• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PRINSIP PRINSIP DASAR UNTUK MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN TANAH. A. Gambaran Umum Pendaftaran Tanah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PRINSIP PRINSIP DASAR UNTUK MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN TANAH. A. Gambaran Umum Pendaftaran Tanah di Indonesia"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PRINSIP –PRINSIP DASAR UNTUK MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DALAM PENDAFTARAN TANAH

A. Gambaran Umum Pendaftaran Tanah di Indonesia

Penyelenggaraan persoalan pendaftaran tanah mengenai tanah-tanah Indonesia baru mendapat penyelesaian secara prinsipil dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut juga dengan UUPA. UUPA menetapkan bahwa PAsal 19 ayat (1) sebagai dasar pelaksanaan pandaftaran tanah di Indonesia yang menyebutkan untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 19 ayat (1) tersebut dijelaskan bahwa tujuan pendaftaran tanah hanya untuk kepentingan pemberian jaminan kepastian hukum. Sungguhpun dalam sistem pendaftarantanah sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUPA, bahwa tujuan pendaftarantanah untuk kepastian hukum memang merupakan tujuan yang primer, tetapi di sampingitu pendaftaran tanah dapat juga dipakai untuk keperluan-keperluan lain, misalnya untukkeperluan pemungutan pajak (fiskal).

(2)

Kemudian pelaksana dari kegiatan pendaftaran tanah tersebut, menurut Pasal 19 ayat(1) UUPA diinstruksikan kepada Pemerintah, artinya perencanaan, pengorganisasian,pelaksanaan dan pengawasan dari kegiatan pendaftaran tanah tersebut (di dalamnyamencakup inisiatif, metode/cara, dana/biaya, sumber daya manusia dan sarana prasarana)semuanya dilakukan oleh Pemerintah, dikenal kemudian dengan pendaftaran tanahsistematik.Sungguhpun dalam UUPA, masih dimungkinkan pelaksanaan pendaftaran tanahatas inisiatif dan biaya dari pemegang hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 22,32 dan 38 UUPA, dikenal kemudian pendaftaran tanah sporadik.

Kemudian pendaftaran tanah tersebut dilaksanakan atas semua bidang-bidang tanahdi seluruh Indonesia, dengan demikian tidak ada perbedaan perlakuan terhadap obyekbidang tanah yang akan didaftar, baik yang berasal dari hak-hak atas tanah berdasarkanHukum Adat maupun yang berdasarkan Hukum Eropa, semua akan menjadi hak-hak yangdiatur dalam UUPA, dengan kata lain dualisme dalam hak-hak tanah dihapuskan,sehingga pendaftaran tanah yang diperintahkan dalam Pasal 19 UUPA itu mau tidak maumeliputi semua tanah yang terletak di wilayah Republik Indonesia.

Selanjutnya dengan ditetapkannya dalam Pasal 19 ayat (1), bahwa pendaftaran tanahitu harus diatur dalam peraturan pemerintah, maka peraturan pemerintah yang mengaturpenyelenggaraan pendafataran mendapat landasan yang kuat.Apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah dalam pasal 19 ayat (1) UUPAditegaskan dalam ayat (2) yang menetapkan ruang lingkup dari

(3)

kegiatan pendaftarantanah tersebut, yakni bahwa pendaftaran tanah itu meliputi :

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran Hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

Produk dari pendaftaran tanah adalah diberikannya surat bukti hak kepada pemeganghak sebagai tanda bukit hak yang kuat, bukan sebagai satu-satunya bukti hak (mutlak). Hal ini juga menyangkut kekuatan bukti dari suatu bukti hak yang dalam teori disebut asas publisitas. Bila disebutkan sebagai alat bukti hak yang kuat, maka yang dipakai dalam pendaftaran tanah di Indonesia adalah asas publisitas yang negatif.

Sebagai ketentuan pelaksanaan dari Pasal 19 ayat (1) UUPA, diterbitkanPeraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah tersebut tetap dalam kerangka dan prinsip-prinsip yang termuat dalam Pasal 19 UUPA.Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang dibangun oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 meliputi kadaster dan pendaftaran hak.

Pendaftaran hak-hak atas tanah dalam daftar-daftar umum harus dilakukan setelah bidang-bidang tanah yang menjadi obyek hak-hak diukur dan dipetakan. Selama bidang tanah belum diukur dan dipetakan, maka hak-hak yang bersangkutan belum dapat didaftarkan dalam daftar-daftar umum. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila pengukuran dan pemetaan

(4)

bidang-bidang tanah yang terletak dalam wilayah Indonesia dilakukan secara tahap demi tahap atau daerah, maka pendaftaran hak-hak dengan sendirinya hanya dapat dilakukan di daerah-daerah yang telah mendapat giliran, sedangkan pengukuran dan pemetaan di daerah lainnya harus ditunda sampai bidang-bidang tanah dalam daerah-daerah itu mendapat giliran diukur dan dipetakan.

Oleh karena Peraturan Pemerintah ini dinilai tidak memadai lagi dalam mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan pembangunan, maka peraturan tersebut mengalami perlakuan penyempurnaan, dengan membuat aturan yang lebih lengkap. Untuk itulah terbitnya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.

