• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI SUSU DAN PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MOHAMAD SODIQIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI SUSU DAN PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MOHAMAD SODIQIN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI SUSU DAN PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH

DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

KECAMATAN CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

MOHAMAD SODIQIN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

RINGKASAN

Mohamad Sodiqin. D14070079. 2012. Produksi Susu Dan Pemberian Pakan Sapi Perah Di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto. M.Agr. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.

Penelitian untuk mengetahui produksi susu dan pemberian pakan sapi perah telah dilakukan di kawasan usaha peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai Oktober 2011. Metode yang digunakan yaitu pengukuran langsung dengan sampel 157 ekor sapi perah laktasi dari 30 peternak. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan kuisioner dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran jumlah produksi susu, pemberian pakan, dan pengujian komposisi susu). Data sekunder diperoleh dari KPS Bogor. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan rataan pakan yang diberikan oleh peternak pada pagi hari yaitu rumput segar 15.96 ± 4.16 kg/ekor, konsentrat 2.13 ± 1.10 kg/ekor, ampas tahu 6.98 ± 3.06 kg/ekor, dan ampas tempe 0.94 ± 2.35 kg/ekor. Pakan yang diberikan pada sore hari yaitu rumput 16.73 ± 4.47 kg/ekor, konsentrat 2.13 ± 1.07 kg/ekor, ampas tahu 6.98 ± 3.12 kg/ekor, dan ampas tempe 0.95 ± 2.37 kg/ekor. Rataan produksi susu yang dihasilkan pada pemerahan pagi yaitu 5.58 ± 1.98 liter/ekor dengan kisaran 2 – 12.8 liter/ekor dan pemerahan sore 4.20 ± 1.69 liter/ekor dengan kisaran 2 – 12 liter/ekor. Jadi total rataan produksi susu perhari di KUNAK yaitu sebesar 9.78 ± 3.56 liter/ekor/hari. Rataan produksi susu berdasarkan umur sapi menunjukkan sapi yang berumur 2 – 4 tahun produksi susunya sebanyak 9.84 ± 3.12 liter/ekor/hari, umur 5 – 7 tahun produksi susunya 10.21 ± 3.99 liter/ekor/tahun, dan umur 8 – 11 tahun produksi susunya 7.72 ± 2.41 liter/ekor/hari.

Hasil Pengujian komposisi susu menunjukkan rata – rata kadar lemak pemerahan pagi 4.34 ± 0.80% dan pemerahan sore 4.59 ± 0.94%, bahan kering tanpa lemak pemerahan pagi 8.12 ± 0.47% dan pemerahan sore 8.28 ± 0.69%, berat jenis susu pemerahan pagi 1.028 ± 0.016 dan pemerahan sore 1.028 ± 0.023, kandungan protein pemerahan pagi 3.59 ± 0.21% dan pemerahan sore 3.67 ± 0.31%, kandungan laktosa pemerahan pagi 3.84 ± 0.23% dan pemerahan sore 3.92 ± 0.33%. Pakan hijauan yang diberikan untuk menghasilkan kadar lemak kurang dari 3.5% yaitu rata-rata sebanyak 28.36 ± 6.26 kg/ekor/hari, rata-rataan kadar lemak antara 3.5 – 5.1% hijauan yang diberikan 32.71 ± 8.26 kg/ekor/hari, dan rataan kadar lemak lebih besar dari 5.1% hijauan yang diberikan 34.69 ± 8.02 kg/ekor/hari.

(3)

ABSTRACT

Milk Poduction and Feeding Dairy Cattle in Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency

Sodiqin, M., B. Priyo Purwanto, and T. Toharmat

The objectives of this research were to study dairy manajemen practice by farmer in Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency. The research was conducted from June until October 2011. Primary data were collected from interviewing 30 respondents in farm and secondary data were collected from KPS Bogor. The data were analyzed by descriptive analysis. The result showed that the average feed offered to the cattle in the morning, were 15,96 ± 4,16 kg/head of grass, 2,13 ± 1,10 kg/head of concentrate. In the afternoon, were 16,73 ± 4,47 kg/head of grass, 2,13 ± 1,07 kg/head of concentrate. The average milk production is produced on the morning milking is 5,58 ± 1,98 liters/head and on the afternoon milking is 4,20 ± 1,69 liters/head. So the total average daily milk production in Kunak that is equal to 9,78 ± 3,56 liters/head/day. The test results show the average composition of milk - the average fat content on the morning milking of 4,34 ± 0,80% and afternoon milking 4,59 ± 0,94%. The average Soluble Non Fat on the morning milking 8,12 ± 0,47% and on the afternoon milking 8,28 ± 0,69%.

(4)

PRODUKSI SUSU DAN PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH

DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

KECAMATAN CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR

MOHAMAD SODIQIN D14070079

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Produksi Susu Dan Pemberian Pakan Sapi Perah Di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Nama : Mohamad Sodiqin

NIM : D14070079

Menyetujui, Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Agr.) NIP. 19600503 198503 1 003

Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.) NIP. 19590902 198303 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr,Sc. ) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 September 1988 tepatnya di Desa Pagelaran Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wahab Sugro dan Ibu Siti Fatimah.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri 2 Pagelaran dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan menengah pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Malingping. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Malingping pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Selama kuliah Penulis aktif dalam kegiatan dan organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) TPB IPB sebagai anggota Komisi B Sosial Politik 2007-2008, Staf Hubungan Luar Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyyah IPB 2007-2008, Ketua angkatan 2007 OMDA Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) IPB 2007-2008, Ketua Open House OMDA Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) IPB 2008, Ketua Komisi 2 DPM Fapet IPB 2008-2009, Koordinator BP4 Peningkatan Mutu dan Hubungan Kelembagaan MPM KM IPB 2008-2009, Ketua Komisi Pemilihan Raya Fakultas Peternakan 2009, Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB 2009-2010. Penulis aktif juga sebagai asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam TPB IPB (2009-2011) dan pengajar MTs Sahid Gunung Menyan Kecamatan Cibungbulang. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA 2007, 2010-2011.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul “Produksi Susu dan Pemberian Pakan Sapi Perah Di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

Skripsi ini membahas tentang produktifitas dan pemberian pakan pada sapi perah. Produksi susu merupakan salah satu faktor untuk mengetahui tingkat produktifitas sapi perah. Penyediaan pakan yang cukup dan ditunjang dengan nilai nutrisi yang baik juga perlu diperhatikan karena merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan pemeliharaan sapi perah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu sumbangan pemikiran terhadap penulisan skripsi ini diharapkan dapat menyempurnakannya. Semoga hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk semua pihak yang membutuhkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan dalam penelitian sampai penyelesaian penulisan skripsi ini.

Bogor, Februari 2012

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN………... i

ABSTRACT……….... ii

LEMBAR PERNYATAAN……… iii

LEMBAR PENGESAHAN………..………..……. iv

RIWAYAT HIDUP………. v

KATA PENGANTAR………. vi

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR TABEL………... ix DAFTAR GAMBAR………...…………... x DAFTAR LAMPIRAN………... xi PENDAHULUAN……….….. 1 Latar Belakang………... 1 Tujuan……….. 2 TINJAUAN PUSTAKA……….. 3 Sapi Perah……….... 3

Peternakan Sapi Perah……….. 3

Pakan Sapi Perah………... 5

Produksi Susu………….……….. 6

Komposisi Susu………... 8

MATERI DAN METODE……….. 12

Lokasi dan Waktu…………...………..………... 12

Materi……….. 12

Ternak Penelitian……….... 12

Alat dan Bahan……… 12

Prosedur……….. 12

Teknik Pengambilan Data………...………...…… 12

Peubah yang Diamati....……….. 12

Analisis Data………...………...……….. 14

HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 15

Kondisi Umum Lokasi Penelitian……… 15

Pemberian Pakan……….. 17

Produksi Susu………..………. 20

Komposisi Susu………...……… 30

KESIMPULAN DAN SARAN………... 35

Kesimpulan……….. 35

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH………... 36

DAFTAR PUSTAKA……….. 37

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Syarat Mutu Susu Segar Berdasarkan SNI 01-3141-1998………… 9

2. Kandungan Susu pada Berbagai Bangsa Sapi ... 10

3. Batas Wilayah KUNAK ………... 15

4. Kelompok Peternak di KUNAK……….. 16

5. Populasi Sapi Perah KPS Bogor……….. 16

6. Rataan Pemberian Pakan……….. 17

7. Kandungan Nutrien pada Pakan Sapi Perah di KUNAK………….. 19

8. Perkembangan Produksi Susu KPS 2009 – 2010……….. 20

9. Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore di KUNAK……….… 21

10. Rataan Pemberian Pakan Berdasarkan Produksi Susu……….. 23

11. Pemberian TDN dan Protein Sapi Perah Di KUNAK………... 25

12. Rataan Produksi Susu Berdasarkan Umur Sapi………. 27

13. Rataan dan Rasio Produksi Susu Berdasarkan Bulan Laktasi……... 29

14. Rataan Hasil Analisis Komposisi Susu………. 30

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Produksi Susu, Konsumsi Bahan Kering dan Bobot Badan

