juga harus bekerja dengan cara yang konsisten dengan perubahan yang dituju.

2.2 Pelayanan Publik Terintegrasi Sebagai Upaya Reformasi Administrasi

Mardiasmo ( 2004 : 25 ) menjelaskan bahwa reformasi administrasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya digunakan model manajemen pemerintahan yang baru sesuai dengan perkembangan zaman. Reformasi administrasi merupakan usaha dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik yang dituntut untuk terus berkembang. Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terus mengalami pembaharuan baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan di dalam pemerintahan itu sendiri.

Salah satu upaya dalam memperbaiki pelayanan publik adalah merubah bentuk pelayanan publik. Perubahan tersebut adalah dengan menciptakan bentuk pelayanan publik yang terintegrasi. Pelayanan publik yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi permasalahan inefisiensi dan lemahnya kinerja layanan publik.

Terpusatnya seluruh layanan publik dapat mempersingkat waktu, memangkas prosedur serta mengurangi biaya dari masyarakat.

(40)

Pelayanan terpadu satu pintu merupakan usaha dari reformasi administrasi.

Konsep dari pelayanan terpadu satu pintu adalah dengan memberikan pelayanan publik yan terintegrasi dikatakan pelayanan publik yang terintegrasi karena proses pelayanan yang terpusat dan saling terhubung. Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani satu pintu.

2.2.1 Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini adalah suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan, pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap kelengkapan kelembagaannya.

Lukman ( dalam Sinambela, dkk, 2010:4-5 ) menyatakan bahwa pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Lukman berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Sementara itu, H.A.S. Moenir menjelaskan pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain yang langsung. Selanjutnya ia membagi pelayanan yang diperlukan manusia, pada dasarnya ada 2 jenis kebutuhan pelayanan yaitu: layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia

(41)

dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi ( Moenir, 2006 : 16-17).

Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Standar pelayananannya, didasarkan atas ketentuan yang berisi norma, pedoman dan kesepakatan mengenai kualitas pelayanan, sarana dan prasarana yang dirumuskan secara bersama-sama antara penyelenggara pelayanan publik, penerima pelayanan dan pihak yang berkepentingan (Rohman,dkk.,2008 : 4).

Hakekat pelayanan publik menurut Tjandara ( 2005 : 11 ) adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Paradigma baru mengenai organisasi pelayanan publik oleh aparatur birokrasi pada dasarnya menuntut perubahan dalam orientasi pelayanannya. Aparatur pemerintah dituntut memiliki visi dan misi yang jelas dalam melayani masyarakat untuk mendapatan kualitas pelayanan yang prima.

Paradigma yang dimiliki aparatur pemerintah dapat dijadikan refleksi keyakinan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya, sehingga pelanggan yang dilayani tidak lagi menyatakan bahwa pelayanan aparatur pemerintah dalam melayani pelanggan selama masih bisa dipersulit mengapa dipermudah. Uraian ini menunjukan bahwa selama ini aparatur pemerintah dalam

(42)

melayani masyarakat belum mengacu pada pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan.

Menurut Ibrahim ( 2008 : 22 ) terdapat enam prinsip-prinsip pelayanan publik diantaranya:

a. Persamaan keuntungan dan logika usaha pelanggan merasakan kualitas pelayanan sehingga memberikan keuntungan.

b. Kewenangan dalam pengambilan keputusan harus didesentralisasikan sedapat mungkin antara organisasi dan pelanggan.

c. Fokus Perorganisasian. Organisasi harus terstruktur dan berfungsi, sehingga tujuan utama untuk menggerakkan sumber-sumber dapat mendukung garis depan operasional.

d. Kontrol/Pengawasan. Pemimpin dan pengawasan harus memperhatikan dorongan semangat dan dukungan kepada setiap karyawan.

e. Sistem penghargaan/ganjaran. Wujud kualitas yang dirasakan pelanggan merupakan focus dari system penghargaan/ganjaran.

f. Fokus Pengukuran. Kepuasan pelanggan dengan fokus pelayanan harus menjadi fokus dan pengukuran yang ingin dicapai.

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aspek kualitas menjadi salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pelayanan. Kualitas yang diberikan birokrasi pemerintah dapat dicapai bila birokrasi pemerintah mampu menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan nilai-nilai demokrasi.

Karena itu, dibutuhkan sumber daya manusia ( aparat birokrasi ) yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dalam rangka menyusun strategi pelayanan ( Sabarudin, 2010 : 12 ).

Untuk menilai kualitas pelayanan publik, terdapat sejumlah indikator.

Lenvine (dalam Dwiyanto, 2008 : 143 ) menyajikan tiga indikator untuk menilai produk pelayanan publik. Ketiga indikator tersebut adalah :

1. Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan.

2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai

(43)

dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar telah ditetapkan.

3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholder dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, jelas pelayanan publik adalah faktor kunci yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam usaha melakukan reformasi administrasi. Salah satunya adalah dengan menggunakan perspektif New Public Service. Menurut Denhardt and Denhardt ( 2003 : 170 ) perspektif NPS mengawali pandangannya dari pengakuan atas warga negara dan posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis. Warga negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Menurut Denhardt and Denhardt ( 2003 : 24 ) karena pemilik kepentingan publik yang sebenarnya adalah masyarakat maka administrator publik seharusnya memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab melayani dan memberdayakan masyarakat melalui pengelolaan organisasi publik dan implementasi kebijakan publik. Warga negara seharusnya ditempatkan di depan dan penekanan tidak seharusnya membedakan antara mengarahkan dan mengayuh tetapi lebih pada bagaimana membangun institusi publik yang didasarkan pada integritas dan responsivitas.

2.2.1.1 Asas-Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Asas-asas pelayanan publik adalah prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan dalam pengorganisasian, acuan kerja, serta pedoman penilaian kinerja bagi setiap penyelengara pelayanan publik. Asas-asas ini harus bersifat umum dan

(44)

adaptif terhadap keunikan jenis-jenis pelayanan yang mungkin diselenggarakan secara publik.

Asas-asas utama penyelenggara pelayana publik (dalam Sutedi, 2011 : 83) sebagai berikut :

1. Asas Keterbukaan

Keterbukaan menjadi salah satu asas utama untuk menjamin bahwa para stakeholders dapat mengandalkan proses pengambilan keputusan, tindakan-tindakan oleh institusi-institusi publik, pengelolaan aktivitas, serta pengelolaan sumber daya manusia di dalam institusi-institusi pelayanan publik.

2. Asas Integritas

Integritas mengandung makna berurusan secara langsung dan ketuntasan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pelayanan publik. Asas moral yang mendasari asas integritas ini terutama adalah kejujuran, objektivitas dan standar kesantunan yang tinggi, serta tanggung jawab atas penggunaan dana-dana dan sumber daya publik.

3. Asas Akuntabilitas

Asas ini berkenaan dengan proses di mana unit-unit pelayanan publik dan orang-orang yang berfungsi di dalamnya harus bertanggung jawab atas keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang dibuatnya, serta kebersediaan untuk menjalani proses pengawasan baik eksternal maupun internal.

4. Asas Legalitas

Berdasarkan asas ini, setiap tindakan, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan fungsi suatu institusi pelayanan publik harus sejalan dengan peraturan perundng-undangan yang berlaku dan dijalankan sesuai dengan aturan dan prosedur yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan.

5. Asas Non Diskriminasi dan Perlakuan yang Sama

Institusi penyelenggaraa pelayanan publik harus bekerja atas dasar prinsip pemberian pelayanan yang sama dan setara kepada warga masyarakat, tanpa membedakan gender, ras, agama, kemampuan fisik dan sebagainya.

6. Asas proposionalitas

Asas ini meletakkan kewajiban pada setiap penyelenggaraan pelayanan publik untuk menjamin bahwa beban yang harus ditangung oleh masyarakat pengguna jasa layanan publik akibat tindakan-tindakan yang diambil oleh institusi pelayanan publik harus berbanding secara proposional dengan tujuan atau manfaat yang hendak diperoleh oleh warga masyarakat yang bersangkutan.

7. Asas Konsistensi

Berdasarkan asas ini, warga masyarakat atau steakholders layanan publik pada umumnya memperoleh jaminan bahwa institusi-institusi pelayanan publik akan bekerja secara konsisten sesuai pola kerjanya yang normal dalam perilaku administratifnya.

(45)

Asas-asas tersebut merupakan dasar bagi para birokrat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan mengacu kepada asas tersebut maka pelayanan publik dapat berjalan lebih optimal dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Penerapan asas- asas tersebut merupakan salah satu cara untuk mewujudkan reformasi administrasi khususnya memperbaiki pelayanan publik. Reformasi yang dilakukaan tidak hanya yang berkaitan dengan proses administrasinya saja tetapi juga pada tahap bagaimana pelayanan itu diberikan.

Oleh karena itu dalam meberikan pelayanan publik para birokrat harus berpedoman kepada asas yag telah ditentukan di atas.

2.2.1.2 Jenis Jenis Pelayanan Publik

Pelayanan publik timbul dikarenakan adanya kepentingan publik dimana kepentingan tersebut terdiri dari berbagai macam jenis. Kepentingan yang

beranekaragam tersebut menjadikan pelayanan publik terdiri dari berbagai macam jenis. Berdasarkan keputusan MENPAN No. 63/ KEP/ M. PAN/ 7/ 2003 kegiatan pelayanan umum atau publik antara lain :

a) Pelayanan Administratif

Pelayanan administratif merupakan pelayanan yang menghasilkan berbagai be ntuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan (KTP), akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tand

a Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat kepemilikan atau penguasaan Tanah dan sebagainya.

b) Pelayanan Barang

Pelayanan barang merupakan pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.

c) Pelayanan jasa

Pelayanan jasa merupakan pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan

(46)

Berdasarkan uraian di atas, terdapat berbagai jenis pelayanan publik yang diberikan oleh negara kepada masyrakat. Pelayanan yang diberikan merupakan usaha untuk memenuhi kepentingan publik. Jenis pelayanan yang diberikan tergantung pada kebutuhan dari masyarakat. Pelayanan administratif merupakan pelayanan yang paling banyak diberikan oleh negara ke masyrakat. Salah satu bentuk dari pelayanan administratif adalah perizinan.

2.2.2 Integrasi Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang efisien merupakan tuntutan masyarakat kepada pemerintah. Kubicek dan Hagen (2001) menjelaskan bahwa pemerintah membutuhkan sistem pelayanan yang komprehensif. Diibaratkan sebagai supermarket yang menyediakan berbagai barang kebutuhan masyarakat, begitu pula halnya tuntutan terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.

Masyarakat atau dunia usaha saat ini mengharapkan dapat dipenuhi kebutuhan pelayanan terutama pelayanan administratif dari pemerintah dalam satu lokasi. Struktur pemerintah yang bersifat hirarkis dan fungsional sering menjadi penghambat masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berhubungan dengan berbagai instansi pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

Trochidis (2008) mengemukakan bahwa perlu dikembangkan model kelembagaan pelayanan publik yang dapat memudahkan masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berurusan dengan pemerintah. Salah satu konsep yang dikembangkan adalah model pelayanan yang mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan pemerintah di satu lokasi. Model pelayanan publik seperti ini memiliki berbagai istilah seperti one stop government, integrated service delivery,

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian PTSP Terdahulu
Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian
Gambar 4.1 Dinas Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu  Pintu Kabupaten Batu Bara
Tabel 4.1 Kondisi SDM Berdasarkan Kebutuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas Pelayanan Publik dalam Perizinan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kantor Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T) Kabupaten

Perizinan dan Non Perizinan dari Bupati kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sistem Elektronik

PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN

bahwa pelayanan perizinan secara terpadu di Kabupaten Bandung Barat dilaksanakan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu berdasarkan Peraturan Bupati

Proses browning pada jamur kontrol tidak secepat jamur yang dikemas plastik berperforasi karena kadar air pada kontrol menurun secara drastis dibandingkan jamur yang

Produktivitas kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Binjai dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dapat dilihat

bahwa dalam rangka melaksanakan pelayanan perizinan dan non perizinan di Kota Bogor yang dilimpahkan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Malang. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pelayanan Terpadu Satu