• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Schistosomiasis is still a public health problem in Lindu. The community knowledge related to schistosomiasis is necessary to understand. It can be used by the decision maker in making and conducting schistosomiasis control program. This study wanted to describe the community knowledge related to schistosomiasis. This was a qualitative study with a purposive sampling. The data were collected by interview and Focus Group Discussion (FGD) on main figures in Lindu. The results showed that most people knew the cause of schistosomiasis. However, the prevalence of schistosomiasis has still fluctuated because some people were still not using protective equipment, such as boot when they had activities in paddy field or cocoa farm. Many people choose taking medication if they found positive for schistosomiasis over using boots for preventive measure. In conclusion, people knowledge related to schistosomiasis in Lindu are considerately good. However, it is not followed by their behavior in the prevention of schistosomiasis to protect themselves and their family. People's habit of not using any protective equipment, such as boots when they are going to paddy fields or cocoa farms allow transmission of schistosomiasis continues to occur.

A B S T R A C T / A B S T R A K INFO ARTIKEL

Schsitosomiasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Lindu. Pengetahuan warga terkait schistosomiasis sangat perlu diketahui. Data terkait pengetahuan masyarakat Lindu tentang schistosomiasis dapat digunakan oleh penentu kebijakan kesehatan dalam melakukan intervensi schistosomiasis. Tujuan Penelitian untuk menggambarkan pengetahuan masyarakat Lindu terkait schistosomiasis. Desain penelitian kualitatif, penarikan sampel secara purposi ve sampling. Cara pengumpulan data dengan wawancara mendalam, Focus Group Discus ions (FGD) pada tokoh-tokoh masyarakat Lindu. Hasil FGD menunjukkan

rata–rata warga Lindu telah mengetahui penyebab schistosom sis berasal dari keong ia (susu). Masih ada sebagian masyarakat Lindu khususnya petani tidak melakukan pencegahan dengan menggunakan sepatu bot saat beraktivitas di sawah ataupun melewati areal fokus keong. Hasil wawancara mendalam dan FGD, warga Lindu sudah dibiasakan dengan kegiatan survei tinja dan pengobatan setiap enam bulan, sehingga kecenderungan untuk melakukan pencegahan masih sangat kurang dilakukan. Warga lebih memilih melakukan pencegahan dengan pengobatan medis tanpa melakukan perilaku positif yaitu penggunaan sepatu bot saat berada di sawah dan kebun. Pengetahuan warga Lindu terkait schistosomiasis cukup baik, namun perilaku pencegahan untuk melindungi diri dan keluarga masih sangat kurang dilakukan. Kebiasaan masyarakat yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat berada di sawah dan kebun, memungkinkan penularan schistosomiasis terus terjadi .

© 201 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved7 Kata kunci: , schistosomiasis pengetahuan, m syarakat Lindu,a Article History: Received: 12 July 2017 Revised: 27 Sep. 2017 Accepted: 2 Oct. 2017

*Alamat Korespondensi : email : ningbarmawi@yahoo.co.id Keywords:

schistosomiasis, knowledge, Lindu community

Pengetahuan Masyarakat Lindu terkait Schistosomiasis

di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah

,

Ningsi dan Ikhtiar Hatta

a, b

*

a Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehata, Kementerian Kesehatan RI,

Jl. Masitudju No.58 Labuan Panimba, Labuan Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

s i , Jl. Soekarno-Hat

b

Fakulta Ilmu Sosial dan Polit k, Universitas Tadulako ta KM 9, Palu

Community Knowledge on Schistosomiasis in Lindu,

Sigi District, Central Sulawesi

(2)

PENDAHULUAN

Schistosomiasis adalah salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Dataran Tinggi Lindu, yang penduduknya sering melakukan aktivitas di luar rumah, dan selalu melakukan kontak dengan air ataupun melewati daerah genangan-genangan air yang telah terinfeksi cacing schistosomiasis.1

Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah, yaitu di dataran Lindu, Napu dan Bada. Hasil survei tinja oleh Dinkes Kabupaten Sigi, prevalensi schistosomiasis di ataran D Tinggi Lindu masih cukup tinggi yaitu 3,22% (2010), 2,67% (2011) dan 1,13% (2012). Kasus schistosomiasis di atas 1% sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat. Schistosomiasis tidak ditemukan secara general di sejumlah tempat. Penyakit tersebut oleh medis modern disebut sebagai schistosomiasis dan oleh masyarakat Lindu dan Napu menyebutnya sebagai penyakit keong.

Masalah schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu merupakan masalah yang sampai sekarang belum terpecahkan. Sejak tahun 1970 sampai saat ini kegiatan penanggulangannya sudah dilakukan berupa penemuan dan pengobatan penderita schistosomiasis, pembentukan kader, dan pemberdayaan masyarakat oleh petugas kesehatan setempat dengan dana cukup besar, n a m u n s am p a i s ek ara n g p reva le n s i schistosomiasis berfluktuasi masih di atas 1%. Olehnya itu sangat perlu diketahuinya pengetahuan dan perilaku masyarakat Lindu tentang schistosomiasis. Pengetahuan yang baik dapat menjadi dasar masyarakat untuk berperilaku positif dalam melakukan pencegahan schistosomiasis

Schistosomiasis atau disebut juga demam keong, disebabkan oleh parasit cacing. Parasit ini muncul dari siput (keong) untuk mencemari air tawar, dan kemudian menginfeksi manusia ataupun hewan mamalia yang kulitnya bersentuhan dengan air. Schistosomiasis selain menginfeksi manusia juga dapat ditularkan dari manusia ke hewan mamalia dan dari hewan mamalia melalui perantara keong oncomelania

hupensis lindoensis. 2

Schistosomiasis merupakan penyakit

yang akan terus muncul kembali (re- emerging

diseases), pada individu yang selalu

melakukan aktivitas berhubungan langsung dengan air seperti areal kebun dan persawahan, dan tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu bot. Untuk memahami kejadian schistosomiasis pada masyarakat Lindu bukan hanya melihat keong s e b a g a i h o s t d e f i n i t i v e p e n y e b a b schistosomiasis, namun kondisi lingkungan fisik, sosial dan budaya masyarakat sangatlah penting untuk diketahui.

Manusia berusaha mencari penyebab terjadinya berbagai penyakit yang menimpa dirinya dan menghubungkan dengan berbagai hal. Upaya pencarian penyebab penyakit ini kemudian dijadikan dasar dalam tata laksana pencarian pengobatan dan penyembuhan baik secara medis modern dan tradisional. Naluri untuk bertahan hidup inilah yang menjadi kekuatan masyarakat Lindu untuk melakukan pencegahan dan pengobatan schistosomiasis berdasarkan pengetahuan mereka secara turun temurun. Dapat dikatakan masalah schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu tidak hanya menyangkut keong sebagai perantara dan cacing sebagai penular, akan tetapi juga menyangkut aspek lain seperti aspek sosial budaya. Aspek sosial budaya mempunyai peranan adalam p e n u l a ra n s c h i s tos om i a s i s m el i p u t i pengetahuan, perilaku dan persepsi masyarakat terkait dengan schistosomiasis.

Tulisan ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan peran serta m a s ya r a k a t d a l a m p e n a n g g u l a n g a n schistosomiasis yang dilakukan oleh peneliti Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan tahun 2011. Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran pengetahuan warga di Dataran Tinggi Lindu terkait schistosomiasis. Pengetahuan medis masyarakat Lindu adalah pengetahuan masyarakat secara turun temurun terkait schistosomiasis baik p e n y e b a b d a n c a r a p e n c e g a h a n schistosomiasis.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan peran serta

(3)

m a s ya r a k a t d a l a m p e n a n g g u l a n g a n schistosomiasis yang dilakukan di ataran D Tinggi Lindu Kabupaten Sigi, mulai Bulan Maret - November tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, guna melihat dan memahami realitas sosial tinjauannya lebih holistik dan terletak pada kesimpulan masalah Metode kualitatif .3

digunakan guna mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat Lindu terkait schistosomiasis, baik pengetahuan tentang penyebab, gejala, pengobatan, penularan dan pencegahan schistosomiasis.

Teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, observasi, wawancara mendalam

(In-Depth Interview) Focus Group Discussion,

(FGD). Tehnik analisis data yaitu secara kualitatif. Observasi dilakukan guna mengetahui kebiasaan masyarakat Lindu pada umumnya terkait dengan penularan schistosomiasis.

Teknik wawancara mendalam secara

purposive ampling di mana pengambilan s

sampel dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Informan dipilih dari masing-masing desa yang ada di Dataran Tinggi Lindu yaitu Desa Anca, Tomado, Puro'o dan Langko. , Informan terpilih dari masing-masing desa berjumlah tiga orang yaitu, kader, kepala desa dan kepala dusun total informan 12 orang, ditambahkan dengan petugas kesehatan kabupaten satu orang, Kepala uskesmas P L i n d u , d a n p e t u g a s l a bo r a t o r i u m schistosomiasis dua orang total informan wawancara mendalam sebanyak 16 orang.

Kegiatan FGD dilakukan di laboratorium schistosomiasis. Peserta FGD berjumlah 26 orang yaitu kepala desa dan Kepala Dusun Anca, Tomado, Puro o, ' dan Langko total delapan orang, kader 10 orang, tokoh agama dua orang, petugas laboratorium dua orang, kepala Puskesmas Lindu, dan mantan penderita empat orang.

HASIL

Berdasarkan data dari Kecamatan Lindu, Dataran Tinggi Lindu terletak di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah tepatnya pada bagian utara Kecamatan Kulawi yang berada pada koordinat 120 03' BT dan 01 20 LS. o o '

Berdasarkan batas administrasi wilayah ini memiliki jumlah penduduk 4.960 jiwa atau

850 (kk) serta luas wilayah 11. 962, 50 ha dan hutan wisata 31. 000 ha. Dataran Tinggi Lindu merupakan daerah topografi yang relatif bervariasi, dari dataran sampai perbukitan. Sebagian besar wilayah Lindu merupakan kawasan hutan lindung dan di tengah-tengah pemukiman penduduk terdapat danau yang disebut dengan Danau Lindu. Setiap orang yang memasuki Desa Lindu harus melalui jalan setapak, berliku, turun naik menembus hutan di antara tebing. Sejak tahun 2002 sarana transportasi modern berupa ojek mulai masuk ke Dataran Tinggi Lindu. Dulunya warga Lindu hanya menggunakan

kuda pattekke. Mata pencaharian umumnya

masyarakat Lindu adalah sebagai petani. Seiring dengan berjalannya waktu informasi kesehatan tentang schistosomiasis terus diterima oleh kalangan masyarakat Lindu. Schistosomiasis menurut masyarakat Lindu adalah sebagai salah satu penyakit yang akan terus menerus terjadi jika warga sering melakukan aktivitas di daerah fokus keong. Berbagai pengalaman yang dirasakan, yang mereka lihat baik di lingkungan keluarga maupun tetangga. Hal ini digambarkan oleh peserta FGD, apa penyebab schistosomiasis d a n b a g a i m a n a c i r i - c i r i p e n d e r i t a s c h i s t o s o m i a s i s . G e j a l a - g e j a l a schistosomiasis yang pernah dilihat dari warga di Desa Anca seperti suhu badan naik (demam), kondisi fisik/badan menurun. Bahkan pernah ada yang terlihat seperti orang gila, berteriak histeris, muntah dan bahkan mengigau. Terjadi perubahan ciri-ciri fisik seperti pucat, perut buncit dan tidak memiliki semangat. Pengetahuan warga Lindu terkait penyebab schistosomiasis, gejala, penularan dan pengobatan, semuanya berdasarkan pengalaman yang mereka rasakan serta melihat secara langsung di lingkungan kerabat. Rata-rata informan memiliki pengetahuan yang baik terkait gejala schistosomiasis, seperti yang diungkapkan informan NI :

