• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN TA 2007

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China

dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan

Komoditas Pertanian Indonesia

Oleh :

Budiman Hutabarat

M. Husein Sawit

Saktyanu K. D.

Helena J. Purba

Wahida

Sri Nuryanti

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN 2007

(2)

ANALISIS KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS INDONESIA-CHINA

DAN KERJASAMA

AFTA

DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERDAGANGAN

KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA

Ringkasan Eksekutif

I. PENDAHULUAN

(1) Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produksi komoditas yang diunggulkan oleh masing-masing negara itu. Namun, dalam kenyataan, paling tidak dari penelitian empiris dengan semakin terbukanya suatu perekonomian tidak serta-merta menciptakan kemakmuran bagi negara-negara yang terlibat.

(2) Dalam perkembangan terakhir ini, banyak negara mencoba mencari alternatif ke arah liberalisasi melalui Perdagangan Bebas Kawasan/PBK. Sampai bulan Oktober 2004, di markas OPD telah terdaftar sebanyak 300 kawasan perdagangan terbatas/KPT atau preferential trade area/PTA atau secara umum Kesepakatan Perdagangan Bebas/KPB atau Free Trade Agreement/FTA dari seluruh dunia.

(3) Dengan perkembangan seperti ini, Indonesia sangatlah membutuhkan informasi dan data yang dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan setuju tidaknya melakukan perdagangan bebas terbatas dengan negara atau kelompok negara lain, paling tidak dari sisi manfaat ekonomi dan perdagangan. II. TUJUAN PENELITIAN

(4) Adapun tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(I) Menganalisis kinerja perdagangan komoditas pertanian Indonesia-China dan kerjasama AFTA sebelum dan sesudah dicapainya kesepakatan; (ii) Memprakirakan skema modalitas penurunan hambatan perdagangan

antara Indonesia-China dan kerjasama AFTA dan mengidentifikasi berbagai komoditas pertanian yang diusulkan dalam skema modalitas potensial beserta jalur penurunannya;

(iii) Mengevaluasi dan menganalisis dampak serta manfaat kesepakatan perdagangan bebas Indonesia-China dan kerjasama AFTA terhadap, produksi, ekspor dan impor komoditas pertanian dalam negeri, serta kesejahteraan produsen pertanian dan masyarakat Indonesia.

III. METODOLOGI PENELITIAN

(5) Penelitian ini menggunakan berbagai macam teknik analisis, kombinasi metoda dan alat-alat deskriptif untuk menjelaskan masalah-masalah penelitian dengan metoda Analisis Bilateral/Regional (Indeks Grubel-Lloyd) dan metoda Global Trade Analysis (GTAP Modeling). Pemilihan metoda atau alat analisa didasarkan pada kerelevanan masalah dan ketersediaan data dan informasi untuk menjawab masalah. Analisis data dilakukan hanya menyangkut isu-isu perdagangan komoditas dalam hal pemotongan tarif dan sedikit tentang kemudahan perdagangan (trade facilitation) seperti pelabuhan ekspor dan impor, terutama untuk produk pertanian dan tidak membahas tentang isu-isu kemudahan

(3)

investasi, hambatan teknis perdagangan, jasa-jasa, hak kekayaan intelektual, kebijakan persaingan, pengadaan dan investasi pemerintah. Selain itu isu perlindungan keamanan (safeguards), antidumping and countervailing measures, perangsang ekspor (export incentives), bantuan domestik (domestic support), jumlah dan jenis aturan asal barang (rules of origin/ROO), cakupan aturan asal barang, pembatasan aturan asal barang, hambatan teknis perdagangan dan aturan sanitari dan fitosanitari juga tidak disinggung dalam penelitian ini.

(6) Dalam dasawarsa terakhir ini perkembangan KPB atau KPW meningkat dengan tajam bersamaan dengan berjalannya perundingan multilateral dalam wadah OPD. Jumlah KPB yang tercatat sampai bulan Oktober 2004 telah mencapai 300 di seluruh kawasan dunia. Yang bersemangat membentuk dan mengikuti KPB tidak hanya NB atau kelempok NB, tetapi juga negara-negara atau kelompok negara maju seperti AS, Jepang, Australia, UE dan lain-lain.

(7) Terdapat dua macam KPB, yakni: (1) Bilateral, antara dua negara atau dua fihak atau kelompok dan (2) Plurilateral antara berbagai fihak atau kelompok. Banyak komitmen kesepakatan Indonesia dalam KPB dilakukan melalui kebersamaannya dengan negara-negara sekawasan ASEAN. Indonesia melangkah ke arena persaingan bebas wilayah melalui kesepakatan KPB ASEAN, (AFTA), KPB

ASEAN-China (ASEAN-China FTA) dan KPB Indonesia-China (Indonesia-China FTA).

(8) Secara teoritis dapat dikatakan bahwa KPB dapat menciptakan perdagangan dan dapat juga mengalihkan perdagangan di dan ke negara-negara dalam kelompok. Selain itu, karena Indonesia adalah negara yang meratifikasi OPD, KPB juga dapat menjadi batu landasan atau batu sandungan ke kesepakatan perdagangan bebas multilateral. Hal ini ditentukan oleh paling tidak oleh empat faktor yang saling berhubungan: (1) Keadaan keseimbangan ekonomi dalam ”second-best” yang ruwet, (2) Sifat dinamisme kebijakan ekonomi dan perdagangan yang memberi dampak timbal-balik pada sektor-sektor ekonomi, (3) Sifat KPW itu sendiri, yang mungkin mengarah pada keadaan dua kutub ”pusat atau poros” dan ”pinggiran” dan (4) Kedalaman dan keluasan liputan KPW, dalam hal produk atau sektor, tarif, hambatan teknis perdagangan, jasa-jasa, hak kekayaan intelektual, kebijakan persaingan, pengadaan dan investasi pemerintah.

III. KESIMPULAN DAN USULAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

(9) Perekonomian China yang berkembang pesat membangkitkan dampak bagi negara-negara ASEAN dan mengisyaratkan ASEAN sebagai suatu kekuatan perdagangan di wilayah timur Asia. Kesepakatan regional menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh negara-negara anggota termasuk Indonesia. Keberadaan kebijakan “early harvest package/EHP” terbukti berdampak positif bagi kinerja ekspor komoditas pertanian yang didominasi oleh komoditas perkebunan seperti minyak sawit (HS 151110), karet alam dalam bentuk SIR 20 (HS 400122) dan karet lembaran (HS 400121) serta karet campuran (HS 400599). Produk pertanian unggulan ekspor Indonesia ternyata hanya minyak kopra, minyak inti sawit, minyak dan lemak sayur serta margarine yang termasuk dalam EHP. Sedangkan komoditas karet, kakao dan gaplek tidak termasuk, padahal Indonesia mempunyai potensi pengembangan yang besar dalam komoditas-komoditas ini. Oleh karena itu, program EHP Indonesia dengan China hendaknya dapat ditinjau kembali agar semakin banyak manfaatnya bagi perekonomian pertanian Indonesia. Namun, penentuannya didasarkan pada pertimbangan berbagai segi dari hulu sampai industri hilir di dalam negeri.

(4)

(10) Produk pertanian utama impor Indonesia adalah dari kelompok subsektor hortikultura, seperti bawang putih dengan pangsa tertinggi (25,46 persen), disusul buah-buahan terutama buah apel, pir, dan jeruk yang tentu saja termasuk penyumbang devisa bagi pemerintah China. Komoditas lain yang diimpor Indonesia adalah bahan olahan dari karet, gula dan lain-lain. Namun, komoditas impor yang dominan adalah produk primer dan sebenarnya adalah juga komoditas yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, kecuali barangkali bawang putih dan pir, di mana bawang putih hanya tumbuh sangat baik di daerah dengan elevasi tinggi dan kering.

(11) Sejak EHP Indonesia-China berlangsung ekspor produk pangan dan pertanian telah mencapai lonjakan dan bertahan pada posisi surplus, tetapi surplus ini hanya mungkin terjadi karena dukungan dua produk ekspor pertanian utama, yaitu minyak sawit dan karet alam.

(12) KPB agaknya menyebabkan kerugikan bagi Indonesia dalam beberapa perdagangan produk, di mana melalui mekanisme azaz timbal balik China menekan fihak Indonesia untuk menerima kompensasi antara tarif beamasuk impor China atas pasta dan bubuk kakao dengan impor Indonesia atas pasta dan bubuk cabai yang sama-sama nol persen.

(13) Negara-negara di kawasan ASEAN umumnya mengimpor komoditas perkebunan dari Indonesia, berbeda halnya dengan komoditas non perkebunan seperti gaplek iris (manioc). Negara pengekspor utama di kawasan ASEAN hanya Malaysia dan Brunei, sementara manggis banyak juga diimpor Malaysia, Thailand dan Brunei.

(14) Minyak sawit, minyak inti sawit dan minyak kopra merupakan produk ekspor pertanian unggulan Indonesia ke kawasan ASEAN. Namun, Indonesia, beserta petaninya tidak akan mendapatkan banyak manfaat dari semua kerjasama perdagangan kalau sekedar menjadi titik terbawah di dalam tangga mekanisme rantai nilai komoditas pertanian (commodity value chain). Jaringan pemasaran dan industri hilir komoditas pertanian harus dikembangkan.

(15) Peralihan ke KPB menyebabkan impor Indonesia dari kawasan ASEAN atas berbagai produk meningkat tajam. Nilai impor Indonesia pada masa pra KPB

ASEAN lebih kecil dibanding pada masa pasca KPB ASEAN. Pada masa pasca

KPB ASEAN. impor jeruk mandarin meningkat sebesar 76,40 persen setiap

tahunnya, diikuti oleh komoditas bawang putih (73,67 persen), tembakau jenis virginia (40 persen) dan buah jeruk (15,07 persen).

(16) Indonesia merupakan negara produsen tapioka terbesar kedua di dunia sesudah Thailand, tetapi dalam perdagangan regional ASEAN, Indonesia menunjukkan kinerja intra industri tepung tapioka yang tidak baik. Bahkan Indonesia banyak mengimpor pati ubi kayu dari Thailand. Ini mengundang sikap kewaspadaan dalam kelompok HS 11 yang merupakan industri tepung tapioka rakyat (ITARA) yang banyak terdapat di Indonesia. Namun, KPB, pada awalnya diwadahi

ASEAN, agaknya mengalami kerugikan dalam perdagangan beberapa produk.

Pasar ekspor komoditas pertanian Indonesia pasca KPB ASEAN tidak semakin menyebar ke seluruh negara di kawasan ASEAN.

(17) Produk-produk pertanian yang menjadi perhatian dalam setiap KPB sudah memiliki modalitas pemotongan tarif dari segi sasaran tingkat yang akan dicapai, waktu pelaksanaannya dan tahapan pemotongannya dengan memperkenalkan jalur-jalur. Yang penting diantisipasi adalah penetapan produk-produk pertanian

(5)

(dalam hal ini pos tarif) yang sebaiknya diprogramkan atau tidak sama sekali dalam jalur-jalur yang tersedia atau pemindahannya dari daru jalur satu ke jalur lain.

(18) Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak pemotongan tarif terhadap produksi, ekspor bersih, PDB dan kesejahteraan Indonesia menunjukkan hasil yang positif, kalau China dan semua negara anggota ASEAN menerapkan secara bersamaan pemotongan tarif dan dengan besaran yang sama. Namun, KPB Indonesia-China memberi peningkatan jauh lebih besar daripada KPB ASEAN pada indikator ekspor, tingkat kesejahteraan, PDB dan bahkan impor, sedangkan untuk indikator produksi laju peningkatan yang lebih tinggi dihasilkan oleh KPB

ASEAN.

(19) Selain dari hasil-hasil positif tersebut terlihat pula dampak-dampak negatif pada beberapa komoditas atau kelompok komoditas. Neraca perdagangan padi menjadi negatif dalam kerangka EHP, sementara indikator produksi, impor dan kesejahteraan petaninya meningkat. Pada komoditas yang sama, (padi) KPB

ASEAN memprakirakan impor dan kesejahteraan petaninya menurun, sementara

produksi dan neraca perdagangannya meningkat. Bagi komoditas sayuran, EHP

memprakirakan produksi, impor dan kesejahteraan produsennya meningkat, sedangkan ekspor dan neraca perdagangan menurun. Sementara itu KPB

ASEAN memprakirakan pada komoditas sayuran semua indikator akan

mengalami peningkatan. Selanjutnya bagi komoditas biji-bijian yang mengandung minyak (oilseeds), EHP memprakirakan bahwa produksi, impor dan kesejahteraan produsennya meningkat, sedangkan ekspor dan neraca perdagangannya menurun. Di fihak lain KPB ASEAN memprakirakan bahwa semua indikator akan mengalami penurunan.

(20) Selain dampak positif berupa tambahan devisa, Indonesia juga harus lebih berhati-hati dan cermat dalam mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri komoditas-komoditas yang juga merupakan unggulan ekspor agar terhindar dari kelangkaan produk untuk mencukupi kebutuhannya di dalam negeri. Gejolak harga dunia harus dijadikan patokan dalam memprakirakan komposisi ekspor dan konsumsi dalam negeri terhadap suatu produk, untuk menghindari gejolak pasar dalam negeri seperti ditunjukkan oleh peningkatan harga yang sangat tajam untuk kebutuhan-kebutuhan pokok.

(21) Sebelum menerima tawaran untuk membentuk atau mengikat diri dalam KPW atau KPB, seyogianya Indonesia mengkaji secara mendalam tentang dampaknya terhadap perekonomian dan mengidentifikasi komoditas atau sektor-sektor atau bidang-bidang usaha yang diusulkan untuk diliberalisasi.

(22) Disarankan juga agar pengkajian yang saksama dilakukan terhadap calon mitra kelompok kesepakatan dalam hal kebijakan internal ekonomi dan perdagangan mereka untuk memberi petunjuk apakah Indonesia sebagai poros atau pinggiran dalam kesepakatan perdagangan yang akan dibentuk. Kalau seandainya hasil kajian menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi hanya menjadi pinggiran dalam konteks perdagangan terbatas tersebut, sebaiknya Indonesia tidak mengikat diri dalam KPW yang direncanakan.

(23) Kebijakan pemerintah dalam memprakirakan penurunan tariff beamasuk baik dalam kerangka CEPT maupun EHP akan berdampak kepada pilihan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah untuk memfokuskan komoditas pertanian yang akan diekspor, mengingat ekspor unggulan Indonesia sampai saat ini masih dalam bentuk produk primer. Jika pemerintah menghendaki

(6)

pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi untuk produk tersebut, kelambatan agro industri untuk produk terkait tidak dapat dihindarkan.

(24) Seharusnya berbagai ketentuan liberalisasi perdagangan itu, sebelum diimplementasikan atau dinegosiasikan dibahas lebih dulu secara rinci di departemen teknis, yang melibatkan banyak fihak, tidak cukup hanya para birokrat. Departemen teknis seperti Departemen Pertanian, perlu pula didukung oleh penelitian dan tenaga (jumlah dan mutu), diikut sertakan juga dalam negosiasi KPB ASEAN atau negosiasi lainnya.

(25) Dalam rangka keikutsertaan kita dalam perdagangan bebas baik secara bilateral maupun secara kawasan diperlukan sikap kehati-hatian dan tidak terburu-buru terutama dalam negosiasi untuk memutuskan komoditas yang masuk dalam program pengurangan tarif beamasuk, apalagi produk yang banyak dihasilkan oleh Indonesia adalah produk primer bukan olahan. Di samping itu peningkatan mutu juga sangat mendesak untuk dilakukan supaya dapat bersaing terutama dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN tahun 2015.

(25) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa azaz kehati-hatian dalam memberikan rekomendasi komoditas yang akan diusulkan untuk mendapatkan skema penurunan atau penghapusan tarif ataupun EHP sangat penting. Penentuan komoditas tanpa menganalisis secara terperinci kinerja ekspor negara pesaing baik lingkup ASEAN maupun kawasan lainnya diprakirakan akan membatasi ruang pengembangan komoditas tersebut baik dari sisi ekpor maupun pengembangan agroindustri komoditas terkait di dalam negeri. Oleh karena itu penelitian yang berkelanjutan tentang keragaan perdagangan bebas bilateral antara Indonesia dengan mitranya sangat diperlukan sehingga informasi yang telah diperoleh dan saran kebijakan dan keputusan kebijakan atau posisi perundingan dapat berjalan secara konsisten.

Referensi

Dokumen terkait

Termasuk sebab penyimpangan dalam penafsiran al- Qur’an dan patut diperhatikan adalah ‘meletakkan ucapan atau ketetapan bukan pada tempatnya.’ Banyak sekali ketetapan yang benar

Secara garis besar reduplikasi seluruh pada kelas verba dalam ba- hasa Serawai dapat dikelompokkan menjadi dua macam , yakni redupli- kasi seluruh dengan bentuk dasar

Keterampilan mengajar kelompok kecil adalah kemampuan guru melayani kegiatan peserta didik dalam belajar secara kelompok dengan jumlah peserta didik berkisar antara 3 hingga 5

[r]

Literacy is expected to solve the problem and give a good contribution to the IAIN Tulungagung. The focus of research in this thesis are: 1) How to Read a

Perbedaan ini menunjukkan bahwa pada kunjungan bulan pertama saat pasien terdiagnosa mengalami penyakit TB secara kualitas hidup kondisi pasien buruk yang ditandai

Berdasarkan tabel 1, gambaran yang diperoleh dari sepuluh perusahaan BUMN pemberi kerja yang dijadikan rujukan penelitian: (A). Kompetensi sekretaris yang dibutuhkan oleh

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Etnosentrisme dalam Memoderasi Niat Beli Produk Domestik (Studi pada