• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang atau suatu kelompok masyarakat dapat mencurahkan pikiran serta gagasannya. Penggunaan bahasa tidak hanya antara penutur dengan lawan tutur saja. Lebih dari itu, bahasa juga melekat hampir pada setiap aspek kehidupan manusia. Komunikasi akan berjalan lancar jika alat komunikasi yang digunakan penutur bisa dimengerti oleh lawan tutur. Adapun alat komunikasi yang biasa digunakan, yaitu bahasa (sebagai sebuah sistem lambang), tanda-tanda (baik berupa gambar, warna, atau bunyi), dan gerak gerik tubuh (Chaer dan Agustina, 2010:19).

Bahasa memiliki banyak variasi. Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya yang disebut fungsiolek. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan apa atau bidang apa (Nababan, 1984:68). Dari sekian banyak variasi bahasa yang digunakan oleh manusia, salah satunya adalah penggunaan bahasa dalam penamaan judul film. Jika ditinjau dari segi sarana, variasi bahasa memiliki dua aspek, yaitu ragam lisan dan ragam tulisan. Pemakaian variasi bahasa ragam lisan bisa dipahami dengan dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur-unsur nonlinguistik yang berupa nada, suara, gerak-gerik

(2)

tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala fisik lainnya. Sebaliknya, pemakaian ragam bahasa tulis tidak memuat bantuan tersebut. Oleh karenanya, penggunaan ragam bahasa tulis harus lebih diperhatikan agar kalimat yang disusun bisa dipahami dengan baik oleh pembaca. Mengingat judul film merupakan jenis ragam bahasa tulis, penggunaan judul film tentunya harus lebih diperhatikan agar maksud di balik penamaan judul film tersebut bisa sampai kepada pembacanya. Selain itu, penamaan judul film yang termasuk pada kategori ragam bahasa jurnalistik harus juga mengandung ciri-ciri dari ragam bahasa jurnalistik. Adapun ragam bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas (Nababan, 1984:69).

Film merupakan salah satu sarana hiburan yang dikonsep dengan audio visual. Konsep audio visual yang digunakan film tersebut tentunya membuat sarana hiburan satu ini dapat dinikmati oleh semua orang dari berbagai usia. Adapun film memiliki banyak genre, di antaranya film dokumenter, film drama, film horor, film laga, dan film animasi. Sebelum memilih dan menikmati sebuah film, tentunya yang pertama kali dilihat oleh penikmat film adalah judul. Oleh sebab itu, tidak menutup kemungkinan bahwa judul film merupakan alasan terbesar suatu film banyak diminati atau tidak oleh penikmat film.

Sejak tahun 2000 hingga saat ini judul-judul film Indonesia genre drama sangat variatif. Hal tersebut bisa terlihat dari beberapa aspek kebahasaan, misalnya bentuk, jenis makna, dan penggunaan jenis bahasa yang digunakan untuk penamaan judul film. Bentuk-bentuk yang terkandung di dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama sangat variatif dimulai dari bentuk kata

(3)

hingga kalimat. Ditinjau dari berbagai sisi, jenis makna yang terkandung di dalam penamaan judul-judul Indonesia pun beragam. Penggunaan jenis bahasa yang digunakan berbeda-beda, ada yang menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah, juga bahasa asing, bahkan campur kode bahasa. Begitupun motif penamaannya mengacu kepada sesuatu yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, seperti kesejarahan, ketokohan, dan keagamaan.

1.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian aspek kebahasaan dan motif penamaan judul-judul film Indonesia genre drama merupakan ranah penelitian sintaksis dan semantik. Analisis sintaksis digunakan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menganalisis bentuk-bentuk kebahasaan di dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama. Analisis semantik digunakan untuk mengklasifikasikan dan menganalisis jenis-jenis makna di dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama. Fokus penelitian dilakukan pada bentuk, jenis makna, dan motif di dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apa aspek kebahasaan yang terkandung di dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama?

(4)

2. Apa saja macam bentuk, jenis makna, penggunaan jenis bahasa, dan motif yang digunakan di dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama?

3. Bagaimana bentuk, jenis makna, penggunaan jenis bahasa, dan motif tersebut digunakan dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi bentuk kebahasaan yang digunakan dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama.

2. Mengklasifikasikan macam-macam bentuk, jenis makna, penggunaan jenis bahasa, dan motif yang digunakan dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama.

3. Menganalisis bentuk-bentuk, jenis makna, penggunaan jenis bahasa, dan motif yang digunakan dalam menamai judul-judul film Indonesia genre drama.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis penelitian ini merupakan aplikasi dari teori lapisan bentuk dari sintaksis dan teori jenis makna serta gaya bahasa dari semantik yang telah dibahas oleh para ahli. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat

(5)

membantu para penikmat film untuk lebih mudah memahami isi film dari judul yang digunakan karena satu judul film yang digunakan memiliki makna yang beragam.

1.6 Tinjauan Pustaka

Tidak banyak penelitian yang ditemukan terkait perfilman. Penelitian pertama adalah penelitian skripsi yang dilakukan oleh Ningsih (2010) yang berjudul Ambiguitas pada Judul-judul Film Pornografis Indonesia. Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia tersebut meneliti ketaksaan pada judul film tetapi terbatas hanya pada kategori film pornografi saja. Fokus penelitiannya adalah pendeskripsian bentuk ketaksaan pada judul-judul film pornografis Indonesia dan analisis struktur ketaksaan pada judul-judul film pornografis Indonesia.

Penelitian kedua terkait perfilman atau judul-judul film adalah penelitian skripsi Farmadiani (2004) dengan judul Register Perfilman Sebagai Variasi

Bahasa. Penelitiannya terkait dengan pendeskripsian bentuk satuan gramatikal

register perfilman, pengklasifikasian leksikon serta deskripsi perubahan makna leksikon register perfilman, dan pendeskripsian peristiwa campur kode dalam register perfilman.

Selain penelitian tentang film, ditemukan juga beberapa penelitian terkait judul. Penelitian pertama yang ditemukan adalah penelitian Mulyati (2005) di dalam tesisnya yang berjudul Tipe-Tipe Judul Berita Surat Kabar Berbahasa

(6)

tipe-tipe judul berita surat kabar, tipe-tipe-tipe-tipe pelesapan yang terjadi pada judul-judul berita surat kabar, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa judul berita di dalam surat kabar berbentuk kata tunggal, kata majemuk, dan kalimat. Tipe-tipe pelesapan yang terjadi di dalam judul surat kabar adalah pelesapan afiks, pelesapan kata, dan pelesapan frasa. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya pelesapan adalah faktor terbatasnya tempat, pengaruh bahasa percakapan, dan adanya peristiwa campur kode.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Faeruzzabadi (2002) di dalam skripsinya yang berjudul Elipsis Konjungsi dan Fungsi Sintaktis dalam Judul

Berita Surat Kabar Berbahasa Indonesia. Penelitian tersebut terkait dengan

elipsis konjungsi dan elipsis fungsi sintaktis di dalam judul berita surat kabar berbahasa Indonesia. Penelitian tersebut menghasilkan elipsis konjungsi koordinatif yang dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu elisis konjungsi penambahan, perlawanan, dan pertentangan serta elipsis konjungsi subordinatif yang terbagi ke dalam sembilan bagian, yaitu elipsis konjungsi waktu, sebab, syarat, tujuan, hasil, konsesif, cara, komplementasi, dan atributif. Adapun unsur fungsi sintaksis yang dilesapkan dalam judul berita surat kata berbahasa Indonesia adalah subjek dan predikat. Elipsis subjek dikelompokkan menjadi elipsis subjek anaforis dan elipsis subjek kataforis sedangkan elipsis predikat yang ditemukan hanya elipsis predikat anaforis.

Penelitian terkait judul yang selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2002) di dalam skripsinya yang berjudul Asosiasi Pornografis dalam

(7)

Rubrik Artis di Harian BERNAS: Sebuah Tinjauan Semantik. Penelitian tersebut membahas tentang aspek kebahasaan yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk asosiasi pornografis dan bagaimana penulis berita menciptakan asosiasi pornografis melalui sebuah judul. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa aspek kebahasaan yang dapat disimpangkan untuk menimbulkan asosiasi pornografis adalah elipsis dan polisemi. Penulis atau pembuat judul diharuskan untuk memperhatikan aspek kebahasaan yang melingkupi tuturan untuk memudahkan dalam menangkap dan memahami maksud yang terkandung maupun yang disimpangkan dalam sebuah judul.

Belum ada penelitian yang secara khusus membahas aspek kebahasaan di dalam judul-judul film Indonesia genre drama. Penamaan judul-judul film Indonesia memiliki ciri khas yang membedakannya dengan penamaan yang lain. Hal tersebut tentunya menarik untuk dikaji. Selain karena judul film terkait erat dengan pemirsa penikmat film dari tahun ke tahun juga karena penelitian terkait aspek kebahasaan judul-judul film Indonesia belum pernah dikaji.

1.7 Landasan Teori 1.7.1 Studi Sintaksis

Terkait dengan teori sintaksis, terdapat beberapa ahli yang mendeskripsikan sintaksis. Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari perihal penggabungan atau penataan satuan-satuan lingual yang berupa kata untuk membentuk satuan yang lebih besar, seperti frasa, klausa, dan kalimat (Wijana, 2011:77). Sintaksis menurut Ramlan (2001:18) merupakan bagian atau cabang

(8)

ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Kemudian Verhaar (2001:161) mendefinisikan sintaksis lebih terbatas, yakni tatabahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan atau kalimat. Penelitian judul-judul film Indonesia ini terkait dengan bentuk kebahasaan yang digunakan di dalam pembuatan atau penamaan judul-judul film Indonesia. Adapun bentuk kebahasaan merupakan bentuk-bentuk leksikal maupun gramatikal (Ramlan, 2001:27). Bentuk-bentuk kebahasaan di dalam judul-judul film Indonesia bisa berupa kata, frasa, dan/atau kalimat.

Kata adalah satuan bebas yang paling kecil. Di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kata diartikan sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai

bentuk yang bebas; satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri (Kridalaksana, 1982:76; Sugono, 2014:633). Frasa di dalam kamus adalah ‘gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif’(Sugono, 2014:399). Senada dengan itu, Ramlan (2005:151) mengatakan bahwa frase ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Dari batasan tersebut dapat dikemukakan bahwa frasa memiliki dua sifat, yaitu (1) frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih, (2) frase merupakan satuan yang tidak memiliki batas fungsi unsur klausa. Adapun Wijana (2011:77-78) mengartikan frasa sebagai berikut:

Frasa ialah gabungan kata yang tidak melewati batas fungsi. Adapun yang dimaksud dengan fungsi di sini adalah istilah seperti subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K). Frasa kemudian dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu berdasarkan kategorinya dan berdasarkan tipe konstruksinya. Frasa berdasarkan kategorinya kemudian dikelompokkan kembali menjadi enam bagian yaitu frasa nomina, frase verba, frase adjektiva, frase numeralia, frase preposisional, dan frase

(9)

keterangan. Sedangkan frasa berdasarkan tipe konstruksinya akan menghasilkan dua frasa yaitu frasa endosentrik dan frasa eksosentrik.

Adapun klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, Pel, dan Ket ataupun tidak (Ramlan, 2005:79). Kata majemuk adalah persenyawaan dua kata atau lebih yang menimbulkan kata baru (Hamid dan Purbo:47). Ramlan (2005:46) menyatakan bahwa kata majemuk ialah gabungan dari dua kata dapat menimbulkan suatu kata baru. Kata majemuk memiliki makna yang sangat jauh berbeda dengan makna kata-kata yang menjadi unsur-unsurnya, sehingga kata majemuk kerap disebut memiliki makna idiomatis (makna kiasan). Kata majemuk di dalam Kamus Linguistik memiliki arti ‘gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan (Kridalaksana, 1982:77). Terakhir, kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh lagu akhir selesai, baik lagu akhir selesai turun (kalimat berita dan kalimat perintah) maupun lagu akhir selesai naik (kalimat tanya) (Wijana, 2011:95).

1.7.2 Studi Semantik

Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal (Wijana, 2009:3). Chaer (2009) di dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia mendefinisikan semantik sebagai ilmu tentang makna atau arti. Ia juga menguraikan jenis-jenis makna. Jenis-jenis makna di dalam kajian semantik adalah makna leksikal dan gramatikal, makna referensial dan nonreferensial, makna denotatif dan konotatif, makna kata dan istilah, makna konseptual dan asosiatif, makna idiomatikal dan peribahasa, makna kias, makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

(10)

Selain itu, pengertian terkait semantik pun banyak diidentifikasikan oleh para ahli. dikutip dari laman http://m.kompasiana.com/ para ahli pun turut mendefinisikan semantik dengan beberapa pengertian. Verhaar (2005:385) mendeskripsikan semantik sebagai cabang ilmu linguistik yang meneliti arti atau makna. Sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Verhaar, Lehrer berpendapat bahwa semantik adalah studi tentang makna. Menurut Lehrer semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena semantik menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa. Oleh karena itu, Semantik berhubungan juga dengan ilmu-ilmu lain, seperti filsafat, antropologi, dan psikologi. Pateda berpendapat bahwa semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji makna. Sementara itu, Morrist berpendapat bahwa semantik merupakan ilmu yang menelaah hubungan tanda dengan objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut. Adapun di dalam Encyclopedia Britanica Vol. 20 (1996: 313) semantik dideskripsikan sebagai studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktivitas bicara.

Berbicara tentang semantik, seperti halnya yang telah diuraikan di atas, berarti berbicara tentang makna. Makna memliki beberapa jenis, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal, makna referensial dan makna nonreferensial, makna denotatif dan makna konotatif, makna kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna assosiatif, makna idiomatikal dan makna pribahasan, serta makna kias.

(11)

1.7.3 Definisi Penamaan

Penamaan (naming) merupakan proses penggunaan lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, biasanya dengan memanfaatkan perbendaharaan yang ada, antara lain dengan perubahan makna yang mungkin atau dengan penciptaan kata/kelompok kata (Kridalaksana, 1982:124). Adapun menurut Sugono (2014:950) penamaan adalah proses, cara, perbuatan menamakan.

Menurut Chaer (2002:43) penamaan dan pendefinisian adalah dua buah proses pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada sesuatu referen yang berada di luar bahasa (Purwandari, 2011:14). Oleh karenanya, penamaan tidak serta merta dilakukan tanpa alasan, pasti terdapat satu atau beberapa hal yang melatarbelakanginya. Sejalan dengan itu di dalam bukunya Pengantar Semantik

Bahasa Indonesia, Chaer (2009: 44-52) menyatakan bahwa

Aristoteles pernah menyebutkan bahwa pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian di antara sesama anggota suatu masyarakat bahasa. Meskipun demikian, kita masih bisa menelusuri sebab-sebab, atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya penamaan atau penyebutan terhadap sejumlah kata. Di antara beberapa sebab-sebab itu adalah peniruan bunyi, penyebutan bagian, penyebutan sifat khas, penemu dan pembuat, tempat asal, bahan, keserupaan, pemendekan, dan penamaan baru.

1.7.4 Campur Kode Bahasa

Campur kode bahasa ialah penggunaan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kemahirannya dalam berbahasa (Nababan dan Utari, 1992: 106). Adapun Aslinda dan Syafyahya (2007:87)

(12)

mengungapkan campur kode terjadi apabila seseorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia. Ciri campur kode yang paling menonjol adalah digunakan dalam situasi informal. Thelander (dalam Chaer dan Agustina 1995:152) mengatakan bahwa peristiwa campur kode adalah jika seseorang menggunakan suatu kata/frasa dari satu bahasa.

1.8 Data dan Metode

Data penelitian ini berjumlah 485 dengan sampel sebanyak 110 Media pengambilan data yaitu data tertulis yang bersumber dari web resmi film Indonesia (filmindonesia.or.id). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan tahapan penelitian.

Penelitian ini dibagi melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Pada tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan metode simak dengan teknik dasar simak bebas libat cakap dan teknik lanjutan catat. Teknik simak bebas libat cakap yaitu teknik yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses pembicaraan (Kesuma, 2007:44). Adapun teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan pada kartu data (Kesuma, 2007:45). Pada tahap ini teknik simak bebas libat cakap digunakan untuk mencari data judul-judul film Indonesia pada web resmi film Indonesia (http://filmindonesia.or.id) kemudian teknik catat digunakan untuk mencatat judul-judul film Indonesia genre drama tahun 2000-an.

(13)

Berikutnya, penulis menggunakan metode agih, metode padan referensial, metode padan pragmatis ,dan metode padan translasional untuk menganalisis data. Metode agih adalah metode analisis yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1985:5; 1993:15 dalam Kesuma, 2007:54). Metode ini digunakan untuk menganalisis bentuk dan jenis makna. Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik dasar bagi unsur langsung. Teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur dan unsur-unsur tersebut dipandang sebagai unsur yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud (Kesuma, 2007: 55). Teknik bagi unsur langsung digunakan untuk mengkalsifikasikan bentuk, jenis makna, dan penggunaan bahasa judul-judul film Indonesia genre drama. Metode lain yang digunakan untuk analisis data adalah metode padan translasional. Metode padan translasional yaitu metode yang menggunakan bahasa lain sebagai alat pengujinya (Kesuma, 2007:45). Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik pilah unsur penentu. Teknik pilah adalah teknik analisis data dengan cara memilah-milah satuan kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu yang berupa daya pilah (Kesuma, 2007:51). Daya pilah tersebut dibagi sesuai dengan jenis penentunya. Daya pilah yang digunakan dalam metode padan translasional adalah daya pilah translasional. Daya pilah translasional menggunakan bahasa lain sebagai alat penentu (Kesuma, 2007:52). Metode beserta teknik ini digunakan untuk melacak pembentukan bahasa dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama. Metode selanjutnya yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah metode padan pragmatis.

(14)

Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya adalah lawan atau mitra wicara (Kesuma, 2007:49). Metode padan pragmatis ini digunakan untuk mengidentifikasi makna apa yang terkandung dan ingin disampaikan oleh pembuat judul melalui judul film. Terakhir, metode yang digunakan adalah metode padan referensial. Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya berupa referen bahasa (Kesuma, 2007:48). Referen bahasa adalah kenyataan atau unsur luar bahasa yang ditunjuk satuan kebahasaan. Metode padan referensial digunakan untuk menentukan identitas satuan kebahasaan menurut referen yang ditunjuk (Kridalaksana, 1982:144). Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik pilah unsur penentu menggunakan daya pilah referensial. Daya pilah referensial adalah daya pilah yang menggunakan referen atau sosok yang diacu oleh satuan kebahasaan sebagai alat penentu (Kesuma, 2007:52). Metode beserta teknik ini digunakan untuk menguraikan motif penamaan judul-judul film Indonesia genre drama.

Terakhir, metode yang digunakan untuk menyajikan data adalah metode informal. Kesuma (2007:71 dalam Sudaryanto, 1993:145) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan metode informal adalah penyajian hasil analisis data menggunakan kata-kata biasa (Kesuma, 2007:73). metode informal digunakan untuk memaparkan atau menguraikan hasil analisis data, sedangkan metode formal digunakan untuk mengklasifikasikan data judul-judul film Indonesia genre drama dalam dalam bentuk tabel untuk memudahkan pemahaman.

(15)

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disajikan dalam enam bab. Bab I yaitu bab pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan ruang lingkup, keaslian dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Dalam bab II diuraikan klasifikasi bentuk kebahasaan judul-judul film Indonesia genre drama. Dalam bab III diuraikan klasifikasi jenis makna dalam penamaan judul-judul film Indonesia genre drama. Dalam bab IV diuraikan klasifikasi dan analisis penggunaan bahasa judul-judul film Indonesana genre drama. Bab V diuraikan analisis motif penggunaan aspek kebahasaan yang digunakan untuk menamai judul-judul film Indonesia genre drama. Terakhir, dalam bab VI diisi dengan simpulan dan saran. Penomoran di dalam analisis dimulai dari nomor 1 tiap bab. Adapun seluruh data yang dianalisis akan dilampirkan.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara bagi pengurus Lembaga Muslimah WI yang belum menikah kesemuanya berada pada umur yang merupakan usia dimana seorang wanita harusnya telah menikah yaitu sekitar 25-28

Maka dari itu, dengan hasil data angket yang telah diperoleh dilakukan analisis data tentang hubungan antara nyeri menstruasi (Dismenorea) dengan tingkat motivasi belajar siswi

Perluasan tambak yang tidak ramah lingkungan ini, terutama terjadi di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah, serta Kabupaten Pohuwato dan Boalemo Provinsi

2. Pola keutuhan nutrisi.. Seelum sakit pasien makan /engan porsi 1 piring penuh -  sehari /engan menu nasi lauk9 pauk sa&ur /an uah serta /itamah minum 7

Larutan baku 1.000 µg/ml Cd dan Pb Larutkan 1 g Cd dan begitu juga untuk larutan standar Pb dengan 7 ml HNO3 pekat dalam gelas piala 250 ml, masukkan ke dalam labu ukur 1.000

Langkah- langkah yang perlu dilakukan dalam Redesain SMAN 3 Padang dengan Pendekatan Sustainable Architecture, diantaranya (a) Untuk dapat menjawab permasalahan pada

Untuk mengetahui gambaran awal peruba- han yang terjadi ketika larutan diletakkan pada suhu tubuh, larutan dengan konsentrasi 5% diteteskan ke dalam air dengan temperatur

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro No.23 tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam Pelaksanaan Eksplorasi, Eksploitasi dan