“Schistosomiasis gejalanya muncul setelah dua sampai tiga minggu setelah bekerja dari sawah, tapi tidak selamanya saya terkena schistosomiasis, tergantung tempatnya keong, biasanya dengan gejala rasa mual, demam, pusing. Untuk mencari tahu tertular atau tidak menunggu

(4)

p e m e r i k s a a n t i n j a d a r i p e t u ga s laboratorium, kalau sudah tidak tahan saya langsung ke puskesmas “.

Apa yang dikemukakan oleh informan tersebut, memberikan gambaran bahwa masyarakat Lindu telah mengetahui gejala-gejala schistosomiasis karena sering mengalami sendiri gejala-gejala tersebut. Dengan pengetahuan medis yang mereka pahami rata-rata masyarakat Lindu dalam hal pengobatan schistosomiasis lebih percaya dan yakin pengobatan schistosomiasis dilakukan oleh petugas kesehatan.

Umumnya warga Lindu telah mengetahui penyebab schistosomiasis yaitu berasal dari keong, dan sangat percaya bahwa keong hidup pada areal persawahan, kebun dan hutan. Menurut informan bukan hanya petani sawah yang tertular schistosomiasis akan tetapi semua orang yang lalu lalang melewati areal fokus keong akan tertular schistosomiasis. P a d a s a a t g e n c a r n y a p e n a n g a n a n schistosomiosis daerah rawa-rawa tersebut kering, berbeda dengan kondisi sekarang menjadi tergenang air lagi. Ungkapan informan penderita schistosomiasis dan berprofesi sebagai kader kesehatan yaitu, ibu SL umur 43 tahun sebagai berikut :

“Penyebab schistosomiasis berasal dari

keong yang hidup di air yang lembab, jika orang tidak BAB di jamban keluarga, orang akan kena schisto, karena air bersentuhan dengan kulit, orang tersebut akan terinfeksi schisto. Schistosomiasis sudah bukan penyakit yang ditakutkan warga sini, sudah dianggap biasa terjadi di Lindu. Setiap pemeriksaan tinja saya selalu dinyatakan positif schistosomiasis, aktivitas saya sehari-hari sebagai petani dan selama beraktivitas saya jarang menggunakan sepatu bot, padahal saya

punya sepatu berat saat dipakai, tidak ,

bebas bergerak saat berada di tengah sawah”.

Sebagian warga Lindu telah mengetahui penyebab dan gejala schistosomiasis namun dalam pencegahan untuk tidak tertular schistosomiasis sangat jarang dilakukan, k h u s u s nya m e l i n d u n g i d i r i d e n g a n menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu bot. Faktor penting untuk pencegahan schistosomiasis adalah penyebaran informasi

dengan peningkatan pengetahuan tentang pencegahan berupa penggunaan alat-alat pelindung diri saat melewati areal fokus seperti sepatu bot, kaos tangan. Selain itu sosialisasi tentang cara hidup sehat juga dilakukan. Kendala yang sering di alami warga Lindu adalah faktor ekonomi, rata-rata informan mengeluhkan tidak memiliki sepatu bot karena tidak memiliki uang untuk membeli sepatu tersebut, adapula yang mempunyai sepatu bot namun tidak digunakan, dengan alasan tidak nyaman menggunakan sepatu bot jika berada di sawah. Hampir sebagian besar petani di Dataran Tinggi Lindu tidak melakukan pencegahan terhadap schistosomiasis, sangat jarang mereka menggunakan sepatu bot saat berada di tengah sawah atau melewati areal fokus keong. Walaupun harganya murah kadang warga menganggap hal itu tidak terlalu penting, bukan prioritas karena merasa tidak bersentuhan langsung dengan pekerjaan mereka.

Upaya seseorang untuk mendapatkan kesehatan merupakan suatu pranata khusus yang terus dipelihara dan dikembangkan. Ketika peradaban berkembang maka budaya manusia tentang kesehatan juga berkembang. Sekarang saat teknologi tak terkendalikan, budaya kesehatan manusia mengarah pada bu daya ras ional tentan g kes eh atan. Pemahaman masyarakat tentang kesehatan berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukannya.4

Kawasan fokus keong tersebar di empat desa yang ada di Dataran Tinggi Lindu, terbanyak fokus berada disekitar areal persawahan dan perkebunan penduduk. Untuk mengantisipasi agar warga tidak tertular schistosomiasis, berbagai cara dilakukan oleh petugas kesehatan setempat, yaitu memberikan tanda pada areal fokus keong, agar masyarakat mengetahui dan mematuhi arahan dari petugas setempat. Menurut informan khususnya petugas kesehatan setempat bahwa, penduduk yang berpotensi tertular schistosomiasis adalah para petani yang bekerja di areal dekat dari fokus keong seperti sawah, hutan dan perkebunan. Petani yang mengolah sawah merupakan orang-orang potensial tertular schistosomiasis. Ada beberapa areal fokus

(5)

keong yang dulunya sebagi fokus keong namun saat ini bukan areal aktif, dan kebalikannya pula yang dulunya bukan areal fokus keong, namun saat ini aktif menjadi areal fokus keong.