B. Kegiatan Pendaftaran Tanah

Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Berdasarkan definisi dari pengertian pendaftaran tanah tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan pendaftaran tanah adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan sistem yang sudah melembaga sebagaimana yang dilakukan dalam kegiatan pendaftaran tanah selama ini, mulai dari permohonan seseorang atau badan, diproses sampai

(5)

dikeluarkan bukti haknya (sertifikat) dan dipelihara data pendaftarannya dalam buku tanah.17

Dengan diterbitkannya ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 telah terjadi satu langkah maju untuk mencapai kesempurnaan atas pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia. Dan jika dikaitkan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut menurut AP. Parlindungan telah memperkaya ketentuan Pasal 19 UUPA tersebut, karena:

Kegiatan pendaftaran tanah seperti yang disebutkan dalam Pasal 19 UUPA hanya meliputi: a) Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah; b) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan c) Pemberian surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Rangkaian kegiatan dari pendaftaran tanah inilah yang merupakan pekerjaan dari Pemerintah. Dapat diketahui juga sistem publikasi negatif yang dianutnya, berdasarkan bukti hak yang dikeluarkan oleh Negara.

18

1. Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah, maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum

2. Dengan informasi pertanahan yang tersedia di Kantor Pertanahan maka pemerintah akan mudah merencanakan pembangunan Negara yang

17M. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit., hlm.104. 18 Ibid., hlm.106.

(6)

menyangkut tanah, bahkan bagi rakyat sendiri lebih mengetahui tanah dan kepemilikannya

3. Dengan administrasi pertanahan yang baik akan terpelihara masa depan pertanahan yang terencana.

Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data yang tersedia.

Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan mendaftar untuk pertama kalinya sebidang tanah yang semula belum didaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan. Pendaftaran tanah menggunakan dasar obyek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil (“parcel”), yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi tertentu yang berbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam meter per segi.

Kegiatan di bidang fisik mengenai tanahnya, yaitu sebagaimana dikemukakan di atas, untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas, luasnya, bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman penting yang ada di atasnya. Setelah dipastikan letak tanah yang akan dikumpulkan data fisiknya, kegiatannya dimulai dengan penetapan batas-batasnya serta pemberian tanda-tanda batas di tiap sudutnya diikuti dengan kegiatan pengukuran dan pembuatan petanya. Penetapan batas dilakukan oleh Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT), berdasarkan penunjukkan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, yang disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan (“contradictoiredelimitatie”). Kegiatan tknis-kadastral ini

(7)

menghasilkan peta-pendaftaran yang melukiskan semua tanah yang ada di wilayah pendaftaran yang sudah diukur. Untuk tiap bidang tanah yang haknya didaftar dibuatkan apa yang disebut surat ukur.

Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegangnya haknya, dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya. Pengumpulan data tersebut menggunakan alat pembuktian berupa dokumen dan lain-lainnya. Kegiatan yang ketiga adalah penerbitan surat tanda bukti haknya.

Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran untuk pertama kali yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis tersebut mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah yang dilakukan untuk keperluan pendaftarannya disebut kegiatan ajudikasi.

Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar. Aspek hukum yang terkandung dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik, terdiri dari kegiatan pengukuran dan pemetaan, yang meliputi pekerjaan:

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran; b. Penetapan batas bidang-bidang tanah;

c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;

(8)

d. Pembuatan daftar tanah; e. Pembuatan surat ukur.

2. Pembuktian hak dan pembukuannya, terdiri dari kegiatan pembuktian hak baru, pembuktian hak lama dan pembukuan hak.

a. Pembuktian hak baru, yakni kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan dengan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku.

b. Pembuktian hak lama, yakni kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut, berupa bukti-buki tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar haknya.

c. Pembukuan hak, yakni kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan dengan mencatat/mendaftarkan hak atas tanah dalam suatu buku tanah yang memuat data fisik dan data yuridis bidang tanah yang bersangkutan.

3. Penerbitan sertifikat, dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk kepentingan atau diserahkan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan berfungsi sebagai surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

4. Penyajian data fisik dan data yuridis, dikaitkan dengan tujuan pendaftaran tanah dalam hal penyajian informasi yang berhak

(9)

diketahui oleh kepada pihak-ihak yang berkepentingan dan terbuka bagi instansi pemerintah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, disajikan dalam bentuk daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama.

5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen, yakni kegiatan menyimpan data pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan menyangkut dokumen yang merupakan alat pembuktian yang digunakan sebagai dasar pendaftaran, antara lain berupa peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama, dapat disimpan dan disajikan dengan alat elektronik dan microfilm serta hanya dapat diberikan petikan, salinan ,mdan rekaman dokumennya dengan izin tertulis dari pejabat yang berwenang, atau hanya dapat ditunjukkan/diperlihatkan pada siding pengadilan atas perintah pengadilan.19

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (“initialregistration”) dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara sistematik dan secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian dari wilayah suatu desa atau kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran secara

(10)

sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran secara sporadik.20

Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.21

Untuk memudahkan membedakan sporadik dengan sistematik, dimana jika sporaik menganut kata kunci “tanah yang didaftar disini (here) dan disana (there) dan sekarang atau nanti dapat dilakukan pendaftarannya. Sedangkan bila dilakukan dengan sistematik jelas tanahnya didaftar dengan perencanaan yang telah dipersiapkan pada hamparan tertentu yang telah ditetapkan. Tanahnya disini tidak terdapat dalam beberapa kecamatan sebagai daerah satuan pendaftaran.22

Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftarkan daripada melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Di samping pendaftaran secara sistematik pendaftaran tanah secara sporadik juga perlu ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara individual dan massal yang

20Zaidar, Op.cit., hlm.138-139. 21 Ibid., hlm.139.

(11)

diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan yang akan makin meningkat kegiatannya.

Dalam hal pemeliharaan data pendaftaran tanah harus dilakukan apabila terjadi perubahan data fisik atau data yuridis terhadap obyek pendaftaran tanah yang terdaftar. Di mana pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud di atas kepada Kantor Pertanahan.

C. Sistem Pendaftaran Tanah

Beberapa ahli Agraria Indonesia menyebutkan bahwa sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Negara ini menganut sistem Torrens. Sistem ini dapat diidentifikasi dari:23

1. Orang yang berhak atas tanahnya harus memohon dilakukannya pendaftaran tanah itu agar Negara dapat memberikan bukti hak atas permohonan pendaftaran yang diajukan. Hal ini sejalan dengan ide dasar dari sistem Torrens dimaksud, bahwa manakala seseorang mengklaim sebagai pemilik fee simple baik karena undang-undang atau sebab lain harus mengajukan permohonan agar tanah yang bersangkutan diletakkan namanya.

2. Dilakukan penelitian atas alas hak dan obyek bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftarn tanah untuk pertama kali yang bersifat sporadis. Penelitian ini dikenal sebagai examiner of title. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia mengenal lembaga ini dengan nama Panitia Pemeriksaan Tanah (Panitia A untuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak

(12)

Pengelolaan dan Panitia B untuk Hak Guna Usaha). Panitia ini tetap diadakan hingga saat ini dan yang semula pembentukannya didasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 1992 saat ini disempurnakan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2007 khusus untuk kegiatan pendaftaran pertama kali bersifat sistematis, oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikenal dengan nama Panitia Ajudikasi.

Tujuan ditelitinya alas hak ini ternyata akan memperkokoh keabsahan formalitas data yuridis dan data teknis, sehingga pada akhirnya panitia dapat bekesimpulan:

1. Tanah yang dimohon untuk didaftar tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk memberikan haknya;

2. Permohonan tersebut tidak dijumpai ada sengketa kepemilikan;

3. Tanah yang dimohon diyakini sepenuhnya oleh tim audikasi atau Panitia Pemeriksaan Tanah untuk dapat diberikan haknya sesuai yang dimohonkan pemilik tanah;

4. Tanah tersebut diadministrasikan dengan kepastian bukti haknya tidak ada yang bersengketa dan tidak ada yang keberatan terhadap kepemilikannya;

Indikator ini berarti atau bermakna mendukung asas publisitas dan asas spesialitas dari pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di Indonesia.

Ada beberapa keuntungan dari Sistem Torrens tersebut antara lain:24

1. Menetapkan biaya-biaya yang tak dapay diduga sebelumnya

(13)

2. Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang 3. Meniadakan kebanyakan rekaman

4. Secara tegas menyatakan dasar haknya

5. Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat 6. Meniadakan (hampir tak mungkin) pemalsuan

7. Tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan kepada taksasi yang menjengkelkan daripada sistem tersebut yang membayar biaya

8. Meniadakan alas hak pajak

9. Memberikan suatu alas yang abadi, oleh karena Negara menjaminnya tanpa batas

10. Dan lain-lain.

Sistem Torrens ini selain sederhana, efisien, murah, selalu dapat diteliti pada akta pejabatnya siapa-siapa yang bertanda t;angan pada akta PPAT-nya dan demikian pula pada sertifikat ha katas tanahnya, maka jika terjadi mutasi hak maka nama-nama dari pemilik sebelumnya dicoret dengan tinta halus, sehingga masih terbaca dan pada bagian bawahnya tertulis nama pemilik yang baru disertai dengan alas haknya.25

Terkait dengan lembaga pengumuman, sistem pendaftaran tanah sendiri dikenal adanya sistem publikasi, yaitu sistem publikasi negatif dan sistem publikasi positif. Sistem publikasi Negatif maksudnya adalah Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan dalam sertifikat, oleh karena itu belum tentu seseorang yang telah tertulis namanya pada sertifikat adalah mutlak sebagai pemilik, sedangkan Sistem Publikasi Positif adalah sebaliknya.

(14)

Tetapi manapun yang digunakan sebenarnya tidak menjadi persoalan karena baik sistem publikasi negatif maupun positif sama-sama memiliki keuntungan dan kelemahan. Oleh karena itu barangkali Negara ini tidak menganut secara mutlak negatif dan tidak pula positif, mengingat tanah di Negara ini lebih banyak belum terdaftar dan tunduk pada hukum adat yang tidak mementingkan pendaftaran tanahnya saat itu.

Kelemahan dari stelsel negatif antara lain:

̶ Buku Tanah tidak memberikan jaminan yang mutlak;

̶ Peranan yang pasif dari pejabat balik nama;

̶ Mekanisme yang sulit dan sukar dimengerti oleh orang-orang biasa.

Sedangkan keuntungan yang mendasar dalam stelsel negatif adalah adanya perlindungan pada pemilik yang sebenarnya.

Kemudian bila dilihat keberatan yang terdapat dalam stelsel positif, antara lain sebagai berikut:

̶ Peranan aktif pejabat-pejabat balik nama akan memakan waktu yang lama;

̶ Pemilik yang berhak dapat kehilangan haknya diluar kesalahannya dan di luar perbuatannya;

̶ Apa yang menjadi wewenang pengadilan diletakkan di bawah kekuasaan administratif.

