• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perusahaan mengetahui lebih banyak informasi mengenai perusahaan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perusahaan mengetahui lebih banyak informasi mengenai perusahaan dan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Signal (Signaling Teory)

Perusahaan mengetahui lebih banyak informasi mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar seperti investor dan kreditor. Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan investor melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan (Simarmata, 2014). Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis, karena informasi menyajikan keterangan, catatan dan gambaran baik untuk keadaan di masa lalu, saat ini maupun keadaan di masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi (Prasiwi, 2015).

Oleh sebab itu, dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi investor dapat membedakan perusahaan mana yang memiliki nilai perusahaan yang baik, sehingga di masa mendatang dapat memberikan keuntungan bagi investor tersebut (Alivia, 2013 dalam Simarmata, 2014). Sesuai signaling theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa

(2)

12

mendatang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Jama'an, 2008 dalam Prasiwi, 2015). Praktik penghindaran pajak yang telah dilakukan oleh perusahaan diharapkan dapat memberikan sinyal kepada pihak investor untuk mengambil keputusan investasi yang akan berdampak terhadap nilai perusahaan. Pada dasarnya nilai perusahaan dapat dikatakan baik salah satunya dapat ditunjukkan oleh peningkatan harga saham perusahaan dari waktu ke waktu (Simarmata, 2014).

2.1.2 Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak adalah suatu proses untuk mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga ditemukan suatu cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat teoritis tersebut. Adanya kekurangan yang konseptual dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan tidaklah berarti bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan harus direvisi, karena perubahan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memerlukan banyak pertimbangan dan kriteria-kriteria yang tidak konsisten dan bertentangan satu sama lainnya (Zein, 2008:54). Jika tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat dikenakan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang-undang, maka perencanaan pajak disini sama dengan penghindaran pajak (tax avoidance) karena secara hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after

(3)

13

tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan (Suandy, 2011:7).

Sementara itu, dalam rangka untuk menjaga semua kepentingan pemegang saham berkaitan dengan kegiatan perencanaan pajak, penting untuk mengetahui bagaimana transaksi akuntansi dalam bisnis perusahaan dapat memengaruhi perencanaan pajak dalam transaksi pasar modal (Graham, raedy, dan Shackelford, 2012 dalam Rashid et al., 2015). Hal ini karena pemegang saham biasanya fokus pada bagaimana perusahaan yang dapat meminimalkan tingkat biaya mereka dan meningkatkan keuntungan ke tingkat optimal. Dengan kata lain, perencanaan pajak akan menarik perhatian pemegang saham sebagai cara untuk menilai bagaimana perusahaan mengelola pengeluaran perusahaan untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang optimal (Bryant-Kutcher, Guenther, dan Jackson, 2012 dalam Rashid et al., 2015). Perencanaan pajak adalah elemen penting dari strategi bisnis yang membutuhkan perhatian dari manajer semua bidang fungsional dalam perusahaan (Ftouhi et al., 2014).

Menurut Hoffman (1961) dalam Kawor dan Kportorgbi (2014) perencanaan pajak berusaha untuk mengalihkan kas yang biasanya akan mengalir ke otoritas pajak ke dalam entitas perusahaan. Kegiatan perencanaan pajak yang dilakukan adalah untuk meminimumkan penghasilan kena pajak tanpa mengorbankan laba akuntansi. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa kewajiban pajak perusahaan adalah penghasilan kena pajak bukan laba akuntansi. Tujuannya adalah untuk

(4)

14

mengintensifkan kegiatan meminimumkan penghasilan kena pajak namun tidak memiliki hubungan langsung pada laba akuntansi.

2.1.3 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

(Anderson dalam Zein, 2008:50) menyatakan bahwa penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak. Adanya keinginan dari wajib pajak untuk tidak memenuhi peraturan perpajakan menimbulkan adanya perlawanan pajak dari wajib pajak tersebut. Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu, perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Adelina, 2012 dalam Darmawan dan Sukartha, 2014). Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi, sedangkan perlawanan aktif adalah semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajak, namun tetap mematuhi ketentuan peraturan perpajakan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun menunda pajak yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku (Heru, 1997 dalam Budiman dan Setiyono, 2012).