Keong sangat suka hidup di air dan lahan/tanah yang lembab, dengan aktivitas mata pencaharian orang Lindu pada sektor pertanian dan perkebunan maka sangat p o t e n s i a l t e r k e n a s c h i s t o s o m i a s i s . Berdasarkan hasil FGD dan wawancara mendalam bahwa Inisiatif pemberantasan fokus keong juga tidak muncul dari masyarakat karena daerah/tempat yang menjadi fokus keong adalah milik atau wilayah garapan warga lainnya. Kadang lokasi genangan air/rawa-rawa yang sebelumnya merupakan sawah dibiarkan oleh pemiliknya tidak terawat, saluran pembuangan tidak dibenahi. Oleh warga lainnya menganggap bahwa itu bukan kewajiban mereka untuk mengurus lokasi fokus keong karena bukan merupakan lahan hak miliknya. Seperti ungkapan informan Bapak PS umur 55 tahun sebagai berikut :

“Inisiatif pemberantasan fokus keong juga tidak muncul dari masyarakat karena tempat yang menjadi fokus keong adalah milik dan wilayah garapan warga lainnya. Kadang lokasi genangan air sebelumnya merupakan sawah yang dibiarkan pemiliknya tidak terawat, oleh

warga lain itu buka kewajibannya untuk n

mengurus lokasi fokus keong karena bukan lahan hak miliknya”.

Aktivitas ekonomi dapat mempengaruhi

kesehatan masyarakat Lindu. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari masyarakat petani di Dataran Tinggi Lindu dihadapkan pada suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan mereka tertular schistosomiasis. Petani yang aktif bekerja di sawah dan di kebun memiliki risiko lebih rentan untuk tertular schistosomiasis, karena habitat keong yang menjadi sumber penularan dapat ditemukan di lahan olahan pertanian warga dan sebagian habitat keong menjadi jalan utama warga saat akan melintas ke areal persawahan dan perkebunan. Potensi tertular schistosomiasis sangat besar, karena petani selalu melakukan kontak dengan air saat mereka bekerja utamanya di sawah.

Petani di Dataran Tinggi Lindu tidak menggunakan irigasi moderen untuk mengairi sawahnya, rata-rata air yang masuk di persawahan penduduk pada umumnya berasal dari sumber mata air fokus keong dari hutan dan pegunungan. Penggunaan air dan melintas di areal yang basah/becek merupakan sebab utama seseorang tertular schistosomiasis.

PEMBAHASAN

Secara medis schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit

Schistosoma, yaitu sejenis parasit berbentuk

cacing yang menghuni pembuluh darah usus atau kandung empedu orang yang dijangkiti. Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomiasis berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di air, di mana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, di mana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa. 5

P e n g e t a h u a n y a n g b a i k t e r k a i t schistosomiasis turut memberikan pengaruh t e r h a d a p p e r i l a k u p e n c e g a h a n schistosomiasis. WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, dan kepercayaan. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Mari mbi H. menjelaskan pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor di luar orang tersebut seperti lingkungan fisik maupun nonfisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, d i p e r s e p s i k a n , d i y a k i n i s e h i n g g a menimbulkan inovasi, niat untuk bertindak dan akhir mejadi perilaku.4

Sebelum adanya informasi tentang penyebab schistosomiasis, masyarakat Lindu s a n g a t p e r c a y a b a h w a p e n y e b a b schistosomiasis berasal dari mahluk halus penghuni hutan dan penyakit turunan nenek moyang dahulu. Namun setelah adanya

(6)

penemuan dan penelitian schistosomiasis yang dilakukan sejak tahun 1970, informasi tentang penyebab schistosomiasis sudah banyak diketahui oleh kalangan masyarakat Lindu, dan sampai saat ini secara turun t e m u r u n m e r e k a m e n g a t a k a n schistosomiasis adalah penyakit keong dalam bahasa orang Lindu disebut susu. Bagi sebagian penduduk di Dataran Tinggi Lindu, schistosomiasis bukan lagi penyakit yang ditakuti warga, karena bagi mereka pengobatan secara rutin yang dilakukan setiap enam bulan oleh petugas laboratorium schistosomiasis, sudah memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Lindu. Selama peneliti melakukan wawancara mendalam dengan beberapan informan, tak satupun yang menyatakan schistosomiasis adalah penyakit guna-guna ataupun akibat dari mahluk-mahluk ghaib. Keseluruhan informan memiliki pengetahuan medis dan percaya bahwa penyebab schistosomiasis adalah dari keong.

H a s i l w a w a n c a r a m e n d a l a m menunjukkan rata-rata masyarakat Lindu s a n g a t y a k i n d a n p e r c a y a b a h w a schistosomiasis adalah penyakit medis dan penyebabnya bukanlah dari mahluk halus ataupun dari kutukan nenek moyang melainkan penyebabnya adalah karena terinfeksi keong. Bagi mereka keong adalah penyebab utama yang menimbulkan orang sakit schistosomiasis. Dapat dikatakan pengetahuan masyarakat Lindu tentang penyebab schistosomiasis sudah cukup baik, begitu pula halnya dengan pengetahuan tentang gejala schistosomiasis. Beberapa informan mengatakan gejala pertama orang terinfeksi schistosomiasis adalah gatal-gatal. Gatal-gatal terjadi saat pertama kali seseorang menginjakkan kakinya di air atau melewati daerah-daerah becek, jika tubuh terasa gatal parasit sudah masuk dalam tubuh manusia dan dalam beberapa hari orang akan mengalami gejala muntah, pusing, demam dan sakit kepala. Masyarakat Lindu memiliki pemahaman yang baik tentang gejala-gejala schistosomiasis. Dengan pengetahuan tentang gejala-gejala schistosomiasis yang mereka ketahui, memungkinkan seseorang melakukan tindakan pengobatan secepatnya, t a n pa m en u n g g u pe nya k i t te rs eb u t

bertambah parah. Weber dalam Sarwono 2004 berpendapat, individu melakukan suatu t i n d a k a n b e rd a s a r k a n p e n g a l a m a n , pengetahuan, dan penafsirannya atas suatu stimulus atau situasi tertentu.6

Pengetahuan masyarakat Lindu tentang p r o s e s p e n u l a r a n s c h i s t o s o m i a s i s membuktikan, bahwa rata-rata informan k h u s u s nya p en d e r i t a m a s i h ku ra n g m e n g e t a h u i c a r a - c a r a p e n u l a r a n schistosomiasis. Sebagian besar informan mengatakan penularan schistosomiasis dari keong. Adapula yang mengatakan penularan terjadi akibat sering buang air besar disembarang tempat, tidak menggunakan sepatu bot dan terinjak kotoran hewan seperti sapi, kerbau dan anjing. Ini menandakan pengetahuan masyarakat Lindu tentang proses penularan schistosomiasis masih s a n g a t m i n i m . S e m u a p e n g e t a h u a n masyarakat Lindu tentang schistosomiasis mereka dapatkan dari petugas kesehatan, pengalaman sendiri dan dari orang tua mereka dahulu.

Penularan schistosomiasis terjadi saat parasit serkaria keluar dari tubuh keong. Penularan terjadi saat manusia atau hewan mamalia menginjakkan kaki ataupun buang air besar di tempat-tempat yang mengandung serkaria, serkaria inilah yang menginfeksi manusia yang berenang bebas di air. Serkaria akan masuk ke dalam pori-pori kulit manusia dengan cepat mengikuti aliran darah. Selain manusia, hewan mamalia juga ikut terinfeksi schistosomiasis, sehingga rantai penularan schistosomiasis akan terus terjadi di Dataran Tinggi Lindu. Schistosomiasis tidak seperti malaria ataupun demam berdarah dengue, dengan kekebalan atau imunitas yang ada dalam tubuh manusia, manusia akan memiliki ke m a m p u a n da l a m t u b u h nya u n t u k menghancurkan parasit penyebab malaria ataupun virus dengue untuk demam berdarah, namun tidak bagi penyakit ini jika seseorang sudah tertular schistosomiasis secara otomatis orang tersebut akan terinfeksi schistosomiasis, dan dalam waktu beberapa minggu akan mengalami gejala demam, mual, pusing dan sakit kepala. Dalam teori WHO, dijelaskan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor di luar orang tersebut seperti lingkungan, baik

(7)

lingkungan fisik maupun non fisik dan sosial budaya .

Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa pengetahuan tidak selalu berhubungan dengan perilaku positif seseorang dalam mencegah diri untuk terhindar dari penyakit. Berkaitan dengan pengetahuan tentang p e n c e g a h a n , r a t a - r a t a i n f o r m a n mendahulukan pengobatan medis dan menyatakan pen cegah an h anya bi sa dilakukan dengan menggunakan sepatu bot saat berada di sawah dan di kebun. Hasil observasi yang di lakukan selama penelitian berlangsung. Hampir sebagian besar petani di desa Lindu tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu bot saat berada di sawah.

Pengetahuan yang baik tentang penyebab dan pencegahan sakit schistosomiasis, tentunya akan memberikan dampak yang baik p u l a t e r h a d a p u p a y a p e n c e g a h a n schistosomiasis, dalam bentuk perilaku pencegahan. Namun kenyataannya konsep p e n g e t a h u a n y a n g b a i k t e n t a n g schistosomiasis tersebut, tidak selamanya memberikan efek baik terhadap upaya pencegahan penyakit. Saat observasi berlangsung rata-rata petani di Dataran Tinggi Lin du s aat bekerja di sawah, ti dak menggunakan sepatu bot. Sepatu bot adalah alat pelindung diri yang harus digunakan saat melewati tempat-tempat becek, berair serta saat melewati daerah-daerah fokus. Begitu pula hasil wawancara dengan informan, rata-rata warga yang beraktivitas di persawahan dan perkebunan, mereka dengan sengaja buang air besar (BAB) di sungai ataupun di air mengalir. Dari hasil wawancara nampak pengetahuan warga terkait pencegahan schistosomiasis sudah cukup baik yaitu tidak melewati areal fokus keong dan menggunakan alat pelindung diri saat berada di sawah ataupun saat melintas di areal fokus. Upaya pencegahan yang dilakukan warga Lindu selama ini adalah berpartisipasi melakukan pemeriksaan tinja yang dilakukan oleh petugas laboratorium setempat, dan jika dinyatakan positif schistosomiasis maka warga tersebut bersedia minum obat secara teratur yang diberikan oleh petugas kesehatan tersebut.

Rata-rata informan memiliki sepatu bot, namun alat tersebut tidak difungsikan, ini

menandakan perilaku masyarakat dalam hal pencegahan schistosomiasis masih kurang menunjukkan perilaku yang baik, dengan berbagai alasan yang informan kemukakan tentang penggunaan sepatu bot seperti rasa tidak nyaman, berat dan alasan yang kuat jika menggunakan sepatu bot saat berada di tengah sawah sepatu mereka malah tertanam di dalam lumpur. Bagi mereka penggunaan alat pelindung diri sangatlah tidak menjamin untuk bisa terhindar dari schistosomiasis. Alasan lain yang dikemukakan oleh informan tidak menggunakan sepatu bot saat beraktivitas di sawah adalah, karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli sepatu bot, dan bagi mereka sepatu bot bukan hal yang sangat penting untuk didahulukan dari kebutuhan hari-hari mereka. Faktor pengetahuan yang rendah tentang bahaya suatu penyakit akan berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang suatu penyakit, begitu pula faktor pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap pola berfikir seseorang. Status ekonomi dan pendidikan merupakan faktor krusial yang dapat mengukur angka pencegahan seseorang untuk pencegahan suatu penyakit. Tentunya perilaku semacam ini secara medis dianggap perilaku kurang baik.

Perilaku kesehatan ( ealthy behavior)h

sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat sakit, p e n y a k i t d a n f a k t o r - f a k t o r y a n g mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, m a ka n an , m i n u m a n , d an p el aya n a n kesehatan, dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang yang berkaitan dengan p em el i h ara a n kes e h a t a n , m e n c aku p melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan.7

Berbicara mengenai pengetahuan dan perilaku kesehatan sedikitnya terkait dengan masalah nilai-nilai budaya dan lingkungan masyarakat. Faktor-faktor sosial-psikologi dan faktor budaya sering memainkan peran dalam mencetuskan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian orang Lindu khususnya masyarakat petani di Dataran Tinggi Lindu, masih kurang melakukan

(8)

pencegahan terhadap schistosomiasis, meskipun mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis penyakit ini baik dari segi penyebab, gejala dan penularan. Yang mereka harapkan dan lakukan hanyalah tindakan pengobatan pada saat dinyatakan positif terinfeksi schistosomiasis. Sebagai masyarakat yang masih memegang nilai-nilai budaya, tentunya pola kebiasaan semacam ini bagi mereka adalah suatu tindakan positif, yang sifatnya mengikat. Walaupun diakui banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal orang lain. Masyarakat Lindu berpikir dan melakukan tindakan sesuai pemahaman dan pengalaman yang mereka rasakan.

Pengetahuan masyarakat Lindu dalam menanggulangi schistosomiasis dapat dilihat dalam bentuk tindakan mereka, dengan cara melakukan dan menerima sistem perawatan kesehatan secara medis, yaitu bersedia mengumpulkan tinja setiap enam bulan sekali dan bersedia minum obat yang diberikan petugas kesehatan. Pemberian obat diawasi ketat oleh petugas kesehatan, bahkan diharuskan minum obat tersebut di depan para petugas. Dari pengalaman petugas kesehatan banyak dari warga mereka setelah diberikan obat, obat tersebut tidak diminum sesuai dengan dosis yang dianjurkan dan bahkan tidak diminum, dengan alasan lupa dan sibuk. Bagi mereka obat schistosomiasis, memiliki efek samping seperti pusing dan mual.

Pengetahuan medis masyarakat indu L dalam hal pencarian pengobatan, sudah merupakan pengetahuan budaya, nampak hasil observasi dan wawancara mendalam rata-rata warga Lindu lebih mendahulukan dan memiliki kepercayaan pada pengobatan medis. Ini nampak pada jumlah pasien yang berobat di Puskesmas Lindu. Rata-rata pasien yang datang berobat berjumlah 15 sampai 20 orang setiap hari.

Masyarakat Lindu hidup pada daerah yang terpencil, namun informasi kesehatan tak jauh ketinggalan selalu mereka dapatkan, bukan hanya terkait dengan schistosomiasis, namun berkaitan dengan penyakit lainnya. Masyarakat Lindu lebih percaya pada petugas kesehatan untuk menangani schistosomiasis. Bagi mereka dukun tak memiliki fungsi apa-apa untuk mengobati schistosomiasis, kecuali

jika sudah diobati oleh petugas kesehatan dan penyakitnya tak kunjung sembuh, baru mereka bisa ditangani oleh penyembuh tradisional, yaitu dukun kampung atau biasa disebut sando. Dukun kampung berfungsi menyembuhkan penyakit non-medis seperti gangguan mahluk halus (keteguran setan) yang menghuni pohon dan hutan. Masyarakat Lindu sangat percaya adanya penghuni hutan dan danau. Sehingga setiap pendatang baru yang masuk ke wilayah mereka, khususnya yang memiliki kepentingan seperti melakukan penelitian di sekitar kawasan hutan di Dataran Tinggi Lindu, diberikan saran dan nasehat oleh tokoh adat untuk tidak mengambil sesuatu yang menarik pandangan mata seperti memetik bunga di hutan diantaranya bunga anggrek dan sebagainya. Masyarakat Lindu masih memiliki kepercayaan tentang penyebab penyakit secara personalistik, di mana penyakit terjadi disebabkan oleh mahluk supranatural (mahluk ghaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (hantu atau roh jahat). Masyarakat Lindu memiliki pengetahuan budaya untuk mengatasi dan membedakan mana penyakit personalistik maupun naturalistik. Pengetahuan dan kepercayaan ini mereka peroleh berdasarkan pengalaman yang mereka alami, tentunya pengalaman tersebut mereka peroleh secara turun temurun.

Sebagian masyarakat di Dataran Tinggi Lindu masih meyakini akan kemampuan supranatural, dukun dalam pengobatan penyakit. Etnomedisin awalnya mempelajari tentang pengobatan masyarakat primitif yang dianggap tradisional, stereotip ini harus dihindari karena pengobatan tradisional tidak selamanya terbelakang atau salah, dengan bukti di zaman yang semakin berkembang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, memungkinkan orang m a s i h m e m i l i k i ke p e rc aya a n u n t u k melakukan pengobatan secara tradisional atau supranatural. Dalam sistem nilai dan kepercayaan, struktur sosial dan dalam proses kognitif masyarakat Lindu bersifat etnosentris artinya mereka terikat pada cara-cara dan kepercayaan tradisional mereka.

Ditinjau dari segi biologis, penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasyarakatan

(9)

k e a d a a n s a k i t d i a n g g a p s e b a g a i penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan. Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan lingkungannya. Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkah laku penyakitnya dan c ara–c ara t in gkah l aku p enyak i tnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya melalui proses umpan balik .8

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan membuktikan bahwa: 1) meskipun schistosomiasis sebagai penyakit endemik dan sangat mematikan, namun bagi masyarakat Lindu penyakit ini tidak lagi berbahaya dan mematikan, karena bagi mereka pengobatan yang dilakukan secara terus menerus akan mengurangi risiko kematian. Mereka sudah terbiasa mengalami schistosomiasis dan memiliki perilaku-perilaku kesehatan untuk menanggulangi penyakit ini, berdasarkan pada aspek-aspek sosial budaya yang mereka peroleh secara turun temurun. 2) Terjadinya schistosomiasis diakibatkan oleh pengaruh lingkungan alam, yaitu hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan alamnya. Lingkungan alam yang menyediakan tempat berkembangbiak keong sehingga keong hanya mampu hidup dan berkembang pada wilayah kawasan L i n d u . 3 ) o r a n g y a n g t e r i n f e k s i s c h i s to s o m i a s i s s e c a ra k l i n i s t i d a k menunjukkan gejala sakit pada saat pemeriksaan tinja, meskipun secara medis mereka dinyatakan positif schistosomiasis berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.

H a s i l p e n e l i t i a n m e n u n j u k k a n masyarakat Lindu masih sangat menghormati tokoh-tokoh masyarakat khususnya tokoh

adat, tokoh agama, dan kepala desa. Organisasi kelompok masyarakat yang ada di Dataran Tinggi Lindu seperti kelompok pemuda, dapat di fungsikan untuk berperan serta dalam penanggulangan schistosomiasis. Perlunya peran tokoh-tokoh masyarakat dengan menggunakan beberapa pendekatan. Model pendekatan yang dapat digunakan oleh penentu kebijakan kesehatan dalam melakukan intervensi komunitas dapat mengikuti model pendekatan menurut Rothman dan Tropman 1987 adalah pendekatan dengan mengembangkan kemandirian masyarakat lokal, di mana masyarakat dicoba untuk diintegrasikan serta dikembangkan kapasitasnya dalam upaya memecahkan masalah mereka secara kooperatif berdasarkan kemauan dan kemampuan menolong diri sendiri. 9

Seperti masyarakat lainnya, masyarakat Lindu memiliki konsep tersendiri tentang sehat dan sakit. Hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan, informan mengatakan orang sehat adalah orang yang masih bisa bekerja di kebun, di sawah dan menangkap ikan di danau, semua aktivitas bisa dikerjakan. Sedangkan orang sakit adalah, orang yang hanya bisa tinggal di rumah, yang semua anggota tubuhnya seperti orang lumpuh tak berdaya, badan terasa sakit panas dan dingin. Meskipun hasil pemeriksaan tinja mereka positif schistosomiasis, aktivitas tetap berjalan karena bagi mereka gejala-gejala yang ditimbulkan belum terlalu parah.

Pemahaman masyarakat Lindu tentang konsep sehat dan sakit didasarkan pada pengalaman sendiri. Bagi mereka sehat merupakan harta yang paling berharga. Orang sehat adalah orang yang masih bisa bekerja, masih bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. Konsep sehat dan sakit setiap komunitas berbeda-beda ditiap daerah. Ada kalanya konsep sehat sakit didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan masyarakat Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari religi atau sistem kepercayaan kepada Tuhan sebagai penguasa alam. Hal ini terlihat saat observasi, nampak sebagian warga di Dataran Tinggi Lindu melaksanakan ibadah di gereja setiap hari sabtu dan minggu. Mereka sangat percaya bahwa penyembuh

(10)

utama penyakit adalah Tuhan. Tanpa ibadah semua tidak akan sempurna, menurut sebagian informan schistosomiasis adalah penyakit yang diberikan tuhan dan mereka sangat yakin ada hikmah dibalik semua yang menimpa desa mereka. Kepercayaan itu pula yang menguatkan mereka untuk tetap bertahan hidup, walaupun mereka sadari r i s i k o k e m a t i a n a k i b a t t e r t u l a r schistosomiasis sangat besar. Schistosomiasis menurut sebagian informan adalah sebagai penyakit alami yang diberikan tuhan yang tidak perlu lagi ditakuti.

M e l i h a t s ec a ra k h u s u s m a s a l ah kesehatan dan penyakit schistosomiasis di kalangan masyarakat Lindu, dapat dikatakan adalah bagian dari sosial budaya. Seperti perilaku pencegahan, di mana warga Lindu telah mengetahui schistosomiasis adalah penyakit menular dan sangat berbahaya, namun upaya pencegahan untuk melindungi diri dari schistosomiasis tidak mereka lakukan, tentunya ini dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat seperti persepsi dan sikap warga terhadap penyakit tersebut.

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku dapat berubah karena ada kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku Masyarakat Lindu .10

sebagian besar sudah memahami bagaimana cara mencegah schistosomiasis, namun tindakan pencegahan itu masih kurang di lakukan oleh sebagian orang Lindu. Kurangnya tindakan pencegahan itu dipengaruhi oleh sikap mereka yang menganggap schistosomiasis penyakit mudah disembuhkan, obatnya mudah diperoleh, faktor ekonomi, dan ketidaknyamanan dalam menggunakan sepatu bot saat berada di tengah sawah.

Perlu memahami teori Kurt Lewin ntuk u t e r w u j u d n y a p e r u b a h a n p e r i l a k u masyarakat. Perlunya memberi stimulus (ransangan), berupa dorongan kepada masyarakat untuk bertindak positif. Stimulus dapat berupa penyuluhan atau informasi sehubungan dengan perilaku mereka dan bagaimana memberi pemahaman masyarakat tentang bahaya schistosomiasis. Dengan

adanya dukungan baik dari segi fasilitas kes eh ata n dan p ema h ama n ten ta ng pentingnya mencegah penyakit, maka dengan sendiri masyarakat akan bersikap dan berperilaku positif dalam pencegahan penyakit.

KESIMPULAN

Umumnya warga Lindu mengetahui penyebab schistosomiasis adalah keong (susu) yang hidup di air, areal persawahan dan tempat-tempat yang becek. Pengetahuan terkait schsistosomiasis mereka dapatkan secara turun temurun dan berdasarkan pengalaman sendiri. Dari sisi medis schistosomiasis disebabkan oleh parasit cacing serkaria, parasit ini muncul dari siput (keong).

Perilaku pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat Lindu hanyalah perawatan kesehatan yaitu melakukan pengobatan setelah didiagnosis positif schistosomiasis. Masyarakat Lindu melakukan dan menerima sistem perawatan kesehatan secara medis moderen yaitu bersedia mengumpulkan tinja setiap enam bulan sekali dan bersedia minum obat yang diberikan oleh petugas kesehatan setempat.

Pengetahuan masyarakat Lindu terkait schistosomiasis, bahwa orang yang telah tertular schistosomiasis akan merasakan gejala seperti mual, gatal-gatal, demam badan terasa panas. Selain itu masyarakat Lindu m e m i l i k i p e n g e t a h u a n b a h w a schistosomiasis hanya bisa disembuhkan dengan pengobatan medis yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Bagi mereka sakit sc h is tosomi asi s c uku p rin gan ti dak mengganggu aktivitas, hanya dengan minum obat yang dibagikan oleh petugas kesehatan sudah merasakan kesembuhan. Perilaku untuk pencegahan schistosomiasis masih sangat kurang dilakukan, hampir sebagian besar warga yang bekerja di kebun, sawah dan hutan sangat jarang menggunakan sepatu bot, dengan alasan tidak memiliki sepatu bot, ada yang mempunyai sepatu namun jarang mereka pakai dengan alasan sering tertanam di dalam lumpur.

Kendala/hambatan adalah kurangnya perilaku baik warga Lindu dalam pencegahan schistosomiasis, bisa menjadi salah satu

(11)

penyebab tingginya kasus schistosomiasis. Warga Lindu sudah dibiasakan dengan pengobatan yang setiap enam setempat, hal ini bisa menimbulkan ketergantungan warga Lindu dalam melakukan pencegahan s c h i s t o s o m i a s i s . S a a t i n i p r o g ra m penanggulangan schistosomiasis masih dilakukan dengan cara pengambilan tinja warga untuk mengidentifikasi penderita schistosomiasis, serta pemasangan tanda areal fokus keong.

SARAN

Perlunya promosi kesehatan guna meningkatkan pengetahuan dan perilaku positif masyarakat Lindu dalam pencegahan schistosomiasis. Perlunya pemberdayaan m a s ya ra k a t d a l a m p e n a n g g u l a n g a n schistosomiasis.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada tokoh-tokoh masyarakat di Dataran Tinggi Lindu, petugas aboratoriumL Lindu, yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih pihak Dinas K ehatanes Kabupaten Sigi yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penelitian berlangsung. DAFTAR PUSTAKA

1. Jastal, Gardjito TA, Anastasia H, Mujiyanto. Analisis Spasial Epidemiologi Schistosomiasis Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Lembah Napu dan Lindu, Kab Donggala. Balai Litbang P2b2 Donggala ; 2008; 1.

2. S c h i s t o s o m i a s i s ( d a l a m , id.scribd.com/doc/47059072/schistosomias is-drh-sunu). 11 Oktober 201 .5

3. Suwardi Endraswara ; Metodologi Penelitian Sosial. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta. 2006-17.

4. Marimbi Hanum. Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta ; Penerbit Nuha Medika; 2009 ;85 .

5. Schistosomiasis Epidemiologi Penyakit

M e n u l a r :

https://adhienbinongko.wordpress.com/20 12/12/01/schistosomiasis-epidemiologi-penyakit-menular/: 2015. Akses tanggal 3 November 2015.

6. Solita Sarwono. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta; 2004 ; 18. 7. Soekidjo Notoatmodjo. Promosi Kesehatan &

Ilmu Perilaku. Jakarta; Penerbit PT Rineka Cipta ; 2007; 136.

8. Anderson Foster. Antropologi Kesehatan. Jakarta ; Penerbit Universitas Indonesia ; 2009 ; 15.

9. Isbandi Rukminto Adi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta : Penerbita Fakultas ekonomi UI. 2003;70.

10. S o e k i d j o N o t o a t m o d j o . K e s e h a t a n Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta; Penerbit PT Rineka Cipta ; 2011 58; 1 .

11. Sumber data Geografi dan Kependudukan : Kantor Camat Lindu Kab Sigi.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 85/KPTS/BPBD- SS/2017 tentang Status Keadaan Siaga Darurat Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi

Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor paling besar yang menyebabkan perubahan modal kerja pada PT Dinatama Nusa Cemerlang

Diketahui kriteria yang diharapkan dari Pengawas Menelan Obat adalah berusia diatas 17 tahun, perempuan, tidak bekerja, pendidikan minimal SMA mempunyai hubungan kekerabatan,

392 Tahun 1999 mempunyai beberapa ketimpangan, antara lain yaitu: penentuan batas pulau pulau terluar yang masih rancu, terdapatnya karang-karang kering yang berpotensi

Kata depan dalam bahasa Inggris atau Preposisi adalah bagian dari part of speech yang digunakan untuk menghubungkan kata benda, kata ganti, atau frase dengan kata lain

Aktifitas anti cendawan ekstrak daun sereh wangi ( Cymbopogon nardus L.) terhadap Colletotrichum sp penyebab penyakit antraknosa pada buah cabai Capsicum annum

Transkrip rekaman berisi subjek label, kemudian waktu pengucapan suara (dalam jam:menit:detik) yang sesuai dengan berjalannya rekaman. Jika pada penulisan transkrip masih

Dengan ditolaknya hipotesis diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat senioritas dilihat dari pengalaman dan pendidikan yang pernah dijalani oleh auditor tidak