• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di antara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama sebagaimana Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 18 Tahun 2009). Peradilan agama yang dimaksud adalah peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UU PA).

Peradilan agama mempunyai wewenang mangadili sebagaimana Pasal 49 UU PA) bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang di antaranya ekonomi syari'ah. Di sisi yang lain sebagaimana Pasal 50 UU PA, bahwa dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Apabila terjadi sengketa hak milik yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

Uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa peradilan Agama pada prinsipnya memang tidak berwenangan mengadili perkara sengketa hak milik kecuali ditentukan lain dalam 50 ayat (2) UU PA, sengekata hak milik

(2)

yang digugat dalam Pengadilan Negeri memiliki keterkaitan dengan perkara yang menjadi kompetensi di Peradilan Agama yang tertuang dalam Pasal 49 UU PA, keterkaitan yang erat antara sengketa hak milik dengan perkara yang menjadi

Peradilan Agama, keterkaitan yang dimaksud dapat berupa objek yang sama antara objek dalam sengketa hak milik dengan objek perkara pada Peradilan Agama, juga dapat berupa akibat hukum yang timbul pada salah satu perkara apabila perkara lainnya telah memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap.1

Terkait dengan ekonomi syariah diundangkan Undang-Undang Nomor Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008), diundangkan dengan pertimbangan bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah; bahwa perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional, sebagaimana Konsideran Bagian Menimbang huruf a dan c UU No. 21 Tahun 2008.

Kewenangan Pengadilan Agama di antaranya memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Ekonomi Islam atau ekonomi syariah merupakan ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti AlQur‟an, Hadis Nabi Muhammad SAW, ijma, dan qiyas. Jika dilihat dari konsep sistem ekonomi syariah adalah apa yang

1Roni Satriya Cahya diHarjono. https://jurnal.uns.ac.id/verstek/article/download/

(3)

disebut dalam jurisprudensi Islam sebagai bagian dari muamalah.2 Istilah ekonomi syariah hanya dikenal di Indonesia, di negara lain dikenal dengan ekonomi Islam (Islamic Economy atau al-iqtishad alIslami) dan sebagai ilmu disebut ekonomi Islam (Islamic Economics’s,’ilm al Iqtishad a-Islamy).3Ekonomi Syariah yang dimaksud sebagaimana Penjelasan Pasal 49 huruf i UU PA, bahwa ekonomi syariah yang dimaksud adalah bank syari’ah; lembaga keuangan mikro syari’ah.

asuransi syari’ah; reasuransi syari’ah; reksa dana syari’ah; obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah; sekuritas syari’ah; pembiayaan syari’ah; pegadaian syari’ah; dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan bisnis syari’ah.

Sengketa ekonomi syariah penyelesaiannya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008, yang menentukan:

(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.

(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.

Penyelesaian sengketa perbankan kewenangan Peradilan Agama, namun dalam hal para pihak sepakat dalam perjanjian penyelesaian dilakukan sesuai dengan isi akad menurut Pasal 20 angka 1 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHIE) adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk

2 Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa Konsep Sistem Ekonomi Syariah, , , (Kerjasama Dengan Masyarakat Ekonomi Syariah Kerja Sama dengan MUI, BI, Departh), PT. Econ Citra Lintas, Jakarta, h. 28

3Rifyal Ka‟bah, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Sebagai Sebuah Kewengan Baru Peradilan Agama”, Majalah Hukum Varia Peradilan, Tahun XXI No. 245, IKAHI, Jakarta, April 2006, h. 12

(4)

melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Apabila dalam akad disepakati menurut penjelasan ketentuan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008, bahwa penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut musyawarah mediasi perbankan; melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/ataumelalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Di antara yang diberi kewenangan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah didasarkan kesepakatan dalam akad adalah Peradilan Umum dalam hal ini Peradilan Negeri.

Namun ketentuan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tersebut melalui uji materiil ke Mahkamah Konstitusi sebagaimana putusannya Nomor 93/PUU- X/2012, menyatakan bahwa berhubung dengan itu, Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menentukan,

“Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum“ harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan , “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum“ dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dinyatakannya tidak mempunyai kekuatan hukum atas ketentuan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008, bahwa yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Hal ini berarti bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah menjadi kewenangan mutlak Pengadilan Agama, kenyataannya sebagaimana kasus sebagai berikut:

(5)

Merujuk pada ketentuan Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Juklak Lelang 2016) disebutkan bahwa Permohonan atas pelaksanaan lelang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, kecuali jika pemegang hak tanggungan merupakan lembaga yang menggunakan sistem syariah maka permohonan dilakukan oleh Pengadilan Agama. Akad Pembiayaan Murabahah No. 137 tertanggal 30 Juni 2011 dibuat di hadapan notaris, bidang tanah Sertipikat Hak Milik Nomor 379 Desa Ciasembaru Terbit Tanggal 11 Januari 2007 Surat Ukur Tanggal 19-12-2006 Nomor 106/Ciasembaru/2006 Luas 1.080 M2 saat ini terbebani Hak Tanggungan atas nama Bank Syariah Dengan Hak Tanggungan Nomor 3418/2016.

X menerima fasilitas pembiayaan dari Bank Syariah sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga Ratus juta rupiah) dengan menyerahkan bidang tanah yang taksiran harga tanah pada saat itu adalah ± Rp 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah) yang kemudian diikat berdasarkan Akta perjanjian Murabahah dibawah tangan Nomor 005/MRB/30229/06/2011 tertanggal 30 Juni 2011, dengan angsuran perbulannya ± Rp 8.030.000.,00 (delapan juta tiga puluh ribu rupiah) dengan lama angsuran pengembalian adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal 30 Juni 2011 yang berakhir pada tanggal 30 juni 2016 sehingga secara hukum “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Seiring perjalanan waktu atas pinjaman tersebut awalnya X lancar membayar angsuran dan atas pinjaman tersebut X sudah membayar angsuran

(6)

cicilan kredit kepada Bank Syariah dengan lancar terhitung sejak tanggal 30 juni 2011 hingga pembayaran angsuran pada tanggal 4 Oktober 2012 atau selama selama 17 (tujuh belas) bulan lamanya. Memasuki bulan berikutnya yaitu angsuran ke 18 (delapan belas) X mengalami kemacetan disebabkan usaha rumah makan yang biasanya tempat pemberhentian Bus antar Kota dan propvinsi dan serta mobil pribadi yang melewati jalan Raya Pantura baik dari Sumatra atau Jakarta menuju Jawa ataupun sebaliknya tidak berhenti lagi disebabkan adanya pembukaaan jalan Tol baru di Cipali, yang mengakibatkan usaha rumah makan tutup.

Pembiayaan macet dan Bank Syariah mengajukan permohonan lelang benda yang dibebani obyek hak tanggungan, penerima pembiayaan bekeratan dan mengajukan pembatalan risalah lelang ke Pengadilan Agama Subang, dalam putusannya Nomor 1597/Pdt.G/2019/PA.Sbg., amarnya menyatakan Pengadilan Agama Subang tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, maka gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard).

Pasal 49 UU PA disebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syari'ah. Hal ini berarti bahwa telah terjadi kekaburan hukum terkait dengan kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Di satu sisi didasarkan putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana putusannya Nomor 93/PUU-X/2012, kewenangan dari Pengadilan Agama mutlak sengketa ekonomi syariah, namun di sisi yang lain sebagaimana putusan Pengadilan Agama Subang,

(7)

dalam putusannya Nomor 1597/Pdt.G/2019/PA.Sbg., amarnya menyatakan Pengadilan Agama Subang tidak berwenang memerika dan mengadili perkara ini, maka gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasartkan latar belakang di atas, maka dalam proposal tesis ini permasalahannya dirumuskan sebagai berikut:

1) Apakah Pengadilan Agama berwenang mengadili sengketa perlawanan lelang eksekusi hak tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dari akad syariah ?

2) Apa akibat hukum lelang hak tanggungan didasarkan akad Pembiayaan Murabahah yang merugikan pemilik benda yang dilelang ?

1.3. Tujuan Penelitian

1) Untuk menganalisis kewenangan Pengadilan Agama mengadili sengketa perlawanan lelang eksekusi hak tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dari akad syariah.

2) Untuk menganalisis Akibat hukum lelang hak tanggungan didasarkan akad Pembiayaan Murabahah yang merugikan pemilik benda yang dilelang.

1.4. Manfaat Penelitian

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi teoritis dalam rangka mengembangkan pengetahuan tentang sengketa ekonomi syariah sebagai kewenangan mutlak Pengadilan Agama pasca diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012.

(8)

2) Agar dikemudian hari dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi perbankan syariah dalam kaitannya dengan Kewenangan Pengadilan Agama memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ekonomi syariah dan akibat hukum lelang hak tanggungan didasarkan akad Pembiayaan Murabahah yang merugikan pemilik benda yang dilelang.

1.5. Metode Penelitian 1.5.1 Tipe penlitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum dan bersifat yuridis normatif.

Yuridis normatif merupakan “penelitian dengan mengingat bahwa permasalahan yang diteliti/diamati berkisar pada peraturan perundang-undangan, yaitu hubungan peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan implementasi dalam praktik”.4 Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum maupun doktrin hukum yang digunakan untuk menjawab isu hukum yang ada. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai kewenangan Pengadilan Agama membatalkan risalah lelang hak tanggungan.

1.5.2 Pendekatan masalah

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah

“pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach)”.5 Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkut

4Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, h. 56.

5Ibid., h. 93.

(9)

paut dengan isu hukum yang sedang dibahas yaitu kewenangan Pengadilan Agama membatalkan risalah lelang hak tanggungan, dalam perbankan syariah.

Sedangkan conseptual approach yaitu pendekatan didasarkan atas sumber hukum berupa pendapat para sarjana dan yurisprudensi.

1.5.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber- sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan dalam hal ini:

1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,

2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

5) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Bahan-bahan hukum sekunder berupa ”semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan”.6

6Ibid., h. 141.

(10)

1.5.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh akan diinventarisasi dan diidentifikasi untuk selanjutnya dipergunakan untuk menganalisis pokok - pokok permasalahan yang berhubungan dengan kajian penelitian ini dan dilakukan sesuai kebutuhan. Langkah tersebut dapat digunakan sebagai bahan menganalisis pokok - pokok permasalahan. Tahapan terakhir adalah melakukan analisis dengan menggunakan deskripsi yang bersifat kritis.

1.5.5 Analisis Bahan Hukum

Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan, maka penelitian ini adalah pertama - tama akan ditetapkan isu hukum, selanjutnya dari isu hukum tersebut diajukan, maka selanjutnya akan dicari dan dikumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Baik bahan hukum primer dan sekunder tersebut yang sudah terkumpul akan diolah dengan cara mengkaitkan isu hukum yang terkait, setelah itu diklasifikasi sesuai dengan bagian - bagian permasalahan yang diajukan, kemudian dilakukan interpretasi, disistematisasi, dianalisis dan disimpulkan, sehingga akan menemukan jawaban atas permasalahan yang dipaparkan.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tesis ini diawali dengan Bab I, Pendahuluan.

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum untuk menuju suatu permasalahan, yang dijabarkan pada bab berikutnya. Sub babnya terdiri atas

(11)

permasalahan, latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Kemudian dilanjutkan Bab II, dengan judul bab Kewenangan Pengadilan Agama mengadili sengketa perlawanan lelang eksekusi hak tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dari akad syariah. Bab ini dibahas untuk menjawab permasalahan apakah Pengadilan Agama berwenang mengadili sengketa perlawanan lelang eksekusi hak tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dari akad syariah.

Selanjutnya Bab III dengan judul bab akibat hukum lelang hak tanggungan didasarkan akad Pembiayaan Murabahah yang merugikan pemilik benda yang dilelang. Bab ini dibahas untuk menjawab permasalahan apa akibat hukum lelang hak tanggungan didasarkan akad Pembiayaan Murabahah yang merugikan pemilik benda yang dilelang.

Akhirnya Bab IV, penutup, yang mengakhiri seluruh rangkaian uraian dan pembahasan. Sub babnya terdiri atas kesimpulan berisi jawaban masalah dan saran sebagai alternatif pemecahan atas masalah.

Referensi

Dokumen terkait

Bila tumor ini timbul di telinga tengah, gejala awal paling sering adalah nyeri, kehilangan pendengaran, otore kronis atau massa di telinga, perluasan tumor

Minta murid mengira sudu yang tinggal Minta murid memilih ayat matematik Arahan Guru kepada Murid.

Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah”(the rule and the ruled) 18. Berdasarkan pengertian tersebut

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dewi (2018) menggambarkan beban psikologis caregiver selama merawat anggota keluarga dengan skizofrenia.. Berbagai beban

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah melihat faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian Hak Guna Bangunan dalam rangka penanaman modal dan

KABEL LISTRIK KABEL LISTRIK KELAS : X KELAS : X SEMESTER : GASAL SEMESTER : GASAL DISUSUN OLEH: DISUSUN OLEH: ABDUL KHAMID.ST ABDUL KHAMID.ST NO PESERTA :13030861710635 NO

Maka dari itu adanya tujuan lain dalam penamaan ini disamping sebagai penanda (penetapan) surat, tidak sama dengan perkataan al-Ra>zi> pada ملا, karena di dalamnya

Pada variabel perhatian (empathy) terhadap mutu pelayanan pasien JKN rawat inap kelas III tergolong dalam kategori puas, hal ini dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang