• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI DEMOKRATISASI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI DEMOKRATISASI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DESA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

DEMOKRATISASI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN

DESA

(Studi Kasus Penetapan Peraturan Desa di Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo)

OLEH:

PUPUT CHENTIA BR GINTING 150906047

DEPARTEMEN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PELAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Puput Chentia Br.Ginting

NIM : 150906047

Judul Skripsi : Demokratisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Desa (Studi Kasus Penetapan Peraturan Desa Di Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa skripsi yang saya tulis benar merupakan tulisan saya dan bukan hasil jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain

2. Apabila terbukti dikemudian hari skipsi ini merupakan hasil jiplakan maka saya siap menanggung segala akibat hukumnya

Demikian pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya tanpa ada paksan atau tekanan dari pihak manapun

Medan, Juli 2019

Puput Chentia Br Ginting 140906047

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

PUPUT CHENTIA BR GINTING (150906047)

DEMOKRATISASI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DESA (STUDI KASUS PENETAPAN PERATURAN DESA DI DESA SUKA DAME KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO

ABSTRAK

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam hal pembentukan Peraturan Desa harus mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat, sehingga terciptanya demokrasi di Desa. Sebagai wujud demokrasi di Desa maka dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta bersama-sama kepala Desa menetapkan Peraturan Desa. Di dalam menetapkan Peraturan Desa, maka Peran Badan Permusyawaratan Desa sangat penting, agar Peraturan Desa yang ditetapkan benar- benar merupakan Peraturan yang bersumber dari aspirasi masyarakat. Permasalahan yang dikaji dalam Penelitian ini adalah (1) Bagaimana Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan Peraturan Desa; (2) Apa kendala-kendala yang mempengaruhi pelaksanaan proses Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan dan penetapan peraturan Desa?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode lapangan (field research) dan kepustakaan yang bersifat kualitatif. Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan pembentukan Peraturan Desa di Desa Suka Dame tidak semua sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Walaupun telah adanya Undang-Undang yang baru yaitu Undang- Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Desa. Ketidaksesuaian tersebut ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pendidikan, pekerjaan, dan pengalaman menjabat.

Kata Kunci: Peran Badan Permusyawaratan Desa, Undang-Undang Nomor 6 tahun

2014, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014

(4)

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

PUPUT CHENTIA BR GINTING (150906047)

DEMOCRATIZATION OF VILLAGE CONSTRUCTION AGENCY (BPD) IN HANDLING VILLAGE GOVERNMENT (CASE STUDY FOR

DETERMINING VILLAGE REGULATION IN THE VILLAGE OF SUKA DAME IN TIGA PANAH DISTRICT OF KARO REGION)

ABSTRACT

The implementation of the Village Government in terms of the formation of Village Regulations must be able to accommodate the aspirations of the community, so that democracy can be created in the Village. As a form of democracy in the village a Village Consultative Body (BPD) was formed. The Village Consultative Body (BPD) functions to accommodate and channel the aspirations of the community, and together the village head establishes Village Regulations. In establishing Village Regulations, the Role of the Village Consultative Body is very important, so that the stipulated Village Regulation is really a regulation that comes from the aspirations of the community. The problems examined in this study are (1) What is the role of the Village Consultative Body in the formation of Village Regulations; (2) What are the obstacles that affect the implementation of the Village Consultative Body process in the formulation and stipulation of Village regulations? The research method used in this study is field research and qualitative literature. The role of the Village Consultative Body in implementing the establishment of Village Regulations in Suka Dame Village is not all in accordance with Law Number 32 of 2004 concerning Regional Government and Government Regulation Number 72 of 2005 concerning Villages. Despite the existence of a new Law namely Law Number 6 of 2014 concerning Villages, and Government Regulation Number 43 of 2014 concerning Villages. The discrepancy was apparently influenced by several factors, namely the factors of education, employment, and experience in office.

Keywords: The Role of Village Consultative Bodies, Law Number 6 years 2014, Government Regulation Number 43 of 2014

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dilaksanakan pada:

Hari :

Tanggal : Pukul : Tempat :

Tim Penguji : Nama :

NIP :

Penguji Utama : Nama :

NIP :

Penguji Tamu : Nama :

NIM :

(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Nama : Puput Chentia Br Ginting

NIM : 150906047 Departemen : Ilmu Politik

Judul :Demokratisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Desa (Studi Kasus Penetapan Peraturan Desa Di Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo)

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

Warjio,Ph.D Drs Tonny P Situmorang

NIP. 197408062006041003 NIP. 96210131987031004

Mengetahui, Dekan FISIP USU

Muryanto Amin, S.Sos., M.Si NIP. 197409302005011002

(7)

Karya ini dipersembahkan untuk Ibunda Tercinta dan Ayahanda Tercinta

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT karena atas karunia dan nikmatnya saya dapat menjalani perkuliahan dan sampai pada menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “DEMOKRATISASI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENYELENGGARAKAN PEMERINTAHAN DESA (STUDI KASUS PENETAPAN PERATURAN DESA DI DESA SUKA DAME KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO”.

Dalam penulisan skripsi ini saya mengkaji bagaimana peranan BPD Desa Suka Dame dalam pembuatan PERDES serta bagaimana partisipasi masyarakat terhadap kebijakan BPD tersebut. Skripsi ini diajukan guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini saya mendapat banyak bantuan dari paa pihak dimana saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah Yang Maha Esa

2. Kedua orangtua saya yang tidak henti memberikan semangat, dorongan dan do’a untuk dapat menyelesaikan penelitian ini

3. Kedua abang saya sebagai motivasi terbesar saya

4. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang sekaligus sebagai dosen penasihat akademik, Bapak Muryanto Amin, S.Sos, M,Si atas masukan yang pernah beliau sampaikan kepada saya

5. Bapak Warjio, Ph. D selaku kepala jurusan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang terus mendukung minat saya terhadap sepakbola

(9)

6. Bapak Husnul Isa Harahap, S.Sos, M,Si selaku sekretaris jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 7. Bapak Drs Tonny P Situmorang selaku dosen pembimbing saya yang

sangat luar biasa dalam memberi masukan, arahan, bimbingan, semangat serta waktunya kepada saya yang tidak henti selalu mengingatkan saya untuk menyelesaikan penelitian ini

8. Bapak Walid Mustafa Sembiring, S. Sos, M.Si, Bapak Zafar Siddik Pohan, S.Sos, M,Si, Ibu Siti Nuraini, S.Sos., Pak Burhan yang baik sekali dan seluruh dosen beserta staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak berjasa dalam benambah pengetahuan saya dan pengalama saya selama berkuliah di Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