Tindakan penghindaran pajak tidak bebas dari biaya, beberapa biaya yang harus ditanggung yaitu pengorbanan waktu dan tenaga untuk melakukan penghindaran pajak serta adanya risiko jika penghindaran pajak terungkap. Risiko ini mulai dari yang dapat dilihat, yaitu bunga dan denda kemudian yang tidak terlihat, yaitu kehilangan reputasi perusahaan yang berakibat buruk bagi kelangsungan usaha

(5)

15

jangka panjang perusahaan (Armstrong et al., 2013, dalam Puspita, 2014). Ada pula risiko penghindaran pajak yang lain yaitu timbulnya masalah agensi. Ini timbul jika manajer memanfaatkan posisinya untuk mengalihkan sumber daya perusahaan untuk pribadinya, dimana manajer yang menggerakkan jalannya perusahaan termasuk menentukan tingkat penghindaran pajak yang akan dilakukan perusahaan (Puspita, 2014).

Penghindaran pajak adalah rekayasa “tax affairs” yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Penghindaran pajak dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau tertulis dalam undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau dapat juga terjadi dalam bunyi ketentuan undang-undang tetapi berlawanan dengan jiwa undang-undang. Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Coorporation and Develpoment (OECD) menyebutkan ada tiga karakter penghindaran pajak sebagai berikut.

a) Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan kerena ketiadaan faktor pajak.

b) Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes dari undang-undang atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.

c) Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia mungkin (Council of Executive Secretaries of Tax Organizations, 1991 dalam Suandy, 2011:7).

(6)

16

Strategi penghindaran pajak dapat memberikan hasil tertentu (misalnya, pendapatan bunga bebas pajak yang diperoleh dari obligasi daerah) atau hasil yang tidak pasti (misalnya, skema transfer pricing yang dirancang untuk menggeser laba dari pajak tinggi ke tingkat pajak rendah) dan besarnya beban pajak dapat bervariasi secara substansial di seluruh perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak (Hutchens dan Rego, 2013). Manfaat yang paling jelas dari penghindaran pajak adalah penghematan kas dari penghindaran pajak. Penghematan kas menyebabkan arus kas perusahaan meningkat yang menawarkan peluang untuk investasi lebih lanjut sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Kekayaan pemegang saham juga akan meningkat dengan dividen yang tinggi serta peningkatan nilai saham (Annuar et al., 2014).

Berbagai kegiatan penghindaran pajak yang dapat diambil oleh perusahaan, sehingga terdapat dua pandangan yang saling bertentangan tentang bagaimana penghindaran pajak memengaruhi nilai perusahaan. Dari satu perspektif, pemegang saham harus positif menghargai penghindaran pajak karena pengurangan pajak dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham (Arrif dan Hashim, 2013). Saat ini sudah banyak cara dalam pengukuran tax avoidance. Setidaknya terdapat dua belas cara yang dapat digunakan dalam mengukur tax avoidance yang umumnya digunakan, dimana disajikan dalam Tabel 2.1 berikut.

(7)

17

Tabel 2.1 Tabel Pengukuran Penghindaran Pajak

Pengukuran Cara Perhitungan Keterangan

GAAP ETR Worldwide total income tax expense Worldwide total pre-tax accounting income

Total tax expense per

dollar of pre-tax income

Current ETR Worldwide current income tax expense Worldwide total pre-tax accounting income

Current tax ecpense per dollar of pre-tax book income

Cash ETR Worldwide cash taxes paid

Worldwide total pre-tax accounting income

Cash taxes paid per dollar of pre-tax book

income Long-run

Cash ETR

Worldwide cash taxes paid

Worldwide total pre-tax accounting income

Sum of cash taxes paid over n years divided by the sum of

pre-tax earning over n years

ETR Differential

Statutory ETR – GAAP ETR The difference of between the statutory ETR and firm’s GAAP

ETR DTAX Error term form the following

regression : ETR differential x Pre-tax book income = a+bx Conttrol +e

The unexplained portion of the ETR differential

Total BTD Pre-tax book income – ((U.S CTE + Fgn

CTE)/U.S STR) – (NOLt – NOLt-1)) The total difference between book and taxable income Temporary

BTD

Deffered tax expense/U.S STR The total difference between book and taxable income Abnormal

total BTD

Residual from BTD/Tait = βTAit + βmi A measure of

unexplained total book-tax differences Unrecognized

tax benfefits

Disclosed amount post-FIN 48 Tax liability accrued for taxes not yet paid on uncertain

(8)

18 Tax shelter

Activity

Indicator variable for firms accused of engaging in a tax shelter

Firms identified via firm disclosure, the press, or IRS confidental data Marginal tax

Rate

Simulated marginal tax rate Present value of taxes

on an additional dollar of income Sumber : (Hanlon dan Heitzman, 2010 dalam Simarmata, 2014)

Long-Run Cash ETR

Long Run Cash ETR adalah pengukuran tax avoidance dalam jangka panjang yang merupakan pengembangan dari pengukuran dengan Cash ETR yang dikembangkan oleh Dyreng et al. (2008), yang kemudian menjadi jawaban atas keterbatasan GAAP ETR dalam menghitung tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan (Martani dan Chasbiandani, 2012). Berdasarkan permasalahan tersebut, Dyreng et al. (2008) mengembangkan pengukuran Tax Avoidance dengan menggunakan ukuran Long Run Cash ETR. Pengukuran ini dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang yaitu selama 10 tahun. Cara yang digunakan adalah dengan menjumlahkan total cash tax paid dalam waktu 10 tahun, kemudian dibagi dengan total pre tax income dalam jangka waktu yang sama, dengan demikian pengukuran tersebut dapat menggambarkan kondisi ETR yang lebih mendekati biaya pajak perusahaan dalam jangka panjang (Simarmata, 2014).

(9)

19 2.1.4 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan menurut Rika dan Islahudin (2008:7) dalam (Retno dan Priantinah, 2012) didefinisikan sebagai nilai pasar. Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang yang seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya karena penilaian investor terhadap perusahaan dapat diamati melalui pergerakan harga saham perusahaan yang ditransaksikan di bursa untuk perusahaan yang sudah go public (Retno dan Priantinah, 2012).

Menurut Rahayu (2010) dalam Muliani,dkk. (2014) menyatakan bahwa nilai perusahaan adalah sebuah nilai untuk mengukur tingkat kualitas perusahaan dan sebuah nilai yang menerangkan seberapa besar tingkat kepentingan sebuah perusahaan di mata pelanggannya. Nilai perusahaan dapat mencerminkan nilai aset yang dimiliki perusahaan seperti surat-surat berharga. Saham merupakan salah satu surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan, tinggi rendahnya harga saham banyak dipengaruhi oleh kondisi emiten. Salah satu faktor yang memengaruhi harga saham adalah kemampuan perusahaan membayar dividen. Nilai perusahaan merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan atau dapat dikatakan nilai perusahaan

(10)

20

merupakan harga yang dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan tersebut dijual (Utami, 2011). Perusahaan selalu mempertimbangkan kebutuhan pemegang saham dan rencana jangka panjang perusahaan untuk investasi atau kebijakan lain, serta membuat keputusan yang diperlukan untuk pengungkapan informasi pajak yang berhubungan dengan masalah pajak dalam rangka melaksanakan kebijakan lain dan mengurangi beban pajak untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan (Suzan et al., 2012 dalam Tarazi dan Hamidian, 2015).

Proksi untuk nilai perusahaan dalam penelitian ini peneliti digunakan metode Rasio Tobin’s Q yang dikembangkan oleh James Tobin (1967). Rasio ini dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik, karena dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi, hubungan antar kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan. Semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004 dalam Simarmata, 2014).

Sesuai pernyataan tersebut dengan menggunakan rasio-Q, dimana jika rasio-Q di atas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi sehingga akan menarik munculnya investasi baru, sedangkan jika rasio-Q dibawah satu

(11)

21

menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva tidak menarik investor untuk memberikan investasinya yang baru (Simarmata, 2014). Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena dapat menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian setiap dana yang diinvestasikan (Herawaty, 2008).

2.1.5 Karakter Eksekutif

Eksekutif sebagai seorang individu memiliki karakteristik yang akan mempengaruhinya dalam membuat suatu keputusan. Karakteristik setiap eksekutif tentu berbeda antara satu dengan yang lain. Berbagai faktor dapat membentuk karakteristik eksekutif sehingga karakter eksekutif dianggap faktor penting yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh eksekutif (Hanafi dan Harto, 2014). Low (2006) dalam Budiman dan Setiyono (2012) menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan eksekutif memiliki dua karakter yakni sebagai risk taker dan risk averse. Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani dalam mengambil keputusan bisnis dan biasanya memiliki dorongan kuat untuk memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi (Maccrimon dan Wehrung, 1990 dalam Budiman dan Setiyono, 2012).

Berbeda dengan risk taker, eksekutif yang memiliki karakter risk averse adalah eksekutif yang cenderung tidak menyukai risiko sehingga kurang berani dalam mengambil keputusan bisnis. Eksekutif risk averse jika mendapatkan peluang maka dia akan memilih risiko yang lebih rendah (Low, 2006 dalam Budiman dan Setiyono, 2012). Biasanya eksekutif risk averse memiliki usia yang lebih tua, sudah lama

(12)

22

memegang jabatan, dan memiliki ketergantungan dengan perusahaan (Maccrimon dan Wehrung, 1990 dalam Budiman dan Setiyono, 2012). Jika dibandingkan dengan risk taker, eksekutif risk averse lebih menitikberatkan pada keputusan-keputusan yang yang tidak mengakibatkan risiko yang lebih besar. Besar kecilnya risiko perusahaan mengindikasikan kecenderungan karakter eksekutif.

Tingkat risiko yang besar mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih bersifat risk taker yang lebih berani mengambil risiko. Sebaliknya tingkat risiko yang kecil mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih bersifat risk averse yang cenderung untuk menghindari risiko (Dewi dan Jati, 2014). Seorang manajer yang memiliki sifat risk taker lebih berani dalam mengambil risiko besar dengan tujuan untuk mendapatkan return yang besar pula (Khoesanto, 2013). Lewellen (2003) dalam Carolina,dkk. (2014) menyebutkan contoh perbedaan pengambilan keputusan bisnis oleh eksekutif yang memiliki karakter risk taker dengan eksekutif yang memiliki karakter risk aserve.

Eksekutif yang memiliki karakter risk taker tidak ragu-ragu untuk memilih pembiayaan yang tinggi yang bersumber dari utang, walaupun pembiayaan yang terlalu tinggi dari utang dapat menimbulkan risiko kebangkrutan perusahaan, sedangkan bagi eksekutif yang memiliki karakter risk aserve akan lebih berhati-hati dalam menentukan komposisi utangnya agar tidak terlalu besar untuk menghindari risiko kebangkrutan yang tinggi. Pengukuran karakter eksekutif diukur melalui risiko perusahaan (corporate risk) yang dimiliki perusahaan. Corporate risk mencerminkan penyimpangan atau deviasi standar dari earning baik penyimpangan itu bersifat

(13)

23

kurang dari yang direncanakan atau lebih dari yang direncanakan, semakin besar deviasi earning perusahaan mengindikasikan semakin besar pula risiko perusahaan yang ada (Paligrova, 2010). Paligrova (2010) mengukur resiko perusahaan melalui perhitungan deviasi standar dari Earning Before Interest, Tax, Depreciation, and Amortization (EBITDA) dengan total asset perusahaan. Dyreng et al. (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah individu top executive memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 908 pimpinan perusahaan yang tercatat di Execu Comp diperoleh hasil bahwa pimpinan perusahaan (executive) secara individu memiliki peran yang signifikan terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan untuk menyusun penelitian ini akan dijelaskan pada penjelasan berikut yang disertai dengan persamaan dan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yakni sebagai berikut.

1) Chasbiandani dan Martani (2012) meneliti Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang terhadap Nilai Perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Short run tax avoidance berpengaruh positif terhadap long run tax avoidance. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyreng et al. (2008) yang menyatakan bahwa short run tax avoidance berpengaruh positif terhadap long run tax avoidance. Perilaku tax avoidance jangka pendek pada perusahaan di

(14)

24

Indonesia bersifat persisten dari tahun ke tahun. Long run tax avoidance berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan short run tax avoidance tidak secara signifikan memengaruhi nilai perusahaan. Hal tersebut mengindikasikan semakin rendah Effectif Tax Rate (ETR) jangka panjang yang dibayarkan oleh perusahaan, nilai perusahaan akan semakin tinggi.

Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti pengaruh tax avoidance jangka pendek terhadap tax avoidance jangka panjang dan pengaruh tax avoidance jangka panjang terhadap nilai perusahaan. Perbedaaan dalam penelitian ini adalah penelitian Chasbiandani dan Martini (2012) tidak mengunakan variabel pemoderasi, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel karakter eksekutif sebagai variabel pemoderasi.

2) Penelitian Suyani (2014) meneliti Pengaruh Karakteristik Eksekutif dan Tax Avoidance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris: Pada Perusahaan Otomotif dan Komponennya yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013). Pada penelitian sebelumnya ditemukan hasil bahwa berdasarkan hasil Uji-t menjelaskan bahwa, pada hipotesis pertama diperoleh hasil bahwa semakin tinggi karakteristik eksekutif kecendrungan melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance) akan meningkat secara signifikan. Pada hipotesis kedua diperoleh hasil bahwa semakin tinggi tindakan penghindaran pajak (Tax Avoidance) maka semakin rendah nilai perusahaan dan pada hipotesis ketiga diperoleh hasil bahwa semakin tinggi karakteristik eksekutif maka berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.

(15)

25

Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti pengaruh tax avoidance dan karakter eksekutif terhadap nilai perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Suyani (2014) adalah variabel tax avoidance diukur secara jangka pendek dan jangka panjang dan variabel karakter eksekutif pada penelitian sebelumnya adalah variabel independen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel pemoderasi.

3) Budiman dan Setiyono (2012) meneliti Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa eksekutif yang memiliki karakter risk taker secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance). Ukuran Perusahaan, Leverage, Pertumbuhan Penjualan, dan Net Operating Loss berpengaruh secara signifikan terhadap penghindaran pajak.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel karakter eksekutif dan variabel tax avoidance. Perbedaan penelitian ini adalah Budiman dan Setiyono (2012) meneliti pengaruh karakter eksekutif terhadap tax avoidance, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pengaruh tax avoidance secara jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel pemoderasi dimana pada penelitian ini ditambahkan satu variabel yaitu nilai perusahaan. Pada penelitian Budiman dan Setiyono (2012) variabel karakter eksekutif merupakan variabel independen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel pemoderasi. Pada penelitian Budiman dan Setiyono (2012)

(16)

26

tax avoidance merupakan variabel dependen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel independen.

4) Simarmata (2014) meneliti Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2012). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengujian hipotesis menunjukkan bahwa tax avoidance jangka pendek berpengaruh terhadap tax avoidance jangka panjang, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sementara itu, tax avoidance jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan tidak terdapat peningkatan nilai perusahaan setelah adanya praktik tax avoidance jangka panjang, serta variabel kepemilikan institusional tidak dapat memperkuat hubungan antara tax avoidance jangka panjang terhadap nilai perusahaan.

Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti pengaruh tax avoidance jangka pendek terhadap tax avoidance jangka panjang dan pengaruh tax avoidance jangka panjang terhadap nilai perusahaan. Perbedaan penelitian ini adalah Simarmata (2014) menggunakan variabel kepemilikan institusional sebagai variabel pemoderasi, sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel karakter eksekutif sebagai variabel pemoderasi.

5) Khoesanto (2013) meneliti Pengaruh Karakteristik Eksekutif Terhadap Tax Avoidance Pada Perusahaan Manufaktur. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin meningkat risiko perusahaan, biaya riset dan pengembangan,

(17)

27

biaya penjualan, umum dan administrasi, pengeluaran modal, persentase perubahan penjualan, leverage, ukuran perusahaan, cash holding dan rasio properti, tanah dan peralatan pada total aset tidak diikuti dengan tax avoidance semakin meningkat, tetapi biaya iklan, operasi luar negeri dan net operating loss diikuti dengan tax avoidance semakin meningkat.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel karakter eksekutif dan variabel tax avoidance. Perbedaan penelitian ini adalah Khoesanto (2013) meneliti pengaruh karakter eksekutif terhadap tax avoidance, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pengaruh tax avoidance secara jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel pemoderasi dimana pada penelitian ini ditambahkan satu variabel yaitu nilai perusahaan. Pada penelitian Khoesanto (2013) variabel karakter eksekutif merupakan variabel independen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel pemoderasi. Pada penelitian Khoesanto (2013) tax avoidance merupakan variabel dependen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel independen. 6) Swingly dan Sukartha (2015) meneliti Pengaruh Karakter Eksekutif, Komite

Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Sales Growth Pada Tax Avoidance. Pada Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa karakter eksekutif dan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada tax avoidance, sedangkan leverage berpengaruh negatif pada tax avoidance. Variabel komite audit dan sales growth tidak berpengaruh pada tax avoidance.

(18)

28

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel karakter eksekutif dan variabel tax avoidance. Perbedaan penelitian ini adalah Swingly dan Sukartha (2015) meneliti pengaruh karakter eksekutif Komite Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Sales Growth Pada Tax Avoidance, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pengaruh tax avoidance secara jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel pemoderasi dimana pada penelitian ini ditambahkan satu variabel yaitu nilai perusahaan. Pada penelitian Swingly dan Sukartha (2015) variabel karakter eksekutif merupakan variabel independen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel pemoderasi dan pada penelitian Swingly dan Sukartha (2015) tax avoidance merupakan variabel dependen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel independen. Penelitian ini tidak mengunakan variabel Komite Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Sales Growth.

7) Dewi dan Jati (2014) meneliti Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Tax Avoidance Di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh terhadap tax avoidance perusahaan di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012. Variabel tersebut antara lain risiko perusahaan, kualitas audit, dan komite audit, sedangkan sisanya yaitu ukuran perusahaan, multinational company, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance yang dilakukan perusahaan.

(19)

29

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel karakter eksekutif dan variabel tax avoidance. Perbedaan penelitian ini adalah Dewi dan Jati (2014) meneliti pengaruh karakter eksekutif Karakteristik Perusahaan, Dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan yang baik Pada Tax Avoidance, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pengaruh tax avoidance secara jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel pemoderasi dimana pada penelitian ini ditambahkan satu variabel yaitu nilai perusahaan. Pada penelitian variabel karakter eksekutif merupakan variabel independen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel pemoderasi. Pada penelitian Dewi dan Jati (2014) tax avoidance merupakan variabel dependen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel independen. Penelitian ini tidak menggunakan variabel karakteristik perusahaan dan dimensi tata kelola perusahaan yang baik.

8) Maharani dan Suardana (2014) meneliti Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas dan Karakteristik Eksekutif Pada Tax Avoidance Perusahaan Manufaktur. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh negatif adalah proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit, dan Return on Asset (ROA), sedangkan risiko perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance yang dilakukan perusahaan manufaktur yang terdaftar Bursa Efek Indonesia periode tahun pengamatan 2008-2012.

(20)

30

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel karakter eksekutif dan variabel tax avoidance. Perbedaan penelitian ini adalah Maharani dan Suardana (2014) meneliti pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas dan Karakteristik Eksekutif Pada Tax Avoidance, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pengaruh tax avoidance secara jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel pemoderasi dimana pada penelitian ini ditambahkan satu variabel yaitu nilai perusahaan. Pada penelitian Maharani dan Suardana (2014) variabel karakter eksekutif merupakan variabel independen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel pemoderasi. Pada penelitian Maharani dan Suardana (2014) tax avoidance merupakan variabel dependen, sedangkan pada penelitian ini merupakan variabel independen. Penelitian ini tidak menggunakan variabel Corporate Governance dan Profitabilitas.

Untuk memperjelas uraian mengenai penelitian sebelumnya peneliti menyajikan ringkasan penelitian sebelumnya pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Sebelumnya

No Nama

Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Tryas

Chasbiandani dan

Dwi Martani (2012)

Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang terhadap Nilai Perusahaan

Short Run tax avoidance berpengaruh positifterhadap long run tax avoidance dan long run tax avoidance berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan short run tax avoidance tidak secara signifikan mempengaruhi nilai perusahaan.

(21)

31 2 Suyani

(2014)

Pengaruh Karakteristik Eksekutif dan Tax

Avoidance Terhadap Nilai Perusahaan

(Studi Empiris : Pada Perusahaan Otomotif Dan Komponennya Yang Terdaftar Di Bursa

Efek Indonesia Periode 2010-2013)

Semakin tinggi karakteristik eksekutif kecendrungan melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance) akan meningkat secara signifikan. Semakin tinggi tindakan penghindaran pajak (Tax Avoidance) maka semakin rendah nilai perusahaan, Semakin tinggi karakteristik eksekutif maka berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. 3 Judi Budiman dan Setiyono (2012) Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksekutif yang memiliki karakter risk taker secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance). Ukuran Perusahaan, Leverage, Pertumbuhan Penjualan, dan Net Operating Loss berpengaruh secara signifikan terhadap penghindaran pajak.

4 Ari Putra Permata Simarmata (2014)

Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kepemilikan

Institusional Sebagai Variabel Pemoderasi. (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2012)

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa tax avoidance jangka pendek berpengaruh terhadap tax avoidance jangka panjang, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sementara itu, tax avoidance jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan tidak terdapat peningkatan nilai perusahaan setelah adanya praktik tax avoidance jangka panjang, serta variabel kepemilikan institusional tidak dapat memperkuat hubungan antara tax avoidance jangka panjang terhadap nilai perusahaan. 5 Meliana Yonatha Khoesanto (2013) Pengaruh Karakteristik Eksekutif Terhadap Tax Avoidance Pada Perusahaan Manufaktur.

Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin meningkat risiko perusahaan, biaya riset dan pengembangan, biaya penjualan, umum dan administrasi, pengeluaran modal, persentase perubahan penjualan, leverage, ukuran perusahaan, cash holding dan rasio

(22)

32

properti, tanah dan peralatan pada total aset tidak diikuti dengan tax avoidance semakin meningkat, tetapi biaya iklan, operasi luar negeri dan net operating loss diikuti dengan tax avoidance semakin meningkat. 6 Calvin Swingly dan Made Sukartha (2015) Pengaruh Karakter Eksekutif, Komite Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Sales Growth Pada Tax Avoidance

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter eksekutif dan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada tax avoidance, sedangkan leverage berpengaruh negatif pada tax avoidance. Variabel komite audit dan sales growth tidak berpengaruh pada tax avoidance. 7 Ni Nyoman Kristiana Dewi dan I Ketut Jati (2014) Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Tax Avoidance Di Bursa Efek Indonesia

Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa risiko perusahaan, kualitas audit, dan komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance.

8 I Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit Suardana (2014) Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas dan Karakteristik Eksekutif Pada Tax Avoidance Perusahaan Manufaktur

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh negatif adalah proporsi dewan komisaris, kualitas audit, komite audit, dan ROA, sedangkan risiko perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance yang dilakukan perusahaan manufaktur yang terdaftar Bursa Efek Indonesia periode tahun pengamatan 2008-2012.

(23)

33 2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, bukan jawaban yang empirik (Sugiyono, 2014:93). Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut.

2.2.1 Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang terhadap Nilai Perusahaan

Tindakan penghindaran pajak tidak bebas dari biaya, beberapa biaya yang harus ditanggung yaitu pengorbanan waktu dan tenaga untuk melakukan penghindaran pajak serta adanya risiko jika penghindaran pajak terungkap. Risiko ini mulai dari yang dapat dilihat, yaitu bunga dan denda kemudian yang tidak terlihat, yaitu kehilangan reputasi perusahaan yang berakibat buruk bagi kelangsungan usaha jangka panjang perusahaan. Ada pula risiko penghindaran pajak yang lain yaitu timbulnya masalah agensi. Ini timbul jika manajer memanfaatkan posisinya untuk mengalihkan sumber daya perusahaan untuk pribadinya, dimana manajer yang menggerakkan jalannya perusahaan termasuk menentukan tingkat penghindaran pajak yang akan dilakukan perusahaan (Puspita, 2014). Berdasarkan berbagai macam pertimbangan atas risiko yang ada, sikap pemegang saham terhadap penghindaran

(24)

34

pajak tergantung pada pertimbangan mereka terhadap manfaat dan biaya yang menyertainya.

Pemegang saham hanya bersedia mengambil risiko apabila manfaat penghindaran pajak melebihi biayanya (Minnick dan Noga, 2010 dalam Puspita, 2014). Pemegang saham juga berusaha untuk tidak melakukan penghindaran pajak yang terlalu banyak sehingga terlalu banyak risiko, atau terlalu sedikit sehingga kurang memaksimalkan keuntungan (Puspita, 2014). Semakin tinggi tingkat penghindaran pajak (tax avoidance) maka semakin rendah nilai perusahaan (Suyani,

2014). Imiani dan Sutrisno (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tax

avoidance berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Mutiah dan Jaeni (2013) dalam peneltiannya juga menyatakan bahwa tax avoidance berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan Peneliti ingin menguji pengaruh tax avoidance jangka panjang yang diukur kumulatif selama 10 tahun terhadap nilai perusahaan yang diukur selama dua tahun penelitian yaitu tahun 2013 dan tahun 2014. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis pertama dari penelitian ini adalah.

H1: Tax avoidance jangka panjang berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.

2.2.2 Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang terhadap Nilai Perusahaan yang dimoderasi oleh Karakter Eksekutif

Penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh perusahaan bukan merupakan suatu kebetulan. Keputusan untuk melakukan penghindaran merupakan hasil kebijakan perusahaan. Secara langsung, individu yang terlibat dalam pembuatan keputusan pajak adalah direktur pajak dan juga konsultan pajak perusahaan. Namun

(25)

35

eksekutif (direktur utama atau presiden direktur) sebagai pimpinan perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung juga memiliki pengaruh terhadap segala keputusan yang terjadi dalam perusahaan, termasuk keputusan penghindaran pajak perusahaan. Eksekutif sebagai seorang individu memiliki karakteristik yang akan mempengaruhinya dalam membuat suatu keputusan. Karakteristik setiap eksekutif tentu berbeda antara satu dengan yang lain. Berbagai faktor dapat membentuk karakteristik eksekutif. Sehingga, karakter eksekutif dianggap faktor penting yang dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh eksekutif (Hanafi dan Harto, 2014). Low (2006) dalam Budiman dan Setiyono (2012) menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan eksekutif memiliki dua karakter yakni sebagai risk taker dan risk averse.

Menurut Lowellen (2003) dalam Carolina, dkk (2014) eksekutif yang memiliki karakter risk taker tidak ragu-ragu untuk memilih pembiayaan yang tinggi yang bersumber dari utang, walaupun pembiayaan yang terlalu tinggi dari utang dapat menimbulkan risiko kebangkrutan perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, beban bunga utang diperbolehkan menjadi pengurangan Penghasilan Kena Pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak menggunakan cara ini untuk meminimalisasi pajak terutangnya namun tidak melanggar peraturan perpajakan yang ada (Carolina,dkk., 2014). Dewi dan Jati (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa karakter eksekutif yang diproksi dengan risiko perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance yaitu apabila eksekutif semakin bersifat risk taker maka akan semakin besar tindakan tax avoidance yang dilakukan. Besar

(26)

36

kecilnya risiko perusahaan mengindikasikan kecenderungan karakter eksekutif. Tingkat risiko yang besar mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih bersifat risk taker yang lebih berani mengambil risiko. Sebaliknya tingkat risiko yang kecil mengindikasikan bahwa pimpinan perusahaan lebih bersifat risk averse yang cenderung untuk menghindari risiko.

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Suyani (2014) menyatakan bahwa semakin tinggi karakteristik eksekutif kecendrungan melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) akan meningkat secara signifikan. Semakin tinggi tindakan penghindaran pajak (tax avoidance) maka semakin rendah nilai perusahaan. Semakin tinggi karakteristik eksekutif maka berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Khaoula dan Ali (2012) meneliti mengenai pengaruh dewan direksi terhadap perencanaan pajak perusahaan di negara berkembang. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik dewan memiliki pengaruh positif terhadap pengurangan tarif pajak yang berlaku. Swingly dan Sukartha (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa karakter eksekutif berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Penelitian tersebut juga didukung dengan penelitian yang dilakukan Budiman dan Setiyono (2012) serta Maharani dan Alit (2014) yang menyatakan bahwa karakter eksekutif berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.

Dyreng et al. (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui apakah individu top executive memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 908 pimpinan perusahaan yang tercatat di Execu Comp diperoleh hasil bahwa pimpinan perusahaan (executive) secara individu memiliki

(27)

37

peran yang signifikan terhadap tingkat penghindaran pajak perusahaan, sedangkan Khoesanto (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa peningkatan risiko perusahaan tidak diikuti oleh peningkatan tax avoidance perusahaan. Dengan demikian peneliti ingin

menguji pengaruh karakter eksekutif dalam memoderasi pengaruh tax avoidance jangka

panjang terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis

kedua dari penelitian ini adalah.

H2: Karakter Eksekutif mampu memoderasi pengaruh tax avoidance jangka panjang

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Pengukuran  Penghindaran  Pajak
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian  Sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

Teori freud bita diaplikatikan dalam ran ka menyutun pro ram pemataran.Teori ini bita dihubun kan den an id,e o dan tupere o maka den an pembelian erhadap tua u merek produk,menuru

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia tanggal

Dewasa ini tugas guru dirasakan semakin berat dengan bergantinya kurikulum yang digunakan, yaitu menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan salah satu metode pembelajaran

Peraturan Bupati Bantul Nomor 68 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bantul (Berita Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2011 Nomor 68);c. MEMUTUSKAN

Sebagai kalkulator yang dapat diprogram, MATLAB dapat digunakan untuk.. menyimpan dan memanggil data, membuat, menjalankan dan menyimpan

“ Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPS dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together di Kelas IV SDN Lalong Kecamatan

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Perlawanan Bersenjata, melalui perlawanan di berbagai daerah yaitu peristiwa pertempuran antara pasukan Sekutu dan Belanda antara

he irst hypothesis is “there is positive and signiicant inluence of school policy, curriculum implementation, school culture and school infrastructure management collectively