Saat Masa Laktasi ……… 7

2. Kurva Lemak, Protein, dan Laktosa Susu dalam Fase Laktasi…… 9

3. Kurva Hubungan Produksi Susu dengan Pemberian TDN……….. 26

4. Kurva Hubungan Produksi Susu dengan Pemberian Protein……... 26

5. Rute Menuju KUNAK dari Kampus IPB Dramaga………. 44

6. Citra Satelit KUNAK II……… 44

7. Pintu Gerbang KUNAK………... 44

8. Koperasi KUNAK……… 45

9. Kondisi Kandang dan Sapi Perah………. 45

10. Pakan Sapi Perah……….. 45

11. Proses Pemerahan………. 45

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Lembar Kuisioner………. 42 2. Peta Cibungbulang………... 44 3. Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah (KUNAK) Bogor……….. 44 4. Kondisi Lapang dan Proses Pengambilan Data……… 45

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan lapangan pekerjaan, dan peningkatan pendapatan penduduk. Peternakan juga memiliki peran penting dalam pemenuhan gizi bangsa Indonesia. Hasil peternakan berupa susu, telur dan daging merupakan bahan makanan yang memiliki kandungan zat-zat gizi yang penting bagi tubuh. Sapi perah merupakan salah satu hewan ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu susu. Populasi sapi perah dan produksi susu di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun masih belum dapat memenuhi permintaan susu masyarakat Indonesia. Produksi susu dalam negeri saat ini hanya dapat memasok sekitar 20% dari kebutuhan susu nasional (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010) .

Kondisi ini bisa menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi peternak lokal untuk mengembangkan usaha ternaknya. Tetapi disisi lain, kondisi ini juga bisa menjadi ancaman bagi peternak akibat pemerintah melakukan kebijakan impor susu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tersebut. Kualitas susu impor umumnya lebih baik bila dibandingkan dengan susu produksi dalam negeri. Rendahnya kualitas susu dalam negeri dan produksinya yang masih rendah menyebabkan peternak mempunyai posisi tawar yang rendah dihadapan Industri Pengolahan Susu (IPS).

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh usaha ternak sapi perah skala kecil dan menengah. Menurut Tawaf (2003) dalam Sugandi (2005), hingga saat ini peternakan sapi perah rakyat di Indonesia masih bercirikan memiliki skala usaha kecil, sistem pemelihara back yard farming, diberi pakan campuran rumput lapangan, sisa pertanian seperti jerami dan jagung, dan rumput kultur serta diberi pakan penguat berupa campuran ampas tahu atau dedak dan konsentrat yang digunakan berasal dari koperasi/KUD.

Cara pemeliharaan seperti diatas menjadi salah satu penyebab produksi susu yang dihasilkan belum optimal. Rendahnya tingkat produktifitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Faktor

(14)

yang paling utama dalam menentukan tingkat prduktifitas adalah pemberian pakan, karena sangat berpengaruh dalam kualitas dan kuantitas air susu. Penyediaan pakan dalam jumlah yang cukup dan ditunjang dengan nilai nutrisi yang baik perlu diperhatikan karena merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat keberhasilan pemeliharaan sapi perah.

Kawasan usaha peternakan sapi perah yang berlokasi di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor merupakan sebuah kawasan peternakan sapi perah yang kondusif dan memiliki kelompok-kelompok yang terorganisir. Melihat kondisi demikian sangat memungkinkan Kabupaten Bogor pada masa yang akan datang menjadi sentra produksi susu sapi perah dan menjadi penyumbang susu sapi perah yang signifikan di Jawa Barat. Peternakan di lokasi ini memiliki prospek yang baik terutama jika dilihat dari keadaan lokasi yang berada didaerah dataran tinggi yang beriklim sejuk. Akan tetapi, majunya usaha peternakan sapi perah tidak hanya dipengaruhi oleh lokasi usaha tetapi juga oleh aspek lainnya. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh mana produktifitas sapi perah perlu adanya pengukuran produksi susu dan kualitasnya yang dihubungkan dengan jumlah pakan yang diberikan pada sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisa produksi susu dan manajemen pemberian pakan sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah

Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan di Eropa disebut Friesian. Sapi FH merupakan tipe perah yang memiliki produksi tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya (Sudono et al., 2003). Taksonomi sapi Friesian Holland yaitu :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Family : Bovidae Genus : Bos Spesies : Bos taurus

(Tyler dan Ensminger, 2006).

Sapi FH memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali, yaitu warna bulu hitam dan putih dibeberapa bagian tubuhnya (Sudono et al., 2003). Sapi FH rata-rata produksi susunya mencapai 6000-7000 liter per laktasi di negara yang peternakan sapi perahnya sudah maju, sedangkan di Indonesia menurut Diwyanto et al. (2001) produksi susu sapi FH berkisar 2400-3000 liter per lakasi. Blakely dan Bade (1994) menyatakan Sapi FH mempunyai ukuran tubuh dan kecepatan pertumbuhan yang bagus. Hal ini menyebabkan sapi FH disukai untuk tujuan produksi daging.

Peternakan Sapi Perah

Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 36/KPTS/TN.120/5/1990, peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat di samping usaha taninya sehingga sifat pemeliharaannya masih tradisional. Perusahaan peternakan merupakan peternakan yang diselenggarkan oleh suatu perusahaan komersial dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan mempunyai izin usaha serta dalam proses produksinya telah menggunakan teknologi baru. Selain itu, pada perusahaan peternakan biasanya telah menerapkan hasil penelitian. Usaha peternakan sapi perah di Indonesia

(16)

diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono, 1999). Usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor dan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah (Pulungan dan Pambudy, 1993).

Keuntungan usaha peternakan sapi perah yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yag tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003). Menurut Sudono (1999) mengatakan bahwa faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik.

Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Ditjen Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan dan 5). Kesehatan Hewan. Ternak sapi perah yang banyak dipelihara adalah bangsa sapi perah Fries Holland (FH). Bangsa sapi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi susu. Suhu kritis untuk sapi FH adalah 27ºC. Apabila suhu udara naik ke atas suhu kritis akan meyebabkan makannya berkurang karena sapi kesulitan melepaskan kelebihan panasnya, sehingga akan berdampak pada menurunnya produksi susu (Sudono, 1999).

Industri peternakan sapi perah di Indonesia mempunyai struktur yang relatif lengkap. Struktur industri peternakan tersebut meliputi pabrik pakan, pabrik pengolahan susu, kelembagaan peternakan, dan peternak yang terdiri atas: 1). Usaha Besar (UB), dengan skala kepemilikan lebih dari 100 ekor. 2). Usaha Menengah (UM), dengan skala kepemilikan 30-100 ekor. 3). Usaha Kecil (UK), dengan skala

(17)

kepemilikan 10-30 ekor. 4). Usaha Rakyat (UR), dengan skala kepemilikan 1-9 ekor. Umumnya usaha rakyat merupakan anggota koperasi sedangkan usaha dengan skala lebih besar dimiliki oleh perusahaan swasta (Yusdja, 2005).

Pakan Sapi Perah

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan sapi perah adalah pemberian pakan. Pemberian pakan sebaiknya harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu, dan produksi susu (Sudono et al., 2003). Pakan yang diberikan pada sapi perah digolongkan menjadi tiga yaitu, pakan hijauan, pakan konsentrat dan pakan tambahan (Ensminger, 1971). Kebutuhan sapi perah akan pakan terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi, dan produksi air susu (Bath et al., 1978).

Pakan menjadi salah satu faktor penting dalam usaha ternak sapi perah. Jenis pakan yang diberikan akan mempengaruhi produksi dan kualitas susu, serta bisa berpengaruh terhadap kesehatan sapi perah. Pakan sapi perah adalah rumput dan konsentrat sebagi penguat. Sapi perah dapat mengkonsumsi berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, seperti jerami, jagung, serta sisa pabrik misalnya ampas tahu atau bungkil kelapa. Konsentrat dapat berupa limbah hasil ikutan industri pertanian seperti dedak padi dan pollard (Sudono et al., 2003). Penelitian Hidayat (2001) di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali, rata-rata pakan hijauan ternak yang diberikan oleh peternak adalah 19.92 kg/ST/hari, konsentrat sebesar 2.71 kg/ST/hari, ubi kayu sebesar 3.14 kg/ST/hari, bekatul sebesar 0.84 kg/ST/hari, dan ampas tahu sebesar 0.32 kg/ST/hari.

Kebutuhan sapi perah akan zat pakan diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu kebutuhan bahan kering (BK), kebutuhan energi, kebutuhan protein kasar (PK), dan kebutuhan zat-zat mineral (Sutardi, 1981). Pemberian zat-zat pakan harus dalam keadaan seimbang untuk mencapai produksi yang optimal (Makin, 1982). Pakan sapi perah yang sedang berproduksi susu terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat (Siregar, 2007). Peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan (Aryogi et al., 1994). Konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat yang rendah. Pakan konsentrat meliputi susunan bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian dan beberapa limbah hasil proses industri bahan pangan bijian seperti jagung giling, tepung

(18)

kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Menurut Sutardi (1980) menyatakan bahwa pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat akan menyebabkan menurunnya produksi asam asetat dalam rumen. Penurunan ini akan mengakibatkan kadar lemak susu rendah karena asam asetat merupakan bahan baku utama bagi pembentukan lemak air susu.

Kebutuhan energi untuk sapi perah adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak susu dan kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al., 1988). Apabila mengkonsumsi energy yang berlebihan akan menyebabkan kegemukan, kesulitan melahirkan, meningkatkan gangguan metabolis dan infeksi penyakit pada masa yang akan dating (Etgen et al., 1987). Disamping energi, protein merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh (Sudono, 1999). Jumlah protein yang dibutuhkan sapi laktasi tergantung pada berat badan, jumlah susu yang dihasilkan dan kadar lemak susu yang dihasilkan (Siregar, 1972). Kadar protein ransum sekitar 17-18%. Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat produksi susu (Despal et al., 2008).

Produksi Susu

Total produksi susu secara umum meningkat pada bulan pertama setelah melahirkan dan menurun secara berangsur-angsur, sebaliknya kandungan lemak meningkat menjelang akhir laktasi (Ensminger dan Howard, 2006). Penurunan produksi pada bulan ketujuh hingga delapan disebabkan sapi sudah kembali bunting. Produksi susu berbanding terbalik dengan persentase protein dan lemak yang dihasilkan. Ketika susu yang dihasilkan meningkat persentase komposisi protein dan lemak cenderung menurun. Persentase protein dan lemak berada dititik terendah ketika produksi berada di puncak laktasi dan berangsur-angsur meningkat menjelang akhir laktasi (Schmidt et al., 1988).

Setiap bangsa sapi perah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam menghasilkan volume, warna air susu, dan komposisi susu (Sudono et al., 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu yaitu : bangsa, lama bunting, masa laktasi, bobot badan, estrus (birahi), umur, selang beranak (calving interval), masa kering, frekuensi pemerahan serta makanan dan tata laksana. Sapi yang mempunyai

(19)

bobot badan besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang berbobot badan kecil dalam bangsa dan umur yang sama (Sudono, 1999). Jumlah pemerahan dalam sehari dapat menyebabkan terjadinya variasi dalam produksi susu, namun umumnya pemerahan di peternakan rakyat dilakukan dua kali dalam sehari (Subandriyo, 1994). Phillips (2001) membagi masa laktasi kedalam tiga periode bisa dilihat dalam bentuk kurva masa laktasi dibawah ini.

Gambar 1. Kurva Produksi Susu, Konsumsi Bahan Kering dan Bobot Badan Saat Masa Laktasi.

Produksi susu biasanya cukup tinggi setelah enam minggu masa laktasi sampai mencapai produksi maksimum, setelah itu terjadi penurunan produksi secara bertahap sampai akhir masa laktasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penurunan produksi susu setelah mencapai puncak laktasi kira-kira 6% setiap bulannya (Blakely dan Bade, 1994). Produksi puncak tergantung pada kondisi tubuh induk pada saat melahirkan, keturunan/genetik, terbebasnya induk dari pengaruh metabolik dan infeksi penyakit serta pakan setelah melahirkan (Schmidt et al., 1988). Produksi susu total untuk setiap periode laktasi bervariasi, namun umumnya puncak produksi dicapai pada umur 6-7 tahun atau pada laktasi ketiga dan keempat. Mulai dari laktasi pertama produksi susu akan meningkat sampai umur dewasa (Ensminger, 1971). Soetarno (2000) menyatakan bahwa sapi perah memiliki 3 periode laktasi dalam satu masa laktasi (305) hari yaitu : 1) Periode Awal Laktasi, dimana produksi susu meningkat cepat sampai puncak produksi yang proporsi produksinya 13% dari total produksi susu selama 305 hari; 2) Periode Laktasi Tengah, dimana menurunnya susu

(20)

dan tes lemak rendah pada bulan ke-3 sampai dengan ke-6 dengan proporsi produksi masing-masing 12%, 12%, 10%,10% dari total produksi masa laktasi (305 hari); 3) Periode Laktasi Akhir, dimana produksi susu makin menurun dengan proporsi produksi susu bulan ke-7, ke-8, ke-9, dan ke-10 masing-masing sebesar 9%, 8%, 7%, dan 6%.

Produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya masih rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter dengan bangsa sapi perah Fries Holland (FH) (Sudono, 1999). Produksi susu di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung rata-rata 8 liter/ekor/hari untuk skala kepemilikan ternak sebanyak satu sampai tiga ekor betina dewasa (Nurhayati, 2000). Sapi yang diperah dua kali sehari dengan jarak waktu antar pemerahan sama akan sedikit sekali perubahan susunan susu tersebut dan jika sapi diperah empat kali sehari, kadar lemak akan sedikit tinggi pada besok paginya, yakni pada saat pemerahan pertama. Semakin sering sapi diperah, hasil susu akan naik dan meningkatnya produksi susu ini tergantung dari kemampuan sapi untuk berproduksi, pakan yang diberikan dan manajemen yang dilakukan oleh peternak. Umumnya sapi diperah dua kali sehari pagi dan sore. Pemerahan yang dilakukan lebih dari dua kali dilakukan pada sapi yang berproduksi tinggi (Sudono, 1999).

Komposisi Susu

Kandungan lemak pada puncak laktasi yaitu sekitar bulan laktasi kedua mencapai titik terendah, lalu berangsur-angsur naik lagi sehingga pada akhir laktasi konsistensi susu menjadi kental. Pada saat produksi susu meningkat kadar lemak menurun, sedangkan pada saat produksi susu menurun kadar lemaknya meningkat (Sutardi, 1981). Hubungan produksi susu dengan kadar lemak terjadi korelasi negatif, artinya pada saat produksi susu mencapai puncaknya, kadar lemaknya mencapai posisi terendah (Soetarno, 2000).

Menurut Siregar (1992) faktor-faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu antara lain jenis sapi yang dipelihara, umur sapi perah, jenjang laktasi, interval pemerahan, keadaan iklim setempat dan ransum yang diberikan. Penurunan produksi susu dari hari ke hari biasanya diiringi dengan meningkatnya kadar lemak susu, hal ini disebabkan adanya hubungan atau korelasi negatif antara produksi dan kadar

(21)

lemak susu. Selain lemak, protein juga merupakan salah satu komponen susu yang penting. Sama halnya juga dengan lemak susu, protein susu berkorelasi negatif dengan produksi susu (Schmidt et al., 1988).

Gambar 2. Kurva Lemak, Protein, dan Laktosa Susu dalam Fase Laktasi. Sumber : Phillips (2001).

Tabel 1. Syarat Mutu Susu Segar Berdasarkan SNI 01-3141-1998

No Parameter Syarat

1 Berat jenis (BJ) pada suhu 27,5ºC Minimal 1,0280

2 Kadar lemak Minimal 3,0%

3 Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) atau Solid Non Fat (SNF)

Minimal 8,0%

4 Kadar protein Minimal 2,7%

5 Cemaran logam berbahaya : a. Timbal (Pb) b. Seng (Zn) c. Merkuri (Hg) d. Arsen (As) Maksimal 0,3 ppm Maksimal 0,5 ppm Maksimal 0,5 ppm Maksimal 0,5 ppm 6 Titik Beku 0,520 s/d 0,560ºC

7 Kotoran dan benda asing Negatif Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1998)

Ditinjau dari komposisi susu, Ensminger (1971) menyatakan bahwa lemak merupakan salah satu komponen susu yang mempunyai kepentingan secara ekonomi,

(22)

terutama dalam penentuan harga yang diterima dari penjualan susu. Rata-rata kadar lemak susu untuk setiap bangsa sapi berbeda, untuk sapi FH yaitu berkisar antara 3,8% (Leaver, 1983). Interval pemerahan akan mempengaruhi kadar lemak susu. Interval pemerahan 12 jam – 12 jam adalah interval pemerahan yang seimbang dan optimal untuk sapi perah dengan potensi produksi yang tidak terlalu tinggi (Foley et al., 1973). Ketika sapi diperah pada interval pemerahan 10 jam – 14 jam, maka perbedaan antara kadar lemak pagi dan sore adalah 1%. Pada umumnya susu hasil pemerahan sore mempunyai kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak pada hasil pemerahan pagi (Schmidt et al., 1988).

Pemberian hijauan dalam jumlah yang cukup juga akan berpengaruh terhadap kadar lemak susu, karena hijauan akan diubah oleh mikroba rumen menjadi VFA yang terdiri atas 65% asam asetat, 20% asam propionate, dan 15% asam butirat (Barret dan Larkin, 1979). Asam asetat merupakan bahan baku utama untuk membentuk lemak susu. Kadar lemak susu akan menurun dua sampai tiga bulan pertama periode laktasi, kemudian akan meningkat lagi dengan bertambahnya bulan laktasi (Foley et al., 1973). Kadar lemak susu sangat ditentukan oleh kandungan serat kasar dalam pakan. Pakan yang banyak mengandung hijauan akan menyebabkan kadar lemak susu tinggi dan pakan yang banyak mengandung konsentrat akan menyebabkan kadar lemak susu rendah (Sudono et al., 2003).

Tabel 2. Kandungan Susu pada Berbagai Bangsa Sapi

Bangsa Sapi Air Protein Lemak Laktosa Abu BK

………...………(%) Persen……… Jersey 85,27 3,80 5,41 5,04 0,75 14,73 Guernsey 85,45 3,45 4,98 4,98 0,75 14,55 Ayrshire 87,10 3,34 3,85 5,02 0,69 12,90 Fries Holland 88,01 3,15 3,45 4,65 0,68 11,57 Shorthorn 87,43 3,32 3,36 4,89 0,73 12,57 Sumber : Sudono et al., (2003)

Ada tiga faktor yang menyebabkan susu mudah rusak yaitu: 1). Air susu telah terkontaminasi oleh bakteri. 2). Temperatur kamar yang tinggi. 3). Periode selang waktu diperah sampai didinginkan atau diproses (Hall et al., 1963). Ketahanan air susu dipengaruhi oleh banyaknya bakteri dalam air susu dan suhu tempat penyimpanan air susu (Napitupulu, 1963). Air susu merupakan media yang paling

(23)

baik ubtuk pertumbuhan berbagai jenis bakteri dan air susu dengan suhu lingkungan yang tinggi akan mempercepat pertumbuhan bakteri (Barret dan Larkin, 1974). Semakin pesatnya perkembangan industri susu di Indonesia perlu adanya pengawasan dan jaminan kualitas air susu, terlebih lagi adanya sistem penyaluran melalui koperasi diharapkan akan meningkatkan permintaan konsumen terhadap susu segar.

(24)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2011 di kawasan usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pengujian kualitas susu dilakukan di Laboratorium Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak Penelitian

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Fries Holland (FH) milik peternak yang ada di kawasan usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Jumlah sapi yang diamati sebanyak 157 ekor sapi FH laktasi dari 30 peternak.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelas ukur 2.000 ml, timbangan, milkotester, wadah plastik, dan pita ukur. Selain itu digunakan juga lembar kuisioner untuk mencatat sejumlah informasi yang berhubungan dengan penelitian.

Prosedur

Teknik Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui pengukuran dan wawancara di lapangan yang disertai dengan pengisian kuisioner. Data sekunder berupa produksi susu, populasi sapi dan penggunaan konsentrat bulanan diperoleh dari Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. Peubah yang diamati

1. Produksi Susu

Pengukuran dilakukan selama satu hari tiap peternak pada pemerahan pagi pukul 04.00-05.30 WIB dan pemerahan sore pukul 15.00-16.30 WIB pada tiap ekor ternak sapi FH yang laktasi. Pengukuran susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember penampung ke milk can dengan menggunakan gelas ukur 2.000 ml. Jumlah produksi susu yang telah diukur dicatat dalam satuan liter. Parameter lain yang diukur dari setiap ekor ternak yang diukur produksi susunya yaitu

(25)

umur ternak dengan cara dilihat pergantian gigi dan wawancara dengan peternak, bulan laktasi, kali laktasi, sedang bunting atau tidak, dan status fisiologis.

Rataan produksi susu dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : = Nilai Rataan = Jumlah Sampel

= Data ke-i 2. Pemberian Pakan

Pemberian pakan diukur dengan menggunakan timbangan. Pengukuran dilakukan pada pemberian pakan pagi dan sore selama satu hari pada tiap peternaknya. Pakan yang ditimbang berupa pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu dan ampas tempe pada saat peternak akan memberikannya pada tiap ekor ternak sapi FH laktasi. Jumlah pakan yang diberikan dicatat dalam satuan kg. Rataan pemberian pakan dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : = Nilai Rataan = Jumlah Sampel

= Data ke-i

3. Komposisi Susu

Sampel susu hasil pemerahan pagi dan sore hari tiap ekor diambil sebanyak 20 ml. Sampel diambil segera setelah selesai pemerahan lalu dimasukkan ke dalam plastik steril. Sampel lalu dibawa ke Laboratorium Pengolahan Susu Fakultas Peternakan IPB untuk dilakukan pengujian komposisi susu dengan menggunakan milko tester. Langkah-langkah pengukuran dengan milkotester yaitu :

a. Sampel susu sebanyak 20 ml yang telah dihomogenkan dituangkan ke dalam wadah berukuran kecil.

(26)

b. Alat detektor pada milkotester dicelupkan pada sampel beberapa saat. c. Data hasil pengukuran kemudian muncul pada layar milkotester.

Data hasil pengukuran yang diambil berupa berat jenis, kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, dan bahan kering tanpa lemak (SNF) susu.

Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan di kawasan usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, mendeskripsikan peubah yang diamati yaitu produksi susu, pemberian pakan, analisis komposisi susu, hubungan pemberian pakan dengan produksi susu, hubungan rataan produksi susu dengan umur laktasi, dan hubungan produksi susu dengan umur sapi.

2. Analsis Statistik

Analisis statistik hubungan produksi susu pagi dengan produksi sore, hubungan kelompok umur dengan produksi susu, dan hubungan pakan dengan produksi susu dilakukan dengan menggunakan Uji-T.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres) No. 069/B/1994 tentang bantuan kredit sebesar Rp. 6.7 milyar untuk pembangunan Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah. KUNAK mulai dibangun Agustus 1995 sampai Desember 1996, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Januari 1997. Secara administratif KUNAK masuk ke Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Desa Pasarean dan Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan. Wilayah KUNAK terdiri dari dua lokasi yaitu KUNAK I dan KUNAK II. Tabel 3. Batas Wilayah KUNAK

Batas Kecamatan Cibungbulang Kecamatan Pamijahan

Ds. Situ Udik Ds. Pasarean Ds. Pamijahan

Utara Ds. Situ Ilir Ds. Situ Udik Ds. Situ Udik

Selatan Ds. Pasarean Ds. Gn. Picung Ds. Gn. Sari

Barat Ds. Cimayang Ds. Pamijahan Ds. Gn. Wetan

Timur Ds. Karacak Ds. Gn. Menyan Ds. Pasarean

Secara geografis wilayah KUNAK terletak di daerah perbukitan pada ketinggian 460 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebesar 3009 mm/tahun dan rataan suhu 19ºC dengan kisaran 20ºC - 31ºC. Kondisi ini cocok untuk mengembangkan budidaya sapi perah. Hal ini karena suhu kritis untuk sapi FH adalah 27ºC (Sudono, 1999). KUNAK dihuni oleh 120 Peternak dengan luas KUNAK I yaitu 52,43 Ha dan KUNAK II 41,98 Ha. Tiap peternak mengelola kavling yang terdiri dari rumah tipe 21, kandang dan lahan rumput seluas 4.250 meter persegi. Lahan rumput dimanfaatkan dengan ditanami rumput gajah. Rumput lapang dicari didaerah sekitar KUNAK.

Wilayah KUNAK relatif jauh dari pusat kegiatan desa yang ada disekitarnya. Penempatan lokasi jauh dari pusat kegiatan agar usaha ternak sapi perah tidak mengalami gangguan sehingga dapat dihasilkan susu yang baik dan tidak mencemari lingkungan daerah sekitarnya. Meskipun jauh dari pusat kegiatan desa, namun akses transportasi menuju ke sana mudah. Meskipun kondisi jalan rusak, tetapi masih bisa

(28)

dilalui oleh peternak dalam mengangkut pakan dan mengangkut susu yang disetorkan ke koperasi yang selanjutnya akan diangkut oleh kendaraan tanki susu ke industri susu.

Peternak sapi perah di KUNAK dibagi menjadi enam kelompok dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini :

Tabel 4. Kelompok Peternak di KUNAK

No Kelompok Lokasi Peternak (orang)

1 Tertib Kunak I 22 2 Segar Kunak I 21 3 Bersih Kunak I 21 4 Aman Kunak II 23 5 Indah Kunak II 19 6 Mandiri Kunak II 20 Jumlah 126

Sumber : Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor (2010)

Populasi sapi perah di KPS Bogor merupakan gabungan dari populasi di KUNAK dan luar KUNAK dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Populasi Sapi Perah KPS Bogor

Jenis Kelamin Kelompok Umur Jumlah (ST) Persentase (%)

Betina Induk 2.625 76,59 Dara 439 12,81 Pedet 129,75 3,78 Jantan Dewasa 124 3,62 Muda 9 0,27 Pedet 100,5 2,93 Jumlah 3.427,25 100 Sumber : KPS Bogor (2010)

Populasi sapi laktasi merupakan jumlah ternak sapi terbanyak yang ada didaerah KUNAK. Persentase sapi laktasi merupakan faktor terpenting yang tidak dapat diabaikan dalam tatalaksana untuk menjamin pendapatan peternak. Persentase

(29)

peternakan sapi perah yang baik adalah yang memiliki sapi laktasi sebanyak lebih dari 60 persen (Sudono, 1999).

Pemberian Pakan

Pakan merupakan bagian terpenting dalam usaha peternakan sapi perah. Pemberian pakan sapi perah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan (Sutardi, 1981). Pakan yang diberikan di daerah KUNAK terdiri dari hijauan, konsentrat, ampas tahu dan ampas tempe. Sudono (1999) menyatakan pakan yang diberikan ke sapi perah minimal harus memenuhi tiga macam kebutuhan nutrisi pakan yaitu bahan kering, protein kasar, dan total digestible nutrient. Pakan yang dikonsumsi oleh sapi perah pada dasarnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk berproduksi. Kebutuhan hidup pokok yaitu untuk memenuhi proses-proses hidup saja tanpa proses pertumbuhan dan produksi susu. Kebutuhan untuk produksi yaitu kebutuhan untuk pertumbuhan, produksi susu, dan pertumbuhan janin jika sedang bunting (Siregar, 1992). Rataan pemberian pakan sapi perah per ekor per hari di KUNAK dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Pemberian Pakan Pakan

Pagi Sore Total

…….Kg/ekor…… Kg/ekor/hari Rumput 15,96 ± 4,16 (10 – 25)* 16,73 ± 4,47 (10– 30)* 32,7 ± 8,17 (20 – 48)* Konsentrat 2,13 ± 1,10 (1 – 5,25)* 2,13 ± 1,07 (1– 5,25)* 4,3 ± 2,17 (2 – 10,5)* Ampas Tahu 6,98 ± 3,06 (0 – 13,4)* 6,98 ± 3,12 (0 – 13,4)* 14,0 ± 6,18 (0 – 26,8)* Ampas Tempe 6,76 ± 0,41 (0 – 7,1)* 6,79 ± 0,44 (0 – 7,2)* 13,6 ± 0,85 (0 – 14,3)* Total 26,02 ± 4,10 26,79 ± 4,53 52,82 ± 8,19 *kisaran

Pemberian pakan di KUNAK kurang baik karena tidak memperhatikan jumlah dan keadaan pakan yang diberikan. Peternak memberikan pakan hanya berdasarkan perkiraan dan ketersediaan pakan. Pakan yang diberikan tidak

(30)

memperhatikan kondisi fisiologis ternak seperti berdasarkan produksi susu, kebuntingan, bobot badan, dan lainnya. Santosa (2001) menyatakan bahwa dalam pemberian pakan yang perlu diperhatikan adalah mengetahui jumlah pakan dan keadaan pakan yang diberikan pada berbagai kondisi fisiologis ternak. Hijauan yang diberikan pada ternak sapi perah antara lain rumput gajah. Rumput diambil dari lahan sendiri yang ada disekitar kandang. Hijauan lain yang diberikan berupa rumput lapang dan jerami yang diperoleh dari luar daerah sekitar KUNAK jika terjadi panen. Pemberian pakan hijauan rumput gajah dilakukan dengan cara cut and carry dimana rumput gajah diambil lalu dibawa ke kandang. Pengambilan rumput dilakukan pada pagi hari setelah aktifitas memerah dan memberi pakan di pagi hari selesai rentang waktu pukul 08.00 – 11.00.

Hijauan diberikan dua kali sehari setelah pemerahan. Hijauan yang diberikan pada ternak rata-rata tidak dicacah terlebih dahulu. Pemberian hijauan tanpa dicacah dapat menurunkan efisiensi pakan karena banyak hijauan yang terbuang dan tidak dikonsumsi oleh sapi. Hal ini juga tidak baik karena karena sapi akan mengunyah sebentar lalu dicerna lebih lanjut dalam rumen yang mengakibatkan kerja mikroba rumen menjadi lebih berat. Konsumsi hijauan yang berkurang ternak akan mengalami kekurangan zat gizi untuk kebutuhan hidup dan juga akan berpengaruh pada kadar lemak susu yang dihasilkan menjadi rendah.

Konsentrat mempunyai peran dalam meningkatkan produksi susu. Konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe yang diberikan pada ternak sapi perah di KUNAK diperoleh dengan cara membeli dari KPS Bogor. Komposisi konsentrat dari KPS Bogor terdiri dari campuran berbagai jenis bahan baku yaitu wheat pollard (8 – 10%), onggok (14 – 18%), bungkil kopra (15 – 30%), tetes (10 – 12%), dedak padi (4 – 6%), dan kulit kacang afkir (12 – 14%). Konsentrat diberikan dengan cara dicampur dengan ampas tahu atau ampas tempe. Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi dalam rumen.

Jumlah konsentrat yang diberikan berbeda-beda antar peternak. Peternak memberikan konsentrat berdasarkan perkiraan tanpa memperhatikan standar bobot badan dan produksi susu, sehingga terdapat yang berlebihan dan kurang dari standar yang dibutuhkan oleh ternak sapi perah. Ampas tahu diberikan dalam jumlah yang

(31)

cukup banyak oleh peternak. Peternak yang memberikan ampas tahu lebih banyak, konsentrat yang diberikan lebih sedikit. Campuran konsentrat dan ampas tahu atau ampas tempe diberikan dua kali sehari yaitu pada pagi hari setelah pemerahan dan pada sore hari diberikan sebelum pemerahan. Pemberian konsentrat sebelum diperah lebih baik karena akan berpengaruh terhadap produksi susu menjadi lebih tinggi.

Ketersediaan air minum dalam usaha peternakan sapi perah sangat penting untuk konsumsi sapi dan kebersihan. Air minum sapi perah di KUNAK diberikan secara ad libitum (tak terbatas). Sumber air diperoleh dari bendungan aliran sungai Cigamea yang disalurkan kepada tiap peternak. Air diberikan secara ad libitum

karena susu yang dihasilkan 87 persen berupa air dan sisanya bahan kering (Sudono

et al., 2003).

Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan pada ternak sapi perah harus diperhatikan sebab hal ini berkaitan dengan kecepatan pertumbuhan sapi dan produksi susu. Sapi perah yang berproduksi tinggi jika tidak mendapat pakan yang cukup kuantitas dan kualitasnya tidak akan menghasilkan susu sesuai dengan kemampuannya (Sudono, 1999). Nilai kandungan nutrien sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7 yang merupakan hasil analisis Laboratorium terhadap pakan di KUNAK dalam penelitian Pipit (2009) .

Tabel 7. Kandungan Nutrien pada Pakan Sapi Perah di KUNAK

Bahan Pakan BK (%) PK a SKa LKa Abua TDNb (%BK) Rumput Gajah 21,57 11,87 41,69 0,44 8,16 52,40 Konsentrat 80,86 17,82 19,06 2,65 18,71 68,50 Ampas Tahu 16,05 11,45 42,11 1,15 9,64 77.90 Ampas Tempe 14,26 13,27 51,89 1,27 2,34 64.55 Sumber : a Pipit (2009)

b Suryahadi dan Permana (1997)

Rumput gajah yang dikonsumsi oleh sapi perah di KUNAK mempunyai kualitas yang rendah dengan kandungan protein kasar yaitu sebesar 11,87%. Konsentrat yang dikonsumsi ternak sapi perah menurut Sudono (1999) standarnya yaitu mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN. Hasil penelitian Pipit (2009)

(32)

menunjukkan bahwa konsentrat yang diberikan oleh para peternak di KUNAK mempunyai kualitas yang rendah dengan kandungan protein kasar yaitu sebesar 17,82%. Konsumsi konsentrat yang mengandung PK tinggi akan mengaktifkan mikroba rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya nilai cerna pakan (Hume, 1992).

Penambahan ampas tahu atau ampas tempe yang memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi yaitu masing-masing 11,45% dan 13,27% dapat meningkatkan kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi. Pakan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang tinggi akan meningkatkan produksi susu. Peningkatan konsumsi protein akan dimanfaatkan oleh tubuh ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan atau produksi serta dapat meningkatkan pertumbuhan protein mikroba (Chaerani, 2004). Penggunaan ampas tahu atau ampas tempe juga bertujuan untuk mengurangi jumlah pemberian konsentrat. Jumlah pemberian konsentrat dikurangi dan digantikan dengan ampas tahu atau ampas tempe karena alasan faktor ekonomis. Harga ampas tahu atau ampas tempe lebih murah daripada konsentrat sehingga biaya pakan dapat ditekan. Harga ampas tahu berkisar Rp. 11.000,00 sampai Rp. 15.000,00 per karung (tergantung volume karung) dan harga konsentrat (K3) Rp. 68.000,00 per karung yang berisi 40 kg.

Produksi Susu

Produksi susu di wilayah KUNAK mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini bisa dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perkembangan Produksi Susu KPS 2009 – 2010

No Uraian Tahun 2009 Tahun 2010

…Liter/hari…

1 KUNAK 8.824 8.922

2 Luar KUNAK 4.566 6.703

Sumber : KPS Bogor (2010)

Rataan produksi susu harian di KUNAK mengalami peningkatan 1,1% dari produksi tahun 2009 sebanyak 8.824 liter/hari menjadi 8.922 liter/hari pada tahun 2010. KPS Bogor menetapkan harga susu kepada anggotanya di KUNAK sekitar Rp. 3100,00 per liter pada pemerahan pagi dan Rp. 3200,00 per liter pada pemerahan

(33)

sore. Harga ini lebih rendah dibandingkan dengan yang ditetapkan tengkulak atau loper susu yaitu sekitar Rp. 4000,00 sampai Rp. 5000,00 per liter susu. Walaupun harga lebih rendah dan belum mendatangkan keuntungan bagi peternak koperasi memberikan jaminan pemasaran dan selalu siap menampung berapapun produksi susu yang dihasilkan peternak.

Upaya peningkatan produksi susu dilakukan dengan memperbaiki pemberian pakan yang tepat kualitas dan kuantitasnya, karena pemberian pakan yang tidak tepat akan semakin memperburuk kesehatan ternak, jumlah produksi susu dan kualitasnya. Jumlah pakan yang dikonsumsi dan kualitas pakan yang baik berpengaruh terhadap produksi susu. Nutrien yang dikonsumsi oleh ternak akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertambahan bobot badan dan produksi susu. Jumlah nutrien yang dikonsumsi sapi perah juga akan dikonversi menjadi air susu, hal ini karena susu merupakan produk utama dari usaha peternakan sapi perah. Sapi memerlukan nutrien yang cukup untuk dapat memproduksi susu, terutama nutrien yang mengandung prekursor untuk air susu. Campbell et al., (2003) menyatakan bahwa kecepatan sintesis dan difusi dari beberapa penyusun air susu tergantung pada konsentrasi dari pembentuk air susu dalam darah. Rataan produksi susu pemerahan pagi dan sore hari per ekor yang terdapat di KUNAK dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore di KUNAK

Produksi

Pagi Sore Total

…….Liter/ekor……. Liter/ekor/hari Rataan 5,58 ± 1,98a 4,20 ± 1,69b 9,78 ± 3,56

Kisaran 2 – 12,8 2 – 12 4 – 24,8

Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05)

Produksi susu pemerahan pagi dan sore menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,05). Hasil pemerahan pagi lebih banyak daripada hasil pemerahan sore. Hasil pemerahan pagi rata-rata 5,58 ± 1,98 liter/ekor dengan kisaran produksi antara 2 liter sampai dengan 12,8 liter dari hasil pengukuran terhadap 157 ekor sapi perah. Hasil pemerahan sore rata-rata 4,20 ± 1,69 liter/ekor dengan kisaran produksi 2 liter sampai dengan 12 liter dari hasil pengukuran terhadap 157 ekor sapi perah. Jika

(34)

dirata-ratakan produksi harian per ekor ternak sapi perah di KUNAK yaitu sebanyak 9,78 ± 3,56 liter/ekor/hari.

Perbedaan produksi susu pagi dan sore hari bisa disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu perubahan suhu lingkungan. Suhu lingkungan pada siang hari lebih panas dibandingkan pada malam hari sehingga produksi pada sore hari mengalami penurunan. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa cekaman panas pada ternak berdampak pada peningkatan konsumsi air minum, penurunan konsumsi pakan, dan penurunan produksi susu. Jumlah produksi susu yang lebih rendah pada sore hari disebabkan karena semakin meningkatnya suhu lingkungan sekitar sehingga mempengaruhi kondisi fisiologis sapi dan mempengaruhi produktivitas air susu (Ouweltjles, 1998).

Faktor lain yaitu interval pemerahan yang tidak sama. Pemerahan sapi di KUNAK dilakukan sebanyak dua kali. Pagi hari rentang waktu antara pukul 05.00 – 06.30 dan sore hari rentang waktu antara pukul 15.00 – 16.30. Produksi susu pagi hari lebih banyak karena interval pemerahannya lebih lama jika dibandingkan dengan interval pada sore hari. Apabila interval pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi pada hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat (Eckles dan Anthony, 1956). Interval yang lama akan mempengaruhi kecepatan sekresi susu sehingga pada interval yang lama alveolus susu telah mampu memproduksi susu secara optimal (alveolus penuh).

Susu yang dihasilkan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Selain mutu genetik, pakan menjadi faktor terpenting dalam produktifitas ternak sapi perah. Keterbatasan dan tingginya biaya pakan biasanya menjadi kendala bagi peternak dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sapi yang dipelihara. Hasil penelitian menunjukkan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak sapi perah berdasarkan jumlah produksinya berbeda-beda. Rataan dan rasio pemberian pakan pada sapi perah di KUNAK berdasarkan produksi susu bisa dilihat pada Tabel 10.

(35)

Tabel 10. Rataan Pemberian Pakan Berdasarkan Produksi Susu

Produksi Hijauan Konsentrat Ampas Tahu Ampas Tempe

(liter/ekor/hari) ….………(kg/ekor/hari)……… < 5 34,23 ± 8,01 4,29 ± 2,31 13,55 ± 3,54 14,30 6 – 12 32,02 ± 7,70 4,26 ± 2,27 14,17 ± 4,86 13,43 ± 0,85 13 – 15 31,73 ± 8,91 3,84 ± 1,50 16,60 ± 7,87 13,79 ± 0,79 > 15 36,83 ± 9,15 4,07 ± 1,80 17,80 ± 6,63 13,27 ± 1,45

Hasil pada Tabel 10 menunjukkan jumlah pakan yang diberikan berbeda berdasarkan produksi susu tiap ekornya. Perbedaan jumlah pakan yang diberikan terjadi karena peternak memberikan pakan hanya berdasarkan perkiraan. Rataan pemberian pakan pada produksi <5 liter/ekor/hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi 6 – 12 liter/ekor/hari dan produksi 13 – 15 liter/ekor/hari. Rataan pemberian pakan pada produksi lebih besar dari 15 liter/ekor/hari paling tinggi jika dibandingkan dengan yang lainnya.

Pemberian pakan pada produksi < 5 liter/ekor/hari tidak efisien karena dengan pakan hijauan 34,23 ± 8,01 kg/ekor/hari, konsentrat 4,29 ± 2,31 kg/ekor/hari, ampas tahu 13,55 ± 3,54 kg/ekor/hari atau ampas tempe 14,30 kg/ekor/hari produksi susu yang dihasilkan sedikit yaitu rata-rata antara 0 – 5 liter/ekor/hari. Pemberian pakan yang tidak efisien akan merugikan peternak karena banyak biaya yang harus dikeluarkan sementara produksi yang dihasilkan sedikit. Manajemen pemberian pakan memang sangat tergantung dari ketersediaan pakan, namun upaya untuk peningkatan produksi susu juga harus terus diperhatikan.

Pemberian pakan dan produksi susu yang optimal jika berdasarkan pakan yang diberikan bisa diperoleh pada rentang produksi 13 – 15 liter/ekor/hari. Hal ini karena pakan yang diberikan lebih sedikit jika dibandingkan dengan rentang produksi lainnya. Pakan hijauan yang diberikan yaitu sebesar 31,73 ± 8,91 kg/ekor/hari, konsentrat 3,84 ± 1,50 kg/ekor/hari, ampas tahu 16,60 ± 7,87 kg/ekor/hari, atau ampas tempe 13,79 ± 0,79 kg/ekor/hari. Jumlah konsumsi pakan yang sedikit dengan produksi optimal dari segi ekonomi bisa membantu para peternak untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

Produksi susu bisa mencapai produksi tertinggi dengan produksi > 15 liter/ekor. Pakan yang diberikan pada produksi > 15 liter/ekor/hari yaitu hijauan

(36)

36.83 ± 9.15 kg/ekor/hari, konsentrat 4.07 ± 1.80 kg/ekor/hari, ampas tahu 17.80 ± 6.63 kg/ekor/hari, atau ampas tempe 13.27 ± 1.45 kg/ekor/hari. Melihat karakteristik sapi perah di Indonesia yang hanya mampu berproduksi sekitar 10 liter/ekor/hari (Sudono, 1999), maka sapi perah dengan rataaan produksi > 15 liter/ekor/hari memiliki potensi yang baik untuk terus dikembangkan dan dipelihara oleh para peternak di KUNAK.

Rendahnya produksi bisa diakibatkan oleh pakan yang dikonsumsi lebih banyak digunakan untuk pertambahan bobot badan daripada untuk produksi susu. Chaerani (2004) menyatakan jika perubahan bobot badan negatif, maka terjadi peningkatan produksi susu dan jika perubahan bobot badan positif maka terjadi penurunan produksi susu. Faktor lainnya bisa disebabkan oleh kualitas pakan yang rendah, proses degradasi dalam rumen, ketersediaan nutrien, kesehatan dan genetik ternak. Kualitas pakan yang rendah berpengaruh terhadap pengunaan nutrien oleh tubuh ternak. Kesehatan ternak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan pakan. Ternak yang sakit membutuhkan konsumsi yang banyak untuk pemulihan kesehatannya, pertambahan bobot badan dan produksi susu. Genetik yang berbeda bisa juga mempengaruhi kualitas dan utilitas nutrien yang rendah. Perbedaan respon terhadap konsumsi pakan dari masing-masing peternak juga terjadi karena tingginya variasi antar sapi dan manajemen pemeliharaan yang berbeda-beda dari masing-masing peternak.

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan oleh peternak yaitu kandungan nutrien dalam pakan yang diberikan. Kelengkapan nutrien menunjukkan bahwa pakan tersebut memiliki nilai gizi yang baik. Kebutuhan nutrien ternak sapi perah harus tersedia dalam pakan untuk menjaga hidup pokok dan produksi susu. Rataan pemberian TDN dan protein berdasarkan produksi susu dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini.

(37)

Tabel 11. Pemberian TDN dan Protein Sapi Perah Di KUNAK Rataan Produksi Susu (liter/ekor) Rataan Bobot Badan (kg) Pemberian (kg/ekor) Kebutuhan* (kg) TDN Protein TDN Protein 4,59 397,44 9,25 2,01 5,778 1,056 9,17 388,48 8,98 1,95 5,778 1,056 13,85 398,92 9,06 1,93 5,778 1,056 17,24 414,45 9,86 2,11 5,886 1,083 *Sumber : Sutardi (1981)

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa semakin tinggi pemberian TDN dan proteinnya, produksi susu semakin meningkat. Energi sangat diperlukan oleh ternak. Kandungan energi dapat mempengaruhi koefisien pakan, karena semakin tinggi kandungan energi dalam pakan akan mengakibatkan banyaknya energi yang dapat dicerna. Kekurangan energi pada sapi laktasi dapat mengakibatkan bobot badan dan produksi susu menurun, tetapi kelebihan energi juga dapat menyebabkan sapi terlalu gemuk dan menimbulkan kesulitan pada waktu melahirkan. Protein sangat diperlukan oleh ternak untuk pembentukan sel – sel tubuh yang telah rusak (Tillman et al., 1991). Ensminger (1971) menyatakan bahwa defisiensi protein dalam pakan yang terus – menerus pada sapi laktasi akan mengakibatkan produksi susu dan konsumsi menurun, anak yang dilahirkan kecil, kadar bahan kering tanpa lemak rendah, dan daya tahan tubuh menurun. Kelebihan protein dalam pakan juga akan menurunkan produksi susu, karena protein dalam pakan dengan kandungan energi rendah akan dirombak menjadi energi, sehingga penggunaan energi menjadi tidak efisien.

Grafik hubungan produksi susu dengan pemberian TDN dan pemberian protein pada sapi perah di KUNAK dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

(38)

Gambar 3. Kurva Hubungan Produksi Susu dengan Pemberian TDN

Gambar 4. Kurva Hubungan Produksi Susu dengan Pemberian Protein

Berdasarkan Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan produksi susu mengalami peningkatan dengan meningkatnya pemberian TDN dan pemberian protein. Berdasarkan model pada kurva di atas menunjukkan bahwa perubahan satu satuan pemberian TDN akan meningkatkan produksi susu sebesar 0.103 satuan dan

(39)

perubahan satu satuan pemberian protein akan meningkatkan produksi susu sebesar 0.018 satuan.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi susu bervariasi yaitu umur sapi perah. Umur yang berbeda pada sapi perah akan berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Kapasitas produksi susu sapi perah akan meningkat terus sampai tubuhnya berkembang secara maksimum yaitu pada umur enam sampai delapan tahun, setelah itu akan turun dengan kecepatan yang semakin bertambah sampai usia tua (Johansson dan Rendel, 1968). Kisaran umur sapi perah yang dipelihara oleh para peternak di KUNAK antara 2 – 11 tahun. Para peternak sapi perah di KUNAK umumnya memelihara sapi yang diperoleh dengan cara membeli dari luar KUNAK seperti Cisarua, Kebon Pedes, Boyolali dan lain-lain. Sapi – sapi tersebut didatangkan saat berumur masih dara atau sudah beranak satu sampai dua kali. Sapi tidak dilengkapi dengan recording yang baik. Sapi dara yang dipelihara para peternak dikawinkan pertama pada kisaran umur 15 – 18 bulan. Jika ada sapi yang beranak, anaknya dipelihara sampai waktu tertentu. Pedet yang dipelihara baik jantan maupun betina akan dijual jika ada kebutuhan ekonomi yang mendesak dan tidak bisa ditutupi dari keuntungan hasil penjualan susu. Namun ada juga sebagian peternak yang tetap memelihara pedet untuk dijadikan bibit. Rataan produksi susu berdasarkan umur sapi dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan Produksi Susu Berdasarkan Umur Sapi

Umur (tahun) Produksi Susu

Pagi (liter/ekor) Sore (liter/ekor) Total (liter/ekor/hari) 2 – 4 5,63 ± 1,74 4,21 ± 1,52 9,84 ± 3,12a

5 – 7 5,79 ± 2,24 4,42 ± 1,87 10,21 ± 3,99a 8 – 11 4,52 ± 1,43 3,20 ± 1,17 7,72 ± 2,41b

Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05)

Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa rataan total produksi susu umur 2 – 4 tahun dengan umur 5 – 7 tahun tidak berbeda nyata (p>0,05). Produksi susu umur 2 – 4 tahun dan 5 – 7 tahun dengan umur 8 – 11 tahun berbeda sangat nyata. Umur 2 – 4 tahun rataan total produksi sebanyak 9,84 ± 3,12 liter/ekor/hari. Umur 5 – 7 tahun total produksi mengalami peningkatan sebanyak 3,76% dibandingkan dengan

(40)

umur 2 – 4 tahun, produksi yang dihasilkan yaitu sebanyak 10,21 ± 3,99 liter/ekor/hari. Umur sapi berikutnya 8 – 11 tahun produksi susu mengalami penurunan kembali sebanyak 24,38% dibandingkan produksi pada saat berumur 5 – 7 tahun. Produksi susu menjadi 7,72 ± 2,41 liter/ekor/hari.

Saat sapi berumur antara 2 – 4 tahun berada pada fase laktasi pertama dan kedua. Pada fase ini produksi susu lebih rendah dibandingkan dengan saat berumur 5 – 7 tahun. Sapi yang dipelihara pada umur muda belum menunjukkan produksi yang tinggi karena masih berhubungan dengan umur beranak. Hal ini karena saat berumur 2 – 4 tahun sapi masih berada pada fase pertumbuhan yang relatif cepat, sehingga pakan yang dikonsumsi banyak dikonversi untuk pertumbuhan kerangka, otot dan lemak tubuh bukan untuk produksi susu. Kebutuhan nutrien pada fase laktasi pertama dan kedua lebih banyak karena kebutuhan nutriennya untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi susu. Konsumsi pakan yang terbatas dan kondisi kualitas pakan yang rendah mengakibatkan ternak sapi perah mengalami kesulitan menyediakan nutrisi untuk produksi susu. Pakan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam produktivitas ternak sapi perah. Selama proses pertumbuhan diperlukan konsumsi pakan yang mencukupi baik jumlah maupun nutrien sehingga bisa digunakan energinya untuk pertumbuhan dan produksi susu.

Sapi yang berumur 5 – 7 tahun mengalami pertumbuhan kerangka dan otot fase lambat sedangkan produksi susu semakin tinggi. Produksi susu pada umur ini tidak dipengaruhi oleh umur beranak. Pada fase ini sapi telah mencapai dewasa tubuh dan dewasa kelamin sehingga tidak ada kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan. Sudono et al (2003) menyatakan pertumbuhan pada sapi dewasa terjadi sampai dengan umur 7 tahun atau sekitar 84 bulan, kemudian pertumbuhan mengalami penurunan. Saat umur 5 – 7 tahun merupakan saat dimana sapi berada pada periode laktasi 3 – 5. Periode laktasi 3 – 5 umumnya sapi mengalami produksi susu maksimum. McNeilly (2001) menyatakan produksi susu terbanyak akan dicapai pada usia 7 – 8 tahun. Semakin tua umurnya sapi akan mengalami penurunan, baik penurunan bobot badan maupun penurunan produksi susu. Sapi yang sudah tidak produktif peternak akan menjualnya.

Faktor lain yang mempengaruhi produksi susu sapi perah yaitu masa laktasi. Masa laktasi yaitu masa dimana sapi sedang menghasilkan air susu antara saat

(41)

beranak sampai masa kering. Lama laktasi yang normal yaitu 305 hari dan masa kering 60 hari. Masa laktasi menjadi lebih pendek apabila sapi terlalu cepat dikawinkan lagi setelah kelahiran atau dikeringkan karena sesuatu penyakit, sedangkan masa laktasi yang panjang biasanya dikarenakan adanya kesulitan dalam mengawinkan kembali (Blakely dan Bade, 1994).

Jumlah produksi susu berdasarkan masa laktasi dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah ini.

Tabel 13. Rataan dan Rasio Produksi Susu Berdasarkan Bulan Laktasi

Bulan Laktasi Produksi

Pagi (liter/ekor) Sore (liter/ekor) Total (liter/ekor/hari) <2 5,89 ± 2,19 4,21 ± 2,11 10,10 ± 4,22

2 – 4 5,93 ± 2,10 4,49 ± 1,73 10,42 ± 3,69 5 – 7 5,12 ± 1,75 3,97 ± 1,61 9,09 ± 3,27 8 – 10 5,29 ± 1,82 3,65 ± 1,42 8,94 ± 3,15

Data hasil penelitian menunjukan produksi susu berbeda tiap masa laktasinya. Bulan laktasi kurang dari dua bulan produksi susunya 10,10 ± 4,22 liter/ekor/hari. Produksi susu mencapai puncaknya pada saat bulan laktasi antara 2 – 4 bulan yaitu sebesar 10,42 ± 3,69 liter/ekor/hari. Bulan laktasi selanjutnya yaitu selang antara 5 – 7 bulan dan 8 – 10 bulan produksi susu semakin menurun dengan total produksi masing – masing 9,09 ± 3,27 liter/ekor/hari dan 8,94 ± 3,15 liter/ekor/hari. Bulan laktasi kedua sampai keempat kondisi sapi berada pada kondisi yang terbaik sehingga produksi susunya akan terus meningkat hingga mencapai puncak laktasi. Sudono (1999) menyatakan produksi susu akan meningkat sampai dengan bulan laktasi ke dua, selanjutnya produksi susu per hari mulai turun secara bertahap sampai pada akhir laktasi. Penurunan produksi susu setelah mencapai pucak laktasi kira – kira besarnya 6 persen tiap bulan (Blakely dan Bade, 1994).

Setelah beranak sapi akan mengalami peningkatan konsumsi pakan yang lambat. Peningkatan produksi susu yang cepat pada awal laktasi berbanding terbalik dengan bobot badan sapi. Terjadi peningkatan mobilisasi cadangan lemak tubuh untuk melengkapi ketidakcukupan konsumsi pakan akibat peningkatan kebutuhan produksi susu yang tinggi pada awal laktasi hingga menyebabkan bobot badan sapi menurun. Cadangan lemak tubuh menurun selama awal laktasi sampai 100 hari

(42)

laktasi dan disimpan kembali selama pertengahan dan akhir laktasi (Gallo et al.,

1996). Pada awal laktasi sapi mengalami keseimbangan energi negatif karena kebutuhan energi untuk produksi susu tidak diperoleh dari pakan. Sehingga konsumsi pakan sapi perah yang sedang laktasi perlu dijaga agar sapi mampu memulihkan kondisi tubuh dan memulai siklus reproduksi kembali.

Komposisi Susu

Hasil analisis pengujian komposisi susu hasil dari peternakan sapi perah di KUNAK Bogor dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 14. Rataan Hasil Analisis Komposisi Susu

Kualitas Pagi Sore

Lemak (%) 4,34 ± 0,80 4,59 ± 0,94

Bahan Kering Tanpa Lemak (%) 8,12 ± 0,47 8,28 ± 0,69

Berat Jenis 1,028 ± 1,62 1,028 ± 2,32

Protein (%) 3,59 ± 0,21 3,67 ± 0,31

Laktosa (%) 3,84 ± 0,23 3,92 ± 0,33

Rataan kadar lemak pemerahan pagi dan sore berbeda hasilnya. Hasil pemerahan pagi lebih rendah dibandingkan hasil pemerahan sore. Kadar lemak pemerahan pagi yaitu 4,34 ± 0,80% dan kadar lemak pemerahan sore 4,59 ± 0,94%. Kadar lemak yang berbeda pada pemerahan pagi dan sore disebabkan oleh interval antar pemerahan tidak sama. Pada interval pemerahan yang lebih lama (pagi hari) kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan interval pemerahan yang lebih pendek (sore hari). Hasil rataan kadar lemak pada peternakan sapi perah di KUNAK masih memenuhi syarat mutu susu segar SNI (1998) yaitu minimum 3,0% dan dari ketentuan Codex Air Susu 1914 dengan kadar lemak lebih dari 2,7%. Pakan hijauan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lemak pada susu. Lemak susu tergantung dari kandungan serat kasar dalam pakan. Apabila kadar serat kasar rendah maka kadar lemak yag dihasilkan juga rendah. Hijauan yang diberikan akan diubah oleh mikroba rumen menjadi VFA yang terdiri atas 65% asam asetat, 20% asam propionat, dan 15% asam butirat (Barret dan Larkin, 1979). Lemak merupakan salah satu komponen yang sangat penting secara ekonomi, karena berperan dalam penentuan harga ketika susu dijual.

Gambar

Gambar  1.  Kurva  Produksi  Susu,  Konsumsi  Bahan  Kering  dan  Bobot  Badan  Saat  Masa Laktasi
Gambar 2. Kurva Lemak, Protein, dan Laktosa Susu dalam Fase Laktasi.   Sumber : Phillips (2001)
Tabel 4. Kelompok Peternak di KUNAK
Tabel 11. Pemberian TDN dan Protein Sapi Perah Di KUNAK  Rataan  Produksi Susu  (liter/ekor)  Rataan   Bobot Badan  (kg)  Pemberian (kg/ekor)  Kebutuhan*  (kg) TDN  Protein TDN  Protein  4,59  397,44  9,25  2,01  5,778  1,056  9,17  388,48  8,98  1,95  5,778  1,056  13,85  398,92  9,06  1,93  5,778  1,056  17,24  414,45  9,86  2,11  5,886  1,083  *Sumber : Sutardi (1981)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan dasar fluida dua lapisan diturunkan berdasarkan asumsi fluida tak mampat dan tak kental yang tak berotasi.Persamaan dasar yang diperoleh berupa persamaan

Untuk mengatasi kondisi yang demikian, maka di dalam pengelolaan pemberian kredit, pihak perusahaan mempertimbangkan informasi character (kharakter konsumen) berkaitan dengan

serbuk daun ungu, metode yang digunakan perkolasi dan pelarut yang. digunakan adalah etanol 70%. Ekstraksi adalah kegiatan

penyusunan skripsi yang berju dul “ UJI ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN VITAMIN C PADA JUS JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) DENGAN PEWARNA ALAMI DAGING BUAH NAGA

Dengan kunjungan yang dilakukan selama 13 kali dalam masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sibetan penulis sedikit banyak telah membantu beberapa permasalahan

Untuk melakukan pengenalan terhadap pola tanda tangan, input gambar scan tanda tangan akan dilakukan proses pengambangan (thresholding), untuk menghasilkan gambar biner (hitam

kepada keluarga dampingan untuk memakai kartu JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara). Untuk permasalahan kebersihan lingkungan didapat solusi yaitu menata ulang perabotan

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul