• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. T DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. T DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Akhir Pendidikan Diploma III Kebidanan

Disusun Oleh :

Wiwin Wulandari B12 055

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2015

(2)

ii

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. T DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI RSUD

SURAKARTA

Diajukan Oleh : Wiwin Wulandari

B12 055

Telah diperiksa dan disetujui Pada tanggal Juni 2015

Pembimbing

Ernawati, S.ST., M.Kes

NIK 200886033

(3)

iii

DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI RSUD SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah Disusun Oleh:

Wiwin Wulandari B12 055

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Ujian Akhir Progam D III Kebidanan

Pada Tanggal Juni 2015

PENGUJI I

Hutari Puji Astuti, S.SiT., M.Kes NIK 200580012

PENGUJI II

Ernawati, S.ST., M.Kes NIK 200886033

Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan

Mengetahui, Ka. Prodi D III Kebidanan

Retno Wulandari, S.ST NIK 200985034

(4)

iv

berjudul : ”Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada Bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta Tahun 2015”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Studi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti., M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ibu Retno Wulandari., SST, selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan Kusuma Husada Surakarta.

3. Ibu Ernawati., SST, M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis.

4. Dr. Willy Handoko Widjaja, MARS selaku direktur RSUD Surakarta yang telah bersedia memberikan ijin pada penulis dalam pengambilan data.

5. Seluruh dosen dan staff Prodi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan.

6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka saran demi kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 2015

Penulis

(5)

v

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. T DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI RSUD

SURAKARTA xi + 81 halaman + 13 lampiran + 2 tabel

INTISARI

Latar Belakang : Angka Kematian Bayi di Indonesia masih sangat tinggi, sebanyak 32 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebabnya adalah asfiksia.

Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia sedang membutuhkan penangan segera agar bayi dapat bertahan hidup. Angka kejadian Asfiksia sedang di RSUD Surakarta sebesar 79 bayi (4,2%).

Tujuan : Mampu melakukan pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, menganalisis kesenjangan serta mencari alternatif pemecahan masalah jika terjadi kesenjangan antara teori dan praktek pada bayi Ny. T dengan asfiksia sedang.

Metode Studi Kasus : Jenis laporan studi kasus dengan metode diskriptif. Lokasi studi kasus di RSUD Surakarta waktu tanggal 17 – 18 April 2015. Subyek adalah bayi Ny. T dengan asfiksia sedang, instrumen yang digunakan adalah format asuhan kebidanan bayi baru lahir. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder.

Hasil Studi Kasus : Dari pengkajian bayi Ny. T dengan asfiksia sedang diketahui nilai APGAR score pada menit pertama 5, warna kulit tubuh pucat, ektremitas biru, reflek lemah, aktivitas kurang, hidung terdapat secret. Asuhan yang diberikan adalah keringkan tubuh bayi, letakkan dimeja resusitasi, bersihkan jalan nafas dari mulut ke hidung, pasang oksigen 1,5 liter/ menit, menilai APGAR score menit ke lima dan sepuluh. Setelah diberikan asuhan selama 2 hari pada tanggal 17 – 18 April 2015 asfiksia teratasi dan bayi dalam kondisi normal.

Kesimpulan : Asuhan kebidanan bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan asfiksia sedang dan dalam pelaksanaanya ada sedikit kesenjangan antara dan praktek pada perencanan dan pelaksanaan yaitu, pemasangan oksigen 1,5 liter/ menit. Tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu masalah.

Kata Kunci : Asuhan Kebidanan, Bayi Baru Lahir, Asfiksia Sedang Keputakaan : 20 Literatur (2008 s/d 2014)

(6)

vi

2. “The best revenge for the people who have insulted you is the success that you can show them later”

3. ” Everything will be ok in the end, if it’s not ok, it’s not the end”

(John Lennon)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, akhirnya terselesaikan karya tulis dengan penuh kerja keras dan emosi ini. Dengan segala kerendahan hati saya persembahkan kepada :

1. Papa dan Mama tercinta atas setiap tetes keringat dan setiap doa yang tak pernah henti diberikan, hanya ucapan terima kasih yang tak mungkin bisa menggantikan pengorbanan kalian, dan berusaha untuk lulus tepat waktu yang bisa saya lakukan untuk menghargainya.

2. Adik tercintaku Luky yang selalu bikin kesel, jangan nakal terus yaa cah bagus, mbak sayang kamu dek.

3. Buat kaka’ (Eko sugiyanto) kekasih tercinta yang selalu memberi semangat, selalu ada waktu adek pusing bahkan nangis karena KTI ini, makasih sayang.

4. Buat teman – teman tercinta tanpa terkecuali yang juga membantu untuk menyelesaikan KTI terutama Za’a yang jail dan cerewet, Winda, Yuni, sukses buat kita semua pokoknya.

5. Untuk Bu Anis Nur Hidayati SST, M.Kes selaku pembimbing akademik dan ibu yang cantik yang selalu memberi dukungan dan Bu Ernawati SST, M.Kes yang membimbing untuk menyelesaikan KTI ini.

6. Almamater tercinta

(7)

vii

Nama : Wiwin Wulandari

Tempat/ Tanggal Lahir : Bolaang Mongondow, 19 Mei 1994

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Badran geneng 02/07 Kwangsan, Jumapolo, Karanganyar

Riwayat Pendidikan

1. SD N 02 Kwangsan Jumapolo, Karanganyar LULUS TAHUN 2006 2. SMP N 01 Jumapolo, Karanganyar LULUS TAHUN 2009

3. SMK N 01 Karanganyar LULUS TAHUN 2012

4. Prodi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta Angkatan Tahun 2012

(8)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

INTISARI ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

CURICULUM VITAE ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Studi Kasus... 3

D. Manfaat Studi Kasus... 4

E. Keaslian Studi Kasus ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis ... 7

1. Bayi Baru Lahir (BBL) ... 7

2. Asfiksia ... 16

B. Teori Manajemen Kebidanan ... 25

1. Langkah I Pengumpulan Data Dasar ... 25

2. Langkah II Interpretasi Data ... 35

3. Langkah III Diagnosa Potensial ... 36

4. Langkah IV Antisipasi ... 37

5. Langkah V Rencana Tindakan ... 37

6. Langkah VI Pelaksanaan ... 39

7. Langkah VII Mengevaluasi ... 41

C. Landasan Hukum ... 42

(9)

ix

D. Waktu Studi Kasus ... 44

E. Instrumen Studi Kasus ... 45

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Alat dan Bahan ... 48

H. Jadwal Studi Kasus ... 49

BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Kasus ... 50

B. Pembahasan ... 71

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

x

(11)

xi

Lampiran 3. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Penggunaan Lahan Lampiran 5 Surat Balasan Ijin Penggunaan Lahan Lampiran 6. Surat Permohonan Menjadi Pasien

Lampiran 7. Surat Persetujuan Pasien (Inform Consent)

Lampiran 8. Lembar Pedoman Wawancara (Format Askeb Bayi Baru Lahir) Lampiran 9. Lembar Observasi

Lampiran 10. Satuan Acara Penyuluhan Lampiran 11. Leaflet

Lampiran 12. Dokumentasi Studi Kasus Lampiran 13. Lembar Konsultasi

(12)

1 A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB hanya turun dari 34/1.000 kelahiran hidup tahun 2007 menjadi 32/1.000 kelahiran hidup tahun 2012. Sasaran Millenium Development Goals (MDGs), yaitu Angka Kematian Bayi (AKB) turun menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut perlu percepatan yang lebih besar dan kerja sama antar tenaga kesehatan (Helmizar, 2014).

AKB menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir satu juta bayi ini kemudian meninggal.

Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah satu bulan). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian BBL di Indonesia adalah Bayi Berat Lahir Rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kelainan congenital (JNPK-KR, 2008).

AKB provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 10,41/1.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup maka terjadi penurunan angka tetapi ada peningkatan kinerja

(13)

dalam upaya penurunan AKB. Angka kematian terendah adalah Surakarta sebesar 3,22/1.000 kelahiran hidup (Dinkes Jateng, 2014).

Peran bidan pada pertolongan persalinan dengan asfiksia, bidan perlu mengetahui sebelum dan sesudah bayi lahir, apakah bayi mempunyai resiko asfiksia atau tidak. Pada keadaan tersebut, bicarakan dengan ibu dan keluarga tentang kemungkinan diperlukan tindakan resusitasi. Akan tetapi, pada keadaan tanpa faktor resikopun bayi dapat mengalami asfiksia. Oleh karena itu bidan harus siap melakukan resusitasi bayi setiap menolong persalinan (JNPK-KR, 2008).

Studi pendahuluan dari RSUD Surakarta dari bulan Januari sampai September 2014 terdapat Bayi Baru Lahir (BBL) sebesar 1.879 orang. BBL normal sebesar 1.308 orang (69,6%), Asfiksia Berat sebesar 15 orang (0,79%), Asfiksia Sedang sebesar 79 orang (4,2%), Asfiksia Ringan sebasar 61 orang (3,25%), Berat Badan Lahir Rendah sebesar 202 orang (10,7%), Berat Badan Lahir Besar sebesar 169 orang (8,99%), Tetanus sebesar 5 orang (0,27%), Ikterik sebesar 40 orang (2,13%).

Studi pendahuluan diatas menyebutkan masih tingginya angka kejadian bayi baru lahir akibat asfiksia, didukung dengan data yang diperoleh serta hasil studi pendahuluan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada Bayi Ny. T dengan Asfiksa Sedang”.

(14)

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada kasus ini yaitu : “Bagaimana asuhan kebidanan bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta?”

C. Tujuan Studi Kasus 1. Tujuan Umum

Untuk melaksanakan asuhan kebidanan bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta dengan tujuh langkah Varney.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu :

1) Melakukan pengkajian data bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta.

2) Melakukan interpretasi data bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang diRSUD Surakarta.

3) Melakukan diagnosa potensial bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta.

4) Melakukan antisipasi atau tindakan segera bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta.

5) Melakukan rencana tindakan bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta.

6) Melakukan pelaksanaan tindakan bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta.

(15)

7) Melakukan evaluasi tindakan bayi baru lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta.

b. Mahasiswa mampu menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata di lapangan termasuk faktor pendukung dan penghambat pada asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang pada bayi Ny. T di RSUD Surakarta.

c. Mahasiswa mampu mengetahui alternatif pemecahan masalah jika terjadi kesenjangan antara teori dan kasus nyata di lapangan termasuk faktor pendukung dan penghambat pada asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang pada bayi Ny. T di RSUD Surakarta.

D. Manfaat Studi Kasus 1. Bagi Peneliti

Menambah ketrampilan dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dalam perkuliahan pada praktek nyata dilapangan.

2. Bagi Profesi

Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.

3. Bagi Institusi dan Instansi a. Bagi Institusi

Dapat menambah bahan bacaan dan refensi yang bermanfaat mengenai asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang,

(16)

b. Bagi Instansi

Dapat menjadi bahan reverensi dalam peningkatan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.

E. Keaslian Studi Kasus

1. Titis Arum Putri (2012), STIKes Kusuma Husada Surakarta dengan judul

“Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RB Restu Ibu Sragen” dengan asuhan yang diberikan yaitu membebaskan jalan lahir dengan menghisap lendir dan memberikan rangsangan tartil, menghangatkan bayi, mengobservasi keadaan bayi dan kolaborasi dengan dokter spesialis anak dalam pemberian terapi yaitu : injeksi kalfoxim 1 x 160 mg/hari, injeksi Vit. K secara IM. Hasil dari asuhan yang diberikan adalah keadaan bayi baik dan tidak terjadi hipotermi.

2. Claudia Jilly Setiawan, (2013) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Diploma III Kebidanan dengan judul “Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada Bayi Ny. H dengan Asfiksia Sedang di Ruang PICU/NICU RSUD Sukoharjo.” Bayi lahir dengan presentasi bokong, dengan asfiksia sedang APGAR score 1 menit pertama 5, dengan asuhan yang diberikan yaitu memindah bayi ke ruang PICU/NICU merawat bayi dalam inkubator. Memberi O2 nassal dengan kecepatan 1,5 liter/menit, setelah ditegakkan diagnosa dan diberikan penanganan resusitasi segera keadaan bayi semakin membaik. Keadaan umum bayi baik, denyut jantung

(17)

lebih dari 100 kali/menit, menangis kuat, nafas teratur, gerak aktif dan tidak sianosis.

Berdasarkan dua keaslian studi kasus, diperoleh perbedaan antara keaslian studi kasus dengan Karya Tulis Ilmiah yang dibuat oleh penulis, perbedaan tersebut antara lain adalah subyek studi kasus, lokasi studi kasus, dan permberian terapi.

Sedangkan persamaannya adalah sama – sama memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.

(18)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis 1. Bayi baru lahir

a. Pengertian

Bayi baru lahir (BBL) normal adalah bayi lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram (Wahyuni, 2012).

b. Ciri-ciri bayi baru lahir normal : 1) Berat badan 2500-4000 gram;

2) Panjang badan 48-52 cm;

3) Lingkar dada 30-38 cm;

4) Lingkar kepala 33-35 cm;

5) Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 kali/menit, kemudian menurun sampai 120-140 denyut/menit;

6) Pernapasan pada menit pertama cepat kira-kira 80 kali/menit, kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali/menit;

7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan yang cukup terbentuk dan diliputi verniks kaseosa;

8) Rambut lanugo tidak terlihat lagi, rambut kepala biasanya telah sempurna;

(19)

9) Kuku agak panjang dan lunak;

10) Genetalia : labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun (pada laki-laki);

11) Reflek sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik 12) Reflek moro sudah baik, bayi ketika dikejutkan akan

memperlihatkan gerakan tangan seperti memeluk;

13) Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 48 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan (Wahyuni, 2012).

c. Adaptasi fisiologi BBL terhadap kehidupan diluar uterus : 1) Sistem pernapasan

Struktur matang ranting paru-paru sudah bisa mengembangkan sistem alveoli. Selama didalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.

Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama :

a) Tekanan mekanik torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi mekanik).

b) Penurunan O2 dan kenaikan CO2 merangsang komereseptor yang terletak disinus karotikus (stimulasi kimiawi).

c) Rangsangan dingin di daerah muka dan penurunan suhu didalam uterus (stimulasi sensorik).

Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam waktu 30 detik pertama sesudah lahir. Usaha pertama kali untuk

(20)

mempertahan tekanan alveoli, selain adanya surfaktan yang dengan menarik napas dan mengeluarkan napas dengan merintih

sehingga udara tertahan di dalam. Respirasi pada neonatus biasanya

pernapasan diafragmatik dan abdominal, sedangkan frekuensi dalam tarikan belum teratur. Apabila surfaktan berkurang maka

alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku sehingga terjadi atelektasis, dalam keadaan anoksia neonatus masih dapat mempertahankan

hidupnya karena adanya kelanjutan metabolisme anaerobik (Indrayani & Moudy, 2013).

2) Sirkulasi darah

Pada masa fetus darah dari plasenta melalui vena umbilikalis sebagian ke hati, sebagian langsung keserambi kiri jantung, kemudian ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri darah dipompa melalui aorta keseluruh tubuh. Dari bilik kanan darah di pompa sebagian ke paru dan sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta.

Setelah bayi lahir, paru akan berkembang mengakibatkan tekanan arteriol dalam paru menurun. Tekanan dalam jantung kanan turun, sehingga tekanan jantung kiri lebih besar dari pada jantung kanan yang mengakibatkan foramen ovale menutup secara fungsional. Hal ini terjadi pada jam-jam pertama setelah kelahiran. Oleh karena tekanan dalam aorta desenden naik dan karena rangsangan biokimia (O2 yang naik), duktus arteriosus akan berobliterasi, ini terjadi pada hari pertama.

(21)

Aliran darah paru pada hari pertama ialah 4-5 liter per menit/ m2. Aliran darah sistolik pada hari pertama rendah yaitu 1,96 liter/menit/m2 dan bertambah pada hari kedua dan ketiga (3,54 liter/m2) karena penutupan duktus arteriosus. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfusi plasenta dan pada jam-jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira-kira-kira 85/40 mmHg (Indrayani & Moudy, 2013).

3) Perlindungan termal (termoregulasi)

Mekanisme pengaturan suhu tubuh ada bayi baru lahir belum berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami hipotermi. Bayi dengan hipotermi mudah terjadi pada bayi yang

tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera di keringkan dan di selimuti walaupun di dalam ruangan yang relatif hangat (Indrayani & Moudy, 2013).

a) Beberapa mekanisme kehilangan panas tubuh pada BBL menurut Wahyuni (2012) :

(1) Evaporasi

Evaporasi adalah cara kehilangan panas utama pada tubuh bayi. Kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan pada tubuh bayi. Kehilangan panas tubuh bayi melalui penguapan dari kulit tubuh yang basah ke udara, karena bayi

(22)

baru lahir diselimuti oleh air/cairan ketuban/amnion. Proses ini terjadi apabila BBL tidak segera dikeringkan setelah lahir.

(2) Konduksi

Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dan benda atau permukaan yang temperaturnya lebih rendah.

(3) Konveksi

Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat tubuh bayi terpapar udara atau lingkungan yang bertemperatur dingin. Kehilangan panas badan bayi melalui aliran udara sekitar bayi yang lebih dingin.

(4) Radiasi

Radiasi adalah pelepasan panas akibat adanya benda yang lebih dingin di dekat tubuh bayi. Kehilangan panas badan bayi melalui pancaran/ radiasi dari tubuh bayi kelingkungan sekitar bayi yang lebih dingin.

4) Metabolisme

Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari tubuh orang dewasa sehingga metabolisme basal per KgBB akan lebih besar, sehingga BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energi diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.

(23)

Pada jam-jam pertama energi didapat dari perubahan karbohidrat.

Pada hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapat susu + pada hari ke enam, energi 60% di dapatkan dari lemak dan 40 dari karbohidrat (Indrayani & Moudy, 2013).

5) Keseimbangan air dan fungsi ginjal

Menurut Indrayani & Moudy (2013), Tubuh BBL mengandung relatif banyak air dan kadar natrium relatif lebih besar dari kalium karena ruangan ekstraseluler luas. Fungsi ginjal belum sempurna karena :

a) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa.

b) Ketidak seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume tubulus proksimal.

c) Renal blood flow relatif kurang bila dibanding dengan orang dewasa.

6) Immunoglobulin

a) Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang belakang dan lamina propia ilium dan apendiks.

b) Plasentan merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigen dan stress imunologis.

c) Pada BBL hanya terdapat gama globulin G, sehingga imunologi dari ibu dapat melalui plasenta karena berat molekulnya kecil.

(24)

d) Tetapi bila ada infeksi yang dapat melalui plasenta (Lues, toksoplasma, herpes simpleks) reaksi imunologis dapat terjadi dengan pembentukan sel plasma dan antiboti gama A, G dan M (Indrayani & Moudy, 2013)

7) Traktus digestivus

Traktus digestivus relatif lebih berat dan lebih panjang dibandingkan dengan orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat yang berwarna hitam kehijauan yang terdiri dari mukopolisakarida dan disebut mekonium. Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinjanya sudah berbentuk dan berwarna biasa. Enzim dalam dalam traktus digestivus biasanya sudah terdapat pada neonatus kecuali amilase pankreas. Bayi sudah reflek hisap dan menelan, sehingga pada saat bayi lahir sudah bisa minum ASI. Gumoh sering terjadi akibat dari hubungan esophagus bawah dengan lambung belum sempurna, dan kapasitas dari lambung juga terbatas yaitu + 30 cc (Indrayani & Moudy, 2013).

8) Hati

Segera setelah lahir, hati menunjukkan perubahan kimia dan morfologis, yaitu kenaikan kadar protein dan penurunan kadar lemak dan glikogen. Sel hemopoetik juga mulai berkurang, walaupun memakan waktu agak lama. Enzim hati belum aktif benar pada waktu bayi baru lahir, daya detoksifikasi hati pada neonatus juga belum

(25)

sempurna, contoh pemberian obat kloramfenikol dengan dosis lebih dari 50 mg/KgBB/hari dapat menimbulkan grey baby syndrome (Indrayani & Moudy, 2013).

9) Keseimbangan asam basa

PH darah pada waktu lahir rendah karena glikolisis anaerobik.

Dalam 24 jam neonatus telah mengkompensasi asidosis ini (Indrayani & Moudy, 2013).

d. Bayi baru lahir bermasalah

Menurut Saifuddin (2010), masalah bayi baru lahir yang perlu tindakan segera :

1) Bayi tidak bernapas / sulit bernapas

Penanganan umum yang bisa dilakukan adalah :

a) Keringkan bayi atau ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian yang hangat dan kering.

b) Jika belum dilakukan, segera klem dan potong tali pusat.

c) Letakkan bayi pada tempat yang keras dan hangat (dibawah radiant heater) untuk resusitasi.

d) Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan tindakan perawatan dan resusitasi.

2) Sianosis dan sukar bernapas.

Bayi yang mengalami sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 x/menit, tarikan dinding dada ke dalam atau merintih).

(26)

a) Hisap mulut dan hidung untuk memastikan jalan napas bersih.

b) Berikan oksigen 0,5 liter/menit lewat kateter hidung atau nasal prong

c) Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju

Menjaga bayi tetap hangat, bungkus bayi dengan kain kering, selimuti dan pakai topi untuk mencegah kehilangan panas.

3) Bayi Berat Lahir Sangat Kecil (BBLSR) atau Prematur Kecil

Bayi yang sangat kecil (< 1500 g atau < 32 minggu) sering terjadi yang masalah berat misalnya sukar bernapas, kesukaran pemberian minum, ikterus berat, infeksi. Bayi rentan hipotermi jika tidak dalam inkubator.

4) Letargi

Bayi yang mengalami letargi (tonus otot rendah, tidak ada gerakan), sangat mungkin bayi sakit berat dan harus segera dirujuk ke tempat pelayanan yang sesuai.

5) Hipotermi

Hipotermi dapat terjadi secara cepat pada bayi sangat kecil atau bayi yang di resusitasi atau dipisahkan dari ibu.dalam kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun < 35oC.

6) Kejang

Kejang dalam 1 jam pertama kehidupan jarang. Kejang dapat disebabkan oleh meningitis, ensefalopati atau hipoglikemia berat.

(27)

2. Asfiksia a. Pengertian

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya

disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru

(Indrayani & Moudy, 2013).

Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (JNPK-KR, 2008).

b. Penyebab asfiksia

Menurut Indrayani & Moudy (2013), Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan atau periode segera setelah lahir.

Selama kehamilan, beberapa kondisi tertentu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi dapat berkurang. Hipoksia bayi didalam uterus ditunjukan dengan gawat janin yang berlanjut menjadi asfiksia pada sesaat bayi baru lahir.

Beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat bayi dan kondisi bayi.

(28)

1) Faktor ibu

a) Preeklamsia dan eklamsia

b) Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta) c) Partus lama atau partus macet

d) Demam selama persalinan

e) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

f) Kehamilan postmatur (setelah uia kehamilan 42 minggu) g) Penyakit ibu

2) Faktor tali pusat

Faktor yang dapat menyebabkan penurunan sirkulasi uteroplasenter yang dapat mengakibatkan menurunnya pasokan oksigen ke bayi sehingga data menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir.

a) Lilitan tali pusat b) Tali pusat pendek c) Simpul tali pusat d) Prolapsus tali pusat 3) Faktor bayi

Asfiksia dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda dan gejala gawat janin. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor berikut ini :

a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

(29)

c) Kelainan kongenital

d) Air ketuban bercampur mekonium c. Tanda dan gejala asfiksia

Tanda-tanda dan gejala bayi mengalami asfiksia pada bayi baru lahir meliputi :

1) Tidak bernapas atau bernapas megap-megap 2) Warna kulit kebiruan

3) Penurunan kesadaran

Semua bayi dengan tanda-tanda asfiksia memerlukan perawatan dan perhatian (Indrayani & Moudy, 2013).

d. Klasifikasi asfiksia Tabel 2.1 APGAR Score

Tanda Nilai

0 1 2

Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh kemerahan Frekuensi

jantung

Tidak ada Lambat <100/menit >100/menit Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan

kuat/melawan Aktivitas/tonus

otot

Lumpuh/lemah Ekstremitas fleksi Gerakan aktif Usaha napas Tidak ada Lambat tidak

teratur

Menangis kuat Sumber : Wahyuni, 2012

Asfiksia bayi baru lahir dalam dibagi dalam : 1) Nilai apgar 7 – 10 disebut asfiksia ringan

Bayi dianggap sehat tidak memerlukan tindakan istimewa.

(30)

2) Nilai apgar 4 – 6 disebut asfiksia sedang

Biasanya didapat frekuensi jantung >100 kali/ menit, tonus otot buruk, biru, refleksi masih ada.

3) Nilai apgar 0 – 3 disebut asfiksia berat

Didapat frekuensi jantung <100 kali/ menit, tonus otot buruk, biru kadang-kadang pucat, refleks tidak ada (Ridha, 2014).

e. Patofisiologi asfiksia sedang

Menurut Indrayani & Moudy (2013) Oksigen merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan janin sebelum maupun sesudah persalinan.

Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir : 1) Sebelum lahir

Seluruh oksigen yang dibutuhkan janin diberikan melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu ke darah janin. Saat dalam uterus,hanya sebagian kecil darah janin dialirkan ke paru-paru janin. Paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Oleh karena itu, aliran darah paru tidak penting untuk mempertahankan oksigenasi janin yang normal dan keseimbangan asam basa. Paru janin berkembang dalam uterus, akan tetapi alveoli di paru janin masih terisi oleh cairan, bukan udara. Pembuluh arteriol yang ada di paru janin dalam keadaan kontriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.

(31)

2) Setelah lahir

Bayi tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan segera bergantung pada paru sebagai sumber utama oksigen, karena itu dalam beberapa saat cairan paru harus diserap dari alveoli, setelah itu paru harus terisi udara yang mengandung oksigen dan pembuluh darah di paru harus beraksi untuk meningkatkan aliran ke alveoli. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir kedalam pembuluh darah disekitar alveoli. Oksigen diserap untuk diedarkan ke seluruh tubuh.

Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat dari tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah berkurang. Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan dengan tekanam sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat

(32)

dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.

Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah. Warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/ biru menjadi kemerahan.

Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal. Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru-parunya. Masuknya oksigen ke dalam paru-paru bayi akan mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol pulmonal berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap berkontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi kontriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat

(33)

untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan membantu kelangsungan fungsi organ-organ vital. Akan tetapi apabila kekurangan oksigen berlangsung terus maka dapat terjadi kegagalan fungsi moikardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang berdampak pada penurunan aliran darah keseluruh organ tubuh. Dampak yang dapat ditimbulkan dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan adalah kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain atau kematian (Indrayani & Moudy, 2013).

f. Diagnosa Asfiksia Sedang

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan. Penilaian selanjut merupakan dasar untuk menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efisien dan efektif berlangsung melalui tindakan penilaian, pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi lahir.

Akan tetapi, penilaian bayi harus segera dimulai sesudah bayi lahir.

Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu hasil penilaian APGAR 1 menit. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan terutama pada bayi yang mengalami depresi berat.

Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan

(34)

pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektifitas upaya resusitasi. Jadi nilai APGAR perlu dinilai 1 menit dan 5 menit (Wiknjosastro, 2009).

Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan manajemen asfiksia, senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat dilakukan (JNPK-KR, 2008).

g. Penatalaksanaan Asfiksia Sedang

Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang :

1) Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir dan kasa steril (Arif dan Weni, 2009).

2) Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik (Arif dan Weni, 2009).

3) Apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan tartil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut atau punggung. Jika bayi masih belum menangis setelah dilakukan rangsangan tartil lakukan nafas buatan mulut ke mulut atau dengan ventilasi tekanan positif (Arif dan Weni, 2009).

Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

(35)

Langkah – langkah ventilasi :

a) Pasang sungkup, perhatikan lekatan

b) Ventilasi 2 kali dengan dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi

c) Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik

d) Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur atau tidak (Indrayani dan Moudy, 2013).

4) Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksia menurut Arif dan Weni (2009), dengan cara :

a) Membungkus bayi dengan kain hangat b) Badan bayi harus dalam keadaan kering

c) Jangan mandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuhnya

d) Kepala bayi ditutup dengan baik.

5) Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya, menurut Arif dan Weni (2009) yaitu :

a) Membersihkan badan bayi b) Perawatan tali pusat

c) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat

d) Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan e) Memasang pakaian bayi

f) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi

(36)

B. Teori Menajemen Kebidanan Asfiksia Sedang 1. Pengertian

Manajemen kebidanan Helen Varney adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pemikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah melalui penemuan. Ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Estiwidani, dkk, 2008).

2. proses manajemen kebidanan

Manajemen kebidanan 7 langkah, meliputi:

a. Langkah I : Tahap pengumpulan data dasar

Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.

Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang (Estiwidani, dkk, 2008).

1) Data subjektif

Data subjektif adalah informasi yang dicatat mencangkup identitas, kebutuhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien/ klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan (allo anamnesis) (Wildan dan Hidayat, 2008).

a) Biodata

Pengkajian biodata menurut Romauli (2011) antara lain : (1) Nama bayi : untuk mengenal pasien.

(37)

(2) Tanggal lahir : untuk mengetahui kapan bayi lahir.

(3) Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis kelamin yang dilahirkan.

(4) Nama orang tua : untuk mengetahui identitas orang tua bayi.

(5) Umur : untuk mengetahui kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.

(6) Agama : dalam hal ini berhubungan dengan perawatan penderita yang berkaitan dengan ketentuan agama.

(7) Pendidikan : untuk mengetahui intelektual, tingkat pendidikan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang.

(8) Pekerjaan : hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai. Pekerjaan ibu perlu diketahui untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada kehamilan seperti bekerja dipabrik rokok, percetakan, dan lain-lain.

(38)

(9) Alamat : untuk mengetahui ibu tinggal dimana menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya bersamaan. Alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada penderita.

b) Keluhan utama

Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan pasien saat pemeriksaan (Romauli, 2011).

Pasien dengan asfiksia sedang frekuensi jantung >100 kali/ menit, tonus otot kurang baik atau baik, biru, refleksi masih ada (Ridha, 2014).

c) Antenatal care (ANC)

Untuk mengetahui riwayat ANC teratur atau tidak, sejak hamil berapa minggu, tempat ANC dan riwayat kehamilannya (Wiknjosastro, 2009)

d) Penyuluhan

Apakah ibu sudah dapat penyuluhan tentang gizi, aktifitas selama hamil dan tanda – tanda bahaya kehamilan (Saifuddin, 2010).

e) Imunisasi tetanus toksoid (TT)

Untuk mengetahui sudah/ belum, kapan, dan berapa kali yang nantinya akan mempengaruhi kekebalan ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus (Wiknjosastro, 2009).

(39)

f) Kebiasaan ibu sewaktu hamil (1) Pola nutrisi

Dikaji untuk mengetahui apa ibu hamil mengalami gangguan nutrisi atau tidak, pada pola nutrisi yang perlu dikaji meliputi frekuensi, kualitas, keluhan, makanan pantangan.

(Manuaba, 2008).

(2) Pola eliminasai

Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu BAK dan BAB adalah kaitannya dengan obesitas atau tidak (Muslihatun, 2009).

(3) Pola istirahat

Untuk mengetahui hambatan ibu yang mungkin muncul jika didapat data yang senjang tentang pemenuhan kebutuhan istirahat (Romauli, 2011).

(4) Personal hygiene

Dikaji untuk mengetahui tingkat kebersihan, sangat penting agar tidak terkena infeksi (Muslihatun, 2009).

(5) Psikologi budaya

Untuk mengetahui apakah ibu ada pantang makanan dan kebiasaan selama hamil yang tidak diperbolehkan dalam adat masyarakat setempat, tentang kehamilan ini diharapkan atau tidak, jenis kelamin yang diharapkan, dukungan keluarga

(40)

dalam kehamilan ini, keluarga lain yang tinggal serumah (Varney, 2007).

(6) Perokok dan pemakaian obat – obatan dan alkohol yang mengakibatkan abortus dan kerusakan janin (Muslihatun, 2009).

2) Data obyektif

Data obyektif adalah pencatatan yang dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan, dan data penunjang (Wildan dan Hidayat, 2008).

a) Pemeriksaan khusus

Dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada menit pertama, ke 5 dan ke 10 (Ridha, 2014).

b) Pemeriksaan umum

Pemeriksaan umum menurut Indrayani dan Moudy (2013), periksa ukuran keseluruhan, kepala, badan, ekstermitas, tonus otot, tingkat aktivitas, warna kulit dan bibir tangis bayi.

Pemeriksaan tanda-tanda :

(1) Laju nafas 40-60 kali per menit, periksa kesulitan bernapas (2) Laju jantung 120-160 kali per menit

(3) Suhu normal 36,5oC - 37,5oC

(41)

c) Pemeriksaan fisik sistematis menurut Indrayani dan Moudy (2013) :

(1) Kepala : periksa kepala, ubun-ubun (raba adanya cekungan atau cairan dalam ubun-ubun), sutura (pada perabaan sutura masih terbuka), molase, periksa hubungan dalam letak dengan mata dan kepala. Ukur lingkar kepala dimulai dari lingkar oksipito sampai frontal.

(2) Mata : buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda infeksi atau pus. Bersihkan kedua mata bayi dengan lidi kapas DTT. Berikan salf mata tetrasiklin.

(3) Telinga : periksa hubungan letak dengan mata dan kepala.

(4) Hidung dan mulut : periksa bibir dan langitan, sumbing, refleks hisap dinilai saat bayi menyusui.

(5) Leher : periksa adanya pembesaran.

(6) Dada : periksa bunyi nafas dan detak jantung.

Lihat adakah tarikan dinding dada dan lihat puting susu (simetris atau tidak).

(42)

(7) Abdomen : palpasi perut apakah ada kelainan dan keadaan tali pusat.

(8) Genetalia : untuk laki-laki, periksa apakah testis sudah turun kedalam skrotum. Untuk bayi perempuan periksalah labia mayor dan minor, apakah vagina berlubang dan uretra berlubang.

(9) Punggung : untuk mengetahui keadaan tulang belakangnya, periksa reflek di punggung dengan cara menggoreskan jari kita di punggung bayi. Bayi akan mengikuti gerakan dari goresan jari kita.

(10) Anus : periksa lubang anus, apabila bayi sudah mengeluarkan mekonium maka langkah ini tidak usah dikerjakan.

(11) Ekstremitas : sentuh telapak tangan bayi dengan jari dan hitung jumlah jari tangan bayi.

Bayi akan menggenggam tangan kuat- kuat sehingga tubuhnya bisa terangkat naik.

(43)

Dalam kasus asfiksia sedang ekstremitas biru dan gerakan lemah (Ridha, 2014).

(12) Kulit : periksa vernik, warna kulit dan bibir, tanda lahir.

Dalam kasus asfiksia sedang warna kulit biru (Ridha, 2014).

d) Pemeriksaan reflek menurut Wahyuni, (2012) :

(1) Reflek glabelar : dinilai dengan mengetuk daerah pangkal hidung secara perlahan menggunakan jari telujuk saat mata terbuka. Bayi akan mengedipkan mata pada 4 sampai 5 ketukan pertama.

(2) Reflek suching : reflek ini dinilai dengan memberi tekanan pada mulut bayi dilangit bagian dalam gusi atas yang akan menimbulkan isapan yang kuat dan cepat. Reflek ini juga dapat dilihat pada waktu bayi menyusu.

(3) Refleks rooting : bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi. Dapat dinilai dengan mengusap pipi bayi dengan lembut, bayi akan menolehkan kepalanya

(44)

kearah jari kita dan membuka mulutnya.

(4) Refleks grasping : refleks ini dinilai dengan meletakkan jari telunjuk pemeriksa ada telapak tangan bayi, tekanan dengan perlahan, normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat. Jika telapak bayi ditekan bayi akan mengepalkan tinjunya.

(5) Refleks babinski : pemeriksaan refleks ini dengan memberi goresan telapak kaki dimulai dari tumit. Gores sisi lateral telapak kaki kearah atas kemudian gerakan jari sepanjang telapak kaki. Bayi akan menunjukkan respon berupa semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu jari dorsofleksi.

(6) Refleks moro : refleks ini ditunjukan dengan timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba digerakkan atau dikejutkan dengan cara bertepuk tangan. Fungsi pemeriksaan ini adalah menguji kondisi umum bayi

(45)

serta kenormalan sistem syaraf pusatnya.

(7) Reflek melangkah : bayi menggerakkan tungakainya dalam waktu gerakan berjalan atau melangkah jika kita memegang lengannya sedangkan kakinya dibiarkan menyentuh permukaan yang rata dan keras.

(8) Reflek merangkak : bayi akan berusaha untuk merangkak ke depan dengan kedua tangan dan kaki bayi diletakkan telungkup diatas permukaan datar.

(9) Reflek tonik neck : ekstremitas pada satu sisi ketika kepala ditolehkan akan ekstensi, dan ekstermitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala bayi ditolehkan ke satu sisi saat istirahat. Respon ini mungkin tidak ada atau tidak lengkap segera setelah lahir.

e) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan untuk menunjang diagnosis penyakit, mendukung atau menyingkirkan diagnosis yang lainnya (Nurmalasari, 2010).

(46)

Menurut Nursalam (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien asfiksia sedang adalah pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan darah yang berguna untuk mengetahui kadar Hb, leukosit dan trombosit.

b. Langkah II : Interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan (Estiwidani, 2008).

1) Diagnosa kebidanan

Diagnosa kebidanan bunyinya diagnosa yang tegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnose kebidanan (Estiwidani, 2008).

Diagnosa Kebidanan :

Bayi Ny. X umur 1 menit jenis kelamin perempuan dengan asfiksia sedang.

Data Dasar :

DS : 1. Ibu mengatakan bayinya perempuan.

2. Ibu mengatakan bayinya bernapas megap-megap DO : 1. KU : Kurang

2. TTV : N : 100 x/menit, S : 36oC, R : 65 /menit 3. Kulit kebiruan

4. Gerakan lemah

(47)

2) Masalah

Masalah diidentifikasi berdasarkan masalah yang ditemukan

dengan didukung oleh data subjektif dan data objektif (Wildan dan Hidayat, 2008).

Masalah :

Bayi lahir tidak langsung menangis dan bernapas megap-megap.

3) Kebutuhan

Kebutuhan disesuaikan dengan kebutuhan pasien saat itu (Wildan dan Hidayat, 2008).

Kebutuhan :

Pembersihan jalan napas.

c. Lankah III : Mengidentifikasi diagnosa potensial atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial

berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi.

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap

mencegah diagnosa atau masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi (Estiwidani, 2008).

Apabila tidak segera ditangani dengan tepat dan terdapat gangguan pertukaran gas atau transportasi oksigen lebih lama setelah kelahiran, maka akan terjadi asfiksia yang lebih berat (Ridha, 2014).

(48)

d. Langkah IV : Antisipasi

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan untuk konsultasi atau dokter untuk ditangani bersama dengan anggota tim yang lain sesuai dengan kondisi klien (Estiwidani, 2008).

Antisipasi :

1) Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap-megap atau tidak bernapas.

2) Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, segera lakukan tindakan ventilasi

(Indrayani dan Moudy, 2013).

e. Langkah V : Rencana Tindakan

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah di identifikasi atau diantisipasi (Estiwidani, 2008).

Rencana Tindakan:

1) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir dan kasa steril (Arif dan Weni, 2009).

2) Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik (Arif dan Weni, 2009).

3) Apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan tartil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut atau punggung (Arif dan Weni, 2009)

(49)

4) Jika bayi masih belum menangis setelah dilakukan rangsangan tartil lakukan napas buatan mulut ke mulut atau dengan ventilasi tekanan positif (Arif dan Weni, 2009).

Ventilasi menurut Indrayani dan Moudy (2013), adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spotan dan teratur.

Langkah – langkah ventilasi menurut Indrayani dan Moudy (2013) : a) Pasang sungkup, perhatikan lekatan

b) Ventilasi 2 kali dengan dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi

c) Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik

d) Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur atau tidak

5) Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksia menurut Arif dan Weni (2009), dengan cara :

a) Bungkus bayi dengan kain hangat b) Badan bayi harus dalam keadaan kering

c) Jangan mandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuhnya

d) Kepala bayi ditutup dengan baik.

(50)

6) Menurut Arif dan Weni (2009), Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya, yaitu :

a) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat

b) Laksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan c) Pasang pakaian bayi

d) Pasang peneng (tanda pengenal) bayi

f. Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kellima dilaksanakan secara efisien dan aman.

Perencanaan ini bisa dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya (Estiwidani, 2008).

Pelaksanaan :

1) Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir dan kasa steril (Arif dan Weni, 2009).

2) Memotong tali pusat dengan tehnik aseptik dan antiseptik (Arif dan Sari, 2009).

3) Apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan tartil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut atau punggung (Arif dan Weni, 2009).

4) Jika bayi masih belum menangis setelah dilakukan rangsangan tartil lakukan nafas buatan mulut ke mulut atau dengan ventilasi tekanan positif (Arif dan Weni, 2009).

(51)

Ventilasi menurut Indrayani dan Moudy (2013), adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spotan dan teratur.

Langkah – langkah ventilasi menurut Indrayani dan Moudy (2013) : a) Memasang sungkup, perhatikan lekatan

b) Ventilasi 2 kali dengan dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi

c) Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik

d) Menilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur atau tidak

5) Menurut Arif dan Weni (2009), memertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksia dengan cara :

a) Membungkus bayi dengan kain hangat b) Badan bayi harus dalam keadaan kering

c) Jangan mandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuhnya

d) Kepala bayi ditutup dengan baik.

6) Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) menurut Arif dan Weni (2009), lakukan perawatan selanjutnya, yaitu :

a) Memberikan ASI sedini mungkin dan adekuat

b) Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan

(52)

c) Memasang pakaian bayi

d) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi g. Langkah VII : Mengevaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi ke efektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah di didentifikasi dalam diagnose dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya (Estiwidani, 2008).

Pada langkah ini mengevaluasi hasil tindakan apakah resusitasi berhasil, bayi menangis dan bernapas nomal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi. Resusitasi dinyatakan berhasil apabila pernapasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal yang kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif (Indrayani dan Moudy, 2013).

3. Data Perkembangan

Metode pendokumentasian untuk data perkembangan dalam asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang ini menggunakan SOAP menurut Varney (2007), yaitu :

S : Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.

(53)

O : Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil laboratorium dan test diagnostik yang dirumuskan dalam focus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I.

A : Assesment atau analisa

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam satu identifikasi :

a. Diagnosa atau masalah

b. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial

c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi dan atau rujukan.

P : Plan

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan (P) dan evaluasi (E) berdasarkan analisa.

C. LANDASAN HUKUM

Bidan dalam menyelenggarakan praktiknya berlandaskan pada Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 16 ayat 2 yaitu pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :

1. Perawatan bayi baru lahir 2. Perawatan tali pusat 3. Perawatan bayi

4. Resusitasi pada bayi baru lahir

(54)

5. Pemantauan tumbuh kembang anak 6. Pemberian imunisasi

7. Pemberian penyuluhan (Kepmenkes, 2010).

(55)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Studi Kasus

Jenis laporan ini adalah studi kasus dengan metode diskriptif yaitu metode yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memaparkan atau membuat gambaran tentang studi keadaan secara obyektif. Menjelaskan studi kasus yang diusulkan tersebut kedalam jenis atau metode yang mana tentang penelitian yang diusulkan tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Studi kasus ini akan menggambarkan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir pada bayi Ny. T dengan Asfiksia Sedang di RSUD Surakarta.

B. Lokasi Studi Kasus

Lokasi menjelaskan tempat atau lokasi tersebut dilakukan menurut Notoatmodjo, (2010). Studi kasus ini akan dilaksanakan di RSUD Surakarta.

C. Subyek studi kasus

Subyek merupakan orang yang dijadikan sebagai responden untuk mengambil kasus (Notoatmodjo, 2010). Subyek untuk kasus ini adalah Bayi Ny. T dengan asfiksia sedang.

D. Waktu Studi Kasus

Waktu untuk studi kasus adalah rentang waktu yang digunakan penulis untuk mencari kasus (Notoatmodjo, 2010). Studi Kasus ini telah dilaksanakan tanggal 17 s/d 18 April 2015.

(56)

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen studi kasus adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya (notoatmodjo, 2010).

Instrumen yang digunakan selama melakukan laporan kasus ini adalah dengan menggunakan format asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dari 7 langkah Varney dan data perkembangan menggunakan SOAP.

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Saryono (2011), teknik pengumpulan data dibedakan menjadi 2 antara lain :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subyek atau penelitian dengan mengenakan alat pengukur atau alat pengambil data, langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono, 2011). Data dapat diperoleh dari :

a. Wawancara

Wawancara adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dimana penelitian mendapatkan keterangan atau penelitian secara lisan dari seseorang responden atau sasaran penelitian atau bercakap – cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face) (Notoatmodjo, 2010).

(57)

Pada kasus ini wawancara dilakukan pada keluarga pasien atau bidan serta tenaga kesehatan yang terkait dengan menggunakan format asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan didokumentasikan.

b. Observasi

Observasi adalah suatu prosedur yang terencana antara lain meliputi : melihat, mencatat jumlah data, syarat aktifitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang telah diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Untuk memperoleh data obyektif peneliti melakukan pengamatan langsung untuk mengetahui perkembengan dan perawatan yang telah diberikan pada pasien.

Pada kasus ini yang diobservasi adalah tanda – tanda vital, dan nilai APGAR, warna kulit, keaktifan, input dan output.

c. Pemeriksaan fisik

Menurut Nusalam (2008), pemeriksaan fisik digunakan untuk mengetahui keadaan fisik pasien secara sistematis dengan cara :

1) Inspeksi

Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematis dengan menggunakan indra penglihatan, pandangan dan penciuman sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data.

(58)

Inspeksi dilakukan secara berurutan mulai dari kepala sampai kaki.

2) Palpasi

Palpasi adalah suatu pemeriksaan seluruh bagian tubuh yang dapat teraba dengan menggunakan bagian tangan yang berbeda untuk mendeteksi jaringan, bentuk tubuh, persepsi getaran atau pergerakan dan konsistensi. Palpasi ini digunakan untuk memeriksa tugor kulit bayi.

3) Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang terbentur dalam organ tubuh untuk mendeteksi perbedaan dari normal.

Dilakukan untuk memeriksa detak jantung bayi.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lingkungan studi kasus (Arikunto, 2010). Data sekundar dapat diperoleh dari :

a. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi adalah semua bentuk informasi yang berhubungan dengan dokumen (Notoatmodjo, 2010). Dalam studi kasus ini dokumentasi dilakukan dengan pengumpulan data yang diambil dari catatan kebidanan dan rekam medik dari RSUD Surakarta berupa data bayi baru lahir dari bulan Januari sampai September 2014 .

(59)

b. Studi kepustakaan

Kepustakaan adalah semua literatur atau bacaan yang digunakan untuk mendukung dalam menyusun proposal tersebut. Literatur ini umumnya terdiri dari buku-buku teks, majalah atau jurnal ilmiah, makalah ilmiah, skripsi, tesis atau disertasi (Notoatmodjo, 2010).

Pada studi kasus ini yang digunakan adalah kepustakaan tahun 2008 – 2014.

G. Alat – alat yang dibutuhkan

Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam teknik pengumpulan data antara lain : 1. Alat – alat yang dibutuhkan dalam wawancara antara lain :

a. Lembar format asuhan kebidanan pada bayi baru lahir b. Buku tulis

c. Bolpoint

2. Alat – alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan asuhan observasi (pengamatan) antara lain :

a. Tempat tidur pemeriksaan b. Stetoskop

c. Termometer

d. Pengukur panjang badan e. Timbangan bayi dan alas f. Pita pengukur

(60)

g. Alat resusitasi Menggunakan alat :

1) Dua helai kain / handuk

2) Alat penghisap lendir dee lee atau bola karet 3) Tabung oksigen dan kanula nasal

4) Jam atau pencatat waktu (Indrayani dan Moudy, 2013).

H. Jadwal Studi Kasus

Dalam bagian ini diuraikan langkah-langkah kegiatan dari mulai penyusunan proposal studi kasus, sampai dengan penulisan laporan studi kasus, beserta waktu berjalan atau berlangsungnya tiap kegiatan tersebut (Notoatmodjo, 2010)

Jadwal terlampir.

(61)

50

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA Ny. T DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI RSUD SURAKARATA

Tanggal/ pukul masuk : 17 April 2015

Tempat : PERINA RSUD Surakarta

No. Register : 00011905

A. TINJAUAN KASUS 1. PENGKAJIAN

Tanggal : 17 April 2015 Pukul : 11.00 WIB

a. IDENTITAS 1) Identitas Bayi

a) Nama Bayi : Bayi Ny. T b) Umur Bayi : 1 menit

c) Tanggal/ pukul lahir : 17 April 2015/ 11.00 WIB d) Jenis kelamin : Perempuan

e) Berat badan lahir : 3000 gram f) Panjang badan lahir : 49 cm

2) Identitas Ibu Identitas Ayah

a) Nama ibu : Ny. T Nama suami : Tn. S

b) Umur : 23 tahun Umur : 25 tahun

(62)

c) Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

d) Agama : Islam Agama : Islam

e) Pendidikan : SMP Pendidikan : SMU f) Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta g) Alamat rumah : Debegan 06/ 06 Mojosongo, Surakarta.

b. ANAMNESA (DATA SUBYREKTIF) PADA IBU

1) Riwayat kehamilan ibu

a) HPHT : Ibu mengatakan hari pertama haid terakhir pada tanggal 11 Juli 2014

b) HPL : Ibu mengatakan hari perkiraan lahir pada tanggal 18 April 2015

c) Keluhan – keluhan pada :

Trimester I : Ibu mengatakan sering mual kadang muntah.

Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan.

Trimester III : Ibu mengatakan tidak ada keluhan d) ANC : 8x di bidan dan dokter, teratur.

Trimester I : umur kehamilan 6 minggu, 11 minggu

Trimester II : umur kehamilan 15 minggu, 20 minggu, 25 minggu Trimester III : umur kehamilan 29 minggu, 34 minggu, 39 minggu e) Penyuluhan yang pernah didapat :

Ibu mengatakan pernah mendapat penyuluhan tentang gizi ibu hamil, tablet Fe dan tanda – tanda persalinan.

(63)

f) Imunisasi TT

Ibu mengatakan mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali di bidan yaitu pada saat akan menikah dan saat hamil usia kehamilan 2 bulan.

2) Riwayat kehamilan ini

a) Tempat Persalinan : RSUD Surakarta, penolong : Dokter SpOG b) Jenis Persalinan : Spontan, normal pada pukul 11.00 WIB c) Komplikasi/ kelainan dalam persalinan : tidak ada kelainan

(1) Plasenta :

(a) Berat plasenta : 500 gram (b) Panjang : 49 cm (c) Jumlah kotiledon : 18 cm (d) Cairan ketuban : Jernih (e) Insersi tali pusat : Centralis

(f) Kelainan : tidak ada kelainan (g) Lama persalinan :

(i) Kala I : 11 Jam (ii) Kala II : 30 menit 3) Riwayat penyakit

a) Riwayat penyakit saat ini :

Ibu mengatakan saat hamil tidak sedang menderita penyakit yang menyertai kehamilannya seperti : flu, batuk, demam, dan diare.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu apabila ada orang lain yang atau salah satu ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya itu dipandang tidak sah, sebab dikhawatirkan

Setelah selesai, Windows Server 2003 Setup akan me-restart komputer dan.

Therefore, in this study, the distribution of DNA polymorphisms in the putative MADS-box gene located near the quantitative trait loci (QTL) for flowering time and maturity was

A comparison of lineament and fracture trace extraction from LANDSAT ETM+ panchromatic band and panchromatic aerial photograph in Gunungsewu karst area, Java-Indonesia.. To cite

Semen Portland tipe I, untuk yang tidak memrlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis lainnya. Semen Portland tipe II, untuk penggunaan yang memerlukan

U : kekuatan yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen. dangaya yang berhubungan dengannya (kg/m

Menurut anda, di bawah ini yang manakah makanan paling banyak mengandung protein..

Dalam kenyataan tidak sedikit orang berambisi untuk menduduki jabatan terhomat atau jabatan istimewa baik yang ada di pemerintahan, kantor, sekolah, dan Gereja. Orang yang