• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN CINDERELLA COMPLEX PADA WANITA MENIKAH YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN CINDERELLA COMPLEX PADA WANITA MENIKAH YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK BEKERJA"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN CI N DERELLA COM PLEX PADA

WAN I T A M EN I K AH Y AN G BEK ERJ A DAN Y AN G

T I DAK BEK ERJ A

S k r i p s i

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Nama : Astrida Padma

NIM : 029114030

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

S K R I P S I

CTiDENEUA C('|,TI.D{ PAI'A WAMIA MXiiIXAE i^r{(; Njr'TUA DIN YAITG TIDAT' EEI@RJA

tatslt 5 Tebrua'i '?Dd+'

(3)

AAN CINDEREIIA COMPLEX PADA'WANITA MENIKA{ YANG BEKERIA DAN YANG TIDAX BIIKERJA

Dipai@kd de dnnis oleh: AsEidaradi!

NIM:029U4030

T€lah diparrh4lo! iii d.po! ?eitia Peerrii

I

v"r.df

(4)

Saya nenyfiald d€nem s€mssuh4a balNa ,laipsi ya€ saya ruris ili r!rr! ata! baeim kFrya oiane la'4 leu.I yee telat' diehnkar dalM

ihfts puslrk4 ebagdip@ laylrdlt larta ilfliah.

YoB/alitt4 F.b{Ei 2007

@

.tii

(5)

á

<<<

á

Dedicated to the most important

persons in my life:

George Sugiono (Alm)

Tjandra Tiana Dewi

Ade Suryanti

WX

(6)

MOTTO

He never leave me alone

He never let me sunk away in despair

He watches every step I took

My despairs and my efforts

And He gives me some miracles

At the right time, at the right moments

Mencoba adalah sebuah keberanian

Bila berhasil

maka keinginanmu akan terwujud

Bila gagal

bukanlah suatu ketidakmampuan atau kebodohan

Namun suatu ujian untuk mengasah hati dan kemampuanmu

Untuk menjadi lebih baik lagi

Kegagalan adalah suatu kesempatan untuk meraih

keberhasilan yang lebih besar

(7)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif mengenai perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Peneliti tertarik akan adanya kecenderungan cinderella complex yang masih dialami oleh para wanita yang telah menikah di era emansipasi wanita dewasa ini, dimana pria dan wanita telah memiliki kesetaraan derajat dan kedudukan baik di lingkungan keluarga, sosial, dan pekerjaan. Cinderella complex merupakan ketakutan wanita akan kemandirian yang tampak dalam rasa rendah diri, takut akan kehilangan feminitas, locus of control eksternal yang tinggi, kepasifan dalam mengembangkan diri, dan kecenderungan mengandalkan orang lain. Cinderella complex ini dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan dan sikap gender antara pria dan wanita dalam masyarakat.

Subyek penelitian ini adalah 32 orang wanita yang telah menikah dan bekerja di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan 32 orang wanita yang telah menikah dan tidak bekerja di Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. Penelitian dilakukan dengan menggunakan skala kecenderungan cinderella complex model Likert yang memiliki koefisien reliabilitas 0,9001.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa t = 6,049 dengan p < 0,01, yang berarti bahwa terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang tidak bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah yang bekerja.

(8)

ABSTRACT

This quantitative research discussed about differences of a cinderella complex tendency between marriage women which was work and does not work. Author’s interested was women’s cinderella complex tendency in women emancipation period nowadays, where men and women have an equal of degree and position at family, social and work environment. Cinderella complex is women’s fear of independent, which is appear on a submissiveness, a fear of lost femininity, a height of locus of control external, a. passivity, and a tendency of dependent on other people. Cinderella complex is influenced by a differences of gender’s treatment and attitude between men and women in society.

Subjects of this research was 32 marriage women which was worked at Sanata Dharma University, Yogyakarta, and 32 marriage women which didn’t work at Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. This research was done by cinderella complex tendency’s scale with Likert model, which had a reliability coefficient 0,9001.

Research’s result showed that t = 6,049 with p < 0,01, which was mean that there’s a differences of a cinderella complex tendency between marriage women which was worked and didn’t work. Cinderella complex tendency on marriage women which didn’t work is more higher than cinderella complex tendency on marriage women which was worked.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah atas terwujudnya karya penelitian ini. Karya ini

merupakan penelitian mengenai ketakutan akan kemandirian yang dialami oleh wanita.

Semoga karya ini mampu memberikan sedikit sumbangan perkembangan psikologi

wanita dan psikologi sosial dewasa ini.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dra. Lusia Pratidarmastiti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi selama

hampir satu tahun.

2. Kristiana Dewayani, M.Si dan Y.Agung Santoso, S.Psi selaku dosen penguji

skripsi.

3. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang

telah menyumbangkan banyak ilmunya pada penulis.

4. Ibu-ibu yang bekerja sebagai staf di Universitas Sanata Dharma yang telah

membantu selama penelitian.

5. Ibu-ibu Pedukuhan Denokan dan Pedukuhan Krodan, Maguwoharjo, Sleman

yang telah membantu selama penelitian.

6. Mama dan kakak yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan doa.

7. Cyrillus, yang telah menjadi berbagi suka dan duka selama ini.

8. Sahabatku, Liesye, Nurina, Hani, Sius, Novie, Adit, Ulil, Sisca, Vembry, Ina,

Pras, Nanut, Ntrie, Tina, Dewi, Nat, Winda, Tisa, Ellen yang telah banyak

memberikan banyak perhatian dan dukungan semangat.

(10)

9. Teman-teman Vincent Disc, Rio, Ira, Tito, Ditha, yang telah memberikan

banyak warna kehidupan, bantuan serta semangat selama ini.

10.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan yang tak dapat disebutkan satu

persatu.

Karya ini tentunya tidaklah sempurna tanpa masukan dan saran dari para

pembaca. Mohon maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan baik dalam

penulisan maupun penjelasan.

Yogyakarta, Januari 2007

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………ii

HALAMAN PENGESAHAN………..iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………...iv

HALAMAN MOTTO……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...vi

ABSTRAK……..………vii

ABSTRACT………...viii

KATA PENGANTAR………..…ix

DAFTAR ISI……….x

DAFTAR TABEL………xi

BAB I. PENDAHULUAN………..….1

A. Latar Belakang Permasalahan………...………1

B. Rumusan Masalah……….5

C. Tujuan Penelitian………..5

D. Manfaat Penelitian………5

BAB II. LANDASAN TEORI……….…….6

A. Cinderella Complex………..6

1. Pengertian Cinderella Complex ………..……...………6

2. Faktor Penyebab Timbulnya Cinderella Complex……….7

(12)

3. Aspek-aspek Cinderella Complex………12

B. Wanita Yang Menikah………15

1. Wanita Menikah Yang Tidak Bekerja……..………17

2. Wanita Menikah Yang Bekerja………19

C. Cinderella Complex Pada Wanita Yang Menikah dan Tidak Bekerja Dengan Wanita Yang Menikah dan Bekerja………..21

Skema Cinderella Complex Pada Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja………26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………...27

A. Jenis Penelitian………...………27

B. Identifikasi Variabel Penelitian………..27

1. Variabel Tergantung……….27

2. Variabel Bebas……..………27

C. Definisi Operasional Penelitian………..28

1. Cinderella Complex ……….28

2. Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja..……….…29

D. Subyek Penelitian………...30

E. Metode Pengumpulan Data……….31

F. Pertanggungjawaban Alat Ukur………..34

1. Reliabilitas………...……….34

2. Validitas……..……..………34

G. Metode Analisis Data……….34

(13)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………36

A. Persiapan Penelitian……...……….36

1. Tempat dan Ijin Penelitian………..………..36

2. Uji Coba Alat Ukur………...36

3. Hasil Uji Coba………..37

B. Pelaksanaan Penelitian………39

C. Deskripsi Subyek Penelitian………...40

D. Analisa Data Penelitian……….………..41

E. Pembahasan………43

BAB V. PENUTUP………...………48

A. Kesimpulan………..………..48

B. Saran………...………48

DAFTAR PUSTAKA………..50

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel III.1. Kisi-kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji Coba….32

Tabel III.2. Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji

Coba………33

Tabel IV.1. Kisi-kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji Coba…..38

Tabel IV.2. Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji

Coba……….40

Tabel IV.3. Deskripsi Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja………40

Tabel IV.4. Hasil Analisis Uji t………...42

Tabel IV.5. Deskripsi Statistik Antara Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak

Bekerja……….43

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Cinderella complex merupakan suatu bentuk fenomena

psikologis yang tidak banyak dikenal oleh masyarakat pada umumnya.

Cinderella complex berbicara mengenai ketidakmandirian yang dialami wanita

secara psikologis (Dowling, 1981). Zhao (www. cmn.hs.h.kyoto-u.ac.jp)

mengungkapkan bahwa cinderella complex merupakan suatu bentuk

ketergantungan psikologis yang dialami wanita dan sangat membahayakan

perkembangan psikologis wanita. Dowling (1981) mengistilahkan fenomena

ini sebagai cinderella complex, sebagaimana tokoh dongeng Cinderella yang

menanti sesuatu di luar dirinya untuk mengubah dan memajukan

kehidupannya.

Salah satu faktor yang menimbulkan adanya kecenderungan

cinderella complex adalah perbedaan perlakuan gender dalam masyarakat

(Dowling, 1981). Murniati mengungkapkan bahwa dalam masyarakat wanita

dipandang sebagai makhluk yang lemah dan rapuh sehingga perlu dilindungi

(dalam Lembaga Studi Realino, 1992). Perbedaan perlakuan gender ini

menimbulkan perbedaan pola asuh antara anak perempuan dan laki-laki, serta

budaya dominasi pria terhadap wanita dalam keluarga dan masyarakat.

Perbedaan pola asuh antara anak perempuan dan laki-laki tampak ketika

keluarga dan lingkungan memberikan lebih banyak kenyamanan kepada anak

(16)

perempuan daripada anak laki-laki (Dowling, 1981). Pada umumnya keluarga

dan lingkungan mendidik seorang pria untuk belajar mengatasi masalahnya

sendiri dan tidak cengeng, sedangkan wanita diperbolehkan bersikap cengeng

dan cenderung mendapatkan pertolongan dari orang lain saat menghadapi

suatu masalah.

Pertolongan yang diberikan secara terus-menerus terhadap wanita

sejak kecil hingga dewasa menimbulkan suatu rasa aman dan nyaman pada

diri wanita bila berada bersama sosok yang lebih kuat. Rasa nyaman ini

kemudian menyebabkan wanita menjadi sangat tergantung pada orang lain

dibandingkan dengan pria (Dowling, 1981). Wanita yang mengalami

cinderella complex, memiliki tingkat ketergantungan pada orang lain yang

berada pada derajat yang tidak sehat (Anggriany, 2003). Ketergantungan pada

orang lain membuat wanita cenderung menghindari masalah dan tantangan

dalam hidupnya. Kondisi ini dapat menyebabkan wanita menjadi kurang

asertif dan berinisiatif dalam mengembangkan hidupnya. Dapat dikatakan,

wanita memiliki suatu ketakutan untuk mandiri dalam mengembangkan

hidupnya dan lebih tergantung pada segala hal diluar dirinya untuk menjadi

lebih baik (Dowling, 1981).

Secara sadar ataupun tidak disadari, fenomena cinderella complex

ini dialami oleh semua wanita, namun dalam taraf kecenderungan yang

berbeda-beda. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti

kecenderungan cinderella complex pada wanita yang menikah. Salah satu

(17)

adanya pandangan bahwa wanita yang telah menikah akan memiliki

kehidupan yang aman dan nyaman (Dowling, 1981). Kehidupan yang nyaman

tersebut adalah ketika segala kebutuhan wanita akan dipenuhi oleh pria yang

menjadi suaminya dan ia hanya mengurus rumah tangga dan anak-anak saja.

Seiring dengan perkembangan emansipasi wanita di Indonesia,

wanita tidak lagi diharuskan tunduk pada pria di tempat kerja dan lingkungan

sosial atau tergantung pada suami di rumah. Partini dalam (Lembaga Studi

Realino, 1992) mengungkapkan bahwa wanita berhak memperoleh kedudukan

yang setara dengan pria baik dalam lingkungan sosial, pekerjaan, dan

keluarga. Demikian pula wanita yang menikah tidak lagi hanya berperan

sebagai ibu rumah tangga yang mengurus kebutuhan suami dan anak-anak

saja, namun ada wanita yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan

pekerja. Pencari nafkah dalam sebuah keluarga tidak lagi hanya dilakukan

oleh pria, namun wanita juga dapat turut berperan serta dalam menafkahi

keluarganya, bahkan ada beberapa istri yang bekerja keras sebagai pencari

nafkah utama bagi keluarganya.

Seorang wanita yang menikah memutuskan untuk bekerja di luar

rumah dengan berbagai alasan seperti kesulitan ekonomi atau mengejar

kesuksesan karir. Wanita dengan peran ganda ini (ibu rumah tangga dan

pekerja) memiliki tanggung jawab yang cukup berat yaitu tanggung jawab di

rumah dan di tempat kerja. Fakih (1997) mengungkapkan bahwa 90%

pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh wanita, terutama dalam keluarga

(18)

dan bekerja tetap dituntut untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam rumah

tangga. Wanita dengan peran ganda ini tentunya memiliki penghasilan sendiri

dan pergaulan yang lebih luas daripada wanita dengan peran tunggal (Stefanie,

2000). Pergaulan yang luas akan mendukung perluasan wawasan yang

dimiliki wanita tersebut, sehingga ia mampu bersikap lebih optimis dalam

menghadapi masalah, dan tidak lagi terlalu tergantung pada pasangan dalam

mengambil keputusan maupun dalam hal keuangan.

Sebaliknya, wanita yang menikah dan tidak bekerja memiliki peran

tunggal sebagai ibu rumah tangga. Peran tunggal ini berkaitan dengan

pekerjaan rumah tangga, dan mengurus suami serta anak-anak (Santrock,

2002). Sebagian besar waktu yang dimiliki oleh wanita dengan peran tunggal

ini dihabiskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang bersifat rutin

(Baron, 2005) sehingga ia memiliki pergaulan yang terbatas. Pergaulan yang

terbatas ini kurang mendukung perluasan wawasan yang dimiliki oleh wanita

dengan peran tunggal tersebut. Wawasan yang terbatas dan kondisi

ketergantungan sepenuhnya terhadap pasangan menyebabkan wanita yang

menikah dan tidak bekerja menjadi kurang yakin akan kemampuan diri

sendiri. Ketidakyakinan diri tersebut menimbulkan sikap pesimis dalam

memandang segala sesuatu, tidak menyukai perubahan dalam hidup, dan

cenderung menghindari tantangan serta masalah (Dowling, 1981).

Berdasarkan penjabaran di atas peneliti tertarik untuk melihat

(19)

cinderella complex yang lebih tinggi daripada wanita yang menikah dan

bekerja.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex antara wanita

menikah yang bekerja dengan yang tidak bekerja?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan

kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang bekerja dengan

yang tidak bekerja

D. Manfaat Penelitian

1.Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya pada psikologi

wanita dan psikologi sosial.

2. Manfaat praktis

Membantu para wanita untuk semakin memahami dinamika psikologis diri

sendiri, sehingga memiliki pengendalian diri yang baik dan mampu hidup

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Cinderella Complex

1. Pengertian Cinderella complex

Cinderella complex merupakan suatu teori psikologi populer yang

diungkapkan oleh Dowling (1981) yang didasarkan atas teori Horney

mengenai psikoanalisa, khususnya wanita. Cinderella complex berbicara

mengenai ketakutan yang dialami wanita akan kemandirian. Dowling (1981)

mengungkapkan bahwa wanita cenderung tidak yakin akan kemampuan

dirinya sendiri dan tergantung pada orang lain, khususnya sosok yang lebih

kuat darinya untuk merawat dan melindungi dirinya. Cinderella complex

didefinisikan sebagai suatu ketakutan yang membuat wanita tertekan

sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi, bakat, dan kreativitasnya

secara optimal (Dowling, 1981).

Ketakutan akan kemandirian tidak selalu nampak dan disadari oleh

para wanita. Meskipun demikian ketakutan ini sering mempengaruhi cara

wanita dalam berpikir, bertindak, dan berbicara, seperti muncul lewat

berbagai macam ketakutan yang dialami oleh banyak wanita sukses dan

tampak tangguh (Dowling, 1981). Akibat dari ketakutan tersebut adalah

bahwa mereka tidak mampu mengeluarkan potensi mereka secara maksimal,

namun justru berusaha untuk mendapatkan cinta, pertolongan, dan

perlindungan dari orang lain untuk menghadapi sesuatu yang sulit dalam

(21)

kehidupannya, seperti dongeng anak-anak yang mengisahkan Cinderella,

sang putri yang menunggu sang pangeran untuk menyelamatkannya dari

bahaya dan penderitaan, begitu pula dengan wanita yang cenderung

menunggu sesuatu dari luar dirinya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih

baik (Dowling, 1981).

Cinderella complex menyebabkan wanita cenderung tergantung

pada sosok lain yang lebih kuat darinya dan menjadi tidak mandiri. Dowling

(1981) menambahkan bahwa sebagian besar wanita membenci

ketergantungannya terhadap orang lain dan menginginkan kemandirian.

Mereka ingin bebas dari dominasi keluarga dan pria yang berstatus sebagai

suami atau atasan kerja, bebas mengambil keputusan sendiri, dan bebas

menentukan karir atau profesi apa yang akan dijalani. Meskipun demikian,

keinginan untuk mandiri tersebut terhambat dengan adanya rasa rendah diri

atau ketidakyakinan akan kemampuan diri sendiri. Rasa rendah diri ini

menyebabkan wanita menjadi takut untuk menanggung resiko hidup mandiri

dan lebih memilih untuk tergantung pada orang-orang disekitarnya (www.

cmn.hs.h.kyoto-u.ac.jp).

2. Faktor penyebab timbulnya cinderella complex

Setiap wanita memiliki kecenderungan cinderella complex.

Kecenderungan untuk tergantung pada orang lain ini tidak datang begitu

saja. Dowling mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan

(22)

a. Perlakuan dalam lingkungan keluarga

1) Pola asuh anak selama enam tahun pertama

Menurut hasil penelitian Bayley pada tahun 1956, semenjak lahir,

bayi perempuan memiliki kemampuan verbal, kognitif, dan

perseptual yang maju daripada bayi laki-laki (Dowling, 1981). Maka

perilaku bayi perempuan lebih menyenangkan orang dewasa

daripada perilaku bayi laki-laki, dimana bayi perempuan tidak suka

menggigit-gigit sesuatu atau berkelahi, dsb). Perilaku menyenangkan

ini membuat orang dewasa cenderung memberikan pertolongan dan

perlindungan terhadap anak perempuan dari segala kesulitan

semenjak bayi, dan juga membuat anak perempuan terbiasa dengan

adanya pertolongan bila ia ‘berperilaku baik’. Akibatnya, anak

perempuan cenderung mengembangkan bakat dan kemampuannya

lebih untuk menyenangkan orang lain, bukan untuk kemajuan dirinya

sendiri. Sebaliknya, bayi laki-laki lebih banyak mengalami stress

daripada bayi perempuan karena perilakunya yang kurang

menyenangkan dan tidak disetujui oleh orang dewasa (Wilikinson,

1995). Hasil penelitian Bardwick dan Douvan (dalam Dowling,

1981) menunjukkan bahwa stress pada bayi laki-laki ini justru

membantunya untuk mandiri semenjak kanak-kanak.

2) Pola asuh anak yang tidak berwawasan gender

Pola asuh yang tidak berwawasan gender merupakan suatu bentuk

(23)

banyak perhatian dan pertolongan terhadap anak perempuan daripada

terhadap anak- laki-laki (Anggriany, 2003). Penelitian Anggriany

dan Astuti (2003) menunjukkan bahwa pola asuh anak yang tidak

berwawasan gender (perlakuan dan pengasuhan terhadap anak

laki-laki dan perempuan yang dibedakan berdasarkan gender)

mempengaruhi tingginya kecenderungan cinderella complex pada

anak perempuan. Sebaliknya, pola asuh yang setara antara anak

laki-laki dan anak perempuan seperti pemberian hukuman yang sama bila

melakukan kesalahan, mendidik anak untuk tidak bersikap manja

dalam menghadapi masalah namun berusaha mengatasi masalah

tersebut, dll, dapat membuat anak perempuan menjadi lebih mandiri

dan tidak terlalu tergantung pada orang lain (Anggriany, 2003).

Horney (plaza.ufl.edu/bjparis/index.html) menambahkan bahwa anak

perempuan membutuhkan kesempatan yang sama dengan anak

laki-laki untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya.

3) Kebutuhan untuk dicintai yang tidak terpenuhi selama masa kecil.

Dowling (1981) mengungkapkan bahwa kebutuhan untuk dicintai

yang tidak terpenuhi selama masa kecil seperti kurang atau hilangnya

kasih sayang orang tua dan keluarga, menimbulkan ketergantungan

akan rasa aman dan kasih sayang dari orang lain. Hal ini mendorong

wanita untuk merendahkan diri di hadapan orang lain demi

(24)

4) Dominasi orangtua yang terkadang membatasi dan menentukan

segala aktivitas anak sehingga anak tidak mampu mengambil

keputusan sendiri (Dowling, 1981).

b. Perlakuan dalam lingkungan masyarakat

1) Pemberian pertolongan dan perlindungan yang berlebihan pada

perempuan.

Wanita dianggap sebagai makhluk yang rapuh dan lemah. Maka

lingkungan cenderung segera memberikan pertolongan setiap kali

wanita mengalami kesulitan semenjak kecil hingga dewasa sehingga

tidak terbiasa untuk mengatasi masalah-masalahnya dan tergantung

pada lingkungan sekitar untuk menolongnya (Dowling, 1981). Hal

ini menyebabkan wanita sulit untuk mengambil keputusan sendiri,

tidak tegas, dan tidak percaya diri dalam menghadapi kesulitan.

Wilkinson (1995) menambahkan bahwa banyak wanita yang

memandang bahwa perkembangannya menuju dewasa merupakan

suatu proses yang sulit dan berat.

2) Stereotipe wanita sebagai kaum kelas dua dalam masyarakat.

Meskipun emansipasi wanita telah berkembang, namun masyarakat

tidak lepas dari budaya patriarki yang berlaku dari generasi ke

generasi (Murniati, 2004). Budaya patriarki merupakan kondisi

dimana wanita harus mengikuti keputusan pria, terutama suami, dan

cenderung bekerja di belakang pria, membuat wanita tampak sebagai

(25)

status sosialnya selalu mengikuti status sosial suami dan ayah dalam

keluarga (Barnhouse, 1988).

3) Kemandirian sebagai perilaku yang tidak feminin

Sehubungan dengan status wanita sebagai kaum kelas dua dalam

masyarakat, maka ambisi wanita untuk bebas dan mencapai

kemandirian seorang wanita dianggap tidak feminin dan tidak jarang

mendapat kecaman lingkungan sosial (Barnhouse, 1988). Salah satu

contohnya adalah wanita dianggap tidak feminin ketika ia

memperbaiki atap rumahnya yang bocor, memasang lampu di

rumahnya, atau memperbaiki motornya seorang diri.

4) Perbedaan perlakuan gender dalam hidup bermasyarakat.

Budaya bahwa wanita sebagai makhluk yang lemah dan cenderung

menggunakan perasaan menyebabkan masyarakat memberi peluang

lebih besar pada pria untuk meraih kesuksesan karir, kenaikan status

sosial dan jabatan dalam pekerjaan (Dowling, 1981).

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya

cinderella complex dibagi menjadi dua. Dalam lingkungan keluarga berupa

pola asuh anak selama enam tahun pertama, pola asuh anak yang tidak

berwawasan gender, kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi di

masa kecil, dan dominasi orangtua. Sedangkan dalam lingkungan

masyarakat berupa pertolongan yang berlebihan terhadap wanita, stereotipe

(26)

kemandirian sebagai perilaku yang tidak feminin, dan perbedaan perlakuan

gender dalam masyarakat.

3. Aspek-aspek Cinderella Complex

Berdasarkan teori Cinderella complex yang diungkapkan oleh

Dowling (1981), aspek-aspek dari cinderella complex dapat dijabarkan

sebagai berikut:

a. Rasa rendah diri

Bardwick (dalam Dowling, 1981) mengungkapkan bahwa wanita

memiliki rasa rendah diri, dimana wanita seringkali meragukan

kemampuannya dalam menjalankan suatu tugas. Anggriany (2003)

mengungkapkan bahwa rasa rendah diri berkaitan dengan emosi wanita.

Wanita yang memiliki perasaan rendah diri nampak pada perasaan tidak

mampu (pesimis), seperti perasaan cemas atau panik ketika menghadapi

sesuatu yang baru, ketika berbicara di hadapan orang banyak, atau dalam

suatu kesulitan. Perasaan tidak mampu tersebut kemudian dapat

mempengaruhi segi kognitif sehingga wanita memiliki anggapan bahwa

ia adalah orang yang tidak berguna dan memiliki banyak kekurangan.

b. Ketakutan kehilangan feminitas

Proses pertumbuhan dan perkembangan wanita tentunya tidak lepas dari

pengaruh budaya masyarakat disekitarnya. Dalam masyarakat, wanita

diinternalisasikan secara kognitif untuk memiliki anggapan sebagai

(27)

1) Pria lebih kuat dari wanita dan dapat melakukan segalanya dengan

lebih mudah.

2) Wanita yang baik adalah wanita yang dapat berperan sebaga istri dan

ibu yang baik.

3) Hidup seorang wanita akan aman bila dirawat atau dipelihara oleh

orang lain, seperti kebutuhan finansial dan fisik dipenuhi oleh suami.

4) Wanita tidak perlu bekerja bila kebutuhan finansialnya sudah

terpenuhi, kalaupun bekerja, ia tidak perlu mengejar prestasi dan

bekerja seumur hidup.

5) Perilaku mandiri, seperti memperbaiki atap rumah yang bocor,

memperbaiki motor sendiri, dsb, merupakan perilaku yang tidak

feminin.

6) Kesuksesan terutama dalam karir dan lingkungan sosial merupakan

hasil dari perilaku maskulin dan sulit diraih oleh wanita.

Wanita yang tidak mampu bertindak dan bersikap sesuai dengan budaya

yang berlaku di masyarakat akan memperoleh penolakan dari

lingkungannya. Hal inilah yang menyebabkan wanita kehilangan

kapasitas untuk bekerja produktif dan orisinil, serta memiliki motivasi

kerja yang lebih disebabkan oleh krisis ekonomi dan keterpaksaan

(Anggriany, 2003).

c. Locus of control eksternal yang tinggi.

Masrun (dalam Anggriany, 2003) mengungkapkan bahwa perempuan

(28)

keberuntungan dan merasa tidak memiliki control dari dalam diri untuk

mengatasi masalah. Locus of control eksternal ini berkaitan dengan

kognisi wanita. Wanita dengan locus of control eksternal yang tinggi

akan memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu yang diperolehnya, baik

dalam bentuk keberhasilan atau kegagalan, disebabkan oleh faktor

keberuntungan atau ketidakberuntungan semata. Keyakinan ini dapat

mengurangi produktifitas wanita dalam bekerja dan dalam

mengembangkan dirinya.

d. Pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan diri

Rasa rendah diri membuat wanita cenderung meragukan

kemampuannya. Akibatnya wanita cenderung bersikap dan berperilaku

pasif seperti ketidakinginan untuk mengatasi suatu masalah atau

mengambil keputusan sendiri (Dowling, 1981). Disamping itu, Dowling

(1981) juga mengungkapkan bahwa wanita sulit untuk mengambil

inisiatif yang bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan dirinya.

Perilaku pasif ini tampak ketika wanita tidak ingin menghadapi suatu

pekerjaan yang sulit dan beresiko besar, seperti persaingan antar rekan

kerja, namun lebih menyukai pekerjaan yang mudah dan beresiko kecil,

tidak menyukai perubahan hidup, cenderung tidak asertif dalam

menghadapi tantangan untuk mengembangkan diri, dan lebih

mengutamakan keterikatan emosional dengan keluarganya daripada karir

(29)

e. Kecenderungan mengandalkan orang lain

Berkaitan dengan kepasifan pada diri wanita, wanita cenderung memiliki

perilaku untuk mengandalkan orang lain dalam menghadapi suatu

kesulitan, seperti meminta suatu pendapat atau dukungan dalam

mengambil keputusan atau dalam mengatasi suatu masalah (Anggriany,

2003). Kecenderungan mengandalkan orang lain juga berkaitan dengan

perbedaan gender yang berlaku dalam masyarakat, dimana wanita

cenderung dilihat sebagai makhluk lemah yang perlu diberi pertolongan

saat menghadapi suatu kesulitan dan berada dalam dominasi pria.

Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari cinderella complex

adalah rasa rendah diri, ketakutan kehilangan feminitas, locus of control

yang rendah, sikap pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan

diri, serta kecenderungan mengandalkan orang lain.

B. Wanita Yang Menikah

Pernikahan biasanya dialami oleh individu pada masa dewasa,

terutama dewasa dini (Santrock, 2002). Melalui pernikahan, dua individu yang

berasal dari dua keluarga yang berbeda bergabung untuk membangun sistem

keluarga yang baru (Santrock, 2002). Disamping itu, individu yang menikah

tentunya akan memiliki berbagai peran dan tanggung jawab yang baru yang

berkaitan dengan kehidupan keluarga.

Kartono (1992) mengungkapkan beberapa peran wanita dalam

(30)

1. Sebagai istri dan partner hidup suami.

Dalam kehidupan pernikahan, seorang wanita berperan sebagai partner

hidup pasangannya, dimana ia dapat saling berbagi dan berdiskusi dalam

mengatasi masalah-masalah yang timbul baik dalam kehidupan keluarga,

pekerjaan, maupun lingkungan sosial.

2. Sebagai partner seksual pasangannya.

Seorang wanita yang menikah memiliki peran sebagai partner seksual dari

pasangannya dimana ia dan pasangannya dapat saling memenuhi

kebutuhan seksualnya.

3. Sebagai pengatur kehidupan rumah tangga.

Berdasarkan penelitian, wanita biasanya melakukan pekerjaan rumah

tangga lebih banyak daripada pria (Santrock 2002). 75 persen dari aktivitas

seorang ibu rumah tangga berupa pekerjaan rumah tangga yang bersifat

rutin seperti mencuci, menyetrika, memasak, dan membersihkan rumah

(Baron, 2005). Sedangkan pria biasanya melakukan pekerjaan rumah

tangga yang 71 persen berupa kegiatan perbaikan dan bersifat tidak rutin

seperti memotong rumput di halaman, mengecat pagar, dan memperbaiki

rumah (Baron, 2005). Dengan beban pekerjaan rumah tangga yang lebih

banyak daripada pria, maka secara tidak langsung wanita berperan sebagai

pengatur rumah tangga dalam kehidupan keluarga.

4. Sebagai ibu yang merawat dan mendidik anak-anaknya.

Pada dasarnya baik pria maupun wanita memiliki peran sebagai orangtua

(31)

Timbulnya perbedaan gender yang berlaku dalam lingkungan masyarakat

membuat perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk merawat

dan membesarkan anak-anak (Baron, 2005). Lewin menambahkan bahwa

wanita lebih cenderung dipengaruhi oleh keluarga dan anak-anak daripada

pria (Brannon, 1996), sehingga wanita lebih berfokus pada kehidupan

keluarganya.

5. Sebagai makhluk sosial yang berpartisipasi aktif dalam lingkungan sosial,

seperti menjalin relasi dengan tetangga sekitar, dll.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa wanita

yang menikah biasanya telah memasuki masa dewasa dan memiliki berbagai

peran baru yang berkaitan dengan keluarga yaitu sebagai istri dari

pasangannya, sebagai ibu dari anak-anak yang dilahirkan, sebagai pengatur

rumah tangga, sebagai makhluk sosial di lingkungan sekitarnya dan sebagai

pencari nafkah tambahan.

1. Wanita Menikah Yang Tidak Bekerja

Kondisi wanita menikah yang tidak bekerja dapat dideskripsikan

sebagai berikut :

a. Memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah tangga dan pengurus

anak-anak. Peran sebagai ibu rumah tangga menuntut seorang wanita

mengurus kebutuhan anak-anak dan mengerjakan berbagai pekerjaan

rumah tangga yang bersifat rutin dan berulang-ulang, seperti mencuci,

menyetrika, memasak, dan membersihkan rumah. Kondisi ini

(32)

terpenuhi dan keadaan rumah tangga terkendali. Santrock (2002)

mengungkapkan bahwa meskipun seorang wanita tidak akan mendapat

kritik atau memiliki target yang ditentukan oleh atasan dalam

pekerjaan rumah tangga, namun pekerjaan tersebut kerap kali membuat

wanita merasa lelah, bosan, terisolasi dari lingkungan sosialnya dan

merasa tak berharga.

b. Kondisi tidak bekerja membuat seorang wanita yang telah menikah

tidak memiliki penghasilan sendiri dan sangat tergantung secara

financial pada suaminya (Hastuti, 2004).

c. Adanya pekerjaan rumah tangga yang terus-menerus menyita waktu

dan tidak adanya pekerjaan di luar rumah membuat seorang wanita

memiliki lingkup social dan wawasan yang terbatas sehingga ia

menjadi kurang percaya diri dan sulit dalam mengambil keputusan.

Hal ini menyebabkan wanita yang menikah dan tidak bekerja tersebut

sangat tergantung secara emosional dan dalam pengambilan keputusan

(Hastuti, 2004).

d. Peran sebagai ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan

sendiri dan kurang memiliki wawasan serta pergaulan yang luas

membuat wanita yang menikah dan tidak bekerja biasanya kurang

memiliki prestise dalam lingkungan masyarakat (Hastuti, 2004). Hal

ini menyebabkan posisi wanita tersebut menjadi kurang dihargai dalam

(33)

Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa wanita menikah

yang tidak bekerja memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah tangga.

Berkaitan dengan peran tunggalnya, seorang wanita yang menikah dan

tidak bekerja mampu mengendalikan kondisi rumah tangga dengan baik,

namun ia memiliki ketergantungan pada suami dalam hal financial,

emosional, dan pengambilan keputusan, serta biasanya kurang memiliki

prestise dalam lingkungan masyarakat.

2. Wanita Menikah Yang Bekerja

Brown (dalam Stefani, 2000) mengungkapkan beberapa factor

yang menjadi motivasi seorang wanita yang telah menikah untuk bekerja

yaitu:

a. untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi

b. mengatasi kesepian dan kebosanan di rumah

c. memperluas pergaulan

d. menyukai pekerjaan yang dijalaninya

e. mengejar status sosial.

Kondisi wanita yang menikah dan bekerja dapat dideskripsikan

sebagai berikut :

a. Memiliki peran ganda, yaitu dalam lingkungan pekerjaan dan dalam

keluarga Wanita yang telah menikah dan bekerja ini dituntut untuk

mampu menjaga keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan (Stefani,

(34)

kepercayaan diri yang tinggi, optimis, asertif, dan aktif (Stefani,

2000)..

b. Santrock (2002) mengungkapkan bahwa wanita yang cenderung

berfokus pada pekerjaannya biasanya memiliki resiko

ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangganya.

Ketidakharmonisan tersebut tampak dalam perkembangan anak secara

kognisi maupun mental yang kurang diperhatikan, kurangnya

komunikasi dan keterbukaan dalam keluarga, dan kemungkinan

timbulnya persaingan karir antara suami dan istri yang akan

menyebabkan kesulitan dalam menciptakan suasana yang hangat

dalam keluarga.

c. Seorang wanita yang telah menikah memperoleh kepuasan secara fisik

dan psikis melalui pekerjaannya (Rinto, 2004). Secara fisik, wanita

tersebut memiliki penghasilan sendiri secara teratur dalam jangka

waktu tertentu (Rinto, 2004). Secara psikis, wanita yang telah menikah

ini mampu untuk mengaktualisasikan diri melalui pekerjaan,

memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan kedudukan dan status

sosial (Rinto, 2004), serta meningkatkan harga diri (Santrock, 2002).

Dengan demikian, wanita yang telah menikah dan bekerja tidak terlalu

tergantung secara finansial, emosional, dan sosial pada suami.

Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa wanita yang

menikah dan bekerja memiliki peran ganda yaitu dalam lingkungan

(35)

yang menikah dan bekerja dituntut untuk menjaga keseimbangan antara

pekerjaan dan keluarga, dan tidak terlalu tergantung pada suami secara

finansial, emosional, dan social karena ia telah mampu memenuhinya

melalui pekerjaan yang digelutinya.

C. Cinderella Complex Pada Wanita Yang Sudah Menikah dan Tidak Bekerja dengan Wanita Yang Sudah Menikah dan Bekerja

Cinderella complex merupakan suatu bentuk ketergantungan

psikologis yang dialami wanita terhadap orang lain (www.

cmn.hs.h.kyoto-u.ac.jp). Faktor-faktor penyebab timbulnya cinderella complex dibagi

menjadi dua yaitu perlakuan dalam lingkungan keluarga dan dalam

lingkungan masyarakat (Dowling, 1981). Dalam lingkungan keluarga berupa

pola asuh anak selama enam tahun pertama, pola asuh anak yang tidak

berwawasan gender, kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi di

masa kecil, dan dominasi orangtua. Sedangkan dalam lingkungan

masyarakat berupa pertolongan yang berlebihan terhadap wanita, stereotipe

wanita sebagai kaum kelas dua dalam masyarakat, anggapan akan

kemandirian sebagai perilaku yang tidak feminin, dan perbedaan perlakuan

gender dalam masyarakat.

Wanita yang telah menikah dan tidak bekerja memiliki peran

tunggal sebagai ibu rumah tangga. Peran seorang ibu rumah tangga adalah

mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang bersifat rutin dan memenuhi

(36)

wanita yang menikah dan tidak bekerja mampu mengendalikan kondisi

rumah tangga dengan baik, namun ia memiliki ketergantungan pada suami

dalam hal finansial, emosional, dan pengambilan keputusan. Pekerjaan

rumah tangga yang bersifat rutin menyebabkan wanita yang menikah dan

tidak bekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan

aktivitas di lingkungan sekitar rumah sehingga memiliki pergaulan dan

wawasan yang terbatas. Keterbatasan wawasan yang dimiliki wanita yang

menikah dan tidak bekerja menyebabkan pola pikir dan pandangan terhadap

dunia luar terbatas pula, sehingga wanita tersebut lebih bersikap

konvensional terhadap budaya masyarakat. Sikap konvensional ini tampak

pada sikap feminin dan stereotipe wanita dalam masyarakat sebagai

makhluk yang perlu dilindungi. Sikap konvensional tersebut kemudian akan

mengarah pada ketakutan akan kehilangan feminitas dalam diri wanita

tersebut. Ketakutan akan kehilangan feminitas ini nampak ketika wanita

menginternalisasikan budaya masyarakat mengenai peran dan perilaku

feminin wanita yang lemah lembut, pasif, hangat, dan penuh kasih sayang,

dan melakukan beragam pekerjaan yang halus seperti menjahit, mengurus

rumah tangga, dll. Keterbatasan pergaulan dan wawasan tersebut juga

menimbulkan rasa rendah diri (Rinto, 2004). Ketidakyakinan akan

kemampuan diri sendiri menyebabkan wanita yang menikah dan tidak

bekerja cenderung bersikap pesimis dalam menghadapi sesuatu yang baru

dan sulit, cenderung melekatkan keberhasilan dan kegagalannya pada faktor

(37)

walaupun tindakan tersebut tidak terlalu memberi pengaruh untuk

pengembangan dirinya (Dowling, 1981), seperti kecenderungan memilih

jenis pekerjaan rumah tangga yang ringan dan tidak menjamin kesuksesan

karir di masa depan. Rendahnya harga diri dan ketakutan akan kehilangan

feminitas membuat wanita yang menikah dan tidak bekerja ini cenderung

bersikap pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan dirinya.

Kondisi ini tampak pada kecenderungan ibu rumah tangga yang tergantung

pada suami dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan. Sikap pasif

dan kondisi tidak bekerja membuat wanita yang menikah dan tidak bekerja

ini memiliki ketergantungan pada orang lain, terutama suami, khususnya

secara finansial, emosional dan social.

Wanita yang menikah dan bekerja memiliki peran ganda yaitu

dalam lingkungan pekerjaan dan keluarga. Berkaitan dengan peran

gandanya, seorang wanita yang menikah dan bekerja memiliki tanggung

jawab ganda yaitu sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Mosse (1996)

menambahkan bahwa wanita yang menikah dan bekerja tetap dituntut untuk

menjalankan tanggung jawab secara penuh sebagai ibu rumah tangga.

Disamping itu, lingkungan pekerjaan menuntut seorang wanita yang

menikah dan bekerja untuk memiliki kepercayaan diri, optimis dan asertif.

Secara finansial, wanita yang menikah dan bekerja tidak terlalu tergantung

pada suami karena ia telah mampu memenuhinya melalui pekerjaan yang

digelutinya. Penghasilan pribadi tersebut juga dapat meningkatkan harga diri

(38)

merasa rendah diri. Kondisi bekerja menunjukkan bahwa wanita yang

menikah tersebut lebih yakin akan kemampuannya dan tidak terlalu takut

untuk kehilangan feminitasnya. Disamping itu, dengan bekerja tentunya

wawasan yang dimiliki wanita tersebut akan meluas dan memiliki

pandangan yang lebih optimis (Stefani, 2000). Luasnya wawasan dan

pergaulan menyebabkan wanita yang menikah dan bekerja ini cenderung

memiliki locus of control external yang rendah, lebih mampu bersikap aktif

dalam mengambil keputusan dan menghadapi tantangan yang sulit. Sikap

aktif dan kondisi bekerja menyebabkan wanita dengan peran ganda ini tidak

terlalu menggantungkan kondisi hidupnya pada suami atau orang lain karena

ia telah memiliki penghasilan sendiri, mampu mengaktualisasikan dirinya

melalui pekerjaan, dan mampu memenuhi kebutuhan emosionalnya melalui

pergaulan yang luas.

Kondisi-kondisi yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah

yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Dapat disimpulkan bahwa

kecenderungan cinderella complex pada wanita yang menikah dan tidak

bekerja cenderung tinggi. Kondisi ini tampak pada sikap pasif, memiliki rasa

rendah diri yang tinggi, pesimis, memiliki locus of control external yang

tinggi, mengandalkan orang lain dalam menghadapi berbagai permasalahan.

Sedangkan kecenderungan cinderella complex pada wanita menikah yang

(39)

harga diri yang cukup tinggi, optimis, memiliki locus of control external

yang rendah, dan lebih mampu mengatasi berbagai permasalahan sendiri.

D. Hipotesis

Kecenderungan cinderella complex pada wanita yang sudah menikah dan

(40)

Wanita Yang Menikah

BEKERJA TIDAK BEKERJA Kondisi:

•Memiliki penghasilan tetap

•wawasan luas

•pergaulan sosial luas

Kondisi :

•Kondisi finansial tergantung pada suami

•wawasan terbatas

•pergaulan sosial terbatas Cinderella Complex lebih rendah :

• Memiliki kepercayaan diri

• Tidak takut kehilangan feminitas

• Locus of control eksternal rendah

• Aktif dalam mengambil keputusan

• Mengandalkan orang lain dalam hal-hal

tertentu

Cinderella Complex lebih tinggi :

• Memiliki rasa rendah diri

•Takut kehilangan feminitas

•Locus of control eksternal tinggi

•Pasif dalam mengambil keputusan

•Mengandalkan orang lain dalam

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong jenis penelitian komparatif yang

membandingkan dua atau lebih fenomena dalam lingkungan sosial (Arikunto,

2002). Adapun tujuan dari penelitian komparatif ini adalah menemukan dua

atau lebih benda, orang, kelompok, ide, maupun prosedur kerja (Arikunto,

2002). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kecenderungan

cinderella complex antara wanita menikah yang bekerja dan yang tidak

bekerja.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecenderungan cinderella

complex, yaitu suatu ketakutan yang membuat wanita merasa tertekan

sehingga tidak mampu menggunakan potensi dan kreativitasnya secara

optimal dan menjadi tergantung pada orang lain yang dianggap lebih kuat

darinya.

2. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status kerja pada wanita yang

menikah, dimana subjek penelitian terdiri dari wanita menikah yang

bekerja dan wanita menikah yang tidak bekerja.

(42)

A. Definisi Operasional Penelitian

1. Cinderella Complex

Cinderella Complex merupakan suatu ketakutan akan kemandirian

yang dialami wanita sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi, bakat,

dan kreativitasnya secara optimal. Adapun aspek-aspek dari cinderella

complex adalah sebagai berikut:

a. Rasa rendah diri

Wanita memiliki rasa rendah diri, dimana wanita seringkali meragukan

kemampuannya dalam menjalankan suatu tugas. Rasa rendah diri ini

berkaitan dengan emosi wanita.

b. Ketakutan kehilangan feminitas

Wanita memiliki ketakutan akan kehilangan feminitasnya yang

berkaitan dengan budaya masyarakat. Ketakutan ini membuat wanita

kehilangan kapasitas untuk bekerja produktif dan orisinil, serta

memiliki motivasi kerja yang lebih disebabkan oleh krisis ekonomi dan

keterpaksaan. Ketakutan akan kehilangan feminitas berkaitan dengan

aspek kognitif wanita.

c. Locus of control eksternal yang tinggi.

Locus of control eksternal yang tinggi pada wanita tampak pada

kecenderungan untuk melekatkan keberhasilan pada factor-faktor dari

luar seperti keberuntungan. Kecenderungan untuk melekatkan pada

(43)

d. Pasif dalam mengambil keputusan dan mengembangkan diri

Kecederungan cinderella complex tampak pula pada sikap dan perilaku

pasif wanita dalam mengambil keputusan dan memajukan dirinya

sendiri.

e. Kecenderungan mengandalkan orang lain

Wanita cenderung memiliki perilaku untuk mengandalkan orang lain

dalam menghadapi suatu permasalahan atau kesulitan.

Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari cinderella complex

adalah rasa rendah diri, ketakutan kehilangan feminitas, locus of control

yang rendah, sikap pasif dalam mengambil keputusan dan

mengembangkan diri, serta kecenderungan mengandalkan orang lain.

Tingginya rendahnya kecenderungan cinderella complex dapat

dilihat melalui jumlah skor total subyek. Semakin tinggi skor total yang

diperoleh subyek, maka semakin tinggi pula kecenderungan cinderella

complex yang dimiliki subyek.

2. Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja

Wanita menikah yang tidak bekerja adalah wanita yang telah

menikah dan memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah tangga, serta

memiliki ketergantungan secara penuh pada suami terutama dalam hal

finansial.

Wanita menikah yang bekerja adalah wanita yang telah menikah

(44)

serta tidak memiliki ketergantungan secara penuh pada suami terutama

dalam hal finansial.

Status bekerja pada subyek akan diketahui melalui identitas subyek

yang disajikan pada skala penelitian.

D. Subyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah wanita yang telah menikah.

Rencana pengambilan sample untuk penelitian ini adalah 32 orang wanita

menikah yang tidak bekerja dan 32 orang wanita menikah yang bekerja.

Adapun kriteria dari subjek penelitian adalah:

1. Wanita menikah yang tidak bekerja

a. Memiliki suami sebagai pendamping hidup dan pencari nafkah tunggal

dalam keluarga.

b. Berada pada masa usia produktif kerja yaitu 25 tahun hingga 55 tahun.

c. Memiliki aktivitas sehari-hari yang sebagian besar ( 60%) berada di

rumah.

d. Tidak memiliki tanggung jawab pekerjaan diluar rumah atau ikatan

terhadap suatu instansi perusahaan.

e. Tidak memiliki penghasilan pribadi yang tetap dalam jangka waktu

tertentu, misalnya setiap bulan.

2. Wanita menikah yang bekerja

a. Memiliki suami sebagai pendamping hidup dan pencari nafkah.

(45)

c. Memiliki aktivitas sehari-hari yang sebagian besar ( 60%) berada di

luar rumah.

d. Memiliki tanggung jawab pekerjaan diluar rumah atau ikatan terhadap

suatu instansi perusahaan.

e. Memiliki penghasilan pribadi yang tetap dalam jangka waktu tertentu,

misalnya setiap bulan.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian akan dilakukan dengan membagikan

kuesioner berskala pada para subjek. Kuesioner berskala tersebut disusun oleh

peneliti sendiri berdasarkan teori cinderella complex dengan menggunakan

model Likert.

Peneliti menyusun skala yang terdiri dari 70 butir item. Setiap butir

item memuat empat kategori alternatif jawaban yaitu “SS” (sangat sesuai), “S”

(46)

Tabel III.1

Kisi-Kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji Coba

NO ASPEK SIFAT

KUESIONER

JUMLAH ITEM

PERSEN

Favorable 7 1 Rasa rendah diri

Unfavorable 7

20%

Favorable 7 2 Ketakutan kehilangan

feminitas Unfavorable 7

20%

Favorable 7 3 Locus of control external

yang tinggi Unfavorable 7

20%

Favorable 7 4 Pasif dalam mengambil

keputusan dan

mengem-bangkan diri Unfavorable 7

20%

Favorable 7 5 Mengandalkan orang lain

Unfavorable 7

20%

TOTAL 70 100%

Keterangan : - Pernyataan favorable merupakan pernyataan yang mendukung

objek yang diukur.

- Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan yang tidak

(47)

Tabel III.2

Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji Coba

NO ASPEK SIFAT

KUESIONER

NOMOR JUMLAH

Favorable 1, 2, 21, 39, 40, 48, 55

7 1 Rasa rendah diri

Unfavorable 10, 11, 20, 29, 30, 47, 65

7

Favorable 3, 4, 22, 23, 41, 56, 57

7 2 Ketakutan

kehilangan

feminitas Unfavorable 12, 13, 31, 32, 49, 64, 66

7

Favorable 15, 24, 25, 42, 43, 58, 59

7 3 Locus of control

external yang

tinggi Unfavorable 5, 14, 33, 34, 50, 67, 68

7

Favorable 6, 7, 26, 27, 44, 60, 61

7 4 Pasif dalam

mengambil

keputusan dan mengembangkan diri

Unfavorable 16, 17, 35, 36, 51, 52, 69

7

Favorable 8, 9, 28, 45, 46, 62, 63

7 5 Mengandalkan

orang lain

Unfavorable 18, 19, 37, 38, 53, 54, 70

7

TOTAL 70

Penskoran dalam kuesioner ini menggunakan metode summated

rating dengan rincian sebagai berikut:

1. Pada pernyataan favorable, jawaban “STS” memperoleh skor 1, “TS”

memperoleh skor 2, “S” memperoleh skor 3, dan “SS” memperoleh skor 4.

2. Pada pernyataan favorable, jawaban “STS” memperoleh skor 4, “TS”

memperoleh skor 3, “S” memperoleh skor 2, dan “SS” memperoleh skor 1.

Skor pada setiap item kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor total.

Semakin tinggi skor total, maka menunjukkan bahwa semakin tinggi

(48)

F. Pertanggungjawaban Alat Ukur

1. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kestabilan hasil

pengukuran (Azwar, 2003). Pengukuran yang reliable akan menghasilkan

skor yang dapat dipercaya, karena perbedaan skor yang ada disebabkan

oleh factor perbedaan yang sesungguhnya (Azwar, 2003). Alat ukur yang

reliable adalah skala yang memiliki reliabilitas mendekati angka 1 (Azwar,

2003). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi

alpha.

2. Validitas

Tujuan dari analisis validitas adalah untuk mengetahui sejauh mana

alat ukur mampu menghasilkan data yang relevan dengan tujuan

pengukurannya (Supratiknya, 1998). Analisis validitas dalam penelitian ini

menggunakan analisis validitas isi.

G. Metode Analisis Data

Kebenaran hipotesis akan diuji dengan uji t (independent sample t

test). Uji t atau independent sample t test dilakukan untuk menguji pembuktian

hipotesis dengan membandingkan dua kelompok subyek dan mencari

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Tempat dan Ijin Penelitian

Penelitian pada wanita yang menikah dan bekerja dilakukan di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan penelitian pada wanita yang

menikah dan tidak bekerja dilakukan di Pedukuhan Denokan,

Maguwoharjo, Sleman.

Peneliti mengajukan permohonan melakukan penelitian dengan

surat Nomor : 105a/D/KP/Psi/USD/X/2006 yang ditandatangani oleh

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Kemudian peneliti

meminta ijin pada Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma dan Kepala

Kelurahan Maguwoharjo dengan membawa surat permohonan tersebut dan

proposal penelitian. Pada tanggal 10 Oktober 2006, peneliti memperoleh

ijin melakukan penelitian di Universitas Sanata Dharma dengan surat ijin

nomor : 130/WR I/F/X/2006. Pada tanggal 18 Oktober 2006, peneliti

memperoleh ijin melakukan uji coba alat ukur di Pedukuhan Krodan,

Maguwoharjo dan melakukan penelitian di Pedukuhan Denokan,

Maguwoharjo, Sleman dengan surat ijin nomor : 070/LD/MH/X/2006.

2. Uji Coba Alat Ukur

Salah satu bentuk persiapan penelitian adalah menyusun alat ukur

yang akan digunakan dalam penelitian. Alat ukur yang telah disusun

(50)

tersebut kemudian diujicobakan pada 48 subjek di Pedukuhan Krodan,

Maguwoharjo, Sleman. Subjek yang dijadikan sample uji coba ini

memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik subjek penelitian.

Tujuan dari uji coba alat ukur ini adalah untuk menguji reliabilitas

alat ukur tersebut dan menyeleksi item-item yang baik serta layak untuk

digunakan dalam penelitian ini. Pengambilan data uji coba dilakukan pada

tanggal 1 November 2006 sampai dengan tanggal 18 November 2006.

Peneliti membagikan 30 skala secara door to door dan 25 skala dalam

acara arisan ibu-ibu lingkungan. Dari 55 skala yang disebarkan terdapat 7

skala yang gugur.

1. Hasil Uji Coba

a. Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji coba skala dan setelah item-item yang tidak

sah digugurkan, diperoleh reliabilitas skala secara keseluruhan 0,9001.

Reliabilitas skala yang mendekati angka 1 ini menunjukkan bahwa

skala ini tergolong baik untuk digunakan dalam penelitian.

b. Validitas

Validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan professional

judgement atau penilaian seorang ahli. Dalam penelitian ini,

professional judgement dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi yang

menyatakan bahwa skala kecenderungan cinderella complex yang

disusun oleh peneliti telah layak untuk dijadikan sebagai alat ukur

(51)

c. Seleksi Item

Item-item yang baik dalam skala ini dilihat dari korelasi item

totalnya. Item yang baik adalah item yang memiliki indeks daya

diskriminasi > 0,3 (Azwar, 2003). Berdasarkan hasil seleksi item,

diperoleh 35 item yang tergolong baik dan layak untuk digunakan

dalam penelitian.

Tabel IV.1

Kisi-Kisi Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji Coba

NO ASPEK SIFAT

KUESIONER

JUMLAH ITEM PERSEN

Favorable 3 1 Rasa rendah

diri Unfavorable 5

23% Favorable 4 2 Ketakutan kehilangan feminitas Unfavorable 3 20% Favorable 2

3 Locus of

control

external yang tinggi

Unfavorable 5 20%

Favorable 4 4 Pasif dalam

mengambil keputusan dan mengem-bangkan diri Unfavorable 4 23% Favorable 2 5 Mengandalkan

orang lain Unfavorable 3

14%

(52)

Tabel IV.2

Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Setelah Uji Coba

NO ASPEK SIFAT

KUESIONER

NOMOR JUM LAH

Favorable 6, 9, 35 3 1 Rasa rendah diri

Unfavorable 1, 10, 15, 20, 25 5 Favorable 2, 7, 11, 30 4 2 Ketakutan

kehilangan feminitas

Unfavorable 16, 21, 26 3

Favorable 3, 8 2

3 Locus of control external yang tinggi

Unfavorable 12, 17, 22, 27, 34 5

Favorable 4, 13, 32, 33 4 4 Pasif dalam

mengambil keputusan dan mengembangkan diri

Unfavorable 18, 23, 28, 31 4

Favorable 5, 29 2

5 Mengandalkan

orang lain Unfavorable 14, 19, 24 3

TOTAL 35

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan setelah skala penelitian dianggap sebagai alat

ukur yang valid dan reliable. Penelitian dilakukan pada tanggal 27 November

2006 hingga 11 Desember 2006.

Penelitian pada wanita yang menikah dan bekerja dilaksanakan

pada tanggal 27 November 2006 hingga 30 November 2006 di Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti membagikan skala yang berupa

kuesioner pada 35 orang karyawati yang telah menikah dan bekerja sebagai

staf di Universitas Sanata Dharma, Kampus II, Mrican dan Kampus III,

Paingan. Karyawati yang dipilih untuk dijadikan subyek adalah para staf

administrasi. Dari 35 buah skala yang disebarkan di Universitas Sanata

(53)

Penelitian pada wanita yang menikah dan tidak bekerja dilakukan

pada tanggal 10 Desember 2006 di Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo,

Sleman. Peneliti membagikan 18 buah skala yang berupa kuesioner pada

wanita yang menikah dan tidak bekerja di acara arisan ibu-ibu RT 02 dan RT

06. Penelitian dilanjutkan pada tanggal 11 Desember 2006 dengan

membagikan kuesioner pada 15 orang wanita yang menikah dan tidak bekerja

secara door to door. Dari 33 buah skala yang disebarkan terdapat 1 buah skala

yang gugur.

C. Deskripsi Subyek Penelitian Tabel IV.3

Deskripsi Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja

Usia Menikah dan Tidak

Bekerja

Menikah dan Bekerja

25-35 14 15

36-45 12 13

46-55 6 4

Subyek wanita yang menikah dan tidak bekerja diambil dari

Pedukuhan Denokan, Maguwoharjo, Sleman. 14 orang subyek memiliki usia

yang berkisar antara 25 hingga 35 tahun, 12 orang berusia antara 36 hingga 45

tahun, dan 6 orang berusia antara 46 hingga 55 tahun.

Subyek wanita yang menikah dan bekerja diambil dari karyawati

yang bekerja sebagai staf administrasi di Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta. 15 orang subyek memiliki usia yang berkisar antara 25 hingga 35

tahun, 13 orang subyek berusia antara 36 hingga 45 tahun, dan 4 orang subyek

(54)

Kondisi kedua kelompok subyek tersebut memiliki kondisi sosial

ekonomi dan budaya yang hampir sama.

D. Analisa Data Penelitian

Sebelum data penelitian dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji

asumsi dan uji hipotesis.

1. Uji asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran atau

distribusi skor mengikuti distribusi normal atau tidak. Apabila

probabilitas skor lebih besar dari 0,05, maka dinyatakan normal.

Sebaliknya bila probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dinyatakan

tidak normal.

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa probabilitas data sebesar

0,670. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor data penelitian ini

normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sapel-sampel

dalam penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki varian yang

sama (Azwar, 2003). Data dinyatakan homogen bila p>0,05,

sebaliknya apabila p<0,05 maka data dinyatakan tidak homogen.

Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa p = 0,576. Dapat

(55)

2. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji asumsi, maka dilakukan uji hipotesis yang

menggunakan uji t dengan sample independen.

Tabel IV.4

Hasil Analisis Data Uji t

F Sig t df Sig Mean

Difference

Std.Error Difference

*F 0,315 0,576 T

test

6,049 62 0,00 11,94 1,974

Berdasarkan hasil uji perbedaan diperoleh harga t sebesar 6,049

(p<0,01), yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kecenderungan

cinderella complex yang signifikan antara wanita yang menikah dan

bekerja dengan wanita yang menikah dan tidak bekerja. Dapat

disimpulkan bahwa hipotesa peneitian yang berbunyi “Kecenderungan

cinderella complex pada wanita yang sudah menikah dan tidak bekerja

lebih tinggi daripada wanita yang menikah dan bekerja” diterima.

Tabel IV.5

Deskripsi Statistik Antara Wanita Menikah Yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja

Status Mean Teoritis Mean Empiris

Wanita Menikah dan Tidak Bekerja

87,5 84,28

Wanita Menikah dan Bekerja

87,5 72,34

Berdasarkan tabel IV.3, terdapat perbedaan mean empiris antara

(56)

72,34). Kondisi ini menunjukkan bahwa kecenderungan cinderella complex

pada wanita menikah yang tidak bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah

yang bekerja.

E. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil uji hipotesis yang

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan cinderella complex

yang signifikan antara wanita yang menikah dan bekerja dengan wanita yang

menikah dan tidak bekerja (t = 6,049, p < 0,01). Perbedaan yang signifikan

tersebut tampak pada kecenderungan cinderella complex pada wanita yang

menikah dan tidak bekerja lebih tinggi daripada kecenderungan cinderella

complex pada wanita yang menikah dan bekerja. Hal ini tampak pada

perbedaan mean data wanita yang menikah dan tidak bekerja lebih tinggi

daripada mean data wanita yang menikah dan bekerja (84,28 > 72,34).

Perbedaan kecenderungan cinderella complex tersebut dapat

disebabkan oleh perbedaan kondisi kehidupan yang dihadapi oleh wanita yang

menikah dan tidak bekerja dengan wanita yang menikah dan bekerja. Kondisi

kehidupan yang berbeda tersebut perbedaan luasnya pergaulan dan wawasan

yang dimiliki subyek. Pergaulan individu yang luas dapat mendukung

wawasan yang luas pula. Wawasan yang luas akan mempermudah individu

untuk memahami berbagai hal dengan lebih baik. Andayani (2003)

(57)

akan semakin optimis dalam menghadapi suatu masalah. Dapat dikatakan

bahwa luasnya wawasan dapat mempengaruhi rasa percaya diri seseorang.

Deskripsi statistik data penelitian menunjukkan bahwa wanita yang

menikah dan tidak bekerja memiliki kecenderungan cinderella complex yang

lebih tinggi dilihat dari perbandingan mean antara wanita yang menikah dan

tidak bekerja dengan wanita yang menikah dan bekerja : 84,28 < 72,34.

Kecenderungan cinderella complex yang tinggi pada wanita yang menikah dan

tidak bekerja dapat disebabkan oleh kondisi kehidupan yang dihadapi oleh

subyek. Wanita yang menikah dan memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah

tangga tentunya akan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk

melakukan aktivitas di rumah dan lingkungan sekitarnya, seperti memenuhi

kebutuhan anak-anak dan suami, dan mengerjakan tugas-tugas tangga yang

rutin (Baron, 2005). Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh wanita yang

menikah dan tidak bekerja akan dipenuhi oleh suami sebagai pencari nafkah

dalam keluarga. Dengan demikian seorang wanita yang menikah dan tidak

bekerja menjadi tergantung secara finansial dan emosional pada pasangannya

(Santrock, 2002).

Kecenderungan cinderella complex yang tinggi pada wanita yang

menikah dan tidak bekerja dapat dipahami berdasarkan teori Dowling (1981)

yang mengungkapkan bahwa kecenderungan cinderella complex timbul dari

perlakuan keluarga dan lingkungan di sekitar wanita. Murniati (dalam

Lembaga Studi Realino, 1992) mengungkapkan bahwa seorang suami akan

(58)

Akibatnya, wanita tersebut hanya akan bergelut dalam kehidupan rumah

tangganya dan tidak memiliki usaha untuk mengembangkan kehidupannya

secara mandiri. Keterbatasan wawasan menjadikan seorang wanita yang

menikah dan tidak bekerja merasa rendah diri. Keterbatasan wawasan tersebut

menyebabkan wanita yang menikah dan tidak bekerja menjadi pasif, pesimis

dan cenderung mengandalkan orang lain. Dapat dikatakan bahwa pergaulan

dan wawasan yang terbatas menyebabkan kecenderungan cinderella complex

pada wanita yang menikah dan tidak bekerja cenderung tinggi. Kondisi

kehidupan demikian menyebabkan wanita yang menikah dan tidak bekerja

memiliki kecenderungan cinderella complex yang lebih tinggi daripada wanita

yang menikah dan bekerja. Meskipun demikian, sebagian besar wanita yang

menikah dan tidak bekerja memiliki keinginan untuk mandiri, seperti

mengerjakan sesuatu yang berguna yang dapat menambah pendapatan

keluarga, namun mereka merasa bingung untuk memulai kemandiriannya

(pernyataan beberapa subjek penelitian yang menikah dan tidak bekerja).

Kecenderungan cinderella complex yang tinggi pada wanita yang

menikah dan tidak bekerja dapat mengakibatkan ketergantungan yang tidak

sehat terhadap orang lain dan terhambatnya perkembangan wanita tersebut

secara psikologis (plaza.ufl.edu/bjparis/index.html). Ketergantungan pada

orang lain menyebabkan wanita yang menikah dan tidak bekerja menjadi

kurang mampu untuk mengolah dan memanfaatkan kelebihan serta kreativitas

(59)

Sebaliknya, wanita yang menikah dan bekerja memiliki

kecenderungan cinderella complex yang rendah. Kondisi kehidupan yang

dihadapi oleh wanita yang menikah dan bekerja menuntut seorang wanita

untuk mandiri memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis, memiliki

pergaulan yang luas, serta sikap asertif (Stefanie, 2000). Pergaulan yang luas

tentunya akan mendukung wawasan yang luas pula. Dengan pergaulan dan

wawasan yang luas, seorang wanita yang menikah dan bekerja menjadi

percaya diri. Tuntutan lingkungan pekerjaan dan rasa percaya diri tersebut

menyebabkan wanita yang menikah dan bekerja menjadi asertif, mau

berinisiatif dan optimis (Stefanie, 2000). Dapat dikatakan bahwa wawasan

yang terbatas menyebabkan kecenderungan cinderella complex pada wanita

yang menikah dan bekerja cenderung rendah.

Penghasilan pribadi yang diperoleh melalui pekerjaan yang dijalani

oleh wanita yang menikah dan bekerja juga menjadi salah satu faktor yang

dapat meminimalisir rasa rendah diri. Maslow (dalam Goble, 1987)

mengungkapkan bahwa penghasilan pribadi (gaji) merupakan penghargaan

orang lain atas kemampuan individu sendiri. Penghargaan dari orang lain

tersebut akan meningkatkan harga diri wanita yang menikah dan bekerja.

Harga diri yang tinggi kemudian akan meningkatkan kepercayaan diri wanita

yang menikah dan bekerja. Kepercayaan diri yang tinggi tersebut akan

mendukung rendahnya kecenderungan cinderella complex pada wanita yang

(60)

Kecenderungan cinderella complex yang rendah pada wanita yang

menikah dan bekerja menyebabkan wanita tersebut lebih mandiri dan mampu

mengembangkan dirinya secara psikologis. Kemandirian menyebabkan wanita

yang menikah dan tidak bekerja menjadi lebih mampu untuk mengolah dan

memanfaatkan kelebihan serta kreativitas yang dimilikinya.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diasumsikan bahwa wanita

yang menikah dan bekerja memperoleh perlakuan dari lingkungan dan

keluarga

Gambar

Tabel III.2. Distribusi Item Skala Kecenderungan Cinderella Complex Sebelum Uji
Tabel III.1
Tabel III.2
Tabel IV.1
+4

Referensi

Dokumen terkait

· Daging tetelan, dagig yang banyak mengandung jaringan ikat dan atau lemak Salah satu hasil pengolahan setengah jadi daging adalah dendeng, macam-macam hasil olahan daging

Tentang sumber daya ekonomi dari sebuah perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber daya ke entitas lainnya dan

adalah obat yang digunakan sebagai penenang untuk mengatasi kecemasan dan panik, Alprazolam termasuk obat dalam kelompok. INDIKASI

 Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet. Anak dengan

Media Gambar Seri Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi Siswa Kelas IV SDN 1 Sengobugel Jepara ” disusun guna memenuhi salah satu syarat

(2) Dalam hal orang tua tidak ada atau tidak diketahui keberadaannya atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya maka kewajiban dan

(1) Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 633 huruf a, mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di

Visitasi adalah proses kunjungan lapangan yang bertujuan untuk mengkonfirmasi informasi yang tercantum dalam proposal pembukaan program studi. Proses ini didasarkan pada