SKRIPSI
Disusun Oleh:
Riska Irmawati
0931010028
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan hasil
penelitian dengan judul “Kajian Awal Pembuatan Surfaktan dari Limbah
Kulit Kacang Tanah”.
Penelitian ini merupakan salah satu tugas akhir yang merupakan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyusun laporan hasil penelitian ini penyusun juga mendapat
bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun secara materiil. Oleh
karena itu, kami sangat berterima kasih khususnya kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Suprihatin, MT selaku Sekretaris Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur dan
4. Ir. Ely Kurniati , MT selaku dosen pembimbing penelitian yang telah
berjasa besar dengan meluangkan banyak waktu untuk menyumbangkan
pikiran, bimbingan, saran, dan motivasi dalam menyelesaikan proposal
penelitian ini.
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim
6. Ir. Sri Risnoyatiningsih, MPd selaku dosen penguji penelitian.
7. Ir. C. Pujiastuti selaku Kepala Laboratorium Riset Program Studi Teknik
Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
8. Seluruh karyawan dan staff Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran”
Jawa Timur.
9. Bapak dan ibu serta seluruh anggota keluarga yang telah memberikan
dukungan baik moril, materil, dan spiritual.
10.Teman – teman angkatan 2009 A , 2010 , dan 2011 A yang telah banyak
membantu, memberikan informasi dan support selama penyelesaian
penelitian ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala amal dan budi baik yang
tidak terlupakan ini. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat
dijadikan dasar untuk penelitian berikutnya dan bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Januari 2013
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim
INTISARI
Kulit kacang tanah merupakan limbah pertanian yang mempunyai nilai
ekonomis rendah. Bila ditinjau lebih dalam lagi komposisi kimia dari kulit kacang
tanah ini banyak mengandung lignin, yaitu sekitar 29,9%. Penelitian ini bertujuan
untuk memanfaatkan kandungan lignin dalam limbah kulit kacang tanah sebagai
bahan baku pembuatan surfaktan.
Banyak industri menggunakan surfaktan antara lain sebagai emulsifier,
bahan perekat dalam industri keramik, dan sebagai bahan pendispersi zat warna
dalam industri tekstil. Oleh karena itu, pembuatan surfaktan dari bahan baku yang
relatif murah seperti limbah kulit kacang tanah tentunya akan memberikan nilai
ekonomis yang cukup tingggi disamping juga mengurangi pencemaran
lingkungan.
Proses pembuatan surfaktan dilakukan dengan cara merebus serbuk kulit
kacang tanah dalam larutan NaHSO3 dalam reaktor labu leher tiga sehingga terjadi
reaksi sulfonasi lignin dengan variasi konsentrasi 20%, 25%, 30%, 35%, dan 40%
dan variasi perbandingan kulit kacang tanah dan natrium bisulfit dengan variasi
konsentrasi 10:1, 10:2, dan 10:3. Pada suhu 105°C, waktu reaksi 30 menit, pH 4,
dan kecepatan pengaduk 80 rpm.
Hasilnya disaring sehingga dihasilkan residu dan filtrat. Filtrat yang
mengandung surfaktan hasil reaksi dianalisis dengan metode Gas
Chromatography. Berdasarkan penelitian didapatkan konsentrasi surfaktan
maksimum pada penggunaan natrium bisulfit dengan konsentrasi 35% dan
perbandingan reaktan 10:3.
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim
DAFTAR ISI
II.4. Lignosulfonat ... 13
II.4.1 Kegunaan Lignosulfonat ... 13
II.5. Sifat Bahan ... 14
II.6. Landasan Teori ... 14
II.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan lignosulfonat ... 16
II.8. Hipotesa ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim
III.2. Alat ... 19
III.3.Gambar Rangkaian Alat ... 20
III.4.Variabel ... 20
III.5.Prosedur Penelitian ... 21
III.6.Skema Proses Penelitian ... 22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
IV.1. Hasil Penelitian ... 23
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 32
V.2. Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah ... 7
Tabel IV.1. Hasil Analisa Menggunakan Gas Chromatograph... 23
Tabel IV.2. Hasil Analisa Menggunakan Spektrofotometer UV-Visibel ... 24
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Tanaman kacang tanah ... 5
Gambar II.2. Struktur (1) p-kumaril alkohol (unit p-hidroksifenil), (2) koniferil alcohol (unit guaiasil), (3) sinapil alkohol (unit siringil) ... 8
Gambar II.3. Struktur natrium lignosulfonat ... 15
Gambar II.4. Gugus Intermediet Pada Lignin... 15
Gambar II.5. Reaksi sulfonasi yang terjadi di gugus quinonemethide ... 16
Gambar III.1. Rangkaian alat penelitian ... 20
Gambar IV.1. Analisa kualitatif filtrat menggunakan metode Gas Chromatograph ... 23
Gambar IV.2. Hubungan Antara Kadar Larutan Pemasak NaHSO3 dengan Kadar Lignosulfonat yang dihasilkan……… ………..…………26
Gambar IV.3. Hubungan Antara Perbandingan Berat Reaktan dengan Konsentrasi Lignosulfonat yang dihasilkan………..……….…27
Gambar IV.4. Hubungan antara Kadar Larutan Pemasak NaHSO3 dengan Konversi Lignin-OH yang didapat ………...……29
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Produksi kacang tanah di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya permintaan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tercatat luas
tanam kacang tanah di Indonesia pada tahun 2009 yaitu sebesar 619.166 hektar,
hal ini menyebabkan limbah pertanian untuk produksi kacang tanah semakin
meningkat pula. Limbah adalah sisa atau hasil ikutan dari produk utama limbah.
Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian
pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya. Limbah
kulit kacang tanah ini sering dijadikan sebagai pakan ternak, jika ditinjau lebih
mendalam lagi komposisi kimia dari kulit kacang tanah ini banyak mengandung
lignin. Kandungan lignin yang cukup besar ini bisa dimanfaatkan sehingga dapat
menambah nilai ekonomis dari limbah kulit kacang ini. (Ismiyati,2008)
Salah satu pemanfaatan lignin ialah dapat dimodifikasi menjadi surfaktan.
Surfaktan ini dapat berupa natrium lignosulfonat, ammonium lignosulfonat,
kalsium lignosulfonat, dan zink lignosulfonat. Penggunaan lignosulfonat sangat
beragam, diantaranya sebagai bahan pendispersi pada berbagai sistem dispersi
partikel (misalnya pasta gipsum dan pasta semen), sebagai bahan emusifier dan
pendispersi pada proses recovery dalam industri pengeboran minyak, sebagai
bahan perekat dalam industri keramik, sebagai bahan pendispersi zart warna
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 2
Terdapat beberapa peneliti terdahulu yang membahas proses pembuatan
surfaktan. Ari, Hepi, 2007 melakukan dengan cara merebus ampas tebu dalam
larutan NaHSO3 sehingga terjadi reaksi sulfonasi lignin. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan NaHSO3 dan ukuran partikel
ampas tebu terhadap yield surfaktan. Dari penelitian didapat bahwa semakin besar
konsentrasi larutan NaHSO3 maka yield surfaktan juga semakin besar dan
semakin kecil ukuran partikel ampas tebu, surfaktan yang dihasilkan akan
semakin besar. Yield surfaktan cenderung konstan pada konsentrasi perebus diatas
25 %. (Ari Hepi,2007)
Peneliti terdahulu berikutnya Apris Kurniawan (2009) melakukan dengan
menggunakan Serbuk tempurung kelapa direaksikan dengan larutan natrium
bisulfit dengan variasi konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%, dan variasi
perbandingan tempurung kelapa dan natrium bisulfit sebesar 1:5, 2:5, dan 3:5.
Hasilnya disaring sehingga dihasilkan residu dan filtrat. Filtrat yang mengandung
surfaktan hasil reaksi dianalisis dengan metode spektrofotometri UV-Visible.
Berdasarkan penelitian didapatkan konsentrasi surfaktan maksimal pada
penggunaan natrium bisulfit dengan konsentrasi 30% dan perbandingan reaktan
3:5. (Kurniawan, Apris, 2009)
Perkembangan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang
baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan
pencarian bahan baku baru yang potensial untuk pembuatan surfaktan. Salah satu
bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah limbah kulit kacang
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 3
kebutuhan surfaktan di Indonesia, maka perlu diadakan penelitian sebagai kajian
awal pemanfaatan kulit kacang tanah sebagai bahan baku pembuatan surfaktan.
II. 2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
perbandingan reaktan dan konsentrasi larutan (NaHSO3) terhadap produksi
surfaktan dari limbah kulit kacang tanah
II. 3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat mengetahui kondisi variabel optimum untuk reaksi pembuatan
surfaktan dari bahan baku limbah kulit kacang tanah.
2. Dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah kulit kacang tanah.
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Kacang Tanah ( Arachis hypogeae L.)
Kacang tanah merupakan jenis tanaman setahun termasuk pada keluarga
Leguminoceae. Berasal dari daerah Amerika Latin dan berkembang di Negara-
negara Asia seperti : Filipina, Jepang, dan Indonesia. Nama lain dari kacang tanah
adalah kacang una, suuk, kacang jebrol, kacang bandung, kacang tuban, kacang
kole, kacang banggala. Bahasa Inggrisnya kacang tanah adalah “peanut” atau
“groundnut”. Kacang tanah dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk antara lain
sebagai bahan sayur, saos dan digoreng atau direbus. Sebagai bahan industri dapat
dibuat keju,mentega, sabun dan minyak. Hasil dari pembuatan minyak, berupa
bungkil, dapat dijadikan oncom dengan bantuan fermentasi jamur. Pertumbuhan
dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
tanah, temperatur, sinar matahari, hujan, kecepatan angin, dan faktor-faktor iklim
lainnya. Kacang tanah dapat tumbuh dengan baik jika di tanam di lahan ringan
yang cukup mengandung unsur hara (Ca,N,P,dan K). Sebagai tanaman budidaya,
kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak.Selain
dipanen bijinya biasanya masyarakat memanfaatkan kacang tanah juga dipanen
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 5
Gambar II.1. Tanaman kacang tanah
Sistematika tanaman kacang tanah adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Klas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Leguminales
Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogeae L.; Arachis tuberosa Benth.; Arachis
guaramitica Chod & Hassl.; Arachis idiagoi Hochne.; Arachis
angustifolia (Chod & Hassl) Killip.; Arachis villosa Benth.;
Arachis prostrata Benth.; Arachis helodes Mart.; Arachis
marganata Garden.; Arachis namby quarae Hochne.; Arachis
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 6
II.1.1. Manfaat Tanaman Kacang Tanah
Di bidang industri, digunakan sebagai bahan untuk membuat keju,
mentega, sabun dan minyak goreng. Hasil sampingan dari minyak dapat dibuat
bungkil (ampas kacang yang sudah dipipit/diambil minyaknya) dan dibuat oncom
melalui fermentasi jamur. Manfaat daunnya selain dibuat sayuran mentah ataupun
direbus, digunakan uga sebagai bahan pakan ternak serta pupuk hijau. Sebagai
bahan pangan dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kacang tanah mengandung
lemak (40,50%), protein (27%), karbohidrat serta vitamin (A, B, C, D, E dan K),
juga mengandung mineral antara lain Calcium, Chlorida, Ferro, Magnesium,
Phospor, Kalium dan Sulphur. (Danarti dan Sri Najiyati. 1998.)
II.1.2. Kulit Kacang Tanah
Sekitar 20 – 30 % dari buah kacang tanah adalah berupa kulit. Kulit
kacang tanah merupakan limbah pertanian dari produksi kacang tanah. Limbah ini
sering dijadikan sebagai pakan ternak kandang. Kulit kacang tanah berpotensi
sebagai bahan baku pembuatan surfaktan karena kandungan ligninnya yang cukup
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 7
Tabel II.1. Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah
Komponen Persentase Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi
II.2. Lignin
Lignin merupakan unsur yang terdapat pada semua tanaman dan
jumlahnya di alam sangat besar setelah selulosa yang juga merupakan senyawa
organik polimer. Lignin adalah senyawa organik polimer yang banyak dan penting
dalam dunia tumbuhan selain selulosa. Struktur lignin sangat beraneka ragam
tergantung dari jenis tanamannya. Secara umum polimer lignin disusun oleh
unit-unit fenil propana yaitu p-kumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol
(Gambar 1) yang merupakan senyawa induk (prazat) dari lignin (Davin dan Lewis
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 8
Gambar II.2. Struktur (1) p-kumaril alkohol (unit p-hidroksifenil), (2) koniferil
alkohol (unit guaiasil), (3) sinapil alkohol (unit siringil) (Davin dan Lewis 2005)
Berdasarkan komposisi unit strukturalnya, lignin diklasifikasikan
kedalam beberapa tipe. Lignin pada softwood (kayu daun jarum) atau disebut
lignin guaiasil atau G lignin sebagian besar disusun oleh unit guaiasil (sekitar
90%) dan p-kumaril alkohol (sekitar 10%). Lignin pada hardwood (kayu daun
lebar) atau disebut lignin guaiasil siringil atau G-S lignin disusun oleh unit
guaiasil dan siringil dengan perbandingan tertentu, tergantung dari jenis kayu,
umur kayu, tempat tumbuh dan iklim (Davin dan Lewis 2005).
Dari segi morfologi, lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat
dalam lamella tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder. Selama
perkembangan sel, lignin dikategorikan sebagai komponen terakhir dalam dinding
sel yang dapat menembus di antara fibril-fibril sehingga dapat memperkuat
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 9
Lignin terdapat di antara sel-sel dan dalam dinding sel serta berfungsi
sebagai perekat untuk mengikat sel-sel agar tetap bersama. Keberadaan lignin
dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi untuk
memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil perubahan
dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan mengurangi degradasi
terhadap selulosa. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam lamella tengah dan
akan semakin mengecil pada lapisan dinding sekunder (Haygreen dan Bowyer
1989; Sjostrom 1995).
II.3. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas
surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan
memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang
suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat
bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan
surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat
padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan
rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan
rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 10
Permintaan surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun
2004, permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton per-tahun dan pertumbuhan
permintaan surfaktan rata-rata 3 persen per-tahun. Penggunaan surfaktan sangat
bervariasi, seperti bahan deterjen, kosmetik, farmasi, makanan, tekstil, plastik dan
lainlain. Beberapa produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-lain
menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya. Syarat agar surfaktan dapat
digunakan untuk produk pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai
Hydrophyle Lypophyle Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak
menimbulkan iritasi. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu
sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent)
dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk
meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka,
antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi
minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak.
Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa
cairan yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam
bentuk globula cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi
globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi
globula-globula dinamakan fase kontinu atau medium dispersi. Berdasarkan jenisnya
emulsi dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Emulsi minyak dalam air (O/W), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 11
2) Emulsi air dalam minyak (W/O), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya
mudah larut dalam minyak.
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa
dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa
dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih
dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka
molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan
dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah
sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya,
bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut
akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya
tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan
menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan
turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu,
tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan.
Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan
mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut
Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun
hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan
yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang
berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya. (Syahmani, 2000).
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 12
1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat
asam lemak rantai panjang.
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil
ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa
asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono
alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan
positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino,
betain, fosfobetain.
Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti
linier alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil
etoksilat sulfat (AES). Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah
digunakan akan menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak
bumi yang digunakan merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat
diperbaharui. Masalah inilah yang menyebabkan banyak pihak mencari alternatif
surfaktan yang mudah terdegradasi dan berasal dari bahan baku yang dapat
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 13
II.4. Lignosulfonat
Lignosulfonat merupakan turunan lignin yang mengandung gugus
sulfonat. Lignosulfonat bisa juga disebut lignin sulfonat atau sulphite lignin
merupakan suatu surfaktan yang dihasilkan dari proses sulfite pulping pada kayu.
Pada proses sulphite pulping, lignin dibuat larut dalam dalam solven polar (air)
melalui proses sulfonasi dan hidrolisis. (Kirk Othmer 1981).
Gugus sulfonat mensubstitusi gugus fungsi hidroksil atau eter pada atom
karbon-_ dari rantai samping propana. Sulfonasi ini bertujuan untuk mengubah
hidrofilitas Lignin yang kurang polar (tidak larut dalam air) dengan mensubstitusi
gugus hidroksil dengan gugus sulfonat sehingga hidrofilitasnya meningkat.
II.4.1. Kegunaan Lignosulfonat
Lignosulfonat mengandung grup hidrofilik (gugus sulfonat, fenil
hidroksil, dan alkohol hidroksil) dan grup hidrofobik (rantai karbon) sehingga
termasuk ke dalam kelompok surfaktan anionik (Ouyang et al. 2006). Surfaktan
anionik ini ditimbulkan oleh gugus sulfonat pada molekul lignosulfonat. Surfaktan
anionik dapat menaikkan adsorpsi permukaan dan dispersi partikel. Dispersi
terjadi karena lignosulfonat teradsorpsi pada permukaan partikel dan
menimbulkan muatan negatif pada permukaan partikel sehingga mengakibatkan
gaya tolak menolak antar partikel. Sebagai contoh bahan yang ditambahkan
surfaktan adalah Mortar. Ketika surfaktan ditambahkan ke dalam campuran
Mortar, partikel surfaktan akan teradsorpsi pada permukaan partikel semen dan
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 14
deflokulasi yang kuat, akibatnya distribusi partikel semen akan homogen di dalam
campuran. Lignosulfonat digunakan sebagai agen pendispersi dalam industri
semen dan beton, zat aditif dalam pengeboran minyak, dan bahan perekat dalam
industri keramik. (Mudiastuti, Sri .2009)
II.5. Sifat – Sifat Bahan
Natrium Bisulfit (NaHSO3)
Natrium bisulfit (natrium hidrogen sulfit) adalah senyawa kimia dengan rumus
kimia NaHSO3. Natrium bisulfit adalah aditif makanan dengan kategori E
nomer E222 . Garam bisulfit dapat dibuat dengan proses bubling SO2 dalam
larutan natrium karbonat dalam air . Natrium bisulfit dalam kontak dengan
pemutih klorin (larutan sodium hipoklorit) akan melepaskan uap berbahaya .
Rumus Formula = NaHSO3
Berupa padatan berwarna putih
Berat Molekul = 104, 061 gr/mol
Densitas = 1,48 gr/cm3
Titik lebur = 150o C
Kelarutan dalam air = 42 gr/100 ml air
II.6. Landasan Teori
Lignosulfonat bisa juga disebut lignin sulfonat atau sulphite lignin
merupakan suatu surfaktan yang dihasilkan dari proses sulfite pulping pada kayu.
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 15
melalui proses sulfonasi dan hidrolisis. (Kirk Othmer 1981) .Pada sulphite
pulping, lignin bereaksi dengan bisulfit membentuk lignosulfonat. Reaksi yang
terjadi adalah:
Lignin–OH + HSO3- → Lignin-SO3- +H2O (Lawoko Martin 2005)
Natrium lignosulfonat (Gambar II.3) termasuk surfaktan anionik, karena memiliki
gugus sulfonat dan garamnya (–NaSO3-) yang merupakan anion (kepala) dan
gugus hidrokarbon merupakan ekor. Struktur NLS inilah yang menyebabkan
meningkatnya sifat hidrofilitas natrium lignosulfonat (NLS) sehingga mudah larut
dalam air, dengan demikian penggunaan NLS menjadi luas (Collepardi 2005).
Gambar II.3. Struktur natrium lignosulfonat (Collepardi 2005)
Lignin dapat mengalami reaksi seperti oksidasi, reduksi, discolorasi, hidrolisis,
dan reaksi kimia lain serta reaksi enzymatik. Hal ini dikarenakan terbentuknya
gugus intermediet pada lignin yang bersifat reaktif yaitu phenoxy radical (4),
quinonemethide (5), dan phenoxy anion (6)
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 16
Pada sulphite pulping, sulfonasi terjadi pada quinonemethide dengan
reaksi:
Gambar II.5. Reaksi sulfonasi yang terjadi di gugus quinonemethide
II.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan lignosulfonat :
Pemilihan proses tergantung pada banyak faktor, diantaranya yaitu nisbah
lignin dan agen sulfonasi, pH, suhu dan tekanan reaksi, kecepatan pengaduk,
ukuran bahan, konsentrasi reaktan, dan waktu atau lama reaksi (Foster 1997,
Kamoun dan Châabouni 2000).
1. Waktu pemasakan, dipengaruhi oleh lignin semakin besar konsentrasi
lignin semakin lama waktu pemasakan.
2. Konsentrasi larutan pemasak, jika kadar lignin besar maka konsentrasi
larutan pemasak juga harus besar.
3. Pencampuran bahan, dipengaruhi oleh pengadukan. Dengan pengadukan,
akan dapat meratakan larutan dengan bahan baku.
4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku, didasarkan pada
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 17
perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku maka lignin yang
bereaksi akan kecil juga.
5. Ukuran bahan, semakin besar ukuran bahan maka semakin lama waktu
prosesnya. Sehingga ukuran bahan yang lebih kecil dapat mempercepat
terjadinya reaksi.
6. Suhu dan Tekanan, semakin besar suhu dan tekanan maka semakin cepat
waktu prosesnya, kisaran suhunya antara 100 oC - 115 oC dan untuk
tekanannya 1 atm.
Ari Hepi (2007) melakukan dengan cara mereaksikan 7 gr ampas tebu (ukuran
partikel tertentu sesuai variabel) dengan 300 ml larutan perebus pada berbagai
konsentrasi. Reaksi ini dilakukan dalam labu leher tiga dengan kondisi operasi
suhu 1050C, pH 4, serta pengadukan konstan selama 30 menit. Hasilnya disaring,
kemudian filtrat dianalisa kadar surfaktannya dengan spektrofotometer.
Apris Kurniawan (2009) melakukan dengan menggunakan Serbuk
tempurung kelapa direaksikan dengan larutan natrium bisulfit dengan variasi
konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%, dan variasi perbandingan tempurung
kelapa dan natrium bisulfit sebesar 1:5, 2:5, dan 3:5. Hasilnya disaring sehingga
dihasilkan residu dan filtrat. Filtrat yang mengandung surfaktan hasil reaksi
dianalisis dengan metode spektrofotometri UV-Visible. Berdasarkan penelitian
didapatkan konsentrasi surfaktan maksimal pada penggunaan natrium bisulfit
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 18
Beberapa penelitian mengenai proses pembuatan natrium lignosulfonat
dari lignin yang sudah dilakukan oleh Ari Hepi (2007) dan Kurniawan, Apris
(2009), akan tetapi lignin yang digunakan sebagai bahan baku berasal dari jenis
tanaman yang berbeda, sehingga agen sulfonasi dan kondisi sulfonasinya juga
berbeda.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian awal
tentang pembuatan surfaktan dengan bahan baku kulit kacang tanah dengan
perlakuan yang berbeda. Diketahui bahwa struktur lignin berbeda tergantung dari
jenis tanamannya.
II.8. Hipotesa
Untuk kajian awal pembuatan surfaktan dari limbah kulit kacang akan
dipengaruhi oleh konsentrasi larutan NaHSO3 dan perbandingan berat antara
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 19
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu:
Kulit kacang tanah
NaHSO3
Aquadest
III.2. Alat
1. Labu leher tiga
2. Motor Pengaduk
3.Termometer
4. Pendingin Balik
5. Kompor Pemanas
6. Penangas Air
7. Klem
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 20
III.3. Gambar rangkaian alat
Gambar III.1. Rangkaian alat penelitian
III.4. Variabel
1. Variabel Tetap
a. Suhu reaksi dan tekanan : ± 105oC
b. Tekanan : (1 atm)
c. Kecepatan pengadukan : 80 rpm
d. Waktu reaksi : 30 menit
e. PH : 4
f. Ukuran kulit kacang : ± 50 mesh
2. Variabel Peubah
a. Konsentrasi NaHSO3 (% berat) : 20, 25, 30, 35,dan 40
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 21
III.5. Prosedur Penelitian
a. Perlakuan awal
Kulit kacang dicuci terlebih dahulu menggunakan air, kemudian setelah itu
dikeringkan dengan bantuan panas matahari. Setelah kering, dihaluskan dengan
menggunakan blender, kemudian diayak untuk mengambil serbuknya yang
lolos ± 50 mesh dijadikan sebagai bahan baku untuk proses selanjutnya.
b. Proses Sulfonasi
Bahan yang sudah berbentuk serbuk direaksikan ke dalam reaktor labu leher
tiga dengan larutan bisulfit dengan konsentrasi yang berbeda sesuai dengan
variabel yang dijalankan. Untuk Perbandingan berat bisulfit dan kulit kacang
disesuaikan dengan variabel yang dijalankan. PH diatur 4, kemudian
dipanaskan pada suhu yang ditetapkan ± 105oC dengan kecepatan pengaduk
konstan 80 rpm. Langkah ini diulangi untuk semua variabel yang dijalankan.
Lalu hasil reaksi disaring sehingga didapatkan residu dan filtrat. Residu
dibuang dan filtratnya diambil untuk dianalisa kadar surfaktannya.
c. Analisa produk surfaktan
1. Analisa Kualitatif : Menggunakan instrumen GC (Gas Chromatograph)
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 22
III.6. Skema Proses Penelitian Waktu Reaksi = 30 menit
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Analisa Kualitatif
Gambar IV.1. Analisa kualitatif filtrat menggunakan metode Gas Chromatography
Tabel IV.1. Hasil Analisa Kualitatif filtrat Menggunakan Gas Chromatograph
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 24
Analisa Kuantitatif
Tabel IV.2. Hasil Analisa Kuantitatif Menggunakan Spektrofotometer
UV-Visibel
Bisulfit : Kulit Kacang Konsentrasi NaHSO3
(%berat)
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 25
Tabel IV.3. Hasil Perhitungan Konversi
Bisulfit : Kulit Kacang Konsentrasi NaHSO3
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 26
Gambar IV.2 . Hubungan Antara Kadar Larutan Pemasak NaHSO3 dengan Kadar
Lignosulfonat yang dihasilkan
Pembahasan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin besar kadar larutan pemasak
NaHSO3 maka kadar lignosulfonat yang dihasilkan semakin besar juga untuk
masing-masing perbandingan reaktannya. Hal ini disebabkan karena reaksi antara
lignin dan bisulfit bersifat searah. Oleh karena itu, jika kadar NaHSO3 diperbesar
maka kadar produk yang dihasilkan juga semakin besar. Kadar produk yang
semakin besar ini tidak akan menggeser kesetimbangan kearah reaktan karena
reaksi bersifat searah.(Kennet W. Britt,1970)
Laju reaksi pada sulfonasi lignin sebanding dengan jumlah ion sulfite (HSO3-).
Oleh karena itu, pada konsentrasi ion sulfite atau konsentrasi larutan pemasak
NaHSO3 yang tinggi maka laju reaksi sulfonasi akan tinggi sehingga kadar
lignosulfonat yang dihasilkan juga semakin besar. Dapat dilihat pada grafik diatas
Kadar Larutan NaHSO3(%berat)
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 27
bahwa kadar ligsulfonat tertinggi dan mulai konstan mencapai 6,69 % pada
konsentrasi larutan pemasak NaHSO3 35%. Pada penambahan konsentrasi larutan
pemasak NaHSO3 diatas 35 % memberi pengaruh yang kurang signifikan terhadap
konsentrasi produk yang dihasilkan, ditunjukkan dengan penambahan sampai
kadar NaHSO3 40 % terjadi penurunan produk lignosulfonat yaitu 6,68 %.
Gambar IV.3. Hubungan antara Perbandingan Berat Reaktan dengan Konsentrasi
Lignosulfonat yang dihasilkan
10 : 1 10 : 2 10 : 3
Berat NaHSO3 : Berat kulit kacang
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 28
Pembahasan :
Dari grafik hubungan antara perbandingan berat reaktan dengan konsentrasi
lignosulfonat pada konsentrasi NaHSO3 (% berat) 20 % , 25 %, 30 %, 35 %, dan
40 % dapat dilihat bahwa konsentrasi lignosulfonat semakin meningkat dengan
bertambahnya perbandingan berat kulit kacang tanah dan larutan bisulfit dengan
konsentrasi NaHSO3 yang tetap. Hal ini disebabkan jika semakin besar jumlah
kulit kacang tanah yang direaksikan maka konsentrasi lignin dalam larutan yang
direaksikan juga semakin banyak, sehingga semakin banyak lignin yang bereaksi
dengan larutan NaHSO3 dan lignosulfonat yang terbentuk akan semakin banyak
sesuai dengan reaksi sebagai berikut :
Karena reaksi bersifat searah maka dalam reaksi ini kulit kacang tanah berlaku
sebagai reaktan pembatas, reaksi sempurna apabila lignin habis bereaksi dengan
NaHSO3. Dengan konsentrasi lignin yang lebih tinggi maka akan dihasilkan
lignosulfonat yang lebih banyak, diperoleh hasil optimum yaitu pada
perbandingan 10 : 3 untuk perbandingan berat larutan NaHSO3 terhadap berat
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 29
Gambar IV.4. Hubungan antara Kadar Larutan Pemasak NaHSO3 dengan
Konversi Lignin-OH yang didapat.
Pembahasan :
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin besar kadar larutan pemasak
NaHSO3 maka konversi dari Lignin-OH semakin besar juga untuk masing-masing
perbandingan reaktannya. Konversi Lignin-OH optimum yaitu sebesar 14,83 %
pada kondisi perbandingan berat reaktan 10 : 3 dan konsentrasi larutan NaHSO3
35%. Sedangkan pada kondisi konsentrasi NaHSO3 40 % terjadi penurunan
konversi yaitu sebesar 14,72 %. Hal ini dikarenakan pada kondisi ini lignin-OH
sudah habis untuk bereaksi sehingga Lignin-SO3- yang dihasilkan menurun.
Reaksi yang terjadi pada pembuatan lignosulfonat adalah:
Lignin–OH + HSO3- → Lignin-SO3- +H2O (Lawoko Martin 2005)
Dari reaksi tersebut, dapat dilihat bahwa untuk membentuk 1 mol Lignin-SO3-
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 30
koefisien reaksi yang sama. Dalam penelitian ini diketahui mol lignin-OH
mula-mula yaitu sebesar 0,0159 gmol dan mol HSO3- sebesar 0,0953 gmol. Secara teori
lignin-OH berperan sebagai reaktan pembatas dikarenakan habis telebih dahulu
sehingga HSO3- menjadi berlebih. Dari reaksi ini seharusnya terbentuk 0,0159
gmol Lignin-SO3- . Akan tetapi pada penelitian ini terbentuk Lignin-SO3- sebesar
0,00205 gmol. Sehingga mol Lignin-OH dan mol HSO3- yang bereaksi untuk
membentuk Lignin SO3- yaitu sebesar 0,00205 gmol. Dari hasil tersebut dapat
diketahui konversi dari Lignin-OH untuk Lignin-SO3- yaitu perbandingan antara
mol Lignin-OH yang bereaksi dengan mol Lignin-OH mula-mula diperoleh
hasilnya yaitu sebesar 12,89 %. Disamping itu juga dihasilkan hasil samping
berupa H2O yang nantinya akan diproses lagi untuk meningkatkan kemurnian
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 31
Gambar IV.5 Hubungan antara konversi Lignin-OH dengan perbandingan berat
larutan NaHSO3 dan Kulit kacang
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa konversi Lignin-OH semakin meningkat
dengan bertambahnya perbandingan berat NaHSO3 dan kulit kacang dengan
konsentrasi NaHSO3 tetap. Hasil optimum yang diperoleh pada kondisi
perbandingan 10 : 3 yaitu sebesar 14,83% pada konsentrasi 35 %. Sedangkan pada
kondisi konsentrasi NaHSO3 40 % terjadi penurunan konversi yaitu sebesar
14,72 %. Hal ini dikarenakan pada kondisi ini lignin-OH sudah habis untuk
bereaksi sehingga Lignin-SO3- yang dihasilkan menurun.
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN “Veteran” Jatim 32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 KESIMPULAN
Hasil penelitian kajian awal pembuatan surfaktan dari limbah kulit kacang tanah
dapat disimpulkan bahwa :
1. Konsentrasi lignosulfonat semakin meningkat dengan bertambahnya
perbandingan berat kulit kacang tanah dan berat bisulfit dengan
konsentrasi NaHSO3 yang tetap.
2. Semakin besar kadar larutan pemasak NaHSO3 maka kadar lignosulfonat
produk yang dihasilkan semakin besar juga.
3. Hasil optimum dari penelitian yang kami peroleh yaitu pada konsentrasi
surfaktan 6,69 % pada kondisi konsentrasi NaHSO3 35% dan
perbandingan 10:3.
V.2 SARAN
Disarankan untuk penelitian ini agar dilanjutkan dengan terlebih dahulu dilakukan
isolasi lignin yang ada pada kulit kacang tanah kemudian disintesis langsung
melalui proses sulfonasi sehingga diperoleh kemurnian lignosulfonat yang lebih
Program Studi S-1 Teknik Kimia
Anonim . 2011 . Pengetahuan tentang Sodium Bisulfite (Online)
(http://en.wikipedia.org/wiki/Sodium_bisulfite , diakses 20 Maret 2012)
Anonim.2011. Tinjauan Pustaka Tentang Surfaktan (Online),
(http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17135/4/Chapter%20II.pd f , diakses 20 Maret 2012)
Collepardi M. 2005. Chemical Admixtures Today. Proceedings of Second
International Symposium on Concrete Tecnology for Sustainable February - Development with EmpHasis on Infrastructure; Ponzano Veneto (Italy),
27 February-3 March 2005. hlm 527-541.
Danarti dan Sri Najiyati. 1998. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani.Penerbit Swadaya, Jakarta.
Darnoko G.P., A. Sugiharto dan S. Sugesty. 1995. Pembuatan pulp dari tandan kosong sawit dengan penambahan surfaktan. Jurnal Penelitian Kelapa
Sawit 3(1): 75-87.
Davin LB, Lewis NG. 2005. Lignin primary structures and dirigent sites. Current
Opinion in Biotechnology 16:407–415.
Fengel D. dan G. Wegener. 1985. Kayu: Kimia, ultra struktur, reaksi-reaksi. Terjemahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Gurgulak J.D. dan S.E. Lebo. 2000. Commercial use of lignin-based materials. Di dalam Glasser W.G., R.A. Northey, T.P. Schultz (eds.), Lignin: Historical,
biological, and materials perspectives. Oxford University Press,
Washington pp. 304-320
Hepi, Ari . 2007 . Studi Awal Pembuatan Surfaktan Dari Ampas Tebu . Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, UniversitasDiponegoro
Ibnuhayyan, 2008. Pengetahuan tentang Surfaktan (Online),
(http://ibnuhayyan.wordpress.com/2008/09/10/surfaktan/, diakses 20 Maret 2012)
Ismiyati. 2008. Perancangan proses sulfonasi lignin isolat tkks menjadi surfaktan
natrium lignosulfonat (NLS). [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Program Studi S-1 Teknik Kimia UniversitasDiponegoro
Mudiastuti, Sri. 2009. Natrium Lignosulfonat Sebagai Agen Pendispersi Pada Bahan Adukan Mortar Green Building. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, Jakarta.
Ouyang X, Qiu X, Chen P. 2006. Physicochemical Characterization Of Calcium
Lignosulfonate – A Potentially Useful Water Reducer. Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 283-286: 489-497.
R. Murni, Suparjo, Akmal, BL. Ginting.2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi