• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SISTEM TANAM TERAHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA BELUK PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH DI KABUPATEN MANOKWARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SISTEM TANAM TERAHADAP INTENSITAS SERANGAN HAMA BELUK PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH DI KABUPATEN MANOKWARI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 133

PENGARUH SISTEM TANAM TERAHADAP INTENSITAS

SERANGAN HAMA BELUK PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

SAWAH DI KABUPATEN MANOKWARI

Subiadi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua Barat

Jl. Base-Camp Arfai Gunung Kompleks Perkantoran Pemda Provinsi Papua Barat e-mail : subiadisaide@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu hama yang memiliki arti penting terhadap penurunan produksi padi adalah penggerek batang yang menyebabkan gejala serangan sundep (deadheart) dan beluk (whitehead). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2014 di Kampung Prafi Mulya Distrik Prafi Kabupaten Manokwari untuk melihat pengaruh sistem tanam terhadap tingkat serangan hama beluk pada beberapa varietas unggul padi. Penelitian ditata dengan rancangan faktorial dengan rancangan lingkungan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari dari 2 faktor yaitu faktor A (varietas) dan faktor B (sistem tanam). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan kelompok tani sebagai ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan hama beluk. Intensitas serangan hama beluk lebih tinggi pada Sistem tanam yang lebih rapat. Intensitas serangan hama beluk tertinggi terjadi pada varietas Cigeulis legowo 4:1, dan Ciherang dengan sistem tanam tegel.

Kata kunci : padi, sistem tanam, varietas, hama beluk.

Pendahuluan

Potensi peningkatan produksi padi sangat bergantung pada kemampuan memadukan berbagai komponen pengelolaan tanaman yang terbaik untuk varietas yang berbeda termasuk perpaduan antara varietas, pemupukan dan jarak tanam (Salahuddin et al, 2009; Amin et al, 2004). Sistem tanam legowo memberikan hasil lebih baik pada jumlah anakan, indeks luas daun, dan produksi (Anggraini dkk, 2013), dan dapat meningkatkan produksi 25,7-26,9 % (Bachrein, 2005; Suparwoto, 2010). Varietas unggul memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal (Ahmadikhah & Mirarab, 2010).

Penggerek batang padi merupakan hama penting tanaman padi di Asia, India, Indonesia, dan Eropa (Sheng et al, 2003; He et al, 2012), Asia Tenggara dan Pakistan (Salim & Masih, 1987; Abro et al, 2003). Ada 5 spesies dari 3 famili Pyralidae dan Noctuidae (Lepidoptera) dan Diopsidae (Diptera) yang ditemukan menyerang padi, dan family Pyralidae merupakan yang paling banyak ditemukan menyerang padi (Khan, et al, 1991). Di Indonesia, terdapat lima spesies penggerek batang padi yang menjadi kendala di lahan sawah irigasi maupun lahan lebak dan pasang surut. Penggerek batang padi tersebut adalah penggerek batang padi kuning Scirpophaga (Tryporyza) incertulas (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi putih Scirpophaga (Tryporyza) innotata (Walker), Chilo suppressalis Walker, Chilo polychrysus (Meyrick), dan Sesamia inferens

(2)

Subiadi : Pengaruh sistem tanam terhadap intensitas serangan hama beluk| 134 (Walker) (Baehaki, 2013). Sebagian besar petani di pulau Jawa menganggap bahwa penggerek batang padi merupakan hama penting padi (Rubia et al, 1996; Sanches et al, 1997).

Gejala serangan penggerek batang padi sama pada semua spesies yaitu pada fase vegetatif yang disebut sundep (deadhearts) dengan gejala titik tumbuh tanaman muda mati. Gejala serangan beluk (whiteheads) muncul ketika penggerek batang menyerang tanaman padi pada fase perkembangan malai yang ditandai dengan gejala malai mati dengan bulir hampa berwarna putih (Phatak & Khan, 1994; Shepard et al, 1995; Abro et al, 2013; Baehaki, 2013).

Serangan hama penggerek batang padi sebesar 26,9% terjadi di Jawa barat dan 18,4% di Jawa Tengah dari seluruh serangan hama penggerek batang padi di Indonesia pada tahun 2011 (Baehaki, 2013). Setiap terjadi serangan hama beluk sebesar 1%, akan menyebabkan kehilangan hasil sebesar 1-3% (Pathak et al, 1971).

Pengendalian penggerek batang padi dengan komponen pengendalian hama terpadu dapat dilakukan dengan 1) penggenangan dan pembajakan sawah untuk membunuh larva dan pupa, 2) menunda dan mengatur sinkronisasi antara pembibitan dengan penanaman untuk mengurangi peluang peletakan telur ngengat (Hendarsih & Usyati,2005). 3) penggunaan varietas tahan, 4) penggunaan feromon dan lampu perangkap untuk membunuh ngengat 5) menghindari penggunaan insektisida pada 30 hari pertama setelah penanaman, dan penggunaan pestisida hayati bila diperlukan (Zhu et al, 2007). Pengendalian dengan pembakaran jerami setelah panen dapat membunuh 84,5% populasi penggerek batang. Teknik panen dengan memotong batang lebih panjang yang dikombinasikan dengan teknik pengendalian yang lain dapat menurunkan populasi sebesar 74,0% (Shin-Foon, 1980; Jiang et al, 2011).

Salah satu teknik pengendalian kultur teknis yang paling mudah untuk diterapkan oleh petani adalah penggunaan varietas padi yang tahan atau kurang disenangi penggerek batang padi atau dengan varietas yang toleran yang dikombinasikan dengan berbagai sistem tanam. Varietas unggul padi sawah yang ditanam petani di Kabupaten Manokwari sudah tergolong banyak dan perlu diteliti untuk mengetahui respon varietas unggul tersebut terhadap serangan penggerek batang khususnya gejala beluk. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian untuk melihat intensitas serangan hama beluk (whiteheads) pada beberapa varietas unggul padi sawah di Kabupaten Manokwari.

Metodologi

Penelitian dilaksanakan di Kampung Prafi Mulya Distrik Prafi Kabupaten Manokwari Papua Barat pada bulan Februari – Juni 2014. Pengkajian menggunakan rancangan faktorial dengan rancangan lingkungan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari dari 2 faktor yaitu faktor A (varietas) dan faktor B (sistem tanam). Penelitian terbagi menjadi 2 bagian yaitu penelitian 1; terdiri dari varietas Ciherang dan Mekongga (faktor A) dengan sistem tanaman tegel, legowo 4:1, legowo 5:1, dan legowo 6:1 (faktor B), dan penelitian 2; terdiri dari varietas Cigeulis dan Inpari 19 (faktor A) dengan sistem tanam legowo 2:1, legowo 3:1, dan legowo 4:1 (faktor B). Sistem tanam legowo adalah sistem tanam yang berselang-seling antara dua atau lebih barisan dan satu barisan kosong. Misalnya legowo 2:1, setiap dua baris tanaman diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Demikian juga dengan sistem tanam legowo lainnya.

Varietas padi ditanam di lahan 3 kelompok tani yang digunakan sebagai ulangan. Penanaman varietas pada tiap kelompok tani seluas 0,125 ha per kombinasi perlakuan.

(3)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 135 Varietas ditanam dengan sistem tanam pindah menggunakan sistem tanam sesuai perlakuan dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Sistem tanam legowo yang diterapkan tidak menggunakan tanaman sisipan pada tanaman pinggir. Sistem ini merupakan modifikasi sistem tanam legowo yang lebih diminati petani di Kabupaten Manokwari.

Parameter yang diamati adalah jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah anakan yang terserang hama beluk per rumpun, dan intensitas serangan hama beluk per rumpun (%). Tanaman sampel sebanyak 7 – 10 rumpun pada setiap perlakuan diambil secara acak dengan pola diagonal pada petak pengamatan. Rata-rata jumlah anakan produktif dan jumlah anakan terserang beluk diamati pada saat tanaman padi memasuki fase pemasakan bulir. Jumlah anakan produktif per rumpun dihitung berdasarkan jumlah anakan yang menghasilkan malai. Jumlah anakan yang terserang hama beluk per rumpun dihitung berdasarkan gejala beluk yakni anakan menghasilkan malai hampa secara keseluruhan dan berwarna putih yang batangnya mudah tercabut bila ditarik karena bagian bawahnya telah terpotong oleh penggerek batang.

Intensitas serangan hama beluk per rumpun tanaman sampel dihitung dengan rumus:

dengan IS = Intensitas Serangan hama beluk (%), n=jumlah anakan yang terserang hama beluk per rumpun (batang), dan N = jumlah anakan produktif per rumpun (batang). Intensitas serangan hama beluk per tanaman sampel kemudian dirata-ratakan untuk menentukan rata-rata intensitas serangan per ulangan. Intensitas serangan hama beluk setiap perlakuan merupakan rata-rata intensitas serangan hama beluk per ulangan (rerata).

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan ANOVA dengan program SAS. Uji Post Hoc dilakukan dengan Duncan’s pada tingkat ketelitian 95% jika terdapat pengaruh beda nyata pada perlakuan yang diuji.

Hasil dan Pembahasan

Intensitas serangan hama beluk pada varietas Cigeulis dan Inpari 19 pada beberapa sistem tanam di Kampung Prafi Mulya Distrik Prafi Kabupaten Manokwari.

Perlakuan varietas memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif dan intensitas serangan beluk (P=0,69 dan P=0,16), tetapi pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah anakan yang terserang beluk (P=0,04). Perlakuan sistem tanam legowo memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif dan jumlah anakan yang terserang beluk (P=0,21 dan P=0,05) tetapi pengaruh yang berbeda nyata terhadap intensitas serangan beluk (P=0,04). Kombinasi antara varietas dengan sistem tanam tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif (P=0,29) dan intensitas serangan beluk (P=0,056), tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah anakan yang terserang beluk (P=0,04).

(4)

Subiadi : Pengaruh sistem tanam terhadap intensitas serangan hama beluk| 136 Tabel 1. Rerata jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah anakan yang terserang

hama beluk per rumpun, dan intensitas serangan hama beluk pada beberapa sistem tanam varietas Cigeulis dan Inpari 19.

Varietas Sistem Tanam

Rerata (± SD) jumlah anakan produktif per rumpun Rerata (± SD) jumlah anakan terserang beluk per rumpun Rerata (± SD) IS Beluk (%) Cigeulis Legowo 2 : 1 14,33 ± 2,34 a 0,60 ± 0,17 b 4,39 ± 2,13 c Cigeulis Legowo 3 : 1 13,17 ± 1,16 a 0,97 ± 0,15 a 7,18 ± 0,94 ab Cigeulis Legowo 4 : 1 11,83 ± 1,53 a 0,93 ± 0,06 a 8,02 ± 1,18 a Inpari 19 Legowo 2 : 1 13,07 ± 0,59 a 0,63 ± 0,23 b 5,30 ± 2,24 bc Inpari 19 Legowo 3 : 1 12,60 ± 1,23 a 0,70 ± 0,17 ab 5,93 ± 1,23 abc Inpari 19 Legowo 4 : 1 13,00 ± 0,44 a 0,70 ± 0,17 ab 5,69 ± 1,67 abc

Rerata 13,00 0,76 6,08 R²=0,67 & CV=8,91 R²=0,78 & CV=18,59 R²=0,79 & CV=19,92 Keterangan : nilai pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

(Duncan, P > 0,05).

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa sistem tanam dan varietas berpengaruh terhadap terjadinya serangan hama beluk. Varietas cigeulis lebih disukai oleh penggerek batang dengan kejadian hama beluk 4 – 8% (rata-rata 6,53%) dibandingkan dengan varietas Inpari 19 yang hanya 5,3 – 5,9% (rata-rata 5,64%). Perlakuan Varietas dan kombinasi varietas dengan sistem tanam berpengaruh terhadap jumlah anakan yang terserang beluk. Kombinasi varietas Cigeulis dengan legowo 4:1 mengalami serangan beluk tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya, dan terendah pada kombinasi varietas Cigeulis dengan legowo 2:1.

Kejadian hama beluk pada varietas Cigeulis semakin tinggi dengan penggunaan sistem tanam legowo yang lebih tinggi. Varietas Cigeulis dengan legowo 4:1 mengalami kejadian hama beluk yang lebih tinggi dibandingkan dengan legowo 3:1 dan 2:1. Sedangkan sistem tanam legowo pada varietas Inpari 19 tidak memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kejadian hama beluk. Walaupun demikian sistem tanam legowo 2:1 mengalami kejadian hama beluk yang lebih rendah dibandingkan dengan legowo 3:1 dan 4:1. Pada kasus ini, kejadian hama beluk relatif lebih tinggi pada sistem tanam yang ruang kosong antar barisan tanaman lebih sedikit dibandingkan dengan sistem tanam yang ruang kosong antar barisan tanaman yang lebih banyak. Sistem tanam legowo yang lebih rendah (2:1) memiliki jalur kosong antar tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan sistem tanam legowo yang lebih tinggi seperti legowo 3:1 dan 4:1.

Kerusakan penggerek batang tergantung pada varietas, stadia tanaman, dan perkembangan serangga (Sanchez et al, 1998). Beberapa karakteristik morfologi tanaman padi yang bisa menjadi penghambat serangan serangga antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan diameter batang. Tanaman yang lebih pendek, anakan produktif yang banyak, dan diameter batang yang lebih kecil lebih toleran terhadap penggerek batang padi khususnya penggerek batang padi bergaris. Diameter batang yang kecil menyebabkan larva penggerek batang tidak leluasa untuk melakukan aktifitas makan (Hosseini et al, 2011). Hama beluk (whitehead) berkorelasi negatif dengan jumlah anakan per rumpun. Intensitas

(5)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 137 serangan hama beluk lebih rendah dengan meningkatnya jumlah anakan per rumpun (Hosseini et al, 2012).

Pada kasus ini terlihat bahwa sistem tanam legowo juga berpengaruh terhadap kemampuan tanaman dalam menghasilkan anakan. Sistem tanam legowo 2:1 menghasilkan jumlah anakan yang lebih tinggi daripada legowo 3:1 dan 4:1 dan terjadi pada kedua varietas tersebut. Kemampuan tanaman untuk menghasilkan anakan yang lebih banyak dapat mengkompensasi jumlah anakan yang terserang hama beluk. Varietas Cigeulis legowo 2:1 memiliki jumlah anakan yang tertinggi dan jumlah anakan yang terserang beluk lebih sedikit menyebabkan kejadian hama beluknya terendah dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Varietas Inpari 19 dengan legowo 2:1 juga menghasilkan anakan yang lebih tinggi dan mengalami kejadian beluk yang lebih rendah dibandingkan legowo 3:1 dan 4:1.

Intensitas serangan hama beluk varietas Mekongga dan Ciherang pada beberapa sistem tanam di Kampung Prafi Mulya Distrik Prafi Kabupaten Manokwari.

Perlakuan varietas memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif, jumlah anakan yang terserang hama beluk dan intensitas serangan beluk (P=0,78; P=0,90; dan P=0,96). Perlakuan sistem tanam legowo memperlihatkan pengaruh berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif, jumlah anakan yang terserang beluk dan intensitas serangan hama beluk (P=0,04; P=0,001; dan P=0,001). Kombinasi antara varietas dengan sistem tanam tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif dan intensitas serangan beluk (P=0,05 dan P=0,09), tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah anakan yang terserang beluk (P=0,006).

Tabel 2. Rerata jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah anakan yang terserang hama beluk per rumpun, dan intensitas serangan hama beluk pada beberapa sistem tanam varietas Mekongga dan Ciherang.

Varietas Sistem Tanam Rerata (± SD) anakan produktif per rumpun Rerata (± SD) jumlah anakan terserang beluk per

rumpun

Rerat (± SD) IS Beluk (%) Mekongga Tegel 13,37 ± 0,78 c 0,60 ± 0,00 ab 4,46 ± 0,28 a Mekongga Legowo 4 : 1 14,10 ± 0,92 abc 0,38 ± 0,08 c 2,78 ± 0,92 b Mekongga Legowo 5 : 1 13,53 ± 0,50 c 0,40 ± 0,10 c 3,11 ± 0,86 b Mekongga Legowo 6 : 1 15,33 ± 1,29 a 0,71 ± 0,15 a 4,62 ± 0,52 a Ciherang Tegel 13,20 ± 0,26 c 0,57 ± 0,06 ab 4,64 ± 0,23 a Ciherang Legowo 4 : 1 15,14 ± 0,51 ab 0,48 ± 0,08 bc 2,88 ± 0,83 b Ciherang Legowo 5 : 1 13,90 ± 0,46 abc 0,47 ± 0,06 bc 3,14 ± 0,31 b Ciherang Legowo 6 : 1 13,71 ± 0,87 bc 0,57 ± 0,14 ab 4,38 ± 1,37 a Rerata 14,04 0,52 3,75 R²= 0,65 & CV= 5,80 R²=0,79 & CV= 16,05 R²=0,78 & CV= 17,87 Keterangan : nilai pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (Duncan,

(6)

Subiadi : Pengaruh sistem tanam terhadap intensitas serangan hama beluk| 138 Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa varietas tidak memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap semua variabel yang diamati. Ini terlihat pada kejadian hama beluk yang serupa antara varietas Ciherang dan Mekongga. Varietas Ciherang dengan kejadian hama beluk 2,88 – 4,64% (rata-rata 3,76%) dan varietas Mekongga dengan kejadian beluk 2,78 – 4,46% (rata-rata 3,75%).

Perlakuan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap semua variabel yang diamati (P<0,05). Intensitas serangan hama beluk tertinggi terjadi pada sistem tanam tegel dan legowo 6:1 untuk kedua varietas dan berbeda nyata dengan sistem tanam yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus ini kejadian hama beluk dipengaruhi oleh sistem tanam yang digunakan. Kejadian hama beluk tertinggi terjadi pada sistem tanam tegel yang tidak memiliki ruang kosong antar barisan tanaman diikuti sistem tanam legowo yang memiliki ruang kosong antar barisan tanaman yang lebih sedikit. Kejadian hama beluk untuk kedua varietas tertinggi berturut-turut pada sistem tanam tegel, legowo 6:1, legowo 5:1, dan legowo 4:1 masing-masing 4,55; 4,50; 3,12; dan 2,83%.

Perlakuan sistem tanam berbeda nyata dengan intensitas serangan hama beluk baik pada tabel 1 maupun pada tabel 2. Ini menunjukkan bahwa pengaturan sistem tanam perlu dipertimbangkan dalam mengantisipasi serangan hama penggerek batang padi khususnya hama beluk. Sistem tanam yang lebih banyak memiliki ruang kosong antar barisan tanaman rata-rata menghasilkan anakan produktif yang lebih banyak, yang dapat mengkompensasi jumlah anakan yang terserang hama beluk. Hasil berbeda dengan Hendarsih & Kertoseputro (1991) bahwa serangan penggerek batang tidak dipengaruhi secara nyata oleh jarak tanam, peningkatan jumlah tanaman yang digambarkan dengan jarak tanam yang rapat tidak berpengaruh terhadap perkembangan penggerek batang. Tetapi menurut Litsinger (1994) bahwa secara kompleks kepadatan tanaman sangat berpengaruhi terhadap penggerek batang. Kebanyakan ngengat penggerek batang bersembunyi pada siang hari, sehingga lebih menyukai tanaman yang lebih padat karena menyukai habitat dengan kelembaban yang tinggi. Dan pada pertanaman yang jarang memberikan peluang bagi parasit telur untuk lebih mudah menemukan telur penggerek batang.

Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan untuk menanam varietas padi unggul sesuai dengan preferensi petani dengan pertimbangan produksi, rasa, dan peluang pasar, karena varietas kejadian hama beluk tidak berbeda antara varietas yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan untuk sistem tanam disarankan menggunakan sistem tanam legowo yang memiliki jalur kosong yang lebih banyak antar tanaman bila diprediksi akan terjadi ledakan hama penggerek batang.

Kesimpulan

Varietas tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap serangan hama beluk. Intensitas serangan hama beluk lebih dipengaruhi oleh sistem tanam yang digunakan. Intensitas serangan hama beluk lebih tinggi pada sistem tanam yang memiliki ruang kosong yang lebih sedikit antar barisan tanaman. Intensitas serangan hama beluk tertinggi terjadi pada varietas Cigeulis legowo 4:1, dan Ciherang sistem tanam tegel. Intensitas serangan hama beluk terendah pada varietas Cigeulis legowo 2:1 dan Mekongga legowo 4:1.

(7)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 139

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Gego Parante yang telah meluangkan waktunya untuk selalu mengontrol perkembangan tanaman padi di lahan. Ketua kelompok tani Sidomukti, ketua kelompok Karya Bakti, dan ketua kelompok tani Guyub Rukun atas ijin penggunaan lahannya. Dan semua pihak yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tulisan ini.

Daftar Pustaka

Abro GH, Syed TS, Shah AH, Cui J, Sattar M, & Awan MS, 2013. Efficacy and economics of different insecticides againts stem borers, Scirpophaga incertulas (Walker) in Rice Crop. Pakistan J. Zool. 45(4); 929-933.

Abro GH, Lakho GM, & Syed TS, 2003. Relative resistance of some rice cultivars to yellow, Scripophaga incertulas (Walk) stem borer. Pakistan J. Zool, 35: 85-90. Ahmadikhah A & Mirarab M, 2010. Differential Response of Local and Improved Varieties

of Rice to Cultural Practices. Archives of Applied Science Research 2 (5); 69-75. Amin M, Khan MA, Khan EA, & Ramzan M, 2004. Effect of Increased Plant Density and

Fertilizer Dose on The Yield of Rice Variety IR-6. Journal of Research Science 15(1); 9-16.

Anggraini F, Suryanto A, & Aini N, 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman 1(2); 51-60.

Bachrein S, 2005. Keragaan dan pengembangan sistem tanam legowo-2 pada padi sawah di Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 8(1); 29-38.

Baehaki SE, 2013. Hama penggerek batang padi dan teknologi pengendalian. IPTEK Tanaman Pangan 8(1); 1-14.

He Y, Zhang J, Chen J, & Shen J, 2012. Using synergists to detect multiple insecticide resistance in field population of rice stem borer. Pesticide Biochemistry and Physiology vol. 103;121-126.

Hendarsih, S. dan N. Usyati. 2005. The stem borer infestation on rice cultivars at three planting times. Indonesian Journal of Agricultural Science. Indonesia Agency for Agricultural Research and Development. Vol .6(2):39-45.

Hendarsih S & Kertoseputro D, 1991. Pengaruh jarak tanam dan dosis karbofuran terhadap hama penggerek batang padi (Scirpophaga spp). Media Penelitian Sukamandi No. 10; 21-23.

Hosseini SZ, Jelodar NB, & Bagheri N, Alinia F, & Osku T, 2011. Traits affecting the resistance of rice genotypes to rice stem borer. International Journal of Biology 3(1); 130-135.

(8)

Subiadi : Pengaruh sistem tanam terhadap intensitas serangan hama beluk| 140 Hosseini SZ, Jelodar NB, & Bagheri N, 2012. Identification characteristic’s resistance to

striped stem borer, Chilo suppressalis (Walker, 1863) in rice. International Journal of Agriculture: Research and Review 2(3); 175-182.

Islam Z & Karim ANMR, 1999. Susceptibility of rice plants to stem borer damage at different growth stage and influence on grain yields. Bangladesh J. Ent. 9; 121-130. Jiang W, Jiang X, Ye J, Fu Q, Feng Y, Luo J, & Han Z, 2011. Rice striped stem borer, Chilo

suppressalis (Lepidoptera: Pyralidae), overwintering in super rice and its control using cultivation techniques. Crop Protection vol. 30; 130-133.

Khan ZR, Litsinger JA, Barrion AT, Villanueva FFD, Fernandes NJ, & Taylo LD, 1991. Bibliography of rice stem borers 1794-1990. International Rice Research Institute (IRRI) & International Centre of Insect Physiology and Ecology (ICIPE), Philippines. p 415.

Litsinger JA, Cultural, mechanical, and physical control of rice insects. In Heinrichs EA, 1994. Biology and Management Of Rice Insects. International Rice Research Institute (IRRI), Philippines. pp 549-584

Phatak MD & Khan ZR, 1994. Insect pests of rice. International Rice Research Institute (IRRI) & International Centre of Insect Physiology and Ecology (ICIPE), Philippines. p 89.

Rubia EG, Lazaro, AA, Heong KL, Diah, Nurhasyim, & Norton GA, 1996. Farmer’s perceptions of the white stem borer Scirpophaga innotata (Walker), in Cilamaya, West Java, Indonesia. Crop Protection 15 (4); 327-333.

Salahuddin KM, Chowhdury SH, Munira S, Islam MM, & Parvin S, 2009. Response of Nitrogen and Plant Spacing of Transplanted Aman Rice. Bangladesh J. Agril. Res. 34(2); 279-285.

Salim M, & Masih R, 1987. Efficacy of insecticides against rice stem borers at PARC, Islamabad. Pakistan J. agric. Res, 8: 477-479.

Sanches EGR, Nurhasyim, Diah, Heong KL, Zalucki M, & Norton GA, 1997. White stem borer damage and grain yield in irrigated rice in West Java, Indonesia. Crop Protection 16 (7); 665-671.

Sanches EGR, Sigit DW, Nurhasyim D, Heong KL, & Zalucki MPGA, 1997. Some factors affecting white stem borer Scirpophaga innotata (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae) injury to rice. Crop Protection 17 (6); 529-534.

Shepard BM, Barrion AT, & Litsinger JA, 1995. Rice-feeding insects of Tropical Asia. International Rice Research Institute (IRRI), Philippines. 228 hal.

Shin-Foon C. 1980. Integrated control of rice insect pests in China. In Rice Improvement in China and Other Asian Countries. International Rice Research Institute and Chinese Academy of Agricultural Sciences. pp 239-250.

Sheng CF, Wang HT, Sheng SY, Gao LD, Xuan & WJ, 2003. Pest status and loss assesment of crop damage caused by the rice borers, Chilo suppressalis and Tryporyza incertulas, in China. Entomology Knowledge. 289-294.

(9)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 141 Suparwoto, 2010. Penerapan Sistem Tanam Legowo pada Usahatani Padi untuk

Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Petani. Jurnal Pembangunan Manusia 10 (1).

Zhu ZR, Cheng J, Zuo W, Lin XW, Guo YR, Jiang YP, Wu XW, Teng K, Zhai BP, Luo J, Jiang XH, & Tang ZH, 2007. Integrated management of rice stem borers in the Yangtze Delta, China. In Vreyzsen MJB, Robinson AS, & Hendrichs J, 2007, Area wide control of insect pests. IAEA; 373-382.

Gambar

Tabel 2.  Rerata  jumlah  anakan  produktif  per  rumpun,  jumlah  anakan  yang  terserang  hama  beluk  per  rumpun,  dan  intensitas  serangan  hama  beluk  pada  beberapa  sistem tanam varietas Mekongga dan Ciherang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan OAT pada penderita TB Paru di Indonesia ditinjau

Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional Dimensi Indikator Kepercayaan merk (X2) Kepercayaan merk didefinisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut

Hal ini dapat dilihat pada endapan sedimen yang terdapat pada lokasi penelitian, yang mana material sedimen dalam hal ini pasir kasar lebih dahulu terendapkan,

Limbah yang diolah oleh instalasi pengolahan air limbah PT SIER berasal dari limbah domestik atau limbah industri dari berbagai perusahaan/industri yang berada di

Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi model TPS, media puzzle, berpikir kritis, keterampilan guru, aktivitas belajar siswa, dan materi pada muatan IPA dan

Pemilihan karakteristik kelompok subyek tersebut, berdasarkan pada definisi cyberloafing sebagai variabel terikat yaitu Ce yberloafing merupakan perilaku karyawan

Konsentrasi 100 ppm dan 300 ppm merupakan perlakuan yang mampu menekan pertumbuhan tanaman paling baik dibandingkan dengan kontrol maupun perlakuan lain pada minggu

Proses belajar sains kealaman, menurut Saputro (2010) selama ini masih bersifat parsial dengan teknologi, lingkungan dan masyarakat sehingga, pembelajaran berbasis alam dan