(15)

̶ Menjamin dengan sempurna bahwanama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah walaupun ia ternyata bukan pemilik yang berhak. Atau kepada buku tanah diberikan kepercayaan yang mutlak;

̶ Pejabat balik nama memainkan peranan yang sangat aktif. Mereka menyelidiki bahwa hak yang didaftar itu dapat didaftar, apakah formalitas-formalitas yang diperlukan telah dipenuhi atau tidak, serta identitas para pihak memang orang yang berwenang.26

Sistem publikasi yang dianut dalam Pendaftaran Tanah di Indonesia adalah Sistem Negatif yang mengandung unsur positif, karena akan menghasikan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA. Bukan sistem publikasi negatif yang murni. Hal ini dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan sebagai berikut : “Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem publikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara, melainkan menggunakan sistem publikasi negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni. Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan

26Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1997,

(16)

alat pembuktian yang kuat. Selain itu dari ketentuan-ketentuan mengenai prosedur pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyajian data fisik dan data yuridis serta penerbitan sertifikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data yang benar, karena pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Sehubungan dengan itu diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini. Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kelemahan sistem publikasi negatif adalah, bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Umumnya kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan lembaga acquisideve verjaring atau adverse possession. Hukum tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak dapat menggunakan lembaga tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya. Tetapi dalam hukum adat terdapat lembaga yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah. yaitu lembaga rechtsverwerking. Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan

(17)

hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini. Dengan pengertian demikian, maka apa yang ditentukan dalam ayat ini bukanlah menciptakan ketentuan hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat, yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari. Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkret dalam penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai penelantaran tanah.”27

Menurut Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikatnya secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tesebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasai tanah tersebut, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak katas tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut haknya, apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat tersebut tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat. Inilah yang disebut dengan

rechtsverwerking.28

Adapun bukti bahwa sistem publikasi dalam pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, dapat dijelaskan sebagai berikut:29

a. Pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan sebagai alat pembuktian

27Penjelasan Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997. 28M. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit., hlm.147.

(18)

yang mutlak. Kata “kuat” di sini merupakan ciri sistem publikasi negatif

b. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of titles), bukan sistem pendaftaran akta (registration of deed). Sistem pendaftaran hak (registration of titles) merupakan ciri sistem publikasi positif

c. Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat. Hal ini merupakan ciri sistem publikasi negatif

d. Petugas pendaftaran tanah bersifat aktif meneliti kebenaran data fisik dan data yuridis. Hal ini merupakan ciri sistem publikasi positif

e. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Hal ini merupakan ciri sistem publikasi positif

f. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat atau mengajukan gugatan ke pengadilan agar sertifikat dinyatakan tidak sah. Hal ini merupakan ciri sistem publikasi negatif

D. Pemberian Status Hukum dari Tanah dan Atas Hak-hak Atas Tanah

Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan

(19)

dipunyai oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.”

Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA dijabarkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu:

a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai;

e. Hak Sewa untuk Bangunan;

f. Hak Membuka Tanah;

g. Hak Memungut Hasil Hutan;

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Macam-macam hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 UUPA dan Pasal 53 UUPA dikelompokkan menjadi 3 bidang, yaitu:

a. Hak atas tanah yang bersifat tetap

Yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada atau berlaku selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan

(20)

Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Macam hak atas tanah ini belum ada.

c. Hak atas tanah yang bersifat sementara

Yaitu hak atas tanah yang sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feudal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Wewenang umum

Wewenang yang bersifat umum, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air, dan ruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

2. Wewenang khusus

Wewenang yang bersifat khusus, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan/atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanh Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai banguna atas tanah yang bukan

(21)

miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah menggunakan hanya untuk kepentingan usaha di bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.

Sistem dalam UUPA menentukan bahwa macam hak atas tanah bersifat terbuka, artinya masih terbuka peluang adanya penambahan macam hak atas tanah selain yang ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA dan Pasal 53 UUPA. Hal ini dapat diketahui secara implisit dari ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA, yang menyatakan bahwa hak-hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Macam-macam hak atas tanah tersebut mempunyai sifat limitatif. Lahirnya hak atas tanah ini mensyaratkan harus diatur dengan Undang-undang. Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA memberikan peluang akan lahir hak atas tanah yang ditetapkan dengan undang-undang. Pembentuk UUPA sudah mengantisipasi bahwa suatu saat kelak lahir hak atas tana baru seiring dengan perkembangan masyarakat dan pembangunan.

Berdasarkan asal tanahnya, hak atas tanah dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Hak atas tanah yang bersifat primer

Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah Negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara, dan Hak Pakai atas tanah Negara.

2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder

Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam-macam hak atas ini adalah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak

(22)

Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menampung, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Ada 2 cara perolehan hak atas tanah oleh seseorang atau badan hukum, yaitu:

1. Hak atas tanah yang diperoleh secara originail

Yaitu hak atas tanah diperoleh seseorang atau badan hukum untuk pertama kalinya. Macam-macam hak atas tanh ini, adalah:

a. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai yang terjadi atas tanah Negara

b. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan

c. Hak Milik yang diperoleh dari perubahan Hak Guna Bangunan d. Hak Guna Bangunan yang diperoleh dari perubahan Hak Milik e. Hak Milik yang terjadi menurut Hukum Adat

f. Hak Milik yang terjadi atas tanah yang berasal dari eks tanah milik adat

2. Hak atas tanah yang diperoleh secara derivatif

Yaitu hak atas tanah yang diperoleh seseorang atau badan hukum secara turunan dari hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasai pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah:

a. Seseorang atau badan hukum membeli tanah hak pihak lain

(23)

c. Seseorang atau badan hukum melakukan tukar-menukar tanah hak dengan pihak lain

d. Seseorang mendapatkan warisan berupa tanah hak dari orang tuanya e. Seseorang atau badan memperoleh tanah hak melalui lelang.

Subjek hak atas tanah atau pihak-pihak yang dapat memiliki atau menguasai hak atas tanah, adalah:

1. Perseorangan

a. Perseorangan atau sekelompok orang secara bersama-sama warga Negara Indonesia

b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

2. Badan hukum

a. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia, misalnya departemen, pemerintah daerah, perseroan terbatas, yayasan

b. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, misalnya bank asing yang membuka kantor perwakilan di Indonesia c. Badan hukum privat, misalnya perseroan terbatas, yayasan

d. Badan hukum publik, misalnya departemen, pemerintah daerah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menetapkan bahwa hak atas tanah wajib didaftar. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya melalui pendaftaran tanah secara sporadic dan pendaftaran tanah secara sistematik menghasilkan surat tanda bukti hak berupa

(24)

sertifikat. Menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yang dimaksud dengan sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaiman dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Maksud diterbitkan sertifikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya adalah agar pemegang hak atas tanah dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya, memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak yang bersangkutan. Jaminan kepastian hukum dalam pemdaftaran tanah meliputi kepastian status hak , subjek hak, objek hak. Jaminan perlindungan hukum dalam pendaftaran tanah adalah pemilik sertifikat tidak mudah mendapatkan gangguan atau gugatan dari pihak lain, pemilik sertifikat dapat mempertahankan haknya dari gangguan atau gugatan dari pihak lain.

Ada bermacam-macam sertifikat hak atas tanah berdasarkan objek pendaftaran tanahh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu:

a. Sertifikat Hak Milik b. Sertifikat Hak Guna Usaha

c. Sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah negara

(25)

e. Sertifikat Hak Pakai atas tanah negara

f. Sertifikat Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan

Salah satu sifat hak atas tanah adalah dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Ada 2 bentuk peralihan hak atas tanah, yaitu:

1. Beralih

Beralih artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak lain karena suatu peristiwa hukum. Contoh peristiwa hukum adalah meninggal dunianya seseorang. Dengan meninggal dunianya pemegang hak atas tanah, maka hak atas tanah secara yuridis berpindah kepada ahli waris sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hak dari objek hak atas tanah yang diwariskan. Hak atas tanah sudah berpindah secara yuridis kepada ahli waris sejak pemegang hak atas tanah sebagai pewaris meninggal dunia.

Ahli waris berkewajiban mendaftarkan pewarisan hak atas tanah tersebut kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan menyertakan dokumen berupa surat keterangan kematian pemegang hak atas tanah (pewaris), surat keterangan sebagai ahli waris, sertifikat hak atas tanah, bukti identitas ahli waris.

Maksud pendaftaran pewarisan tersebut adalah untuk dicatat dalam buku tanah dan mengubah nama pemegang hak aas tanah dalam sertfikat dari atas nama pewaris menjadi atas nama ahli waris.

2. Dialihkan

Dialihkan artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum. Contoh perbuatan

(26)

hukum adalah jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam modal perusahaan (inbreng), lelang.

Perbuatan hukum berupa jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam modal perusahaan (inbreng) dibuktikan denga akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sedangkan perbuatan hukum berupa lelang dibuktikan dengan Berita Acara atau Risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang.

Pemindahan hak atas tanah melalui jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam modal perusahaan (inbreng), dan lelang wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama pemegang hak atas tanah dalam sertifikat dari atas nama pemegang hak atas tanah semula menjadi atas nama yang baru.

Hak-hak yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah terhadap hak atas tanah, adalah:

a. Mempergunakan tanah dan/atau mengambil manfaat dari tanah b. Mewariskan hak atas tanah

c. Memindahkan hak atas tanah

d. Membebani hak atas tanah dengan Hak Tanggungan e. Melepaskan atau menyerahkan hak atas tanah

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang hak atas tanah terhadap hak atas tanahnya, yaitu:

(27)

b. Mendaftarkan peralihan hak atas tanah c. Mendaftarkan pembebanan hak atas tanah d. Mendaftarkan hapusnya hak atas tanah

Faktor-faktor yang menjadi penyebab hapusnya hak atas tanah, yaitu:

a. Tanahnya musnah

b. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah c. Pencabutan hak atas tanah

d. Tanahnya ditelantarkan e. Jangka waktunya berakhir

f. Subjek haknya tidak memnuhi syarat g. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang

Dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah atas tanah tersebut tentu ketika itu juga diberi status hukum, berupa hak pada tanah tersebut sesuai dengan hak yang dimohon. Bila seseorang memohon Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Guna Usaha, maka denga pendaftaran tanah tersebut muncullah status hukum di atas tanah itu menjadi Hak Milik, HGB atau HGU atas nama pemohon yang disetujui. Artinya dengan didaftarkannya tanah seseorang baru ada Hak Milik atas Tanah, HGU atas tanah, HGB atas tanah dan hak-hak lainnya. Kalau tidak didaftarkan maka tidak ada Hak Milik, HGU, HGB atau Hak Pakai dan lainnya. Begitu juga atas tanah yang semula sudah ada hak atasnya, bila terjadi pendaftaran balik nama tentu pula diberikan status kepemilikan baru bagi yang memohon untu balik namanya.

(28)

Pada pemberian status hak dengan balik nama, tentu haruslah ada perbuatan hukum di atas hak itu. Perbuatan hukum dimaksud adalah perbuatan pengalihan dari orang pertama yang telah mendaftarkan hak itu kepada orang kedua (pihak lain) yang menerima hak atas tanah yang disebut dengan pemindahan hak. Menurut ketentuan undang-undang pemindahan hak ini mungkin dilakukan dengan jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, hibah, waris, lelang, merger, dan pemasukan dalam inbreng (lihat Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo Pasal 2 Peraturan Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2007). Pada tahap ini peranan PPAT sebagai pencatat perbuatan hukum untuk melakukan pembuatan akta jual-beli, akta sewa-menyewa atau akta PPAT lainnya harus dipenuhi. Sehingga pengalihan ini menjadi sah adanya dan dapat didaftarkan balik namanya. Dengan adanya akta PPAT inilah nanti akan kembali diberikan status baru dari permohonan balik nama yang dimohonkan oleh pihak yang menerima pengalihan haknya.

Jadi baik pendaftaran pertama (awali) maupun pendaftaran balik nama (pendaftaran berkesinambungan) yang dilakukan di Kantor Pertanahan setempat adalah tetap pekerjaan administrasi Negara dalam memberikan status hukum atas tanah yang dimaksud. Sehingga dengan adanya pemberian status hukum ini di atas tanah yang di daftar. Si pemilik dengan pendaftaran ini menerima status hak yang dilindungi oleh Negara sesuai jenis haknya.

E. Kepastian Hukum Dalam Pendaftaran Tanah

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku; pada dasarnya tidak

(29)

dibolehkan menyimpang: fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.30

Pendaftaran tanah diselenggarakan untuk menjamin kepastian hukum, Pendaftaran tanah ini diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah. Dalam memenuhi kebutuhan ini pemerintah melakukan data penguasaan tanah terutama yang melibatkan para pemilik tanah.31

Pendaftaran tanah memberikan jaminan kepastian hukum dikenal dengan sebutan Rechtscadaster/LegalCadaster. Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak. Pendaftaran tanah ini menghasilkan Sertifikat sebagai tanda bukti haknya.32 Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya.33

30 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm.160. 31Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, (Jakarta: Maret 1989),

hlm.3-4.

32Urip Santoso, Op.cit., hlm.2.

33 Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, FH USU

(30)

Agar tersedia data hak atas tanah yang benar dan masyarakat dapatmemperolehnya dengan mudah, maka Pemerintah mengadakan suatu lembagapengumuman. Lembaga pengumuman inilah yang lazim disebut pendaftaran tanah. Dengan adanya lembaga pengumuman/pendaftaran tanah ini akan terjaminlah kepastianhukum mengenai hak atas tanah, baik yang menyangkut subyek maupun obyek haknya.Dengan pengukuhan hak atas tanah dalam lembaga pengumuman pada suatu instansi Pemerintah, maka setiap kejadian mengenai hak atas tanah dapat diikuti secaratertib, sehingga dengan demikian kepastian hukum untuk hak atas tanah dapatdikendalikan dengan baik. Itulah sebabnya pendaftaran tanah diselenggarakan dengantujuan agar dapat menjamin kepastian hukum untuk hak atas tanah. Kepastian daripemiliknya, letak, batas, luas dan jenis hak atas tanahnya.

Adapunsyarat yang dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah:

1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas di lapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum.

2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemeganghak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum

3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiapperubahan data mengenai hak atas tanah seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum.34

(31)

Terhadap peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran tersebut dapatdikatakan memenuhi kaedah yuridis apabila bidang tanah yang dipetakan batas-batasnya telah dijamin kepastian hukumnya berdasarkan kesepakatan dalam penunjukan batas oleh pemilik dan pihak-pihak yang berbatasan (Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997) dan diumumkan secara langsung kepada masyarakat setempat untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain menyampaikan keberatannya (Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).Sedang daftar umum bidang tanah disediakan pada Kantor Pertanahan yang menyajikan data fisik dan data yuridis bidang tanah yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama (Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997), setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam daftar umum (Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Adapun disebutkan secara yuridis bahwa tujuan utama dari pendaftaran tanah adalah untuk menciptakan kepastian hukum dan menjamin perlindungan hukum. Akan tetapi dalam kenyataannya, kepastian hukum pendaftaran tanah tersebut belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Selama ini masyarakat masih menganggap tidak ada kepastian hukum dalam pendaftaran tanah yang diselenggarakan disebabkan oleh sertifikat sebagai surat tanda bukti hak tersebut berlaku sebagai alat

(32)

pembuktian yang kuat dan belum menjamin sepenuhnya hak atas tanah seseorang.

Menurut Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, tidak terwujudnya kepastian hukum tersebut didorong oleh beberapa faktor seperti:

1. Faktor Sejarah Kepemilikan Tanah.

Ketika kita mengkaji riwayat kepemilikan tanah yang didasarkan pada Hukum Adat, maka pendaftaran tanah tidak merupakan keharusan. Dan kalaupun ada kegiatan semacam pendaftaran tanah di masyarakat adat hanya untuk kepentingan pemungutan pajak. Oleh karenanya pendaftaran tanah masih diabaikan dan dianggap tidak menjadi penting sehingga saat itu. Pendaftaran tanah itu tidak dianggap sebagai kewajiban yang dapat memberikan manfaat bagi hak atas tanah masyarakat. Apalagi kepemilikannya semula adalah kepemilikan yang bersifat kolektif maka bukti hak tidak menjadi sangat perlu. Sehingga pada ketika itu masyarakat tidak mau mendaftarkan tanah. Dan bukti tanah selalu diabaikan sehingga kepentingan untuk kepastian hukum tidak terwujud dengan baik.

Kenyataan ini benar-benar sangat mempengaruhi kurangnya perhatian untuk mewujudkan kepastian akan miliknya, sehingga yang terjadi sekarang tanah-tanah di Negara ini lebih banyak tidak memiliki kepastian hukum karena lebih banyak belum terdaftar jadinya. Sekalipun memang pendaftaran tanah merupakan barang import bagi Negara ini, tetapi karena telah terjadi proses individualisasi yang terus menerus atas hak bersama, maka sudah seharusnya pendaftaran tanah diterima di masyarakat demi melindungi akan haknya.

(33)

2. Faktor Psikologi Masyarakat.

Masyarakat tidak memahami adanya suatu perbedaan yang berarti antara ada sertipikat dari tanahnya atau dengan tidak ada sertipikat atas tanahnya. Bahkan perlindungan yang diberikan Negara terhadap pemegang sertipikat hampir sama di mata masyarakat dengan yang tidak memiliki sertipikat. Realitas tidak adanya jaminan (titel insuren) yang lebih dari Negara ini, melemahkan keinginan masyarakatuntuk mendaftarkan tanahnya.

Orang hanya mau mendaftarkan tanah jika ada keinginan menggunakannya sebagai alat untuk mendapatkan modal dengan mengagunkannya ke lembaga perbankan sehingga makna sertipikat ini belum menjadi bergelora di hati masyarakat untuk segera mendaftarkannya. Dengan kata lain sertipikat belum menjadi pelindung bagi tanah masyarakat.13

3. Faktor Kelemahan Aturan Pendaftaran Tanah.

Sampai saat ini, banyak masyarakat yang tidak tahu tentang aturan pendaftarantanah. Oleh karena itu secara material aturan pendaftaran tanah seharusnya diharapkan dapat mempercepat pendaftaran tanah terwujud di Negara ini. Tetapi yang ternyata malah bidang tanah terdaftar tidak banyak. Bila dilihat dari sejak adanya aturan tersebut dari tahun 1960 hingga sekarang, masih relatif kecil jumlahnya, yakni baru sekitar 30 % bidang tanah. Karena itu dapat dikatakan tidak dijumpai realitas perlindungan hukum atas aturan tersebut, bahkan isi aturan itu tidak dapat dipertahankan

(34)

untuk memberikan alat bagi pencapaian target terwujudnya sertipikat hak atas tanah di Indonesia.

4. Faktor Pelaksana dan Pelaksanaan.

Masih banyak keluhan masyarakat pada pelaksanaan dari pendaftaran tanah.Akibat pelaksanaan dianggap tidak tegas, kabur (gelap) dan berbelit-belit. Dan bahkan terjadi lagi beda tafsir dalam melakukan pekerjaannya. Tentu jika ini muncul sudah pasti akan tidak terdorong lagi masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya. Masyarakat merasa susah, merasa terbebani dan belum tentu banyak manfaat dari adanya pendaftaran tanah.

Perlakuan dari pelaksana pendaftaran yang tidak memberikan pelayanan publik yang baik, menjadi faktor tidak terwujudnya kepastian hukum bagi masyarakat. Artinya apa yang dikerjakan oleh Negara dalam mendaftar tanah ini dianggap tidak benar secara hukum, sebab mereka yang mau mendaftar kurang mengerti apa isi pendaftaran dan manfaat setelah adanya sertipikat tanah tersebut. Dan ini sebenarnya harus dijelaskan oleh pelaksana pendaftaran tersebut, agar sertipikat tersebut bermakna bagi masyarakat.

5. Faktor Intervensi Undang-Undang Perpajakan (BPHTB dan Biaya Lain). Sekarang bagi yang ingin mendaftarkan tanah, sudah mengeluh terlebih dahulu, karena dipikirannya mendaftarkan tanah adalah mengeluarkan uang yang mahal. Pada hal sebenarnya jika dijalankan dengan benar biaya pendaftaran tanah adalah relatif sangat murah. Di samping harus memenuhi biaya pemohon yang ditetapkan aturan

(35)

pendaftaran tanah masih ada juga biaya-biaya lain atas perintah undang-undang yang tidak dapat diabaikan. Seperti Undang-Undang BPHTB yang mewajibkan jika terjadi peralihan dan perolehan hak atas tanah. Semua biaya yang dibebankan dari ketentuan aturan pendaftaran tanah itu sendiri menjadikan orang enggan mendaftarkan tanahnya. Apalagi kejadiannya di daerah pedesaan.35

1. Sertipikat palsu,

Indikator ini menjadi problematika pelaksanaan pendaftaran tanah sehingga pendaftaran tanah belum mampu mewujudkan kepastian hukum dari dilaksanakannya pendaftarannya. Bahkan faktor-faktor tidak terselenggaranya pendaftaran tanah yang melindungi hak masyarakat tersebut di atas diperparah dengan munculnya permasalahan pendaftaran tanah baru seperti adanya:

2. Sertipikat aspal, 3. Sertipikat ganda,

4. Pemblokiran sertipikat oleh bank.36

Keadaan ini menandakan ketidakpastian hukum bagi tanah masyarakat. Makaharus menjadi perhatian pemerintah agar segera mensosialisasikan apa dan bagaimana pendaftaran tanah serta tujuan dilakukan pendaftaran. Bila dibiarkan akan mendorong tidak yakinnya lagi masyarakat atas bukti hak itu sendiri karena dianggap tidak dapat melindungi hak-hak tanah masyarakat. Apalagi bagi sebagian orang, sertipikat tanahmasih dianggap hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu saja sehingga masyarakatmasa bodoh atas pendaftaran tanah di Negara ini. Yang perlu menurut A.P. Parlindungan untuk

35M. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit., hlm.178-181. 36Ibid.,hlm.181.

(36)

mengatasi permasalahan agrarian seperti ini, haruslah tetap berpijak pada suatu teori tentang:

1. Pandangan mengenai political will;

2. Pandangan mengenai permasalahan planning political will;

3. Pandangan mengenai programming;

4. Pandangan mengenai pelaksanaan dan pelaksana; 5. Pandangan mengenai pengawasan;

6. Pandangan mengenai ketahanan nasional.37

Dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai penerbitan sertifikat, dinyatakan sebagai berikut.

Pasal 32

(1). Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. (2). Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah

atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersang-kutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

(37)

Jadi dapat diketahui kekuatan pembuktian dari suatu sertipikat hak atas tanah yang dimiliki pemegang hak yang pada dasarnya dijamin oleh undang-undang karena di dalamnya tertulis secara jelas mengenai jenis hak, keterangan fisik mengenai tanah, beban atas tanah tersebut dalam peristiwa hukum yang saling berhubungan dengan tanah tertentu yang dibuat atau ditulis pejabat yang berwenang (kantor pertanahan)maka data-data tersebut di anggap benar. Walaupun fungsi utama sertifikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi dalam kenyataannya sertipikat bukanlah merupakan satu-satunya alat bukti kepemilikan hak atas tanah.

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak, oleh sebab itu berguna sebagai alat bukti. Alat bukti yang menyatakan tanah ini telah diadministrasi oleh Negara. Dengan dilakukan administrasinya lalu diberikan buktinya kepada orang yang mengadministrasi tersebut. Bukti atau sertifikat adalah milik seseorang sesuai dengan yang tertera dalam tulisan di dalam sertifikat tadi. Jadi bagi pemilik tanah, sertifikat tadi adalah merupakan pegangan yang kuat dalam hal pembuktian hak miliknya, sebab dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang secara hukum. Hukum melindungi pemegang sertifikat tersebut dan lebih kokoh bila pemegang itu adalah namanya yang tersebut dalam sertifikat. Sehingga bila yang memegang sertifikat itu belum namanya maka perlu dilakukan balik namanya kepada yang memegangnya sehingga terhindar lagi dari gangguan pihak lain.

Sehingga dengan pengeluaran sertifikat ini, menandakan telah ada pendaftaran tanah yang dilakukan. Dan pendaftaran ini akan menciptakan

(38)

keuntungan akibat pelaksanaan administrasi pertanahan yang sah. Dengan ini muncul konsekuensi atasnya yakni sebagai berikut:

1. Memberikan jaminan keamanan penggunaan bagi pemiliknya; 2. Mendorong atau meningkatkan penarikan pajak oleh Negara; 3. Meningkatkan fungsi tanah sebagai jaminan kredit;

4. Meningkatkan pengawasan pasar tanah; 5. Melindungi tanah Negara;

6. Mengurangi sengketa tanah;

7. Memfasilitasi kegiatan rural land reform;

8. Meningkatkan urban planning dan memajukan infrastruktur; 9. Mendorong pengelolaan lingkungan hidup yang berkualitas; 10. Dapat menyediakan data statistic yang baik.38

Sehubungan dengan sertifikat sebagai tanda bukti yang kuat, Boedi Harsono menyatakan bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan. Sudah baran tentu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan, karena data itu diambil dari surat ukur dan buku tanah tersebut.39

Sertifikat sebagai tanda bukti hak yang bersifat kuat mengandung pengertian bahwa data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertifikat mempunyai kekuatan bukti dan harus diterima sebagai keterangan yang benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan alat bukti yang lain, yaitu sertifikat atau petuk pajak bumi (kutipan letter c). kalau dalam satu bidang tanah terdapat dua atau lebih tanda bukti hak dan disengketakan oleh para pihak,

38Land Administration Guidelines with Special Reference to Countriesin Transition, United Nation,

1996, New York and Geneva dalam Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit., hlm. 206.

(39)

maka pengadilanlah yang akan memutuskan tanda bukti mana yang benar. Kalau ternyata bahwa data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertifikat tidak benar, maka akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.40

Dengan demikian, meskipun telah diterbitkan sertifikat tetapi belum memberikan rasa aman dan tenang kepada pemilik sertifikat disebabkan sewaktu-waktu pemilik sertifikat digugat oleh pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat. Dengan kata lain, pemilik sertifikat

Berkaitan dengan sertifikat sebagai tanda bukti hak yang bersifat kuat, sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota masih dapat diganggu guat oleh pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat, gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri kalau sengketanya perdata, sedangkan gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara kalau sengketanya tata usaha Negara. Gugatan tersebut dimaksudkan agar sertifikat dinyatakan tidak sah atau batal.

Dalam sertifikat sebagai tanda bukti hak yang bersifat kuat, pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dengan membawa tanda bukti hak yang lain yang bukan sertifikat, yaitu petuk pajak bumi atau kutipan letter c. pengadilan yang akan memutuskan tanda bukti mana yang benar. Apabila di kemudian hari ternyata data fisik dan/atau data yuridis yang dimuat dalam sertifikat tidak benar, atas dasar keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sertifikat tersebut diadakan pembetulan seperlunya. Dengan demikian, sertifikat bukanlah merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik diberikan pekerjaan rumah (PR) berkaitan dengan materi mengenai cara menentukan invers dan determinan matriks ordo 3  3 dan menentukan

Dengan disampaikannya Pengumuman pengadaan ini, apabila dana dalam dokumen anggaran yang telah disahkan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam Anggaran

Sama halnya dengan hasil pengujian pada topologi point-to-point dan star, disini nilai RSSI yang terukur akan semakin kecil seiring menjauhnya jarak nodal sensor dari nodal

Hasil analisis butir dari sampel mineral berat yang diambil dari aluvial daerah Bencah menunjukkan bahwa secara umum mineral-mineralnya sama dengan yang terdapat pada

Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Pada Kompetensi Dasar Kelangkaan Sumber

Karakteristik pasien TB paru yang patuh berobat di Puskesmas Perumnas II periode 01 Januari-31 Desember 2011 adalah: rentang usia 20-29 tahun sebanyak 28,10%, berjenis

pengobatan, kemajuan dan pertumbuhan ekonomi, serta gaya hidup modern masyarakat. Pada masa lalu sampai dengan periode tahun 1980-an, pendidikan kebidanan setingkat

1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyerahan Pemberian hak atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan serta pendaftarannya, yang menetapkan bahwa bagian-bagian tanah