• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNISASI PERIKANAN DAN PERUBAHAN SOSIAL KOMUNITAS NELAYAN SUKU BAJO DI KECAMATAN PASIMARANNU KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODERNISASI PERIKANAN DAN PERUBAHAN SOSIAL KOMUNITAS NELAYAN SUKU BAJO DI KECAMATAN PASIMARANNU KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat memperoleh gelar sarjana Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Makassar

SALMAWATI 10538 0219311

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Motto

Berangkat dengan penuh keyakinan Berjalan dengan penuh keikhlasan Istiqomah dalam menghadapi cobaan

Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan Kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain

Karena hidup hanyalah sekali …..

Ingat hanya pada Allah SWT

Apapun dan di manapun kita berada

Kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon ……

Persembahan

Persembahan buat……….

Kedua orang tuaku ayahanda Sani dan ibunda Galo serta adikku Usman, sahabat, dan keluarga lainnya Yang turut memberi semangat dan dukungan Dengan do’a dan kasih sayangnya

Atas semua yang kulakukan

Terima kasih atas semua keiklasan, ketulusan,dan do’anya……..

(7)

ABSTRAK

Salmawati. 2016.Modernisasi Perikanan dan Perubahan Sosial Komunitas Nelayan Suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar.

Skripsi, Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Darman Manda, dan Muhammad Nawir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah modernisasi perikanan yang dilakukan komunitas nelayan suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar, dan serta untuk mengetahui seperti apa perubahan dan dampak modernisasi perikanan yang di lakukan oleh komunitas nelayan suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif, karena penelitian ini menggambarkan keadaan yang kompleks, di namis dan penuh makna selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam. Adapun teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan data dan sumber data dengan observasi dan wawancara untuk fakta-fakta berdasarkan pengamatan peneliti serta data yang di peroleh melalui studi kepustakaan.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa modernisasi perikanan dan perubahan sosial komunitas nelayan suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar. Modernisasi perikanan yang di maksud adalah alat-alat penangkapan yang di gunakan serba modern seperti jaring porsen alat penampungan ikan (karamba). Perubahan sosial komunitas nelayan suku Bajo dapat di lihat dari peningkatan produksi perikanan, meningkatnya pendapatan nelayan, tersedianya lapangan kerja baru, dan adapun dampak modernisasi perikanan terhadap perubahan sosial pada masyarakat nelayan suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu adalah tingginya tingkat pendapatan dan perubahan stratifikasi dalam kelembagaan nelayan.

Kata kunci: Modernisasi perikanan, perubahan sosial nelayan,

(8)

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata lain yang lebih baik diucapkan selain puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan kepada hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Begitu pula shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw serta keluarga-Nya dan para sahabat-sahabat-Nya dan orang-orang yang mengikuti beliau. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan. Namun hal tersebut dapat teratasi berkat kerja keras dan tekad yang bulat serta adanya bantuan dari semua pihak.

Penulis telah berusaha untuk menjadikan skripsi ini sebagai sebuah karya yang bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Namun di balik semua itu, kesempurnaan tiada milik manusia kecuali milik yang Maha Sempurna. Untuk itu, saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan menuju kesempurnaan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa melangkah untuk mencapai suatu tujuan, hambatan dan rintangan menemani silih berganti. Namun, berkat rahmat dan hidayah-Nya disertai usaha dan doa serta ikhtiar sehingga semua itu dapat dijalani dengan ikhlas dan tawadhu.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta salam penuh hormat dengan segenap cinta, Ananda haturkan kepada Ayahanda Sani dan Ibunda Galo yang selalu mencurahkan cinta dan kasih sayangnya serta

(9)

keikhlasan dalam mendidik dan mengiringi do‟a restu yang tulus demi tercapainya cita-cita.

Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih disampaikan dengan hormat kepada : Prof. Dr. Darman Manda, M.Hum pembimbing I dan Dr.Muhammad Nawir, M.Pd pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelasaikan skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E, MM, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. H.

Andi Sukri Syamsuri, M. Hum, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. H. Nursalam, M. Si dan Muhammad Akhir, S. Pd, M. Pd. Ketua jurusan dan Sekretaris jurusan pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan segenap dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Buat sahabatku Nur Jannah, Nur Hayati,dan Rosdalina yang selalu sabar dan setia menemani dalam suka dan duka.

Buat semua teman-teman di Asrama Parambambe yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu yang selalu sabar dan setia menemani dalam suka dan duka.

Sahabat-sahabat seperjuanganku di Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unismuh Makassar khususnya angkatan 2011 kelas F

x

(10)

terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan kita selama ini yang penuh keceriaan dan saling membantu.

Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak sempat disebutkan satu-persatu terima kasih atas bantuannya.

Mengiringi penghargaan dan ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang turut membantu secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mudah-mudahan kita semua senantiasa mendapatkan rahmat dan hidayah-Nya. Amin.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Makassar, Mei 2016

Penulis

Salmawati

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 7

A. Hasil Penelitian yang Relevan ... 7

B. Modernisasi Perikanan ... 8

C. Perubahan Sosial ... 16

1. Pengertian Perubahan sosial ... 16

2. Macam-macam Bentuk Perubahan Sosial ... 21 xi

(12)

3. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial ... 25

D. Konsep Tentang Komunitas ... 27

E. Masyarakat Pesisir ... 29

F. Teori Sosiologi yang Relevan ... 36

G. Kerangka Pikir ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Lokasi Penelitian ... 41

C. Fokus Penelitian ... 41

D. Instrumen Penelitian ... 42

E. Data dan Sumber Data ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Teknik Pengabsahan Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 47

2. Bentuk Modernisasi Perikanan yang Dilakukan Komunitas Nelayan Suku Bajo ... 51

3. Perubahan Sosial Komunitas Nelayan Suku Bajo ... 54

4. Dampak Modernisasi terhadap Komunitas Nelayan Suku Bajo 57 B. Pembahasan ... …. 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 64

(13)

A. Simpulan ... 64 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DOKUMENTASI RIWAYAT HIDUP

xii

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.2 Tabel Nama Desa dan Jaraknya Dari Kota ... 47 Tabel 1.3 Penyebaran Penduduk Tahun 2013 ... 49 Tabel 1.4 Peta Kecamatan Pasimarannu ………. 50

xiv

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pikir ... 39

(16)

PEDOMAN WAWANCARA

Petunjuk Wawancara:

1. Ucapan terima kasih kepada informan atas kesediannya diwawancarai.

2. Perkenalkan diri dan jelaskan topik wawancara serta tujuan wawancara yang dilakukan.

3. Jelaskan bahwa informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan, atau saran yang berkaitan dengan topik wawancara.

4. Mintalah waktu lain jika informan hanya memiliki waktu yang terbatas saat itu.

DATA UMUM

1. Nama Informan :...

2. Umur :...

3. Jenis Kelamin :...

4. Pekerjaan :………..

5. Komunitas :...

Pertanyaan Wawancara

Adapun pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Apakah anda mendapat bantuan perikanan dari pemerintah?

2. Alat seperti apakah yang anda dapatkan dari pemerintah?

3. Bantuan seperti apa yang paling dominan dari pemerintah?

4. Bagaimana menurut anda dengan adanya modernisasi perikanan?

5. Bagaimana perubahan setelah adanya modernisasi perikanan?

6. Bagaimana menurut anda dampak dari modernisasi perikanan?

xv

(17)

Nama-Nama Reponden Komunitas Nelayan

NAMA ALAMAT UMUR PENDIDIKAN

Pak Adam Dusun Lamantu Desa Lamantu 28 tahun SD

Pak Badu Dusun Miantu’u Desa Lamantu 36 tahun SD

Pak Jali Dusun Waikomba Desa Lamantu 40 tahun Tidak tamat SD

Pak Karim Dusun Lamantu Desa Lamantu 30 tahun SD

Mbo saidi Dusun Miantu’u Desa Lamantu 29 tahun Tidak tamat SD

Pak Mido Dusun Miantu’u Desa Lamantu 30 tahun SD

Pak Suki Dusun Miantu’u Desa Lamantu 36 tahun Tidak tamat SD

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan merupakan dinamika manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang akan terwujud dengan adanya interaksi sosial di antara individu tersebut, dalam lingkup yang lebih besar biasa disebut masyarakat. Dari interaksi masyarakat ini akan timbul suatu perubahan sosial yang mana perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial yang terjadi akibat adanya modernisasi pada masyarakat, dengan sendirinya akan menghasilkan stratifikasi atau pelapisan sosial dalam masyarakat itu sendiri. Stratifikasi merupakan kelas-kelas yang didasarkan pada penilaian baik secara objektif maupun secara subjektif.

Modernisasi perikanan merupakan hal yang tepat dilakukan pada masyarakat pesisir yang notabene tingkat kesejahteraannya kecil bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar pesisir. Karena kehidupan nelayan yang masih menggantungkan nasib kepada hasil laut, masih dalam taraf sederhana dengan pola mata pencaharian menggunakan teknologi tradisional. Di samping alat tangkap mereka sudah jauh tertinggal, mereka melaut juga pada area penangkapan yang terbatas di wilayah pesisir. Rendahnya daya jelajah nelayan ini, semakin menambah

1

(19)

sulit nelayan memperbaiki kualitas hidupnya. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang berdiam di daratan dekat dengan laut dan masyarakat yang secara khas menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di atas perairan laut. Dalam pengertian ini komuniti perairan seperti orang Bajo di perairan sebelah Timur dan Selatan pulau Sulawesi (di kabupaten kepulauan selayar) juga tergolong ke dalam lingkungan sosial pesisir. Suku Bajo adalah suku yang mendiami wilayah di bagian pesisir pantai yang mengarah ke laut dan telah menetap secara turun temurun. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor kebudayaan inilah yang menjadi pembeda antara masyarakat nelayan dengan kelompok sosial lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya kelautan.

Masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internalnya.

Di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur. Di tingkat meso terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi. Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Dalam masyarakat kini terkandung pengaruh, bekas, dan jiplakan masa lalu serta bibit potensi untuk masa depan. Sifat berprosesnya masyarakat secara tersirat berarti bahwa fase sebelumnya berhubungan sebab akibat dengan fase kini dan fase kini merupakan prasyarat sebab akibat yang menentukan.

(20)

Transformasi ekonomi pedesaan tidak terkecuali juga dialami oleh komunitas nelayan suku Bajo. Fenomena sosial ini sekaligus membuktikan bahwa masyarakat lokal mampu melakukan mobilitas sosial melalui ekspansi usaha ke arah secara produksi kapitalisme.

Bajo masih hidup berpindah-pindah, mereka tidak mengenal ekonomi uang, aktifitas sehari-hari hanyalah memancing, dan menangkap ikan pada suatu tempat selama sebulan kemudian pergi ke tempat lain. Perdagangan hanya dilakukan dengan sistem barter. Untuk persediaan sehari-hari mereka, kelompok pengembara ini berbuat sebagai berikut : sebuah kelompok kecil pergi ke pantai pada hari-hari pasar, apakah itu pasar terapung atau pasar darat. Mereka menukar ikan-ikan tangkapan mereka dengan kebutuhan lain atau peralatan yang mereka butuhkan. Namun, setelah proses relokasi, sendi-sendi kehidupan masyarakat Bajo mulai berubah sejalan dengan menetapnya masyarakat Bajo di pinggir pantai dengan membuat rumah- rumah terapung. Masyarakat Bajo mulai mengenal ekonomi uang (artinya mulai mengenal kemiskinan) dan pasar, generasi muda Bajo mulai diperkenalkan dengan sekolah formal, serta mau tidak mau harus mengakui dan takluk terhadap legitimasi pemerintah sebagai suatu suprasistem kehidupan mereka.

Transformasi yang dialami masyarakat Bajo saat ini juga merujuk pada perubahan masyarakat pedesaan berbasis pada pertumbuhan dan mekanisme kapitalis pasar. Transformasi yang terjadi di dalam proses produksi diarahkan untuk menghasilkan surplus. Komunitas Bajo Kecamatan Pasimarannu menggeliat,

(21)

perkembangan ekonomi berkembang dengan pesat, ini ditandai dengan skala usaha yang condong kearah kapitalisme. Penggunaan alat tangkap yang modern, terjadi akumulasi modal untuk ekspansi usaha, menggunakan sistem upah tenaga kerja yang dahulu hanya mengandalkan tenaga kerja keluarga.

Selanjutnya, saat ini nelayan Bajo khususnya Kecamatan Pasimarannu tidak menjadikan laut sebagai satu-satunya sumberdaya yang digunakan untuk mencari nafkah. Nelayan Kecamatan Pasimarannu tidak lagi berorientasi pada upaya untuk bertahan hidup (survival) melainkan juga untuk memperbaiki status kehidupan mereka (consolidating strategy). Nafkah tidak lagi hanya diarahkan sebagai sesuatu yang harus dilakukan (necessity) melainkan juga sebagai suatu pilihan-pilihan rasional (rational choices). Strategi nafkah yang dilakukan nelayan Bajo Kecamatan Pasimarannu antara lain dengan melakukan diversifikasi nafkah di luar kegiatan menangkap ikan, dan melakukan migrasi ke pulau-pulau lainnya, hingga ke luar negeri. Kegiatan menangkap ikan tidak hanya dilakukan di sekitar perairan Kepulauan Selayar saja.

Maka berdasarkan pada fenomena tersebut, tulisan ini akan menunjukkan bagaimana Modernisasi Perikanan dan perubahan sosial Komunitas Nelayan Suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar. Perubahan ini merupakan tanda bahwa menggeliatnya ekonomi lokal orang-orang Bajo Kecamatan Pasimarannu yang tetap melakukan pola-pola perikanan tradisional, menunjukkan bahwa “spirit of capitalism” di setiap suku Bajo memiliki derajat perubahan dalam

(22)

hal perkembangannya. Untuk memahami mengapa terjadi perubahan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Modernisasi Perikanan dan Perubahan Sosial Komunitas Nelayan Suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk modernisasi perikanan yang dilakukan komunitas nelayan suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar?

2. Bagimanakah perubahan sosial komunitas nelayan suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar?

3. Apakah dampak modernisasi terhadap komunitas nelayan suku Bajo Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk modernisasi perikanan yang di lakukan komunitas nelayan suku Bajo Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah perubahan sosial komunitas nelayan suku Bajo di Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar.

(23)

3. Untuk mengetahui apa dampak modernisasi terhadap komunitas nelayan suku Bajo Kecamatan Pasimarannu Kabupaten Kepulauan Selayar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis untuk memperkaya konsep dan mengembangkan ilmu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi komunitas nelayan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk umum tentang modernisasi perikanan dan perubahan sosial komunitas nelayan suku bajo.

b. Bagi lembaga terkait

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi berbagai pihak sebagai bahan tambahan informasi bagi para peneliti.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis.

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang sesuai dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu sebagai berikut: (1) Awaluddin Hamzah tentang masyarakat suku Bajo yang berjudul Respon Komunitas Nelayan Terhadap Modernisasi Perikanan (2008). Dalam tulisannya tersebut Awaluddin Hamzah secara lebih konkret menunjukan berbagai pengaruh modernisasi perikanan berdampak pada kehidupan sosial nelayan maupun komunitas nelayan tersebut. Dampak tersebut adalah perubahan pola kerja dari penggunaan teknologi lama yang masih sederhana menjadi teknologi baru yang lebih modern, efektif dan efesien. Efektivitas dan efesiensi modernisasi tersebut menimbulkan diferensiasi yakni munculnya unit-unit sosial baru yang berdampak pada perubahan struktur sosial nelayan. Perubahan struktur tersebut terjadi pada level nelayan maupun komunitas. (2) Suratman Baharudin (2011), “Pergeseran Nilai Tradisional Suku Bajo dalam perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Laut Taman Nasional Wakatobi”.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa awalnya Suku Bajo merupakan masyarakat yang hidup secara tradisional, mulai dari bentuk perumahan sampai penggunaan alat tangkap. Namun pada tahun 1960-1970 kebijakan modernisasi perikanan oleh pemerintah, yang dimulai dengan motorisasi perahu mulai mengenalkan peralatan-peralatan modern dalam dunia kelautan. Tahun 1980-1990.

(25)

masyarakat mulai membangun rumah-rumah permanen dari beton. Di mulai dengan menimbun kolong rumah dengan menggunakan terumbu karang. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah masyarakat mulai merasa nyaman menempati perkampungan.

B. Modernisasi Perikanan

Pasca Perang Dunia Kedua mempunyai perbedaan prinsipil yang dilandasi falsafah strategi maupun kebijakannya namun demikian, pembangunan itu secara global merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa guna peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat.

Scumpete dalam Delianor (1997) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan berkembang pesat dalam lingkungan masyarakat yang menghargai dan merangsang orang untuk menggali penemuan-penemuan baru dan yang paling cocok untuk itu ialah lingkungan masyarakat yang menganut laissez faire, bukan dalam masyarakat sosialis atau komunis yang cenderung mematikan kreatifitas orang dalam masyarakat yang menganut mekanisme pasar insetif bagi penemuan baru lebih tinggi dari insetif yang akan di terima dalam masyarakat sosialis. Salah satu paradigma pembangunan yang banyak dianut adalah paradigma modernisasi agen pembangunan internasional dan pemerintah negara berkembang, menjadikan paradigma ini sebagai acuan otoritatif di dalam mana ia dilaksanakan sebagai bagian integral dari

(26)

pembangunan ekonomi secara keseluruhan Indonesia sejak tahun 1966, dalam proses pembangunannya, paradigma ini juga turut merasuk kehampir semua sektor kehidupan, termasuk dibidang perikanan dan kelautan (revolusi biru). Istilah revolusi biru (modernisasi perikanan) merupakan turunan dari revolusi hijau pada sektor pertanian, yang awal mulanya dilakukan melalui introduksi teknologi baru dalam kegiatan perikanan (motorisasi dan inovasi alat tangkap).

Secara teoritis modernisasi yang terjadi melalui kapitalisasi (peningkatan arus modal dan teknologi) akan berpengaruh terhadap perubahan struktur sosial masyarakat dan peningkatan kebutuhan spesialisasi pekerjaan atau tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan baru dengan posisi baru dalam struktur sosial masyarakat akan memainkan peranan-peranan sosial tertentu sesuai dengan tuntutan statusnya.

Struktur-struktur yang baru ini membawa sejumlah implikasi. Adapun tiga pokok teori berkaitan dengan hal tersebut yaitu (1) pembagian kerja merupakan wujud adanya bentuk pelapisan atau stratifikasi sosial dalam masyarakat; (2) pembagian kerja menghasilkan ragam posisi atau status dan peranan yang berbeda; dan (3) pembagian kerja sebagai fungsi dari besar kecilnya ukuran masyarakat, semakin besar ukuran masyarakat pembagian kerja pun semakin nyata.

Berdasarkan proposisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa stratifikasi sosial masyarakat dapat berubah setelah adanya modernisasi relevansi yang menunjukkan adanya pengaruh modernisasi terhadap perubahan struktur sosial masyarakat telah banyak dipublikasikan namun studi-studi tersebut kebanyakan

(27)

masih bertumpuh pada kasus masyarakat agraris dimana pemerintah padi-sawah dominan.

Sementara untuk studi sosiologi dengan mengambil kasus ekologi pantai dan pulau-pulau kecil dimana perikanan tangkap merupakan ciri utama belum banyak dilakukan di Indonesia. Studi ini sangat penting artinya, karena pesisir dan lautan telah menjadi sumber pertumbuhan baru ekonomi yang berbasis sumber daya (resources based economy).

Konteks faktual mengenai implikasi modernisasi perikanan dalam kehidupan masyarakat nelayan dapat digambarkan baik secara makro maupun mikro. Secara makro sebelum program modernisasi diluncurkan nelayan belum terlalu terstratifikasi dalam struktur sosial masyarakat karena pola produksi mereka masih bersifat homogen dimana penguasaan alat produksi berupa alat penangkapan dan perahu masih dijadika dasar stratifikasi. Dengan belum berkembangnya alat produksi perikanan pada waktu itu masyarakat nelayan hanya terdiri dua lapisan yakni: lapisan yang menguasai alat produksi berupa perahu dan alat tangkap tradisional (punggaha) /dan sahi (lapisan yang tidak menguasai alat produksi dan bekerja pada punggaha).

Sistem produksi bersifat subsisten dan pola hubungan yang egaliter.

Budiman (1995) seiring dengan masuknya program modernisasi perikanan seiring pula terjadinya perubahan dalam struktur sosial masyarakat karena : (1) munculnya organisasi-organisasi sosial baru dengan beragam tujuan dan kepentingan;

(28)

(2) menyebabkan munculnya profesi-profesi (vocations) baru akibat tumbuhnya industri pengolahan perikanan (cold stroge), industri pengasinan, industri perbengkelan perahu, pasar perikanan (tempat pelelangan ikan); (3) adanya perubahan dalam kelembagaan kerja usaha penangkapan; (4) perubahan sistem produksi yang dulunya subsisten menjadi tata produksi yang bersifat komersil maupun kapitalis dan ; (5) masih bertahannya sebagian kecil nelayan tradisional dan post-tradisional. Strukturisasi dalam usaha penangkapan mengalami pula perubahan kelembagaan kerja sebagai penyesuaian meningkatnya teknologi penangkapan yang ada. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana.

Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara sedang mengalami perkembangan adalah suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern.

Konsep modernisasi dalam arti khusus yang di sepakati teoritis modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an di definisikan dalam tiga cara historis relatif dan

(29)

analisis. Menurut defenisi historis modernisasi sama dengan westernisasi atau amerikanisasi. Modernisasi dilihat sebagai gerakan menuju ciri-ciri masyarakat yang dijadikan model. Berikut ini di kutip dua contoh pandangan seperti itu. Einsenstand dalam Sztompka (2011) dalam bukunya Sosiologi Perubahan Sosial, mengatakan

“Secara historis modernisasi adalah proses perubahan menuju tipe sistem social, ekonomi dan politik yang telah maju di Eropa barat dan Amerika Utara dari abad ke-17 hingga 19 dan kemudia menyebar ke Negara Eropa lain dan dari abad ke-19 dan 20 ke Negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika”.

Sedangkan Willber Moore (1963:89) mengatakan

“Modernisasi adalah transformasi total masyarakat tradisional atau pra-modern ke tipe masyarakat teknologi dan organisasi social yang menyerupai kemajuan dunia Barat yang ekonominya dan situasi politiknya stabil”.

Menurut pengertian relatif, modernisasi berarti upaya yang bertujuan untuk menyamai standar yang dianggap modern baik oleh rakyat banyak maupun oleh elit penguasa. Tetapi standar ini berbeda-beda. Apa yang di sebut “sumber” atau pusat modernitas dalam arti masyarakat rujukan, unggul tempat asal prestasi yang di anggap modern paling umum, berbeda dengan kalangan pakar.

Menurut Triyakian dalam Sztompka (2011) pusat modernitas bergeser mulai dari bibitnya, yakni masyarakat yunani dan Israel, melalui Romawi, Eropa Utara, dan barat laut abad pertengahan, kawasan pengaruh AS dan kini bergeser ke Timur jauh

(30)

pinggiran pasifik atau di masa mendatang mungkin kembali ke Eropa. Defenisi untuk analisis berciri lebih khusus daripada kedua defenisi di atas, yakni melukiskan di mensi masyarakat modern dengan maksud untuk di tanamkan dalam masyarakat tradisional atau masyarakat pra-modern. Sebagai analisis memusatkan perhatian pada aspek struktural.

Teori ini didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut modern dan apa yang disebut tradisional. Yang modern merupakan simbol dari kemajuan, pemikiran yang rasional, cara kerja yang efisien, dan sebagainya. Masyarakat modern dianggap sebagai ciri dari masyarakat di negara-negara industri maju. Sebaliknya yang tradisional merupakan masyarakat yang belum maju, ditandai oleh cara berpikir yang irrasional serta cara kerja yang tidak effisien. Ini merupakan ciri masyarakat pedesaan yang didasarkan pada usaha pertanian di negara-negara miskin. Oleh karena adanya kepentingan tersebut, maka negara adidaya, khususnya Amerika Serikat mendorong kepada ilmuan sosial untuk mempelajari permasalahan-permasalahan yang terjadi di negara dunia ke tiga tersebut. Maka muncullah beberapa teori-teori pembangunan dengan berbagai istilahnya dan berbagai alirannya dalam perspektif beberapa ahli yang mengemukakannya. Permasalahan di dunia ketiga tersebut salah satunya di kaji melalui Teori Modernisasi. Teori modernisasi di bahas oleh beberapa sosiolog dengan perspektif yang berbeda-beda.

Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang makna modernisasi. Everett M.Rogers dalam “Modernisasi Among Peasants: The 10

(31)

Impact of Communication” menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologi serta cepat berubah. Cyril E. Black dalam

“Dinamics of Modernization” berpendapat bahwa secara historis modernisasi adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan disesuaikan dengan perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan tersebut, akan memungkinkan manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan revolusi ilmiah.

Daniel Lerner dalam (Rani Nuraeni) mengatakan bahwa “Modernizing the Middle East” menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilater yang sekuler dalam mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan.

Marion Ievy dalam “Modernization and the Structure of Societies” juga menyatakan bahwa modernisasi adalah adanya penggunaan ukuran rasio sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka modernisasi akan semakin mungkin terjadi.

Dari beberapa defenisi tersebut, modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur.

Sebagaimana sebuah teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama,

(32)

kemiskinan dipandang oleh Modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18).

Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari keterbelakangan dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan problem yang dibawah oleh faktor dari luar negara. Jika ada seorang warga yang miskin sehingga ia tidak mampu mencukupi kebutuhan gizinya, maka penyebab utama dari faktor tersebut adalah orang itu sendiri dan negara dimana orang tersebut berada, bukan disebabkan orang atau negara lain. Artinya, yang paling pantas dan layak melakukan penyelesaian masalah atas kasus tersebut adalah orang dan negara dimana orang itu berada, bukan negara lain.

Kedua, dari segala problem adalah kemiskinan,pembangunan berarti perang terhadap kemiskinan. Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang kali pertama harus dilakukan adalah menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi. Semakin tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara otomatis pembangunan telah berhasil.

Teori Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa pembangunan dapat dicapai melalui mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh negara-negara berkembang saat ini. Teori tindakan Talcott Parsons

„mendefinisikan kualitas yang membedakan “modern” dan “tradisional” masyarakat.

(33)

Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan individu modern. Teknologi memainkan peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini bahwa teknologi ini dikembangkan dan diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi adalah keyakinan bahwa pembangunan memerlukan bantuan dari negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang untuk belajar dari perkembangan mereka. Dengan demikian, teori ini dibangun di atas teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan yang sama dicapai antara negara maju dan dikembangan lebih rendah.

Lebih lanjut Neil Smelser dalam Sztompka (2011) melukiskan modernisasi sebagai transisi multidimensional yang meliputi enam bidang. Modernisasi di bidang ekonomi berarti: (1) mengakarnya teknologi dalam ilmu pengetahuan; (2) bergerak dari pertanian subsistensi kepertanian komersial; (3) pergantian tenaga binatang dan manusia oleh energi benda mati dan produksi mesin; (4) berkembangnya bentuk pemukiman urban dan kosentrasi tenaga kerja di tempat tertentu.

C. Perubahan Sosial

1. Pengertian perubahan Sosial

Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat.

Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada di dalam masyarakat, sehingga

(34)

menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.

William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan yang materiil maupun immaterial dengan menekankan bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immaterial.

Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat. Perubahan sosial dikatakannya sebagai peerubahan dalam hubungan sosial (social relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial tersebut.

Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi system sosial, termasuk di dalam nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola prilaku di antara kelompok dalam masyarakat. Menurutnya, antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Perubahan sosial yaitu perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau dalam hubungan interaksi, yang meliputi berbagai aspek kehidupan. Sebagia akibat adanya dinamika anggota masyarakat, dan yang telah didukung oleh sebagian besar anggota masyarakat, merupakan tuntutan kehidupan dalam mencari kestabilannya.

Ditinjau dari tuntutan stabilitas kehidupan perubahan sosial yang dialami oleh masyarkat adalah hal yang wajar. Kebalikannya masyarakat yang tidak berani

(35)

untuk melakukan perubahan, tidak akan dapat melayani tuntutan dan dinamika anggota-anggota yang selalu berkembang kemauan dan aspirasinya.

Kecenderungan terjadinya perubahan sosial merupakan gejala yang wajar yang akan timbul dari pergaulan hidup manusia yang ada di dalam masyarakat.

Adapun perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antar manusia dan antar masyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis, dan yang lainnya. Perubahan sosial tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis.

Faktor pencetus terjadinya perubahan sosial dapat berasal dari dalam (internal) maupun berasal dari luar (external) masyarakat yang bersangkutan. Kita sepakat bahwa tidak ada satupun masyarakat (Negara) yang dapat berdiri sendiri tanpa berinteraksi dengan bangsa lain di dunia ini. Suatu hal yang mustahil jika ada klaim bahwa suatu bangsa yang tidak terlibat dalam percaturan dunia akan tetapi eksis berdiri. Fenomena ini tidak lepas dari adanya arus pergerakan pengaruh dari suatu bangsa kepada bangsa lainnya yang acap kali diidentikkan dengan istilah

„globalisasi‟.

Seiring dengan pesatnya dinamika perubahan dunia dalam berbagai aspek kehidupan membuat semakin sulit bagi setiap negara untuk menghindari pengaruh eksternal yang besar dari proses perubahan sosial tersebut. Berbicara tentang „globalisasi‟

seringkali diidentikkan dengan perkembangan pasar dunia semata, pada hal aspek

(36)

globalisasi bukan hanya dalam sektor ekonomi, tetapi telah merambah kesegenap dimensi kehidupan.

Adapun teori yang akan menjelaskan berkaitan dengan perubahan sosial adalah sebagai berikut.

1. Teori Evolusi (Evolutionary Theory)

Perubahan evolusi dibayangkan berpola unilinear, mengikuti pola atau lintasan tunggal. Perbedaan antara berbagai bagian masyarakat atau antara kultur dalam masyarakat manusia selaku keseluruhan dianggap disebabkan oleh perbedaan langkah proses evolusi di berbagai bagian dunia, yakni ada yang lambat dan ada juga yang lebih cepat. Masyarakat yang lebih primitif atau terbelakang, benar-benar terlambat dalam proses, namun tanpa terelekkan akan bergerak, melalui jalan yang sama, mengikuti masyarakat yang lebih maju khususnya masyarakat Barat yang paling dewasa. Perubahan masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, terjadi dimana saja, niscaya dan merupakan ciri tak terhindarkan dari realitas sosial.

jika terlihat stabilitas atau stagnasi, itu ditafsirkan sebagai perubahan yang tertahan, terhalang dan dipandang sebagai perkecualian.

Adapun teori ini pada dasarnya akan berpijak perubahan yang memerlukan proses yang cukup panjang, dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencapai perubahan yang sesuai dengan keinginan.

2. Teori Evolusi Linier

Teori ini berpendapat bahwa syahnya manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan mengalami yang namanya perubahan sesuai dengan tahapan-

(37)

tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan pada akhirnya sempurna. Adapun yang mempelopori teori ini adalah Herbert Spencer.

Teori garis lurus menggambarkan arah perubahan yang mungkin saja akurat, apabila ditetapkan pada jangka waktu yang relatif lebih pendek dan bagi tipe gejala-gejala sosial tertentu, dari suatu sistem ekonomi tertentu.

3. Teori Konflik (Conflict Theory)

Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial.

Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa semua perubahan social merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. la yakin bahwa konflik atau pertentangan selalu menjadi bagian dari masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik (konflik sosial dan perubahan sosial) selalu melekat dalam struktur masyarakat.

4. Teori Fungsional (Functional Theory)

Teori fungsional berusaha melacak penyebab perubahan social sampai pada ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan sosial yang tingkatnya moderat.

Konsep kejutan budaya menurut William F. Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsional. Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsurnya bisa saja berubah dengan

(38)

sangat cepat, sementara unsur lainnya tidak. Ketertinggalan tersebut menjadikan kesenjangan sosial dan budaya di antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat. Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial, seperti kepercayaan, norma, nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku yang baru meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.

5. Teori Siklus (Cyclical Theory)

Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang menarik dalam melihat perubahan sosial karena beranggapan bahwa perubahan sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun, bahkan orang-orang yang ahli sekalipun.

Dalam setiap masyarakat, terdapat siklus yang harus diikutinya. Kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban (budaya) tidak dapat dielakkan dan tidak selamanya perubahan sosial membawa kebaikan. Oswald Spengler mengemukakan teorinya bahwa setiap masyarakat berkembang melalui empat tahap perkembangan seperti pertumbuhan manusia, yaitu masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua.

2. Macam-macam Bentuk Perubahan Sosial

Bila proses sosial dilihat dari jauh, berdasarkan perspektif eksternal, akan terlihat berbagai bentuknya. Proses itu mungkin mengarah ke tujuan tertentu atau mungkin tidak. Proses yang mengarah biasanya tak dapat diubah dan sering bersifat

(39)

kumulatif. Setiap tahap yang berurutan berbeda dari tahap sebelumnya dan merupakan pengaruh gabungan dari tahap sebelumnya. Masing-masing tahap terdahulu menyediakan syarat-syarat bagi tahap yang kemudian. Gagasan tentang proses yang tak dapat diubah itu menekankan pada kenyataan bahwa dalam kehidupan manusia terdapat kebutuhan yang tak dapat tidak dipenuhi pemikiran yang tak dapat tidak dipikirkan perasaan yang tak dapat tidak dirasakan dan pengalaman yang tak dapat tidak dialami (Adam, 1990: 169). Begitu proses sosial itu terjadi, ia meningalkan bekas yang tak dapat dihapus dan meninggalkan pengaruh yang tak terelakkan atas proses sosial tahap selanjutnya. Contoh proses yang mengarah adalah sosialisasi anak, perkembangan sebuah kota, perkembangan teknologi industri dan pertumbuhan penduduk. Dalam artian luas ini, baik biografi individual maupun sejarah sosial kebanyakan adalah proses yang mengarah (menurut garis lurus). Proses sosial yang mengarah mungkin bertahap, meningkat atau adakalanya disebut “linier”.

Bila prose situ mengikuti sasaran tunggal atau melewati rentetan tahap serupa, disebut “unilinear”. Contoh kebanyakan penganut teori evolusi yakin bahwa semua kultur berkembang dari tahap-tahap yang sama, hanya saja perkembangannya ada yang cepat dan ada yang lambat.

a) Perubahan sosial secara lambat (evolusi).

Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu.

Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri

(40)

dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan-rentetan perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. Adapun teori tentang evolusi, yang pada umumnya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut.

1. Unilinear theories of evolution

Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaan ) mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk yang kompleks sampai pada sampai pada tahap yang sempurna. Pelopor teori tersebut Herbert Spencer.

2. Universal theory of evolution

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap- tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen, baik sifat maupun susunannya.

3. Multilined theories of evolusi

Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya, mengadakan penelitian

(41)

perihal pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian, terhadap sistem kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan dan seterusnya.

Dewasa ini agak sulit untuk menentukan apakah suatu masyarakat berkembang melalui tahap-tahap tertentu. Lagi pula sangat sukar untuk dipastikan apakah tahap yang telah dicapai dewasa ini merupakan tahap terakhir. Sebaliknya juga sulit untuk menentukan kearah mana masyarakat akan berkembang, apakah pasti menuju ke bentuk kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila di bandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau bahka sebaliknya oleh karena itu para sosiolog telah banyak yang meninggalkan teori evolusi (tentang masyarakat).

Sementara itu, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan) lazimnya dinamakan

“revolusi”. Unsur-unsur pokok revolusi adalah adanya perubahan yang cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan-perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu atau tanpa rencana. Ukuran suatu kecepatan suatu perubahan yang dinamakan revolusi, sebernya bersifat relatif karena revolusi dapat memakan waktu yang lama.

Manusia dan masyarakat senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk kehidupan yang sederhana ke bentuk kahidupan yang sempurna (kompleks). Herbert Spencer: masyarakat merupakan hasil

(42)

perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok heterogen baik sifat maupun susunannya.

Akan tetapi dewasa ini akan sukar menentukan apakah suatu masyarakat berkembang melalui tahap-tahap tertentu yang sumbernya adalah untuk memastikan tahap yang telah dicapai dewasa ini, kearah mana masyarakat akan berkembang secara pasti, apakah pasti menuju pada kehidupan yang lebih sempurna dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, atau malah sebaliknya.

b) Perubahan Sosial Secara Cepat (revolusi).

Revolusi adalah perubahan yang terjadi pada sendi-sendi atau dasar-dasar pokok dari kehidupan yang ada di masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan).

3. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial

Pada dasarnya, perubahan sosial terjadi oleh karena anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama.

Norma-norma dan lembaga-lembaga sosial atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang baru.Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Apabilah diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin dikarenakan adanya suatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama itu. Mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk menyesuaikan

(43)

suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin ada sumber sebab-sebab tersebut yang terletak yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut :

1) Bertambah atau Berkurangnya Penduduk

Perubahan penduduk yang sangat cepat di pulau jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Misanyal, orang lantas mengenal hak milik individual atas tanah, sewah tanah, gadai tanah, bagi hasil dan selanjutnya, yang sebelumnya tidak dikenal. Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi).

2) Penemuan-penemuan Baru

Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsure kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsure kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan.

Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan invention.

3) Pertentangan (Conflict) Masyarakat

(44)

Pertentangan (Conflict) masyarakat mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perentara kelompok dengan kelompok. Umumnya masyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetapi mempunyai fungsi sosial, tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan.

Setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa menganlami perubahan-perubahan.

Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda.

Perubahan ini adalah merupakan fenomena sosial yang wajar. Menurut Suwarsono (1991), bahwa kenyataan sosial selalu berada terus-menerus dalam peroses perubahan. Demikian pula yang diungkapkan oleh Sukanto (2000), bahwa setiap masyarakat pernah mengalami perubahan, ini disebabkan tidak adanya masyarakat yang hidup secara terisolasi mutlak.

D. Konsep Tentang Komunitas

Kelompok nelayan adalah kumpulan nelayan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan ( sosial, ekonomi, dan sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok nelayan akan membentuk komunitas nelayan dalam rangka mempermudah pengadaan

(45)

sarana produksi nelayan seperti sarana penangkapan. Dengan adanya kelompok nelayan biaya pengadaan sarana produksi nelayan dapat ditanggung bersama.

Berbagai konsep nelayan tersebut, mengisyarakatkan bahwa nelayan tidak lepas dari komunitas. Istilah komunitas pun mempunyai makna beragam, setiap segi- segi pengertiannya mempunyai arti yang sama penting. Redfield dalam Koentjaraningrat (1990) mengatakan bahwa, umumnya antropolog memandang komunitas dari sudut pandang ekologis. Dari sudut pandang ini komunitas didefinisikan sebagai satuan sosial yang utuh dan terikat pada sistem ekologi yang bulat. Keterikatan pada tempat ini kemudian dikenal dengan sebutan kesatuan hidup setempat, yaitu yang lebih terikat pada ikatan tempat kehidupan daripada ikatan lain seperti kekerabatan, kepercayaan dan sejenisnya. Tinjauan aspek ekologis menekankan pada segi ruang (spasial) dari komunitas. Sehingga penting memperhatikan batas-batas ruang komunitas. Berkaitan dengan hal itu Sanders (1958) membagi komunitas menjadi empat tipe. Pertama, komunitas pedesaan yang terisolir dan relatif mampu mencukupi kebutuhan sendiri. Kedua, komunitas kota kecil dan ketiga, komunitas urban serta yang keempat, sub-komunitas metropolitan.

Dari keempat jenis komunitas tersebut, biasanya komunitas pedesaan yang banyak menarik perhatian.

Nelayan merupakan salah satu masyarakat marginal yang seringkali tersisih dari akomodasi kebijakan pemerintah. Problem yang dihadapi masyarakat nelayan sangatlah kompleks, mulai dari yang bermuara pada minimnya penghasilan mereka.

(46)

Seperti halnya masyarakat petani dan buruh (proletar), masyarakat nelayan pun tercekik jerat kemiskinan yang menyerupai lingkaran setan (Wahyono, dkk, 2004).

Proses modernisasi pada masyarakat nelayan dapat dilihat melalui adanya perubahan teknologi seperti fungsi layar dan dayung pada perahu yang kemudian digantika oleh mesin motor yang telah membawa perubahan peranan dan bagi hasil serta turut merubah struktur sosial dalam relasi patron-klien. Menurut Salman (2006), bahwa modernisasi perikanan tahun 1980-an telah memungkinkan kelas terpinggirkan ini tampil pada puncak piramida sosial. Selanjutnya, dikatakan bahwa hadirnya teknologi memungkinkan mereka mereakumulasi modal dan mendiversifikasi usaha ekonomi.

Komunitas nelayan sebagai langkah awal dalam bisnis perikanan yang mempunyai peluang yang cukup besar untuk mendukung pemerintah dalam program membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan penghasilan masyarakat. Hal ini terjadi kerena setiap manusia mempunyai kepentingan yang tak terbatas. Perubahan sosial ekonomi masyarakat yang akan berlangsung terus menerus.

E. Masyarakat Pesisir

Masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia yang dengan karena sendirinya bertalian secara golongan dan mempengaruhi satu sama lain. Pengertian masyarakat pesisir tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat itu

(47)

sendiri. Maka dari itu sebelum membicarakan tentang masyarakat pesisir terlebih dahulu kita memahami tentang defenisi masyarakat.

Ralp Linton dalam Soyomukti (2010) mendefenisikan masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah hidup lama dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengatur diri dan menganggap diri mereka sebagai kesatuan sosial dengan batas tertentu yang diharuskan dengan jelas.

Di dalam masyarakat kita harus mengerti apa yang disebut bermasyarakat itu, sebab hidup masyarakat adalah suatu kehidupan sekelompok manusia yang saling mengadakan hubungan diantara yang satu dan yang lain. Salah satu kehidupan manusia yang bersifat umum, bahwa pada dasarnya mempunyai sifat egois dan mempunyai bebas diri dan sangat luas. Oleh sebab itu manusia baru dikatakan manusia apabila ia hidup sekali sama dengan manusia lainnya. Sebab manusia hidup yang sama mempunyai perasaan sosial yang sifatnya dapat dibentuk sejak manusia mulai bergaul dengan yang lainnya. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki tempra mental dan karakter watak yang keras dan tidak mudah di atur.

1.Dasar Teori/Konsep

a. Batasan dan Karakteristik Wilayah Pesisir Batas wilayah pesisir dan lautan tidak dapat dilepaskan dari tujuan penggunaan atau pengelolaannya. Dengan membatasi wilayah dalam satuan pengelolaan dapat berguna untuk mengidentifikasi segala interaksi fungsional antar komponen dalam satuan (sistem) wilayah pengelolaan dan interaksinya dengan wilayah pengelolaan

(48)

lainnya. Ekosistem wilayah pesisir dan lautan mempunyai karakteristik yang harus dipahami agar pengelolaannya memenuhi kaidah-kaidah kesinambungan (suistainability). Karakteristik tersebut antara lain:

1. Komponen hayati dan non hayati dalam wilayah pesisir membentuk suatu ekosistem yang kompleks hasil dari berbagai ragam proses biofisik (ekologis) dari ekosistem daratan dan lautan, antara lain angin, gelombang, pasang surut, suhu, dan salinitas. Ekosistem pesisir dapat sangat tahan atau sebaliknya sangat rentan terhadap gangguan (perubahan) lingkungan yang disebabkan baik oleh manusia maupun bencana alam.

Karakter ekologis wilayah pesisir dan lautan akan beriplikasi pada pola pengelolaan dan hubungannya dengan ekosistem darat.

2. Di wilayah pesisir, karena ragam komponen ekologi dan keuntungan faktor lokasi, biasanya ditemukan beragam pemanfaatan untuk kepentingan pembangunan, seperti tambak, perikanan tangkap, pariwisata, pertambangan, industri, dan pemukiman.

3. Dalam suatu wilayah pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak dll.

4. Secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu wilayah pesisir secara monokultur (single use) sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.

(49)

b. Karakteristik Masyarakat Pesisir Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir ditentukan oleh interaksi factor-faktor social, ekonomi, dan lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat nelayan, karakteristik yang mencolok adalah ketergantungan pada musim. Pada musim penangkapan, para nelayan sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur. Ketergantungan pada musim ini semakin besar bagi nelayan kecil yang tidak mampu mengakses teknologi penangkapan. Kondisi ini akan berpengaruh pada perilaku konsumsinya. Pada musim penangkapan, nelayan cenderung konsumtif dan relative kekurangan pada musim paceklik. Dalam upaya mempertahankan kehidupannya, system jaminan social (social security) membentuk suatu hubungan yang dikenal dengan patron-klien. Pada musim paceklik, nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil, dan buruh tambak sering kali terpaksa meminjam uang atau barang untuk kebutuhan hidup sehari-hari kepada juragan atau para pedagang pengumpul(tauke). Sebagai konsekuensinya, para peminjam terikat dengan pihak juragan atau pedagang dengan ikatan berupa keharusan menjual tangkapannya kepada pedagang atau juragan tersebut. Pola hubungan yang asimetris ini sangat mudah berubah menjadi alat untuk mendominasi dan eksploitasi. Kehidupan masyarakat pesisir sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan. Lokasi wilayah pesisir dapat menjadi sumber maupun muara beragam kasus pencemaran, berupa konversi bakau (mangrove),

(50)

limbah industry, atau tumpahan minyak. Pencemaran dapat memperburuk kinerja usaha di bidang perikanan tangkap dan budidaya dan pada akhirnya menurunkan kualitas kehidupan social ekonomi masyarakat pesisir. Hal lain yang penting yang terdapat pada masyarakat pesisir adalah aktivitas kaum wanita dan anak-anak. Pada umumnya wanita dan anak-anak ikut bekerja mencari nafkah. Mereka bekerja sebagai pedagang ikan segar maupun olahan.

Mereka juga melakukan pengolahan ikan dalam skala kecil di rumah untuk dijual sendiri maupun sebagai buruh pada pengusaha pengolahan ikan.

Kondisi ini menyebabkan anak-anak nelayan banyak yang tidak sekolah.

Pengelolaan sumber daya lingkungan yang terdapat pada daerah pesisir seringkali rusak disebabkan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat pesisir, aktivitas nelayan yang tidak memperdulikan kualitas lingkungan membuat ekosistem pesisir menjadi rusak. Pengambilan ikan yang menggunakan bom ikan, racun potasium akan merusak terumbu karang yang ada di laut. Ditambah lagi penebangan pohon bakau (mangrove) yang oleh nelayan digunakan untuk kayu bakar menyebabkan tidak adanya pelindung gelombang untuk wilayah pesisir.

c. Bentuk-bentuk Adaptasi yang dilakukan oleh manusia kondisi lingkungan yang semakin rusak di wilayah pesisir seharusnya membuat sadar manusia akan aktivitas yang dijalani terkadang dapat membuat rusak lingkungan tersebut. Manusia yang diberikan akal oleh sang pencipta seharusnya mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, bukan malah merusak dan

(51)

mengeksploitasinya secara besar-besaran. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan oleh beberapa suku di Indonesia masih memegang teguh ajaran nenek moyangnya dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilihat dalam adaptasi. Apakah sebenarnya konsep adaptasi itu? Banyak pendapat dan pendekatan tentang adaptasi.

Diantaranya: Pendekatan Deterministik (Semple et al), Pendekatan Posibilistik (Kroeber et al), Pendekatan Cultural Ecology (Stewart, Geerst et al), dan Pendekatan Ekosistem (Rappaport et al). Tapi pada dasarnya adaptasi adalah usaha dari makhluk hidup (terutama manusia) untuk bereaksi terhadap keadaan luar/lingkungan yang berubah, termasuk intervensi, gangguan dan ancaman. Hal ini sesuai dengan konsep homeoesthasis yang dikemukakan oleh Eugene P.Odum: "Homeoesthasis adalah suatu sistim biologis untuk tetap bertahan terhadap adanya perubahan dan untuk tetap berada dalam keseimbangan dinamis (state of equilibrium) dengan sekitarnya." Odum, dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut dalam perspektif kearifan lokal suku Bajo di Sulawesi Selatan (WWW. Google.com) Adaptasi dalam ekologi juga sejalan dengan konsep-konsep tersebut. Terri Rambo mengemukakan bahwa manusia akan melakukan strategi yang sesuai dengan pengetahuan budayanya untuk menghadapi perubahan. Manusia yang mempunyai strategi yang tepat akan berhasil, yang tidak mempunyai strategi yang tepat akan gagal dan mati (process of natural selection)

Adaptasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

(52)

1. Adaptasi Fisiologis :

Berhubungan dengan sistem metabolisme, seperti juga seseorang yang tinggal di dataran rendah harus tinggal di dataran yang sangat tinggi (Pegunungan Himalaya). Orang tersebut harus menyesuaikan suhu, tekanan udara dan kadar oksigen yang lebih tipis untuk bisa bertahan hidup.

2. Adaptasi Morfologis :

Berhubungan dengan struktur tubuh. Misalnya orang Eskimo pendek dan kekar karena tinggal didaerah Artik, dan orang Afrika tinggi dan langsing karena tinggal di udara panas.

3. Adaptasi Kultural :

4. Berhubungan dengan teknologi, yang disesuaikan dengan keadaan sekitar.

Jadi adaptasi masyarakat terasing terhadap pembangunan banyak berhubungan dengan Cultural Adaptation, bukan pada fisiologis dan morfologis. Adaptasi sosial-budaya tentunya tak dapat dilakukan secara tiba- tiba (overnight), melainkan dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama akan terjadi adaptasi karena perubahan teknologi (yang termudah), perilaku, pendidikan, kegiatan bermasyarakat, rumah tangga, agama dan kepercayaan.

Cohen menyebutkan bahwa adaptasi dapat diterangkan dalam 4 tahap:

1. Adaptasi yang paling mudah dengan perubahan habitat perubahan teknologi dan organisasi yang didapat dari hubungan sosial/bermasyarakat/pergaulan.

2. Terhadap bentuk hunian rumah tangga, organisasi politik, dan kekerabatan.

3. Adalah dalam agama dan kepercayaan.

(53)

4. Adalah yang paling sulit karena ini merupakan persepsi subyektif terhadap habitat, lingkungan, nilai-nilai/norma-norma yang berhubungan dengan mata pencaharian, pemeliharaan anak, taboo(pantangan), incest (hubungan sedarah)ritual-ritual/upacara termasuk musik dan tarian(kebudayaan).

Dari beberapa pembahasan adaptasi di atas dapat di analisis bahwa adaptasi sangat penting dilakukan dalam lingkungan kehidupan dalam masyarakat.

F. Teori Sosiologi yang Relevan

Indonesia mengalami proses perubahan atau transformasi pertama kali dalam bidang pertanian pada awal tahun 1970-an, dikenal dengan nama revolusi hijau.

Transformasi tersebut melahirkan berbagai kajian diantaranya terkait dengan distorsi yang terjadi terutama pada masyarakat petani gurem. Sedangkan perubahan atau proses transformasi masyarakat pesisir atau dikenal dengan revolusi biru lebih belakangan atau sekitar akhir 1970-an termasuk di Sulawesi Selatan. Tidak berbeda dengan yang terjadi di sektor pertanian, di mana ketika masyarakat pesisir terutama masyarakat nelayan memasuki fase transformasi melalui reinvestasi dalam bidang penangkapan, sistem manajemen yang lebih rasional, masyarakat nelayan terutama nelayan(Sulawesi Selatan) tetap terpinggirkan. Fenomena tersebut terjadi hampir menyeluruh pada masyarakat nelayan di Indonesia termasuk masyarakat nelayan Kabupaten Kepulauan Selayar. Akibat lanjut, menimbulkan perdebatan teoritis

Gambar

Tabel 1.2 Tabel Nama Desa dan Jaraknya Dari Kota  ............................................
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pikir  .....................................................................
Gambar 1.1.  Penggunaan  alat’’ modern Teknik berlayar  Nilai  Gaya hidup  Modernisasi  Globalisasi Perubahan sosial
GAMBAR NELAYAN SUKU BAJO Di KECAMATAN PASIMARANNU

Referensi

Dokumen terkait

Pemodelan sirkulasi udara pada tanaman kopi berdasarkan kecapatan awal udara pada tanaman pelindung dengan pola tanam graf tangga permata menggunakan metode volume hingga ini

Asiantuntijan erityinen esteellisyysperuste on oikeudenkäymiskaaren 17:47 §:n mukaisesti sellainen suhde asiaan tai jompaankumpaan asianosaiseen, että

1Chronicles 29:11 Thine, O LORD, is the greatness, and the power, and the glory, and the victory, and the majesty: for all that is in the heaven and in the earth is thine

Id‘ā’ al-ḥaqq wa ḥudūd al-tasāmuḥ fī tarbīyat al-Islāmīyah: Dirāsah awwalīyah al-kutub al-muqarrarah li tadrīs māddah al-Islāmīyah bi

Satuan pendidikan penyelenggara kegiatan penerimaan peserta didik baru wajib menyusun dan mengirim laporan tertulis dilampiri jumlah peserta didik baru TP

bilimbi ukuran polen dari filamen panjang umumnya memiliki diameter lebih besar dibandingkan diameter pada polen filamen pendek, namun fetilitas polennya tidak

Berbagai alasan atau latarbelakang di atas memberikan gambaran atau alasan pada peneliti untuk melakukan penelitian pada perempuan dengan memberi paparan sinar

pada medium agar-agar dekstrosa kentang yang ditambahkan metabolit sekunder 20% dari cendawan endofit isolat CECL 28 pada 3 medium fermentasi: a, dekstrosa kentang cair;