9. Hilda,Febri,dan Budi yang memberi inspirasi judul saya.

10. Sahabat saya selama perkuliahan di kampus, yang selama 4 tahun menjadi penyemangat tambahan dan teman berjuang untuk menghadapi dunia yang berat ini

11. Anggota BPD Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo dan seluruh masyarakat yang turut berpartisipasi dalam membantu penelitian saya.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

SURAT PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Halaman Persembahan ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Batasan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Kerangka Teori ... 12

1.7 Metodologi Penelitian ... 23

1.7.1 Jenis Penelitian ... 24

1.7.2 Sifat Penelitian ... 25

1.7.3 Objek Penelitian ... 25

1.8 Teknik Pengumpulan Data ... 25

1.9 Analisis Data ... 26

1.10 Sistematika Penulisan ... 27

(11)

BAB II PROFIL UMUM DESA SUKA DAME

KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO ... 28

2.1 Profil Desa ... 29

2.1.1 Kondisi Umum Desa... 29

2.1.2 Luas Wilayah ... 29

2.1.3 Kondisi Demografi ... 30

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat ... 31

2.1.2 Angka Partisipasi Sekolah ... 31

2.3 Aspek Ekonomi ... 31

2.4 Aspek Pelayanan Umum ... 31

2.5 Struktur Pemerintahan Desa ... 32

2.6 Alat Kelengkapan Desa ... 36

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA TERHADAP PERAN BPD DALAM PEMBENTUKAN PERDES DI DESA SUKA DAME KECAMATAN TIGA PANAH ... 38

3.1 Fungsi dan Peran BPD ... 38

3.1.1 Persyaratan Calon Anggota BPD ... 39

3.1.2 Hak BPD ... 40

3.1.3 Kewajiban BPD ... 41

3.1.4 Tugas BPD ... 41

3.1.5 Peran BPD Dalam Musyawarah Desa ... 43

3.2 Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Desa ... 44

3.2.1 Wewenang Kepala Desa ... 45

3.2.2 Hak Kepala Desa ... 45

3.2.3 Kewajiban Kepala Desa ... 46

3.2.4 Penyelenggara Pemerintah Desa ... 49

3.3 Pembentukan Peraturan Desa ... 51

3.4 Proses BPD Desa Suka Dame Dalam Pembentukan Dan Penetapan Peraturan Desa ... 54

3.5 Kendala-Kendala Dalam Proses Pembuatan dan Penetapan Peraturan Desa (Perdes) ... 60

(12)

BAB IV PENUTUP ... 66

4.1 Kesimpulan ... 66

4.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia yang lahir pada pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.Dalam menyelenggarakan pemerintah daerah Indonesia terdiri atas beberapa daerah atau wilayah propinsi dan setiap wilayah propinsi terdiri atas beberapa daerah kabupaten/kota.Selanjutnya di dalam tiap daerah kabupaten/kota terdapat satuan pemerintahan terendah yang disebut desa dan kelurahan.Dengan demikian, desa dan kelurahan adalah satuan pemerintahan terendah di bawah pemerintahan kabupaten/kota.

Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaaan kepala Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.

Karena itu pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang.

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di era Reformasi pada hakikatnya adalah proses demokratisasi, dari yang selama Orde Baru berproses dari atas ke bawah, sebaliknya saat ini proses dari bawah yakni desa. Perubahan paradigma baru tersebut, dari keterangan diatas maka mengakibatkan desa sebagai kualitas kesatuan hukum yang otonom dan memiliki hak serta

(14)

wewenang untuk mengatur rumah tangga sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.1

Praktek demokrasi yang saat ini telah menjelma menjadi kebutuhan bernegara yang membutuhkan masyarakat desa, karena secara geografis penduduk Indonesia mayoritas bertempat tinggal di desa. Demokrasi di tingkat nasional hingga saat ini sangat membutuhkan rakyat desa di seluruh wilayah nusantara. Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang desa dikenal dengan sebutan UU Desa telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesiaa dan dianggap sebagai babak baru dalam pembagian kekuasaan, penataan dan desentralisasi Desa. Terbitnya UU Desa ini dianggap sebagai pengakuan negara atas eksistensi Desa sebagai sebuah wilayah otonom,baik desa sebagai sebuah kesatuan hukum maupun desa sebagai kesatuan adat di Nusantara.

Selanjutnya, sebagai dasar dan petunjuk hukum implementasi UU Desa, Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa.2

Ruang gerak bagi demokratisasi dan peran serta masyarakat dalam perjalanannya terkait dengan persoalan amanah belum berpihak secara sungguh-sungguh terhadap kepentingan rakyat.Disadari bersama bahwa mengubah suatu sistem sosial ekonomi serta kelembagaan dan budaya tidak dapat terjadi dalam waktu relatif singkat (berlakunya sebuah Undang-Undang tidak berarti secara otomatis mengubah sistem, politik dan budaya

1 HAW.Widjaja.2003.Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli,Bulat Dan Utuh.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

2 Penjelasan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,Fokusmedia Bandung,2014,74.

(15)

masyarakat).Diperlukan adanya konsistensi, kemauan baik dari pelaksanaan Undang-Undang, kebijakan pemerintah, kesiapan masyarakat dan birokrasi dari pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat. Dengan kata lain ide-ide tentang otonomi daerah, demokratisasi dan penghargaan atas hak-hak manusia dalam pembangunan memiliki dinamika sendiri dalam implementasinya baik dipusat, daerah, dan desa. Paradigma pembangunan yang sentralistik terbukti telah gagal dan perlu dikembangkan paradigma baru yaitu paradigma pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat secara lebih luas melalui peningkatan civil society sehingga pembangunan adalah dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang pada akhirnya Pembangunan Bangsa secara keseluruhan, dan itu hanya dapat terjadi apabila pembangunan dimulai dari pembangunan masyarakat desa.

Saat ini, upaya untuk membangun dan mengembangkan kehidupan masyarakat desa dirasakan semakin penting. Daerah yang otonom sangat mensyaratkan keberadaan masyarakat yang otonom pula. Masyarakat yang otonom adalah masyarakat yang berdaya, yang antara lain ditandai dengan besarnya partisipasi mereka di dalam kegiatan pembangunan. Karena itulah, dalam era otonomi daerah yang kini telah berproses dilaksanakan, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan dan pemerintahan pada umumnya sangat penting.Hal ini juga dimaksudkan sebagai wadah untuk saling mengenal antara satu dengan yang lainnya (antara pemerintah dengan rakyatnya). Keberadaan sebuah desa memiliki keanekaragaman yang disesuaikan dengan asal usul budaya yaitu : (1)Keanekaragaman,disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,

(16)

(2)Partisipasi, bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa, (3)Otonomi asli, bahwa kewenangan pemerintah desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi desa, (4)Demokrasi, artinya penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksana pembangunan di desa harus mampu menampung aspirasi-aspirasi masyarakat yang dimusyawarahkan dan kemudian dipilih untuk dilaksanakan melalui BPD dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa,(5) Pemberdayaan Masyarakat, artinya penyelenggaraan dan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan pokok masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.3

Pemerintah desa harus melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan desa akan tetapi peraturan perundang-undangan itu tidak bisa langsung dilaksanakan. Hal ini karena desa berbeda kondisi sosial, politik dan budayanya. Dalam proses pengambilan keputusan di desa dilakukan dengan dua macam keputusan. Pertama, keputusan-keputusan yang beraspek sosial,yang mengikat masyarakat secara sukarela, tanpa sanksi yang jelas.

Kedua, keputusan-keputusan yang dibuat oleh lembaga-lembaga formal desa

3 Ali Fauzan,”Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Terkait Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyusunan Dan Penetapan Peraturan

Desa”,Semarang,Ilmu Hukum Program Pascasarjana UNDIP,2010,hlm 1.

(17)

yang dibentuk untuk melakukan fungsi pengambilan keputusan. Bentuk keputusan pertama, banyak dijumpai dalam kehidupan sosial masyarakat desa,proses pengambilan keputusan dilakukan melalui proses persetujuan bersama, dimana sebelumnya alasan-alasan untuk pemilihan alternatif diuraikan terlebih dahulu oleh para tetua desa ataupun orang yang dianggap memiliki kewibawaan tertentu.4 Adapun pada bentuk kedua , keputusan- keputusan didasarkan pada prosedur yang telah disepakati bersama, seperti proses Musyawarah Pembangunan Desa (Musbangdes) yang dilakukan setiap setahun sekali di balai desa. Proses pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh pihak-pihak secara hukum memang diberi fungsi untuk itu yang kemudian disebut dengan Peraturan Desa (Perdes). Peraturan Desa adalah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.

Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masayarakat desa setempat.5

BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, di samping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni

4 Ibid

5 Pasal 55 PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa

(18)

fungsi representasi (Perwakilan).6Badan Perwakilan Desa (BPD) yang ada selama ini berubah namanya menjadi Badan Permusyawaratan Desa, perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat yang sesuai dengan UU No.6/2014 tentang Desa. Adapun musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang baik.Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.7Tujuan pembentukan BPD di setiap desa adalah sebagai wadah untuk melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan Pancasila dan UU 1945. Kedudukannya sebagai mitra Pemerintah Desa, BPD memiliki posisi yang setara dengan Kepala Desa, yaitu sebagai salah satu unsur penyelenggara Pemerintah Desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bukanlah lembaga pertama yang berperan sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat di tingkat desa melainkan merupakan perbaikan dari lembaga sejenis yang pernah ada sebelumnya. Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang mengarahkan pada penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan desa dengan corak nasional yang menjamin tewujudnya Demokrasi Pancasila secara nyata dengan menyalurkan pendapat masyarakat. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintahan Desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan

6 Sadu Wasistiono, MS. M.Irawan Tahir, Si., Prospek Pengembangan Desa, (Bandung, CV Fokus Media, 2007), hlm.35

7 UU No.6 Tahun 2014

(19)

pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap peraturan desa yang dibuat oleh Pemerintahan Desa dan juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. Dalam hal ini, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.8

Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Yang ditetapkan dengan cara pemilihan langsung berdasarkan wilayah Kampung / Dusun, atau dipilih secara Musyawarah oleh setiap ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi dan tokoh atau pemuda agama serta masyarakat.Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk setiap Kabupaten diatur berdasarkan Peraturan Daerah yang diterbitkan oleh Bupati selaku Kepala Daerah.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota.Banyak sedikitnya jumlah anggota BPD ditentukan dengan banyak sedikitnya jumlah penduduk di Desa tersebut. Jumlah Anggota

8Muhadam Labolo. Memahami ilmu pemerintahan: suatu kajian,teori,konsep danpengembangannya. (Jakarta : PT.Raja Grafindo). 2007, hal. 148

(20)

BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan Desa.9

Penyelenggara Pemerintah Desa akan tersusun dan semakin terarah lebih baik bahkan lebih maju apabila masyarakat sadar untuk terlibat dalam proses politik di Desa itu. Namun, melihat kondisi Desa saat ini, mayoritas masyarakat asih bersikap apolitis dan apatis. Sehingga penyelenggaraan Pemerintahan Desa sering mengalami hambatan terkait kebijakan dan fungsinya. Hadirnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga mitra kerja Pemerintahan Desa seharusnya menciptakan kondisi check and balances. Tetapi, yang terjadi di Desa Suka Dame ialah sebaliknya. Dimana Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa menciptakan hubungan yang kurang harmonis dan kurang bersinergi. Keadaan ini yang mempengaruhi proses Penyelenggaran Pemerintahan Desa dan Badan Permusyaratan Desa (BPD) terkait kebijakan dan fungsinya tidak efektif dan kurang maksimal. Sehingga untuk menuju Desa yang adil, makmur, dan bersih dari praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) masih jauh dari harapan.

Berdasarkan penjelasan mengenai peranan Badan Permusyawaratan Desa diatas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana jalannya peranan BPD terkhusus dalam pembuatan Peraturan Desa (Perdes). Sehubungan dengan itu adapun penulis mengangkat sebuah judul yaitu “Demokratisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Menyelenggarakan Pemerintahan

9Amin Suprihatini. Pemerintahan Desa dan Kelurahan.(Klaten : Cempaka Putih). 2007,hal 24-25

(21)

Desa (Studi Kasus Penetapan Peraturan Desa di Desa Suka Dame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, ada hal yang menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, yang kemudian dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.Bagaimana peran Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan dan penetapan Peraturan Desa?

2.Apa kendala-kendala yang mempengaruhi pelaksanaan proses Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan dan penetapan peraturan Desa?

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan salah satu upaya menetapkan fokus pembahasan dalam sebuah penelitian. Untuk lebih memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang jelas, diperlukan adanya pembatasan masalah agar masalah yang diangkat tidak menyimpang dari tujuan utama peneliti. Adapun batasan masalahnya adalah:

1. Penelitian ini fokus untuk meneliti bagaimana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan dan penetapan Peraturan Desa (Perdes) di desa Suka Dame sesuai Undang-Undang Dasar 1945.

2. Penelitian ini berfokus pada masyarakat di desa Suka Dame dalam menjalankan Perdes yang telah disusun dan kendala-kendala yang dihadapi BPD dalam proses penyusunan Perdes tersebut.

(22)

1.4Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam menjalankan Perdes yang telah disusun oleh Badan Permusyawaratan Desa Suka Dame;

2. Untuk mengetahui kesimpulan sederhana tentang permasalahan atau kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsinya.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini, adapun manfaat yang diharapkan adalah:

1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang jelas akan peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam proses penyusunan dan penetapan Peraturan Desa (Perdes).

2. Secara Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai peranan Badan Permusyawaratan Desa terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa secara akademisi.

3. Secara Praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam membuat karya ilmiah

(23)

dan dapat menjadi perbandingan bagi penelitian yang serupa dimasa yang akan datang.

- Hasil dapat dimanfaatkan bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pemerintah desa, sehingga dalam penyelenggaraannya tidak menyimpang dari hukum dan perundang- undangan yang berlaku sehingga tujuan dari pemerintah desa dapat mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan.

- Hasil dapatdimanfaatkan bagi masyarakat, bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian dalam rangka ikut serta mengawasi sumbang saran kepada Pemerintah Desa melalui Badan Permusyawaratan Desa.

1.6 Kerangka Teori

Untuk lebih memahami penjelasan akan penelitian ini, ada beberapa teori yang berhubungan dan akan diangkat oleh peneliti dalam proses penulisan penelitian ini, yaitu:

1.6.1 Teori Demokrasi

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu demokratia (kekuasaan rakyat), yang dibentuk dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), merujuk pada sistem politik yang muncul pada

(24)

pertengahan abad ke 5 dan ke 4 SM di kota Yunani Kuno khususnya Athena.

10Dapat diartikan secara umum bahwa demokrasi adalahpemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.Begitulahpemahaman yang sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan, akan tetapi pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat Barat pada akhir abad ke-18. Pada pertengahan abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul tiga pendekatan umum.Sebagai suatu bentuk pemerintahan, demokrasi telah didefinisikan berdasarkan sumber wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah dan prosedur untuk membentuk pemerintahan. Demokrasi mementingkan kehendak, pendapat serta pandangan rakyat, corak pemerintahan demokrasi dipilih melalui persetujuan dengan cara mufakat. Sehingga demokrasi yang kuat adalah demokrasi yang bersumber dari hati nurani rakyat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan rakyat.Layaknya sebuah sistem, demokrasi juga mempunyai konsep ciri-ciri, model dan mekanisme sendiri.11Yang mana semuanya itu merupakan satu kesatuan yang dapat menjelaskan arti, maksud dan praktek sistem demokrasi.

a. Konsep-Konsep Demokrasi

Konsep demokrasi sebenarnya identik dengan konsep kedaulatan rakyat, dalam hal ini rakyat merupakan sumber dari kekuasaan suatu negara.Sehingga tujuan utama dari demokrasi adalah untuk memberikan kebahagiaan sebesar-

10Azumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta:Prenada Media, 2005), hal 125

11Zakaria Bangun, Demokrasi dan Kehidupan Demokrasi di Indonesia, (Medan: BinaMedia Perintis, 2008), hal 2

(25)

besarnya kepada rakyat.Jika ada pelaksanaan suatu demokrasi yang ternyata merugikan rakyat banyak, tetapi hanya menguntungkan untukorang-orang tertentu saja, maka hal tersebut sebenarnya merupakan pelaksanaandari demokrasi yang salah arah.Kedaulatan rakyat dalam suatu sistemdemokrasi tercermin dari ungkapan bahwa demokrasi adalah suatu sistempemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (goverment of thepeople, by the people for the people).12Sistem pemerintahan “dari rakyat” (goverment of the people) adalah bahwa suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan berasal dari rakyat dan para pelaksana pemerintahan dipilih dari dan oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum.Dalam hal ini, dengan adanya pemerintahan yang dipilih oleh dari rakyat tersebut terbentuk suatu legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan yang bersangkutan. Sistem pemerintahan “oleh rakyat” (goverment by the people), yang dimaksudkan adalah bahwa suatu pemerintahan dijalankan atas nama rakyat, bukan atas nama pribadi atau atas nama dorongan pribadi para elit pemegang kekuasaan. Selain itu, pemerintahan “oleh rakyat” juga mempunyai arti bahwa setiap pembuatan dan perubahan UUD dan undang-undang juga dilakukan oleh rakyat baik dilakukan secara langsung (misalnya melaluisistem referendum), ataupun melalui wakil-wakil rakyat yang ada di parlemenyang sebelumnya telah dipilih oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum.Konotasi lain dari suatu pemerintahan “oleh rakyat” adalah bahwa rakyatmempunyai kewenangan untuk mengawasi pemerintah, baik dilakukan secaralangsung seperti melalui pendapat dalam ruang publik (public sphere) semisaloleh pers, ataupun diawasi secara tidak langsung yakni diawasi oleh parawakil-wakil rakyat di parlemen. Sementara itu,

12Munir Fuady, Konsep Negara Demokrasi, (Bandung: Revita aditama, 2010), hal 29

(26)

yang dimaksud dengan pemerintah “untuk rakyat” (goverment for the people) adalah bahwa setiap kebijaksanaan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah haruslah bermuara kepada kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu

saja. Sehingga, kesejahteraan rakyat, keadilan, dan ketertiban masyarakat haruslah selalu menjadi tujuan utama dari setiap tindakan atau kebijaksanaan pemerintah.

b. Model-model Demokrasi

Berangkat dari pemaknaan yang sama dan karenanya universal, demokrasi substansial, telah memberikan daya pikat normatif. Bahwa dalam demokrasi, mestinya berkembang nilai kesetaraan (egalitarian), keragaman (pluralisme), penghormatan atas perbedaan (toleransi), kemanusiaan atau penghargaan atas hak-hak asasi manusia, “kebebasan”, tanggung jawab, kebersamaan dan sebagainya. Secara substansif demokrasi melampaui maknanya secara politis.Sebagai suatu sistem politik demokrasi juga mengalami perkembangan dalam implementasinya.Banyak model demokrasi hadir di sini, dan itu semua tidak lepas dari ragam perspektif pemaknaan demokrasi substansial. Menjadikan demokrasi berkembang ke dalam banyak model,antara lain karena terkait dengan kreativitas para aktor politik di berbagai tempat dalam mendesain praktik demokrasi prosedural sesuai dengan kultur, sejarah, dan kepentingan mereka.

13Sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang sangat tajam mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat (suatu bentuk politik di mana warga negara terlibat dalam pemerintahan sendiri dan pengaturan sendiri)

13Ni’matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hal 207

(27)

atau suatu bantuan bagi pembuatan keputusan (suatu cara pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalui pemberian suara secara

periodik).

Menurut Inu Kencana ada dua model demokrasi jika dilihat dari segi pelaksanaan, yaitu demokrasi langsung (direct democracy) dan demokrasi tidak langsung (indirect democracy).Demokrasi langsung terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara dilakukan secara langsung, artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.Pada demokrasi langsung lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan, sedangkan pemilihan pejabat eksekutif (presiden, wakil presiden, gubernur, bupati, dan walikota) dilakukan rakyat secara langsung.Begitu juga pemilihan anggota parlemen atau legislatif (DPR, DPD, DPRD) dilakukan rakyat secara langsung.14Demokrasi tidak langsung terjadi bila untuk mewujudkan kedaulatannya rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga perwakilan.Pada demokrasi tidak langsung, lembaga parlemen dituntut kepekaannya terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dalam hubungannya dengan pemerintah atau negara.Demokrasi tidak langsung disebut juga dengan demokrasi perwakilan.

14Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, hal 122

(28)

1.6.2 Teori Otonomi Desa 1. Otonomi Desa

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran.Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups of hauses or shops in a countryarea, smaller than a town”.Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul

“Otonomi Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa.Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat” (Widjaja, 2003: 3).

2.Konsep Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa merupakan bagian dari Pemerintahan Nasional yang penyelenggaraannya ditujukan pada pedesaan. Pemerintahan Desa adalah suatu proses dimana usaha-usaha masyarakat desa yang bersangkutan dipadukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebelum lahirnya Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Pemerintah Daerah berlaku kebijakan Pemerintah Desa dengan Undang-Undang Pemerintah Desa No. 5 tahun 1979 yang menyatakan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung

(29)

di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rumusan tersebut memuat konsep hak untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, namun juga disebutkan bahwa desa merupakan organisasi pemerintahan terendah di bawah camat.UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menempatkan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan hak asal-usul desanya.UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dipandang terlalu liberal dan federalistik, sehingga dikhawatirkan dapat mengancam keutuhan NKRI.Pembagian kewenangan terlalu mutlak pada daerah membuat perimbangan kekuasaan antara pusat dan daerah tidak proporsional, sehingga kontrol pusat dan provinsi terhadap daerah hilang.Dihawatirkan UU ini rentan melahirkan konflik dan masalah di tengah masyarakat. Karena berbagi kelemahan tersebut, maka UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah diganti dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam konteks otonomi desa terdapat perbedaan mendasar antara UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Terdapat perubahan positif dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan juga peraturan pelaksaannya yaitu PP No 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang dapat mendorong peningkatan otonomi lokal dan desa, antara lain:

a.Ditentukannya pemilihan langsung bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana diatur dalam pasal 56 sampai 119.Model pemilihan langsung ini membawa banyak keuntungan terutama dalam kerangka demokratisasi, dimana aspirasi rakyat tidak mungkin lagi direduksi oleh kekuatan parpol.

(30)

b. Pengaturan tentang kewenangan yang menurut pasal 206 jo. Pasal 7 PP No 72 Tahun 2005 tentang Desa, rasanya lebih komprehensif, karena implikasi yuridisnya juga diatur dalam pasal 10 ayat 3 dimana desa mempunyai hak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana, dan sarana serta sumber daya manusia.

c. Dalam pengaturan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa daerah akan mendapatkan bagian(alokasi). Hal ini tentu berbeda dengan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menggunakan istilah bantuan keuangan. Bagian keuangan desa secara relativ pasti telah ditentukan dalam Pasal 68 PP No 72 tahun 2005 tentang Desa, yaitu sebesar minimal 10% dari hasil bagi pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/kota.

1.6.3.Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan organisasi yang berfungsi sebagai badan yang menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggotanya adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. BPD mempunyai peran yang besar dalam membantu Kepala Desa untuk menyusun perencanaan desa dan pembangunan desa secara keseluruhan.

Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 BPD mempunyai fungsi:

a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c.melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

(31)

Kewenangan yang dimiliki Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, BPD sebagai lembaga legislasi (menetapkan kebijakan desa) dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat bersama Kepala Desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa,pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh Pemerintah Desa.Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, BPD memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) serta pelaksanaan keputusan Kepala Desa.

Selain itu,dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan . 15

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang merupakan perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang pemerintah desa, yang dimaksud Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah : “BPD mempunyai fungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa”. Badan

15 Ndraha, Taliziduhu, “Pembangunan Desa dan Administrasi Pemerintahan Desa”, Yayasan Karya Dharma, Jakarta, 1985.hlm 19

(32)

Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan sebuah organisasi perwakilan yang dibentuk untuk mengawasi kinerja Pemerintah Desa. Organisasi adalah kerjasama manusia sebagai unsur pokok dari apa yang disebut dengan administrasi yang dilihat dari sisi terjadinya atau dari bentuk terjadinya. Sebagai bentuk kerja sama manusia, sangat dimungkinkan keberadaan organisasi dalam keberagaman bentuk, dan ketika pemikiran demikian maka terbentuknya organisasi adalah tergantung dari sisi mana berkeinginan untuk memahami perlunya keberadaan suatu organisasi.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan juga perwujudan demokrasi di desa.Demokrasi yang dimaksud bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus selalu memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasi dan diagregasikan oleh BPD dan Lembaga Kemasyarakatan lainnya. Badan ini merupakan lembaga legislatif di tingkat desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini.Perubahan ini di dasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh dari proses yang baik.

Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan- goncangan yang merugikan masyarakat luas.16

Badan Permuswaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Oleh

16Ibid.hlm 23

(33)

karenanya BPD sebagai wadah musyawarah yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan tugas dan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat. Sehubungan dengan tugas dan fungsinya menetapkan peraturan desa maka BPD bersama-sama kepala desa menetapkan peraturan desa sesuai dengan aspirasi yang ada dari masyarakat, namun tidak semua aspirasi masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus melalui proses sebagai berikut :

1) Artikulasi adalah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh BPD;

2) Agregasi adalah proses mengumpulkan, mengkajidan membuat prioritas aspirasi yang akan dirumuskan menjadi perdes;

3) Formulasi adalah proses perumusan rancangan peraturan desa yang dilakukan oleh BPD dan/atau oleh pemerintah desa;

4) dan konsultasi adalah proses dialog bersama antara pemerintah desa dan BPD dengan masyarakat. Peraturan desa dapat ditetapkan melalui proses dan tahapan tersebut diatas, hal ini dilakukan agar peraturan yang di tetapkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan perundangundangan yang lebih tinggi tingkatnya.

Dalam menetapkan peraturan desa, antara BPD dan Kepala Desa sama- sama memiliki peran yang sangat penting antara lain sebagai berikut :

1) BPD menyutujui dikeluarkannya Peraturan Desa.

2) Kepala Desa menandatangani Peraturan Desa tersebut.

3) BPD membuat berita acara tentang Peraturan Desa yang baru ditetapkan.

(34)

4) BPD mensosialisasikan Peraturan Desa yang telah disetujui pada masyarakat melalui kepala dusun ataupun mensosialisasikannya secara langsung untuk diketahui dan dipatuhi serta ditentukan pula tanggal mulai pelaksanaannya.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menetapkan Peraturan Desa yaitu menampung usulan-usulan baik yang berasal dari BPD maupun Kepala Desa dimana usulan tersebut dapat menjadi dasar atau patokan dalam menjalankan Pemerintahan Desa.Setelah itu, usulan-usulan tersebut dibahas dan dievaluasi, terhadap hasil evaluasi tersebut kemudian dilakukan penetapan bersama dalam bentuk rancangan untuk selanjutnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan Desa.Dalam tahap pembentukan Peraturan Desa, gagasan atau usulan-usulan lebih banyak berasal dari Kepala Desa dibandingkan dari pihak BPD.Hal ini dikarenakan faktor pengetahuan dan wawasan BPD yang dirasa masih minim dan juga karena Kepala Desa yang terpilih sudah lebih mengetahui tentang keadaan dan kondisi desa tersebut. Proses pembuatan Peraturan Desa mulai dari merumuskan peraturan desa sampai pada tahap menetapkan Peraturan Desa yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah desa.17

1.6.4 Peraturan Desa

Peraturan Desa (Perdes) adalah produk pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang digunakan untuk menjadi acuan pelaksanaan pemerintahan desa. Peraturan desa dalam konteks ini adalah dalam pengertian luas karena meliputi juga peraturan Kepala Desa dan peraturan bersama Kepala Desa. Sebagai produk politik Perdes diproses secara demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya mengikutsertakan masyarakat. Masyarakat desa

17Ndraha Taliziduhu,Loc.Cit.hlm 23

(35)

mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberikan masukan kepada Kepala Desa dan BPD dalam proses penyusunan Perdes. Pembahasan di DPR Rumusan tentang peraturan desa masuk dalam Naskah Akademik yang disusun Kementerian Dalam Negeri, dan kemudian diuraikan dalam Daftar Isian Masalah (DIM). Disebut dalam Naskah Akademik bahwa kewenangan menyusun Peraturan Desa (Perdes) adalah konsekuensi atas penetapan kewenangan yang melekat pada desa (kewenangan mengatur, mengurus, dan bertanggung jawab). 18 1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian lapangan (field research) dan kepustakaan (library research) dalam penyusunan proposal ini.

Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan dan mempelajari peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lain yang terkait dengan objekpenelitian. Selanjutnya, dilakukan upaya pengelompokan dalam bahan-bahan hukum tersebut menjadi dua kelompok bahan hukum yaitu, bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang selanjutnya dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan berkaitan langsung dengan objek penelitian, bahan hukum primer itu antara lain:

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Otonomi Desa

18 Pasal 70

(36)

Permendagri Nomor 110 tentang Badan Permusyawaratan Desa b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer. Dalam peneltian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan terdiri atas: Jurnal, Skripsi, Buku-buku tentang Otonomi Desa dan Tata Negara.

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum tersier adalah badan hukum yang melengkapi bahan hukum primer dan sekunder misalnya, kamus, website, di internet yang membantu tentang Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan dan Penetapan Peraturan Desa (Studi di Desa Suka Dame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo).

1.7.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah kualitatif, deskriptif, normative yaitu dengan memaparkan materi-materi pembahasan secara sistematis melalui berbagai macam sumber, untuk kemudian dianalisis secara cermat guna memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.7.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Badan Permusyawaratan Desa (Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo).

(37)

1.8 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah bagaimana cara-cara akan dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data sehingga dapat menghasilkan data yang valid. Adapun teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1.8.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data secara langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari.Data primer yang diambil dalam penelitian ini adalah wawancara dan literasi.

a.Wawancara

Wawancara dilakukan oleh peneliti terhadap orang-orang yang lebih mengerti dan memahami bagaimana peran dan proses Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan dan penetapan Peraturan Desa di Desa Suka Dame Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penggunaan metode wawancara yang diajukan kepada pejabat pemerintah desa dan tokoh masyarakat sepeti: kepala desa , BPD, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat. Wawancara tersebut dimaksudkan untuk mengetahui Proses Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan dan penetapan peraturan desa.

b.Literasi

Metode literasi yaitu metode pengumpulan data melalui penelusuran dan penelaahan sumber-sumber kepustakaan yang ada dan relevan dengan masalah yang diteliti seperti buku, artikel peraturan perundang-undangan atau data tertulis lainnya yang terkait dengan pembahasan sesudah/sebelum penelitian proposal ini.

(38)

1.9 Analisis Data

Analisis data yang digunakan setelah data terkumpul kemudian dibentuk dan dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan deduktif, pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik kesimpulan berdasarkan seperangkat permis yang diberikan.Pendekatan ini juga sering disebut analisis dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.

1.10 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penulisan dan penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitia, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan hasil penelitian.

BAB II : GAMBARAN UMUM DESA SUKA DAME KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang gambaran umum Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo dan profil dari Badan Permusyawaratan Desa Suka Dame.

BAB III : PAPARAN DATA, ANALISIS DAN TEMUAN PENELITIAN Pada bab ini penulis akan memuat uraian data, analisis dan temuan penelitian yang telah diperoleh selama berlangsungnya penelitian dan tinjauan umum BPD sebagai mitra pemerintah desa dalam penyusunan dan peraturan terhadap permasalahan terkait.

(39)

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini, sebagai bab terakhir,penulis akan memuat rangkuman dan saran-saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

(40)

BAB II

PROFIL UMUM TENTANG DESA SUKA DAME KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO

2.1 Profil Desa

2.1.1 Kondisi Umum Desa

Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo secara topografi termasuk dalam kategori daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1065 meter dari permukaan laut(mdpl). Adapun batas-batas wilayah Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Tiga Panah

b. Sebelah Timur : Desa Sukanalu dan Desa Tiga Panah c. Sebelah Selatan : Desa Lambar

d. Sebelah Barat : Desa Suka Mbayak

2.1.2 Luas Wilayah

Adapun luas wilayah Desa Suka Dame adalah 2500 Ha yang terdiri dari : a. Tanah sawah dan pertanian : …Ha

b. Tanah bukan sawah : 195 Ha c. Lahan bukan pertanian : 5 Ha

2.1.3 Kondisi Demografi

a. Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

Penduduk Desa Suka Dame terus mengalami pertumbuhan penduduk. Sesuai dengan data statistik Tahun 2016 penduduk desa Suka

(41)

Dame berjumlah 2200 jiwa. Dengan luas wilayah 2500 Ha, dan kepadatan penduduk Desa Suka Dame yaitu 3,24/km persegi.

b. Jenis Pekerjaan

Secara umum pekerjaan di desa Suka Dame yaitu pertanian.

Kebanyakan masyarakat bekerja sebagai petani, hanya sedikit warga yang bekerja sebagai pegawai maupun pedagang.

d. Sumber Daya Alam

Kondisi topografi, Desa Suka Dame memiliki relief daerah dataran.

Desa Suka Dame merupakan salah satu desa yang tiang penyangga ekonominya berada pada sektor pertanian.Melihat kondisi seperti ini maka jenis tanaman yang cukup produktif untuk dikembangkan adalah jeruk, kopi, padi, dan tanaman holtikultura. Sumber daya alam sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan manusia.

Keadaan iklim desa Suka Dame adalah tropis dengan suhu rata- rata 22 derajat celcius,dengan suhu minimum 17 derajat celcius dan maksimum 26 derajat celcius. Potensi lahan pertanian Desa Suka Damedengan luas tanah 200 Ha yang terdiri dari tanah sawah seluas nol dan tanah bukan sawah seluas 195 Ha. Secara keseluruhan sawah tersebut merupakan sawah non irigasi.Sedangkan lahan bukan sawah diperuntukkan untuk tanaman palawijaya, kopi, dan jeruk.

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 2.2.1 Angka Partisipasi Sekolah

Angka partisipasi sekolah masyarakat Desa Suka Dame cukup tinggi hal ini dapat dilihat dari data anak-anak sekolah dan tamatan sekolah.

(42)

2.3 Aspek Ekonomi

Perkembangan perekonomian suatu daerah dapat diukur dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah berdasarkan pada Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita merupakan salah satu indikator makro ekonomi regional untuk melihat perkembangan perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah.

2.4 Aspek Pelayanan Umum

Anggaran yang dipergunakan dalam rangka Pelayanan kepada Masyarakat pada tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut:

a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur c. Program Peningkatan Disiplin Aparatur

d. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja e. Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Pemerintahan

f. Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Sosial g. Program Pembangunan Prasarana Sosial

h. Program Pembangunan Modal Lain-lain i. Program Pemberian Hibah

j. Program Belanja Bantuan Sosial k.Program Belanja Bantuan Keuangan l.Program Belanja Tidak Terduga

(43)

2.5 Struktur Pemerintahan Desa

Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/ kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional.Struktur administrasi pemerintah desa dibahas dalam pasal 1dan 2 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa bahwa Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak hanya dilaksanakan oleh jabatan-jabatan fungsional yang disebut di atas namun dalam prakteknya kebutuhan Desa dalam membangun desanya tidak hanya dibebankan kepada dua jabatan tersebut namun memiliki bagian-bagian urusan selaku pelaksana pemerintahan desa fungsional demi membangun desanya yang kemudian disebut jabatan minimal yaitu Kepala Urusan dan Kepala Dusun. Dalam hal Desa terdiri atas beberapa kampung Dusun/ Lingkungan, maka diadakan jabatan Kepala- Kepala Dusun Lingkungan.Disamping jabatan-jabatan struktural itu dimungkinkan adanya jabatan-jabatan fungsional, yaitu jabatan teknis di dalam ingkungan masing-masing jabatan struktural, seperti telah dikemukakan diatas.

(44)

Struktur Organisasi Pemerintah Desa

Keterangan :

--- : Garis Koordinasi −−− :Garis Instruksi

Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa untuk mempunyai wewenang :

1.Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD

2.Mengajukan rancangan peraturan desa

3.Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD 4.Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDesa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD

5.Membina kehidupan masyarakat desa 6.Membina perekonomian desa

7.Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif

8.Mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(45)

9.Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sesuai dengan prinsip Demokrasi, Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraapemerintahan desa kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan kepada Bupati/Wali kota melalui Camat 1(satu) kali dalam satu tahun. Sekretaris Desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten /kota atas nama Bupati/Wali kota.

Adapun perangkat desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa yang bersangkutan.Pengangkatan Perangkat Desa ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.

2.6 Alat Kelengkapan Pemerintahan Desa

Dalam menjalankannya Pemerintahan Desa memiliki teamwork dalam membangun desanya yang kemudian disebut personalia,19yang dimaksud personalia ialah tenaga-tenaga yang mengisi jabatan-jabatan yang tersedia di dalam organisasi pemerintahan desa. Komposisinya yaitu :

1.Kepala Desa/ Kelurahan 2.Sekretaris Desa/ Kelurahan

3.Pelaksana, yang terdiri atas beberapa tenaga teknis fungsional dan Kepala Dusun/ Lingkungan.

Di Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah memiliki delapan (8) orang yang mengisi struktur administrasi pemerintahan desa, yang diantaranya :

19 Taliziduhu Ndraha,Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, (Jakarta:PT Bumi Aksara,1991)

(46)

1. Kepala Desa

Marlen Sitepu, lahir di Suka Dame 02-04-1972, berstatus pendidikan lulusan SMA

2. Sekretaris Desa

Suranto Ginting, lahir di Suka Dame 25-12-1980, berstatus pendidikan lulusan Sarjana (S1)

3. Kaur Umum dan Perencanaan

Reno Ensa Putra Ginting, lahir di Suka Dame 06-08-1983, berstatus pendidikan lulusan SMA

4. Kaur Keuangan

Erpina Br Tarigan, lahir di Suka Dame 24-04-1987, berstatus pendidikan lulusan Sarjana (S1)

5. Kaur Kesejahteraan dan Pelayanan

Peristiwa Ginting, lahir di Suka Dame 12-03-1984, berstatus pendidikan lulusan SMA

6. Kasi Pemerintahan

Liriyana Vinetta Br Ginting, lahir di Suka Dame 17-11-1996, berstatus pendidikan lulusan SMA

7. Kadus 1

Liberti Ginting, lahir di Suka Dame 04-05-1969, berstatus pendidikan lulusan SMA

8. Kadus 2

Agustinus Ginting, lahir di Suka Dame 26-07-1965, berstatus pendidikan lulusan SMA

(47)

Menurut Surat Keputusan Bupati Karo Tentang Pengesahan Anggota Badan Permusyawaratan DesaNomor 002 Tahun 2011 tentang pemerintahan desa, bahwa pimpinan BPD terdiri dari 1(satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua dan 1(satu) orang sekretaris. Sesuai kebutuhan anggota BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di terapkan secara maksimal yaitu 07 (tujuh) orang anggota BPD dari berbagai macam profesi, jenis agama, ideologi dan lain- lain. Struktur keanggotaan BPD Desa Suka Dame Kecamatan Tiga Panah periode 2011-2015 diatur dalam Struktur Pemerintahan Desa Suka Dame yaitu:

1.Ketua BPD

Jani Sitepu berlatar belakang pendidikan SMA dengan profesi petani 2. Wakil Ketua BPD

Welman Ginting berlatar belakang pendidikan SMA dengan profesi wiraswasta 3. Sekretaris BPD

Sima Tarigan berlatar belakang pendidikan Sarjana dengan profesi wiraswasta 4. Anggota BPD:

➢ Rinawati Br Purba berlatar belakang pendidikan SMA dengan profesi petani

➢ Eddy Ward Sitepu berlatar belakang pendidikan SMA dengan profesi wiraswasta

➢ Sidang Sembiring berlatar belakang pendidikanSMA dengan profesi petani

➢ Ratna Br Ginting berlatar belakang pendidikan SMA dengan profesi wiraswasta

(48)

BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISA TERHADAP PERAN BPD DALAM PEMBENTUKAN PERDES DI DESA SUKA DAME KECAMATAN TIGA

PANAH KABUPATEN KARO

3.1 Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa

Pemerintah Desa berfungsi menyelenggarakan kebijakan-kebijakan yang dibuat kepala desa bersama BPD. Sesuai dengan prinsip demokrasi BPD bersama kepala desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa Kepada Bupati Karo sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Karo nomor 002 tahun 2011 tentang pemerintah Desa menjelaskan bahwa BPD berfungsi menetapkan Peraturan desa bersama kepala desa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam menjalankan perannya sebagai perpanjangan aspirasi masyarakat BPD memiliki tugas dalam menggali menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sesuai yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karo bahwa anggota BPD dalam menggali menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dilakukan dengan:

1. Melakukan kunjungan ke masyarakat dalam wilayah Desa;

2.Menampung aspirasi dari masyarakat dengan cara tatap muka baik secara perseorangan maupun bersama-sama;

3. Menerima usulan baik secara lisan maupun tertulis selama usulan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun secara adat istiadat;

(49)

4. Aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c wajib dimusyawarahkan oleh anggota untuk menjadi masukan dalam pembangunan masyarakat desa.

Sesuai fungsinya BPD memiliki wewenang:

1. Membahas Rancangan peraturan desa bersama kepala desa

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan Peraturan Kepala Desa

3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa 4. Membentuk panitia pemilihan kepala desa

5. Menggali menampung menghimpun merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan

6. Menyusun tata tertib BPD

3.1.1 Persyaratan Calon Anggota BPD

Berdasarkan UU RI No.6 2014 pasal 56, menyatakan anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis, masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji, dan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Adapun peryaratan calon anggota BPD sebagai berikut : 1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Memegang teguh dan mengamalkan pancasiala, melaksanakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Republik Indonesia Dan Bhineka Tunggal Ika

(50)

3. Berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah 4. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat 5. Bukan sebagai perangkat pemerintah Desa

6. Bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD

7. Wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis

3.1.2 Hak BPD

Hak BPD sebagai berikut:

➢ Meminta keterangan kepada pemerintah desa

➢ Menyatakan pendapat

Hak anggota BPD sebagai berikut:

➢ Mengajukan usul rancangan Peraturan Desa

➢ Mengajukan pertanyaan

➢ Menyampaikan usul dan pendapat

➢ Memilih dan dipilih

➢ Mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

3.1.3 Kewajiban BPD

Kewajiban Anggota BPD sebagai berikut :

➢ Mengamalkan pancasila, melaksanakan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan.

(51)

➢ Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

➢ Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan NKRI.

➢ Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

➢ Memproses pemilihan kepala desa.

➢ Mengdahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,kelompok dan

….golongan.

➢ Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat,dan

➢ Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

3.1.4 Tugas BPD

1. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa, dalam melaksanakan pemilihan kepala desa, BPD berhak membentuk panitia pemilihan kepala desa sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten.

2. Mengusulkan dan menetapkan calon terpilih kepala desa. Dalam hal ini masyarakat mengetahui calon terpilih yang akan mereka pilih dalam waktu pemilihan, diharapkan masyarakat mengenal watak, karakter serta latar belakang pendidikan dan sosial lainnya secara utuh.

3. Bilamana kinerja kepala desa telah menyimpang dari ketentuan yang telah digariskan atau telah habis masa jabatannya, maka kepala desa tersebut oleh BPD diusulkan untuk diberhentikan.

Referensi

Dokumen terkait

Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan” (Darsiti Soeratman, 1984). Dasar pendidikan

(2002).Optimasi Selai dengan Bahan Baku Ubi Jalar Cilembu.Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Murdiati,

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang

6.2 Pengaruh Jenis Operasi Terhadap Waktu Kesembuhan Pasien Katarak yang melakukan Operasi di Rumah Sakit Mata Bali Mandara pada Bulan Oktober- Desember 2015. 50

The objectives of this research are to find out the difference of writing skills mastery of procedure text of the ninth grade students of Mts Matholi’ul Ulum

X = jumlah obat total yang dieliminasi dari dalam tubuh. yang merupakan hasil perkalian antara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan metode Tahfidzul Qur’an dalam meningkatkan kecakapan menghafal anak didik serta faktor apa saja yang

sebanyak 645 ekor yang berarti bahwa titik pulang pokok peternak tercapai pada jumlah produksi kambing sebanyak 645 per tahun sementara rata-rata produksi usaha